Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

MAGANG DI KEJAKSAAN NEGERI

KOTA BEKASI

Disusun oleh

Nama : Raihan Ananda Ramadhan

NIM : 20180401186

Program Studi : Ilmu Hukum

Peminatan : Praktisi Hukum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Magang telah disyahkan oleh Kejkasaan Negeri Kota Bekasi dan
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul.

Hari : Selasa

Tanggal : 4 Mei 2021

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapaangan

Elok Hikmawati, SH. MM. Hapit Suhandi, SH., MH.,


MM.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
harmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penyusunan
laporan magang dengan judul “Laporan Magang Di Kejaksaan Negeri Kota
Bekasi” ini dapat diselesaikan.

Laporan Magang ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan penilaian
magang Program Studi Strata Satu Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Esa
Unggul.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, doa dari berbagai pihak,
Laporan Magang ini tidak akan selesai tepat waktu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penulisan Laporan Magang ini, yaitu kepada:

1. Bapak Dr. Freddy Harris, SH., LLM., ACCSselaku Dekan Fakultas


Hukum.
2. Ibu Elok Hikmawati, S.H., M.M. selaku Dosen Pembimbing Magang.
3. Ibu Laksmi Indriyah Rohmulyati, S.H., LL.M. Selaku Kepala Kejaksaan
Negeri Kota Bekasi.
4. Bapak Zamzam Ikhwan S.H., M.H. selaku Kepala Seksi Pembinaan
Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
5. Bapak Hapit Suhandi selaku Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan
Negeri Kota Bekasi dan Pembimbing Lapangan.
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moral dan
materil sehingga laporan magang ini bisa terselesaikan.
7. Ibu Murni Purba, S.H. selaku Pengawas Lapangan I.
8. Ibu Darsiah, S.H. selaku Pengawas Lapangan II .
9. Seluruh staff Kejaksaan Negeri Kota Bekasi yang telah memberikan
banyak pengalaman berharga selama pelaksanaan magang.

ii
10. Reza Nadien Putranto, Galuh Prameswari, ega shintia putri, Nindya rahma
putri, Sandy Pratama selaku teman seperjuangan yang sudah membantu
berdiskusi dan memberikan dukunagn moral dalam penyusunan laporan
magang ini sehingga dapat di selesaikan tepat waktu.

Serta semua pihak yang telah membantu proses penyelsaian laporan magang ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa.

Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki laporan ini.

Bekasi, 10 Mei 2021

Raihan Ananda Ramadhan

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I.......................................................................................................................1

GAMBARAN UMUM ISNTANSI.......................................................................1

1.1 Sejarah Instansi.......................................................................................1

1.2 Visi dan Misi............................................................................................8

1.3 Tugas dan Fungsi.....................................................................................9

1.4 Struktur Organisasi..............................................................................10

BAB II...................................................................................................................13

METODE DAN PELAKSAAN KEGIATAN....................................................13

2.1 Tempat dan Waktu Kegiatan...............................................................13

2.2 Deskripsi Kegiatan................................................................................13

2.3 Temuan Permasalahan Hukum di Tempat Magang..........................15

2.4.1 Kendala..................................................................................................15

2.4.2 Pemecahan Masalah.............................................................................16

BAB III..................................................................................................................20

PENUTUP.............................................................................................................20

3.1 Kesimpulan............................................................................................20

3.2 Saran.......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................22

iv
v
BAB I

GAMBARAN UMUM ISNTANSI

1.1 Sejarah Instansi


Sebelum Reformasi
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada
zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan
Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu
pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari
bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa
adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu
Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim
yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang
pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni
hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang
mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim
tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang
peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit
yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan
jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini
yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan
Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri),
Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof
(Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten
Residen.
Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai
perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan

1
2

Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung


yakni antara lain:
1. Mempertahankan segala peraturan Negara
2. Melakukan penuntutan segala tindak pidana
3. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang

Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam
menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang
terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi


difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman
pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh
Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi
kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo
Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan
Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan
bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

1. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran


2. Menuntut Perkara
3. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.
4. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam


Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I.
membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang
ada masih langsung berlaku.
3

Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945.
Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan
Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam
lingkungan Departemen Kehakiman.

Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika


secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem
pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik
Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa Agung.
Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan
pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga
mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar


pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan
Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai
alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal
1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri /
Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan
Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam
rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur
organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961
tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut


Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup
4

perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi


Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun
1991 tertanggal 20 November 1991.

Masa Reformasi

Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap


pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya
dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa
reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan,
yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Kehadiran
undang-undang ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap
sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I, Pasal 2


ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah
yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang”. Kejaksaan sebagai
pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral
dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat
menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak
berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping
sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-
satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena
itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat
dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga
negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan.

Mengacu pada UU tersebut, maka  pelaksanaan kekuasaan negara yang


diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan
5

ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa
Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa dalam
melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ketentuan ini
bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas
dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :

1. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:


1) Melakukan penuntutan;
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan
bersyarat;
4) Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa
khusus dapat bertindak di dalam maupun diluar pengadilan untuk
dan atas nama negara atau pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
3) Pengamanan peredaran barang cetakan
6

4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan


masyarakat dan negara;
5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
6) Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan


dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di
rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak
karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh
hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya
sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan
bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini,
Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-
undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan
badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi
lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat
memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi
pemerintah lainnya.

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya


berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran
lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya
dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi.
Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak
pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja dialami oleh
Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta badan-badan lainnya.
Kendala tersebut antara lain:

1. Modus operandi yang tergolong canggih


2. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-
temannya
7

3. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan


berbagai peraturan
4. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan
5. Manajemen sumber daya manusia
6. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak
hukum yang ada)
7. Sarana dan prasarana yang belum memadai
8. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan
penculikan serta pembakaran rumah penegak hukum

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan


pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap
mendapat sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu UU No. 31 Tahun 1971,
dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999.
Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga
pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi
koruptor. Belakangan UU ini juga dipandang lemah dan menyebabkan
lolosnya para koruptor karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam UU
tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan polisi dalam melakukan
penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh UU ini.

Akhirnya, UU No. 30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas


menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang
dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai
hambatan. Untuk itu, diperlukan metode penegakan hukum luar biasa
melalui pembentukan sebuah badan negara yang mempunyai kewenangan
luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan
pemberantasan korupsi, mengingat korupsi sudah dikategorikan
sebagai extraordinary crime.
8

Karena itu, UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan


pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara untuk
penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-
masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan,
Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan


penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian
dan Kejaksaan RI. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang
diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai
perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang
penyidikan.

1.2 Visi dan Misi


Visi Kejaksaan R.I: Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang
bersih, efektif, efisien, transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan
pelayanan prima dalam mewujudkan supremasi hukum secara profesional,
proporsional dan bermartabat yang berlandaskan keadilan, kebenaran,
serta nilai-nilai kepatutan.
Misi Kejaksaan R.I:
1. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa
tugas dan wewenang, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas
penanganan perkara seluruh tindak pidana, penanganan perkara
Perdata dan Tata Usaha Negara, serta pengoptimalan kegiatan
Intelijen Kejaksaan, secara profesional, proposional dan
bermartabat melalui penerapan Standard Operating Procedure
(SOP) yang tepat, cermat, terarah, efektif, dan efisien.
2. Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas bidang-bidang
lainnya, terutama terkait dengan upaya penegakan hukum.
9

3. Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan


penuh tanggung jawab, taat azas, efektif dan efisien, serta
penghargaan terhadap hak-hak publik;
4. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur
organisasi Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen
terutama pengimplementasian program quickwins agar dapat
segera diakses oleh masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print)
pembangunan sumber daya manusia Kejaksaan jangka menengah
dan jangka panjangtahun 2025, menerbitkan dan menata kembali
manajemen administrasi keuangan, peningkatan sarana dan
prasarana, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui
tunjangan kinerja atau remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat
berjalan lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
5. Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional,
bermoral dan beretika guna menunjang kelancaran pelaksanaan
tugas pokok, fungsi dan wewenang, terutama dalam upaya
penegakan hukum yang berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang
terkait.

1.3 Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang


Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang
Kejaksaan.

Di bidang pidana :

 Melakukan penuntutan;
 Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat;
10

 Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan


undang- undang;
 Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Di bidang perdata dan tata usaha negara :

 Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam


maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.

Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut


menyelenggarakan kegiatan:

 Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;


 Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
 Pengawasan peredaran barang cetakan;
 Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;
 Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
 Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

1.4 Struktur Organisasi

Kepala Seksi Tindak Pidana


Nama : Hapit Suhandi, SH. MH. MM.
Pangkat : Jaksa Muda (III/c)
NIP : 19810124 200712 1 002
11

Kepala Sub Seksi Pra Kepala Sub Seksi Kepala Sub Seksi
Penuntutan Penuntutan Eksekusi &
Nama : Fariz Nama : Muhammad Eksaminasi
Rachman, SH. Zaki, SH. Nama : Eko
Pangkat : Ajun Jaksa Pangkat : Jaksa Supramurbada, SH.
(III/b) Pertama Pangkat : Ajun Jaksa
NIP : 1987 1012 NIP :19870916 NIP : 19850617
201012 1 001 200912 1 002 200501 1 001

Staf Sub Seksi


Staf Sub Seksi Pra Staf Sub Seksi Eksekusi &
Jaksa Fungsional
Penentuan Penentuan Eksaminasi

Nama : Murni Purba Nama : Lidia Nama : Surwadi, SH. Nama : Hari
SH. Irmawati, SH. Pangkat : Jaksa Supratikno, SH.
Pangkat : Madya Wira Pangkat : Madya Wira Madya (IV/a) Pangkat : Madya Wita
TU (III/c) TU (III/c)
Nama : Sunaryo, SH. NIP : 19620607
Nama : Darsiah, SH. TU (III/c)
Nama : Sudarti, SH.
Nama : Sri Rezeki,
NIP : 19710820 NIP : 19700531
Pangkat : Madya Wira 198303 1: Jaksa
Pangkat 009 NIP : 19780302
Pangkat : Madya Wira
SH.
199703 2 003 199203
TU (III/c)001
2 Madya (IV/a) 200003
TU 1 002
(III/c)
Pangkat : Muda Wira
TU (III/b) NIP : 19710522 NIP : 19631211 NIP : 19710324
NIP : 19690418 199403 1 002 198401 2 001 199203 2 002
200312 2 001

Nama : Martha Nama : Fernando Nama : Harsini, SH. Nama : Siti Solekhah
Selanno L.L.B Sitinjak, SH. Pangkat : Jaksa P, SH.
Pangkat : Yuana Wira Pangkat : Madya Wira Madya (IV/a) Pangkat : Madya Wira
TU (III/a) TU (III/c) NIP : 19691220 TU (III/c)
NIP : 19731214 NIP : 19811024 199303 2 002 NIP : 19841111
200003 2 001 200212 1 001 200212 2 001

Nama : Trijono Nama : Jenny Nama : Yedi


Nama : Adhitya Pangkat : Muda Wira Pasaribu, SH, MH. Kurniawan.
Cindar Susatyo TU (III/b) Pangkat : Jaksa Pangkat : Muda Wira
Pangkat : Madya NIP : 19670604 Madya (IV/a) TU (III/b)
Darma TU (II/c) 199003 1 005 NIP : 19720112 NIP : 19691012
NIP : 19910105 199803 2 002 199403 1 003
201012 1 001

Nama : Marsito Nama : Pramana S. Nama : Widya Ayu


Pangkat : Muda Wira Ikbar, SH, MH. Kresnasari, SE.
TU (III/b) Pangkat : Jaksa Pangkat : Yuana Wira
NIP : 19650320 Madya (IV/a) TU (III/a)
1988803 1 001 NIP : 19761009 NIP : 19890616
200112 1 001 201012 2 001
12

Nama : Muhammad Nama : Anna


Yudhistira Wijayanti, SH.
Pangkat : Muda Wira Pangkat : Jaksa
TU (III/c) Madya (IV/a)
NIP : 19810317 NIP : 19790906
200604 1 004 200501 2 007

Nama : Untung, SH. Nama : Akhmad


Pangkat : Yuana Wira Hotmartua, SH.
TU (III/a) Pangkat : Jaksa Muda
NIP : 19651109 (III/d)
198411 0 001 NIP : 19721022
199403 1 003

