• manfaatnya adalah
1.untuk kemaslahatan umat manusia
2.agar tidak terjadi perselisihan antara sesama ahli waris.
3.Semua ahli waris mendapatkan bagian secara adil dan
berimbang.
AHLI WARIS
Ahli Waris berjumlah 25
orang terdiri dari:
15 Orang laki-laki:
Suami Saudara Ayah (Pak
Anak lk De/Pak Lek) Kandung
Cucu lk Saudara Ayah (Pak De/
Ayah Pak Lek) Seayah
Kakek Anak Saudara Ayah
Saudara kdg lk Kandung
Saudara seayah lk Anak Saudara Seayah
Saudara seibu lk Laki-laki yang sangat
berjasa bagi pewaris
Anak sudara kdg
Anak saudara seayah
Lanjutan…
• 10 Orang perempuan
Istri
Anak prmpuan
Cucu prmpuan
Ibu
Nenek dari pihak ayah
Nenek dari pihak ibu
Saudara prmpuan kndung
Saudara prmpuan seayah
Saudara prmpuan seibu
Perempuan yang berjasa bagi pewaris.
CATATAN: 25 orang (diatas)
maksudnya dihitung
penamaan posisinya dalam
urutan nasab. Tapi secara
personal boleh jadi lebih.
Misalnya: anak laki-laki
mungkin bisa jadi anaknya
ada 2 atau bahkan lebih,
demikian juga yang
lainnya.
Istilah Kunci Dalam Pembagian Waris
• Pewaris = orang yang meninggal/ yang meninggalkan warisan
• Ahli Waris = penerima waris
• Dzawil Furud = Ahli Waris yang prosentase bagiannya telah ditentukan al-
Quran
• Dzawil Ashabah = Ahli Waris yang menerima sisa.
• Hajib = Ahli Waris yang menghalangi ahli waris lain.
• Mahjub = Ahli Waris yang terhalangi
• Ashlu Dzakar = ahli waris laki-laki ayah ke atas
• Far’u Dzakar = ahli waris laki-laki anak ke bawah
• Ashabah ma’al ghair = ahli waris perempuan yang mendapat sisa karena
terbawa pihak lain yang kebetulan mendapat sisa
• Ashabah = sisa
• Furudul muqaddarah = ketentuan prosentase bagian yang ditetapkan dalam
al-Quran
Bagian masing-masing ahli waris
Bagian Untuk Dalam keadaan
2/3 1. Dua atau lebih anak perempuan tidak mempunyai anak laki-laki
2. Dua atau lebih cucu perempuan dari tidak ada anak pr/lk kandung atau cucu laki-
anak laki-laki laki
3. Dua atau lebih saudari kandung tidak punya saudara kandung
4. Dua atau lebih saudari sebapak tidak mempunyai anak atau saudari kandung
atau cucu kandung atau saudara laki-laki
sebapak
1/3 1. Ibu kandung tidak ada anak kndung atau 2 saudara
2. Dua atau lebih saudari seibu tidak mempunyai anak atau saudara kandung
1/3 sisa Ibu kandung bapak, isteri atau suami (gharawain)
1/6 1. Bapak Kandung anak/cucu dr ank lk kandung
2. Ibu kandung anak atau cucu/ 2 saudari/ lebih
3. Kakek kandung dari bapak anak lk/cucu dan tdk ada bpk
4. Nenek kandung dari bapak Tidak ada ibu
5. Saudara seibu lk/pr Tidak ada anak
6. Cucu dari anak laki-laki Hanya ada ada seorang ank prempuan
7. Seorang/lebih saudari sebapak Hanya ada seorg saudari kandung
½ 1. Seorang anak perempuan tidak mempunyai anak laki-laki
2. Seorang cucu pr dr lk tidak mempunya anak
3. Suami/Duda tidak ada ank/cucu dr ank lk
4. Seorang saudari kandung tidak memiliki saudara laki-laki
5. Seorang saudari sebapak tidak memiliki anak kandung perempuan atau
cucu perempuan atau saudara kandung
¼ 1. Suami/duda anak atau cucu dari anak laki
2. Isteri/janda Tidak ada anak/cucu dari anak laki-laki
1/8 Isteri/janda anak atau cucu dari anak laki-laki
HUKUM HARTA BERSAMA
PENGERTIAN
• Pengertian tentang harta bersama ini dapat dilihat di dalam UU RI No. 1
Tahun 1974 pada BAB VII Pasal 35 ayat (1), yang menyebutkan bahwa
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama”.
• KHI Bab I: Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta
yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersam suami-isteri selam
dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya sisebut harta
bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM
ADAT
• Masyarakat adat yang sifat susunan kekeluargaannya patrilineal
dengan perkawinan jujur, seperti Batak dan Tapanuli Selatan, tidak
mengenal harta bersama. Istri tidak berhak atas harta bersama sebab
menurut aturan adat asli mereka segala harta yang didapat dalam
perkawinan adalah kepunyaan suami
• Masyarakat adat yang sifat susunan kekeluargaannya matrilineal,
seperti dalam sistem perkawinan bertandang atau urang sumando
batandang di Minangkabau, tidak terdapat harta bersama karena
suami dianggap hidup sebagai tamu di rumah keluarga istrinya, dan
suami tidak punya kekusaan di rumah istrinya.
• Pada perkawinan nyalindung ke gelung Pasundan tidak ada harta
bersama karena suami dipandang memiliki derajat yang lebih rendah
dari derajat istri. Istri adalah perempuan kaya sedangkan suami dari
golongan miskin. Suami dianggap ”numpang hidup” pada istri.
• Sebaliknya dalam perkawinan manggih kaya di Jawa juga tidak
dikenal harta bersama. Perkawinan manggih kaya adalah perkawinan
antara perempuan yang tidak punya atau miskin dengan laki-laki
kaya, istri hanya dianggap sebagai ”selir” dan suami dianggap ”tidak
hidup bersama” dengan selirnya. Sebagai selir, derajatnya dipandang
oleh masyarakat di bawah derajat suami.
ISTILAH YANG DIGUNAKAN