Anda di halaman 1dari 4

Kronologi:

Syahman Batubara menikah dengan Rose


Tahun 1975 dan melahirkan 3 orang anak:
Abduh, Lk², 44 Thn. Tinggal di Medan Denai
Siti, Pr, 42 Thn. Tinggal di Medan Amplas
Zubaidah, 39 Thn. Tinggal di Medan
Marelan.

Sebagai anak Laki² yg paling besar Abduh


meminta modal usaha dari Ayahnya
(Syahman Batubara), dan usaha yg
dibangunnya sukses. Dari hasil usaha itu
Abduh dapat membeli:
2 Unit Mobil Innova atas nama Syahman
Batubara
1 Unit Mobil Terios atas nama Rose.
2 Rumah di Komplek Setia Budi Indah atas
nama Syahman Batubara
1 Rumah di Jalan Garu III atas nama Siti.
1 Rumah di Jalan Denai atas nama Abduh
20Ha Kebun Sawit atas nama Istri Abduh
(Maimunah).

Seluruh Harta di atas adalah hasil usaha yg


dibangun oleh Abduh sendiri, namun
memang modal usaha tersebut diperoleh
dari menjual rumah Ayah mereka.

Siti dan Zubaidah meminta seluruh harta


tersebut bagi rata, dengan alasan seluruh
harta tersebut didapatkan dan berasal dari
harta Ayah mereka.

Jika Abduh datang kepada kalian pendapat


hukum yg seperti apa yg akan kalian
sampaikan?

Note:
Syahaman meninggal 2 Juni 2011
Rose meniggal 1 Juni 2010

Amanah Syahman agar harta dibagi rata.


Menurut saya karena harta warisan diamanahkan untuk dibagi rata sehingga abduh harus membagi rata
harta peninggalan ayah mereka Syahma karena di beberpa asset sudah tercantum pembagian harta
atas nama anak anak Syahman
Tetapi harta yang dibagi adalah Harta hasil penjualan Rumah (Modal) dan asset yang sudah dibagi.
Tetapi kalau untuk usaha hasil dari modal penjualan RumahAbduh berhak untuk tidak membagi harta
nya..
Tetapi kembali lagi saya jelaskan bahwa hasil pembagian harta tersebut bisa dibagi secara Hukum
Waris Islam atau Hukum Waris Perdata.

Secara Hukum Islam

Menurut Pasal 176-185 ayat KHI (Kompilasi Hukum Islam). Berdasarkan pasal tersebut, berikut besaran
bagian ahli waris menurut ajaran Islam selengkapnya:

Anak perempuan bila hanya seorang mendapat saparuh bagian. Bila dua atau lebih, mereka bersama-
sama mendapat dua pertiga bagian. Jika anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka
bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak. Bila memiliki anak, ayah
mendapat seperenam bagian.
Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak/dua saudara/lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang
saudara atau lebih, maka mendapat sepertiga bagian.
Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama
dengan ayah.

Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak. Jika meninggalkan anak, maka
duda mendapat seperempat bagian. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak. Jika meninggalkan anak, janda mendapat seperdelapan bagian.
Jika pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara
perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka dua orang atau lebih, maka
mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

Pemberian wasiat merupakan peristiwa hukum yang pelaksanaannya digantungkan


pada meninggalnya orang yang berwasiat, sesuai Pasal 171 huruf f KHI tentang pengertian
wasiat itu sendiri, yaitu pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga
yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Jadi, peristiwa pemberian wasiat harus
tunduk pada pertimbangan bahwa wasiat tidak boleh mendatangkan mudharat kepada para
ahli waris karena adanya hasrat/maksud lain dari orang yang berwasiat.

wasiat dalam system pembagian harta peninggalan dalam hukum islam, dapat ditarik kesimpulan bahwa
wasiat dalam hukum Islam bukan semata tentang keinginan terakhir seseorang, malainkan salah
satu perintah agama yang harus dijalankan (bagi mereka yang memiliki harta yang banyak),
merupakan suatu upaya mensejahterakan umat/sesame dalam hal pembagian dan pemberian hak
kepemilikan terhadap suatu harta peninggalan dan merupakan solusi dari permasalahan
pembagian harta peninggalan

Secara Hukum Perdata BW

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:
1. Sebagai ahli waris menurut Undang-undang.
2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut Undang-undang atau “ab intestato” dan cara yang
kedua dinamakan mewarisi secara “testamentair”.
Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam
lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang saja

Bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testamen, maka dalam Undang-undang Hukum Perdata
ditetapkan pembagian warisan sebagai berikut:
1. Yang pertama berhak mendapat warisan yaitu suami atau isteri dan anak-anak, masing – masing
berhak mendapat bagian yang sama jumlahnya (pasal 852 BW).
2. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka yang kemudian berhak mendapat
warisan adalah orang tua dan saudara dari orang tua yang meninggal dunia, dengan ketentuan
bahwa orang tua masing-masing sekurang-kurangnya mendapat seperempat dari warisan (pasal
854 BW).
3. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka warisan dibagi dua, separuh untuk
keluarga pihak ibu dan separuh lagi untuk pihak keluarga ayah dari yang meninggal dunia,
keluarga yang paling dekat berhak mendapat warisan. Jika anak-anak atau saudara-saudara dari
pewaris meninggal dunia sebelum pewaris, maka tempat mereka diganti oleh keturunan yang sah
(pasal 853 BW)

pembagian harta warisan yang diatur oleh hukum perdata atau hukum keuangan secara umum dan
berlaku di Indonesia. Pembagian warisan menurut Hukum Waris Undang-Undang (KUH Perdata) dapat
dibedakan menjadi empat golongan ahli waris, yakni:

Golongan I: Termasuk suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang berhak menerima warisan.
Pembagiannya adalah, istri atau suami dan anak-anaknya, masing-masing mendapat 1/4 bagian.

Golongan II: Merupakan mereka yang mendapat warisan bila pewaris belum memiliki suami atau istri
serta anak. Maka, yang berhak mendapatkan warisan adalah kedua orang tua, saudara, dan atau
keturunan saudara pewaris.

Golongan III: Dalam golongan ini, pewaris tidak memiliki saudara kandung sehingga yang mendapatkan
warisan adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ibu maupun ayah. Misal, yang
mendapatkan bagian adalah kakek atau nenek baik dari ayah dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi
1/2 bagian untuk garis ayah, dan 1/2 bagian untuk garis ibu.

Golongan IV: Yang berhak mendapat warisan adalah keluarga sedarah dalam garis atas yang masih
hidup. Mereka mendapat 1/2 bagian. Sedangkan ahli waris dalam garis lain dan derajatnya paling dekat
dengan pewaris mendapatkan 1/2 bagian sisanya.

Anda mungkin juga menyukai