Nama : Sintya Ayu S, Nama : Isnaini, SE,


S.Kom. SH.
Pangkat : Yuana Wira Pangkat : Jaksa Muda
TU (III/a) (III/d)
NIP : 19870605 NIP : 19820913
200912 2 001 200112 2 001
Nama : T. Firdaus Nama : Omar Syarif
Nama
Pangkat: Murni Purba,
: Yuana Wira Nama
Hidayat,: NiSH.
Made
SH.
TU (III/a) Wardani, SH.
Pangkat : Jaksa Muda
Pangkat : Madya Wira
NIP : 19671204 Pangkat
(III/d) : Jaksa Muda
TU (III/c)
199303 1 002 (III/d)
NIP : 19780915
NIP : 19710820 NIP
199803: 19730204
1 004
199703 2 003 199903 2 003
Nama : Laili Nugroho Nama : Gusti Rai
Pangkat : Yuana Wira Adriani, SH.
TU (III/a) Pangkat : Jaksa Muda
NIP : 19820928 (III/d)
200212 1 001 NIP : 19801121
200501 2 006

Nama : Kamirudin Nama : Arif Budiman,


Pangkat : Sena Darma SH.
TU (II/b) Pangkat : Jaksa Muda
NIP : 19661116 (III/d)
199303 1 003 NIP : 19820103
200603 1 001

Nama : Abdul Latif Nama : Dede Tri


Pangkat : Madya Anggriani, SH.
Darma TU (II/c) Pangkat : Jaksa
NIP : 19840711 Pratama (III/c)
201012 1 001 NIP : 19830730
200812 2 003

Nama : Puspa
Angraeny, SH.
Pangkat : Jaksa
Pratama (III/c)
NIP : 19830410
200212 2 002
13

Nama : Satriya
Sukmana, SH.
Pangkat : Ajun Jaksa
(III/b)
NIP : 19830525
200912 1 001
BAB II

METODE DAN PELAKSAAN KEGIATAN

2.1 Tempat dan Waktu Kegiatan


Pelaksaan kegiatan magang di Kejaksaan Negeri Kota Bekasi yang
beralamat di Jl. Veteran No.1, RT.002/RW.002, Marga Jaya, Kec. Bekasi
Sel., Kota Bks, Jawa Barat 17141 ini berlansung selama kurang lebih
Empat Puluh Satu hari, dimulai pada tanggal 4 Maret 2021 sampai dengan
tanggal 4 Mei 2021.
Setiap hari kegiataan magang ini dimulai pada pukul 08.00 WIB dan
berakhir pada pukul 16.00 WIB. Yang diantaranya dari jam 12.00-13.00
adalah waktu ishoma dan pada jam 14.00-16.00 WIB, kembali
melanjutkan aktivitas magang sampai dengan selesai pada pukul 16.00
WIB.

2.2 Deskripsi Kegiatan


Kegiatan magang ini dimulai dengan acara penerimaan mahasiswa
Magang pada tanggal 4 Maret 2021, kemudian diteruskan dengan acara
pembekalan secara umum tentang apa saja yang akan dilakukan pada
proses magang ini. Materi penjelasan dan pembekalan umum disampaikan
oleh Kepala Seksi Pidana Umum dengan bapak Hapit Suhandi, SH, MH,
MM.
Saya memulai proses magang mulai tanggal 4 Maret 2021 sampai dengan
4 Mei 2021 di mulai pukul 08.00 WIB. Sampai pukul 16.00 WIB. Hari
Senin sampai dengan Jumat, saya di tempatkan pada bagian administrasi
seksi pidana umum (pidum), dan saya dibimbing oleh ibu Murni Purba,
S.H., dan saya diberikan tugas sebagai berikut:
 Memasukan surat masuk ke dalam Buku Agenda Masuk Pidum
guna memasukan nomor surat, perihal, dan disposisi KASI.PIDUM
pada surat masuk tersebut.

