Anda di halaman 1dari 8

Sidang Rebutan Warisan Adi Firansyah

indosiar.com, Jakarta - Kasus rebutan warisan almarhum Adi Firansyah


akhirnya bergulis ke Pengadilan. Sidang pertama perkara ini telah
digelar Kamis (12/04) kemarin di Pengadilan Agama Bekasi. Warisan
pesinetron muda yang meninggal akibat kecelakaan sepeda motor ini,
menjadi sengketa antara Ibunda almarhum dengan Nielsa Lubis,
mantan istri Adi.
Nielsa menuntut agar harta peninggalan Adi segera dibagi. Nielsa
beralasan Ia hanya memperjuangkan hak Chavia, putri hasil
perkawinannya dengan Adi. Sementara Ibunda Adi mengatakan pada
dasarnya pihaknya tidak keberatan dengan pembagian harta
almarhum anaknya. Namun mengenai rumah yang berada di Cikunir
Bekasi, pihaknya berkeras tidak akan menjual, menunggu Chavia
besar.
Menurut Nielsa Lubis, Mantan Istri Alm Adi Firansyah, "Saya
menginginkan penyelesaiannya secara damai dan untuk pembagian
warisan toh nantinya juga buat Chavia. Kita sudah coba secara
kekeluargaan tapi tidak ada solusinya."
Menurut Ny Jenny Nuraeni, Ibunda Alm Adi Firansyah, "Kalau
pembagian pasti juga dikasih untuk Nielsa dan Chavia. Pembagian
untuk Chavia 50% dan di notaris harus ada tulisan untuk saya, Nielsa
dan Chavia. Rumah itu tidak akan dijual menunggu Chavia kalau sudah
besar."
Terlepas dari memperjuangkan hak, namun mencuatnya masalah ini
mengundang keprihatinan. Karena ribut-ribut mengenai harta warisan
rasanya memalukan. Selain itu, sangat di sayangkan jika gara-gara
persoalan ini hubungan keluarga almarhum dengan Nielsa jadi
tambang meruncing.
Sebelum ini pun mereka sudah tidak terjalin komunikasi. Semestinya
hubungan baik harus terus dijaga, sekalipun Adi dan Nielsa sudah
bercerai, karena hal ini dapat berpengaruh pada perkembangan
psikologis Chavia.
"Saya tidak pernah komunikasi semenjak cerai dan mertua saya tidak
pernah berkomunikasi dengan Chavia (jaranglah)", ujar Nielsa Lubis.

"Bagaimana juga saya khan masih mertuanya dan saya kecewa berat
dengan dia. Saya siap akan mengasih untuk haknya Chavia", ujar Ny
Jenny Nuraeni. (Aozora/Devi)
Solusi:
Dikasus ini, yang meninggalkan harta warisan adalah almarhum
mantan suami yang menjadi rebutan antara sang ibu almarhum
dengan mantan istri almarhum, dan almarhum telah memiliki anak dari
mantan istrinya.
Untuk status rumah yang ditinggalkan oleh almarhum, tergantung
kapan almarhum memiliki rumah tersebut, jika almarhum sudah
memilikinya sejak masih bersama mantan istri maka status rumah
merupakan harta bersama atau harta gono gini yang diperoleh dari
almarhum saat masih bersama mantan istrinya. Hal ini sesuai dengan
pengertian harta bersama menurut ketentuan pasal 35 ayat (1) UU No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) yang menyatakan bahwa
harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama.
Dan Apabila terjadi suatu perceraian, maka pembagian harta
bersama diatur menurut hukum masing masing (pasal 37 UUP). Yang
dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama,
hukum adat dan hukum lainnya.
Mengenai harta benda dalam perkawinan, pengaturan ada di dalam
pasal 35 UUP dan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1.

Harta bersama, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan


dan dikuasai oleh suami dan istri dalam artian bahwa suami atau istri
dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan kedua belah
pihak. Apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama
diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud "hukumnya"
masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum
lain (pasal 37 UUP).

2.

Harta bawaan, yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing


suami dan istri ketika terjadi perkawinan dan dikuasai oleh masingmasing pemiliknya yaitu suami atau istri. Masing-masing atau istri
berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai
harta bendanya (pasal 36 ayat 2 UUP). Tetapi apabila pihak suami dan
istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka

penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu.


Demikian juga apabila terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan
dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali jika ditentukan lain
dalam perjanjian perkawinan.
3.

Harta perolehan, yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing


suami dan istri sebagai hadiah atau warisan dan penguasaannya pada
dasarnya seperti harta bawaan.
Berdasarkan uraian di atas apabila dikaitkan dengan kasus diatas
maka mantan istri almarhum mempunyai hak atau berhak atas harta
yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tanpa melihat alasanalasan yang diajukan dan harta tersebut disebut harta bersama.
Mengenai hibah terhadap anak dapat saja dilakukan tetapi tanpa
penghibahan pun seorang anak secara otomatis sudah menjadi ahli
waris dari kedua orang tuanya. Hibah dapat dilakukan jika tidak
merugikan apa yang menjadi hak dari ahli waris, disamping itu mantan
istri almarhum juga berhak atas harta warisan tersebut.
Medan, 28 Mei 2015
Kepada Yth;
Bapak / Ibu Pimpinan
PT. BANK NEGARA
INDONESIA / PT. PESONA
PUTRA PERKASA
di Tempat
Perihal
Lampiran

: Permohonan Pekerjaan
:-

Dengan hormat,
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Made Wira Admaja Sinaga
Tempat tanggal lahir
: Pematang Raya, 15 Mei 1990
Alamat
: Jl.Periuk, gang subur no 24, Pabrik Tenun
No telepon/HP
: 0821 6275 3991
Dengan ini saya bermaksud mengajukan permohonan kerja kepada perusahaan yang
Bapak/ibu pimpin, yaitu sebagai Sales Promotion
Dengan ini maka saya lampirkan berkas-berkas sebagai berikut ;
1. Daftar riwayat hidup
2. Foto copy izajah terakhir

3. Foto copy KTP


4. Foto copy Sertifikat Computer
5. Pas foto 4X6
Demikianlah surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya atas perhatian bapak/ibu sebelum dan
sesudahnya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Made Wira Admaja Sinaga

Medan, 28 Mei 2015


Kepada Yth;
Bapak / Ibu Pimpinan
PT. BIOSAFE INDONESIA
Cabang Medan
di Tempat
Perihal
Lampiran

: Permohonan Pekerjaan
:-

Dengan hormat,
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Made Wira Admaja Sinaga
Tempat tanggal lahir
: Pematang Raya, 15 Mei 1990
Alamat
: Jl.Periuk, gang subur no 24, Pabrik Tenun
No telepon/HP
: 0821 6275 3991
Dengan ini saya bermaksud mengajukan permohonan kerja kepada perusahaan yang
Bapak/ibu pimpin, yaitu sebagai Sales Promotion
Dengan ini maka saya lampirkan berkas-berkas sebagai berikut ;

1. Daftar riwayat hidup


2. Foto copy izajah terakhir
3. Foto copy KTP
4. Foto copy Sertifikat Computer
5. Pas foto 4X6
Demikianlah surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya atas perhatian bapak/ibu sebelum dan
sesudahnya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Made Wira Admaja Sinaga

KASUS PERDATA
Sebelum kita membahas tentang Contoh kasus perdata,terlebih dahulu saya akan menjelaskan
apa itu Hukum Perdata?
Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individuindividu dalam masyarakat. Hukum perdata juga di sebut sebagai hukum privat atau hukum sipil
dan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, sepeti misalnya, hukum keluarga, hukum harta
kekayaan, hukum benda, hukum perikatan dan hukum waris.
Contoh Kasus hukum Perdata tentang Warisan
(Pembagian Warisan Bagi Anak diLuar Nikah Diakui)
Contoh kasus :
Arto merupakan pria yang telah menikah dan memiliki 2 orang anak dari pernikahannya dengan
seorang wanita yang bernama Lulu. Pada suatu hari, ada seorang laki-laki bernama Beto datang
menemui Arto, dan mengaku sebagai anak Arto. Mengingat bahwa masa muda Arto yang
terbilang cukup kelam, yaitu terlibat pada dunia seks bebas dan penyalahgunaan obat-obat
terlarang, maka Arto mengakui Beto sebagai anaknya yang dilahirkan Urti, mantan pacar Arto
sebelum Arto menikah. Beberapa bulan kemudian Arto meninggal dalam sebuah kecelakaan,
meninggalkan seorang istri dan seorang anak kandung serta Beto sebagai anak luar nikah diakui.
Pertanyaan:
1)

Bagaimanakah hak waris Beto atas harta peninggalan Arto?