14
15

 Memasukan data-data perkara ke dalam Buku SPDP (Surat


Perintah Dimulainya Penyidikan) seperti tanggal surat tersebut
masuk, penunjukan nama jaksa, tanggal berkas perkara, dsb.
Untuk prosedur masuknya surat ke Pidum sebagai berikut:
 Pertama, surat yang masuk akan dicatatkan pada secretariat terlebih
dahulu untuk penomoran dan pencatatan guna arsip.
 Kedua, surat atau berkas yang telah diberikan nomor lalu di
serahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri guna mendapatkan
disposisi agar dapat diterukan kepada seksi-seksi yang ada.
 Ketiga, setelah mendapat disposisi dari Kepala Kejaksaan Negeri
lalu surat atau berkas tersebut diserahkan kepda seksi yang
bersangkutan guna diberikan disposisi lanjutan oleh Kepala Seksi
terkait.
 Keempat, setelah mendapatkan disposisi dari Kepala Seksi terkait
surat atau berkas tadi dicatatkan terlebih dahulu pada Buku Agenda
Masuk atau Buku SPDP sesuai dengan kriterianya sebelum
akhirnya diserahkan kepada kasubsi guna pelaksaan eksekusinya.
Selama saya melakukan tugas tersebut ibu Murni Purba, SH. banyak
memberikan arahan kepada saya dalam mengisi data ke dalam buku
Agenda Masuk Pidum dan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan).
Saya ditempatkan pada bagian administrasi selama kurang lebih 20 (Dua
Puluh) hari terhitung dari hari Kamis, 4 Maret 2021 sampai tanggal 1
April 2021, setelah itu Kepala Seksi Pidana Umum (KASI.PIDUM) Bapak
Hapit Suhandi, SH,.MH,.MM. memberikan perintah kepada saya untuk
pindah posisi membantu Jaksa Fungsional agar saya bisa belajar membuat
berkas perkara.
Hari jumat, 2 April 2021 sampai Selasa, 4 Mei 2021, saya mulai
membantu ibu Darsiah, SH. selaku jaksa fungsional dan saya di berikan
tugas untuk membantu membuat surat dakwaan, tuntutan, pelimpahan,
sampai putusan. Saat membuat surat-surat tersebut saya di bantu ibu
Darsiah, S.H. khusunya dalam menganalisis pasal yang di dakwakan
16

kepada terdakwa karena jika unsur dalam pasal yang di dakwakan tidak
terpenuhi maka perkara tesebut akan ditunda guna dikembalikan kepada
penyidik agar diteliti kembali kesesuaian tindak pidana apa yang dilakukan
terdakwa dan dirumuskan kembali pasal apa yang dapat dikenakan, lalu
ada beberapa bimbingan juga yang beliau berikan seperti sistematik
penulisan, dan ha-hal lain yang patut diperhatikan sperti kesesuain Berita
Acara Terdakwa Dengan Saksi agar dakwaan yang dibuat sempurna tidak
ada cacat hukum.
2.3 Temuan Permasalahan Hukum di Tempat Magang
Selama pelaksanaan magang selama kurang lebih 41 (Empat Puluh Satu)
hari saya menemukan adalah adanya beberapa hambatan dalam
pelaksanaan sidang dimasa pandemi Covid-19.
Adanya penyalahan prosedur pada saat pemindahan terdakwa saat berkas
perkara lengkap akibat pandemi Covid-19. Serta surat dakwaan yang sulit
dipahami terdakwa.
2.4.1 Kendala
Kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan kegiatan magang
diantaranya kantor kejaksaan yang sedang di renovasi sehingga
mengharuskan kejaksaan Negeri Kota Bekasi pindah ke gedung
sementara yang berdampak cukup besar seperti :
Ruang yang terbatas sehingga para staff Kejaksaan Negeri Kota
Bekasi terhambat dalam melakukan tugasnya, fasilitasnya juga
kurang layak, hal ini dibuktikan dari banyaknya fasilitas penunjang
seperti banyak Ac yang tidak berfungsi dengan baik atau bahkan
tidak berfungsi sama sekali, serta atap plafon yang pada beberapa
bagian mulai runtuh, tentu ini menjadi kendala selama pelaksanaan
kegiatan magang berlangsung karena dapat mengurangi
konsentrasi, terlebih mengenai beberapa bagian atap plafon yang
runtuh menyangkut keselamatan yang patut diberikan perhatian
lebih.
17