2)

Berapa bagian kah harta yang didapatkan Beto dari harta warisan Arto?

Penyelesaiannya:
Menurut Pasal 272 KUH Perdata anak luar kawin adalah:
Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi tidak
dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan ibu anak
tersebut, dan tidak termasuk dalam kelompok anak zina atau anak sumbang.

Apabila kita menyimpulkan maksud yang terkandung dalam isi pasal tersebut, bahwa Pasal 272
KUH Perdata menegaskan syarat seseorang dinyatakan sebagai anak luar nikah yaitu anak-anak
yang lahir di luar dari ikatan perkawinan. Dalam artian anak luar nikah adalah anak-anak yang
lahir akibat zina.
Anak luar nikah dapat mewaris sepanjang anak tersebut memiliki hubungan hukum dengan
pewaris. Hubungan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah pengakuan dari si pewaris,
sehingga dengan demikian anak luar nikah tersebut akan disebut dengan anak luar nikah diakui.
Sebab anak luar nikah yang mendapat warisan hanya anak luar nikah yang diakui oleh ayahnya.
Amanat yang tercantum dalam Pasal 284 KUH Perdata disebutkan, bahwa:
Pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh suami atau istri atas kebahagiaan anak
luar nikah, yang sebelum kawin telah olehnya dibuahkan dengan orang lain dari istri atau
suaminya, tak akan merugikan baik bagi istri atau suami maupun bagi anak yang dilahirkan dari
perkawinan mereka.
Jadi berdasarkan Pasal 284 tersebut kembali ditekankan bahwa seorang suami atau istri yang
mengakui anak luar nikahnya tidak boleh merugikan istri dan anak-anak dari perkawinan pada
waktu pengakuan dilakukan. Namun perlu juga diingat bahwa berdasarkan Pasal 285 KUH
Perdata, walaupun anak luar nikah telah diakui dan berhak atas warisan dari orang tua yang
mengakuinya, tetapi ayah atau ibu si anak luar nikah tidak mewarisi harta dari orang yang
mengakui.
Melihat contoh kasus di atas, bahwa Beto menjadi ahli waris yang sah atas warisan dari Arto.
Sebab posisi Beto yang awalnya adalah anak luar nikah, setelah mendapatkan pengakuan dari
Arto, maka secara sah Beto memiliki hubungan hukum dengan Arto.
Dalam pembagian warisan, anak luar nikah yang diakui mewaris dengan semua golongan ahli
waris. Besar bagian yang diterima tergantung dengan golongan mana anak luar nikah tersebut
mewaris, atau tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan dari para ahli waris yang sah.
Kedudukan Beto dalam pewarisan berada pada golongan pertama, yaitu Beto sebagai anak luar
kawin diakui dari Arto sebagai pewaris.

Menurut Pasal 863 KUH Perdata:


Bila pewaris meninggal dengan meninggalkan keturunan yangsah dan atau suami istri, maka
anak luar kawin yang diakui mewarisi 1/3 bagian, dari mereka yang sedianya harus mendapat,
seandainya mereka adalah anak sah

Jika dirumuskan dari kasus di atas, apabila Parto meninggalkan harta sebesar Rp. 150.000.000,-.
Arto memiliki 3 orang ahli waris, yaitu istri, anak kandung dan Beto sebagai anak luar kawin
diakui. Seandainya Beto adalah anak kandung, maka Bejo akan mewarisi 1/3 dari harta
peninggalan Parto, yaitu:
1/3 x 150000000 = 50.000.000
Sebab ketiga orang ahli waris Arto mendapatkan bagian yang sama, yaitu harta keseluruhan
dibagi oleh ketiga orang ahli waris. Maka masing-masing mendapatkan bagian 50.000.000.
Namun karena kedudukan Beto adalah anak luar nikah diakui, maka Beto hanya mendapatkan
bagian 1/3 dari bagian yang seharusnya dia dapatkan apabila dia berstatus anak kandung, yaitu:
1/3 x 50000000 = 16666666,67.
Jadi, bagian yang didapat oleh Bejo adalah sebesar Rp. 16.666.666,67. Sementara itu bagian
yang didapatkan oleh istri dan anak sah dari Arto yaitu sisa dari keseluruhan harta setelah
dikurangi bagian dari warisan yang didapatkan oleh Beto.

Anda mungkin juga menyukai