Mengingat pelaksanaan magang di laksanakan juga saat bulan


Ramadhan tentu dengan rusaknya beberapa fasilitas pendukung
seperti Ac akan mempengaruhi kinerja mengingat cuaca yang
cukup panas ditambah mayoritas staff Kejaksaan Negeri Kota
Bekasi dan penulis beragama islam yang sedang melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan, selebihnya penulis tidak menemukan
kendala saat pelaksanaan kegiatan magang berlangsung.
2.4.2 Pemecahan Masalah
pelaksanaan sidang yang tehambat dikarena faktor yang tidak
terduga yaitu pandemi Covid-19 yang menyebabkan proses
persidangan yang tersendat, hal ini menyebabkan lambatnya
penyelesaian suatu perkara yang sedang ditangani oleh para Jaksa
Fungsional. Berdasarkan Temuan masalah diatas pemecahan
masalah yang bisa dilakukan untuk permasalahan pada
permasalahan terhambatnya proses persidangan bisa dilakukan
sidang secara online yang dikordinasikan oleh pihak Pengadilan
Negeri, Kejaksaan Negeri, dan pihak penyidik dalam hal ini
Kepolisian, namun hal-hal teknis juga perlu diperhatikan agar
solusi sidang secara online ini berjalan dengan efektif seperti
koneksi jaringan yang mumpuni, peralatan yang memadai serta
yang paling penting kemampuan SDMnya dalam pengoprasian
sidang online tersebut.
Selanjutnya penyalahan prosedur dalam proses Pelimpahan
Tahanan dari penyidik kepada pihak Kejaksaan seharusnya
prosedur yang dilalui sampai pada akhirnya penyidik melimpahkan
tahanan kepada Kejaksaan sabagai berikut :
1) Setelah terbitnya surat perintah dimulainya penyidikan
(SPDP) penyidik melakukan penyidikan kepada
tersangkadan dilakukan penunjukan nama Jaksa Penuntut
Umum (JPU) yang akan menangani perkara tersebut.
18

2) Setelah cuckup bukti penyidik harus mengeluarkan surat


perintah penangkapan keapada tersangka.
3) Setelah tersangka ditangkap, lantas tersangka dimintai
keterangannya (di intrograsi) guna mendapatkan informasi
lebih lanjut untuk pembuatan Berita Acara perkara (BAP).
4) Setelah BAP diterima oleh pihak kejaksaan selanjutnya
diserahkan kepada JPU yang menangani pekara tersebut
guna di teliti lebih lanjut mengenai kelengkapan berkas
sampai akhirnya dinyatakan lengkap (P21).
5) Setelah berkas dinyatakan lengkap barulah diterbitkan T-7
yang berisikan pelimpahan tahanan dari pihak penyidik
kepada pihak kejaksaan.
6) Lalu pihak kejaksaan memindahkan tahanan yang berada
dalam tahanan penyidik dan dimasukan ke dalam tahanan
kejaksaan, sampai penetapan hari sidang.
Namun dikarenakan pandemi covid-19 dan keterbatasan fasilitas
pada gedung kejaksaan yang sifatmnya sementara maka pihak
kejaksaan memutuskan untuk tidak menerima tahanan. Dan
tahanan langsung dikirimkan kepada lapas atau rutan dengan
alasan keterbatasan tempat dan demi keamanan para staff
kejaksaan agar terhindar dari covid-19 karena tidak memiliki
pilihanmaka lapas mau tidak mau menerima tahanan tersebut
padahal jika mengacu pada SOP yang ada hal ini tidak dibenarkan
namun mengingat kondisi yang sedang dalam masa pandemi
covid-19 maka dilakukanlah diskresi tersebut.
Untuk pemecahan masalah penyalahan prosedur pada saat
pemindahan tahanan dapat dilakukan pengetesan terlebih dahulu
SWAB PCR atau RAPID ANTIGEN kepada tahanan yang akan
dilimpahkan dari penyidik kepada kejaksaan namun harus diingat
kembali dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh
kejaksaan dalam membiayai pengetesan SWAB PCR atau RAPID
19

ANTIGEN perlu dilakukan kordinasi ulang dengan pihak-pihak


yang mungkin akan terkait sperti rumah sakit yang memberikan
keringanan biaya agar penanganan perkara dapat diselesaikan dan
tidak memakan banyak waktu.
Serta yang terakhir adalah surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa
Penuntut Umum isinya terlalu berbelit-belit dalam penulisan
kronologinya sehingga sulit dipahami oleh Pihak Terdakwa
maupun Hakim. Umumnya memang JPU sah-sah saja memliki
gaya penulisan dakwaan yang berbeda-beda satu dengan yang
lainnya tentu hal ini bukan menjadi masalah bahkan tidak ada
larangan terkait hal tersebut namun, masih banyak dari JPU yang
melupakan hal-hal pentingan yang seharusnya dimiliki atau ada
pada surat dakwaan yang dibuat salah satunya singkat dan mudah
dipahamai.
Untuk pemecahan masalah yang terakhir, agar surat dakwaan dapat
dipahami dengan mudah oleh para pihak yang terlibat maupun
yang mengadili perkara tersebut ada baiknya surat dakwaan yang
dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum mengacu pada pasal 143
KUHAP ayat (2) a dan b yang berbunyi “penuntut umum membuat
surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan
tersangka.
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak
pidana yang di dakwakan dengan menyebutkan waktu dan
tempat tindak pidana itu dilakukan.”
Berdasarkan pasal diatas jelas bahwa dikatakan uraian secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang di
dakwakan artinya Jaksa Penuntut Umum seharusnya menggunakan
bahasa yang mudah dipahami ooleh semua pihak khususnya
terdakwa karena tidak jarang banyak terdakwa yang tidak
20

mengenyam bangku pendidikan sehingga penggunaan bahasa yang


sederhana dan mudah dipahami menjadi penting, serta tidak perlu
berbelit-belit dalam menuliskan kronologi terdakwa saat
melakukan tindak pidananya cukup secara singkat namun semua
unsur yang ada dalam pasal 143 KUHAP ayat(2) b terpenuhi dan
unsur pasal yang di dakwakan juga terpenuhi semuanya. Dengan
demikian surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum
dapat di pahami oleh semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian
perkata tersebut sehingga diharapkan dapat mempersingkat waktu
penyelesaian perkara.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas bahwa dapat diambil kesimpulan bahwa
persidangan online yang saat ini berlangsung akibat Covid-19 masih
memiliki banyak kendala kendati demikian kendala yang dimaksud
bukanlah suatu kendala yang besar hanya sedikit kendala teknis yang
dapat diselesaikan dengan cepat. Lalu penyelahan prosedur yang terjadi
pada saat proses pemindahan tahanan dari pihak Penyidik kepada pihak
Kejaksaan terjadi kerena kurangnya fasilitas pendukung yang dimiliki
Kejaksaan Negeri Kota Bekasi dan demi keamanan para staff kejaksaan
dan tahanan itu sendiri mengingat Pandemi Covid-19. Serta yang terakhir
masih banyaknya Jaksa Penuntut Umum yang dalam membuat surat
dakwaan yang berbelit-belit sehingga sulit dipahami oleh para pihak yang
terlibat dalam perkara tersebut hal ini dapat memperlambat jalannya
persidangan solusinya para jaksa bisa kembali mengacu pada pasal 143
ayat (2) KUHAP.
3.2 Saran
Setelah mengetahui permasalahan yang penulis temukan saat melakukan
proses magang, penulis memberikan saran utnuk segera dilakukan di
kordinasikan kepada Jaksa Penuntut Umum agar saat membuat dakwaan
kembali melihat pasal 143 ayat (2) KUHAP agar dapat lebih mudah
dipahami oleh semua pihak.
Dan dalam rangka penyelenggaraan persidangan online ada baiknya jika
segala kebutuhan yang bersifat teknis dipenuhi sejak jauh hari agar
meminimalisir kendala teknis saat persidangan online dilaksanakan.
Lalu guna meluruskan penyalahan prosedur yang terjadi alangkah baiknya
dilakukan himbauan kembali dan dilakukan pemenuhan fasilitas agar lebih
memadai, karena sesungguhnya penyalahan prosedur yang terjadi
ditemukan karena kurangnya fasilitas pendukung dan kondisi yang tak
terduga yaitu pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di Indonesia.

21
DAFTAR PUSTAKA

 http://kejari-bekasikota.go.id/
 Pasal 143 KUHAP

22
DAFTAR LAMPIRAN

 Lampiran Surat Pengantar Magang


 Lampiran Surat Keterangan Telah Melakukan Pelaksanaan Magang
 Lampiran Foto Kegiatan Magang

Lampiran Surat Pengantar Magang

23
24

Lampiran Surat Keterangan Telah Melakukan Pelaksanaan Magang


25

Lampiran Foto kegiatan Magang

Anda mungkin juga menyukai