Anda di halaman 1dari 5

Nama : Siti Fitria

Nim : 2008201108
Jurusan / Kelas : HKI 3C
Mata kuliah : Filsafat Hukum Islam
Dosen pengampu : Ahmad Rofii MA, LL.M, Ph.D

RESUME MATERI 9
HAKIKAT WAHYU: AL-QURAN, HADIS: ANTARA WAHYU DAN IJTIHAD
NABI,PERAN AKAL DALAM TAHSIN DAN TASBIH, TA’ABBUDI DAN
TA’AQQULI

Kendati al-Quran memandang wahyu sebagai sebuah hakikat, terkadangdi sejumlah


ayat menisbahkannya pada para nabi terutama ketika menjelaskan tentang esensinya. Wahyu
adalah pengetahuan yang luar biasa yang diperoleh melalui cara yang tidak umum.
Pemberiannya tidak sama dengan pemberian-pemberian pada umumnya, penerimaannya juga
berbeda dengan pengajaran umumnya yang melalui proses berpikir atau menyusun silogis-
silogis. Akan tetapi, pemberian dan penerimaan hakikat pengetahuan pada hati nabi secara
langsung Al-Qur'an yang diturunkan oleh Rasul itu lahir dari nafsunya, melainkan sebagai
wahyu dari Allah.
Dalam kaitan ini al-Qasimi menegaskan, bahwa ijtihad merupakan satu kesempatan
yang diberikan Allah kepada Rasul SAW. Oleh karena itu, hasil ijtihadnya dianggap sebagai
"wahyu"pula, hanya saja dalam bentuk yang samar.Ta‟abbudi adalah segala ketentuan
hukum Islam atau ketentuan nas(al-Qur‟an dan hadis) dalam bidang ibadah yang harus
diterima dan ditaati sebagai wujud penghambaan dan kepatuhan kepada Allah semata,
walaupun tanpa mengetahui alasan dan tujuan secara rasionalnya. Sedangkan ta‟aqquli
adalah segala ketentuan hukum Islam atau ketentuan naṣ(al-Qur‟an dan hadis) yang diterima
dan ditaati oleh seorang hamba karena ada maslahatnya bagi manusia berdasarkan nalar rasio
manusia

RESUME MATERI 10
ASUMSI-ASUMSI DASAR PENAFSIRAN HUKUM ISLAM

Ujian epistemologis ilmu hukum tidak seperti zaman Rasul, dimana kefiguran beliau
menjadi simbol penataan sistem hukum yang berlaku di masyarakat. Di masa Rasul, umat
Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar'i,
karena semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasul melalui penjelasan beliau
mengenai al-Quran, atau melalui sunah. Para sahabat menyaksikan turunnya al-Quran,
berinteraksi langsung dengan Rasul dan mengetahui dengan baik sunah beliau. Di samping
itu mereka adalah para ahli bahasa dan pemilik kecerdasan berpikir serta kebersihan fitrah
yang luar biasa, sehingga sepeninggal Rasul mereka pun tidak memerlukan perangkat teori
(kaidah) ijtihad, karena kaidah-kaidahnya secara tidak tertulis telah ada dalam dada-dada
mereka yang dapat mereka gunakan ketika diperlukan.
Dalam situasi ini, muncullah dua madrasah besar yang mencerminkan metode mereka
dalam berijtihad, yakni; 1) Madrasah Ahl al-Ra'y di Irak dengan pusatnya di Basrah dan
Kufah. 2) Madrasah Ahl al-Hadits di Hijaz dan berpusat di Mekah dan Madinah.Perbedaan
dua madrasah ini terletak pada kadar penggunaan hadits atau qiyas (analogi) dalam berijtihad.
Yang pertama lebih banyak menggunakan qiyas dalam berijtihad. Adapun diantara sebab
penyandaran. mereka terhadap qiyas adalah sebagai berikut pertama, sedikitnya jumlah hadis
yang diterima oleh ulama Irak dan ketatnya seleksi hadisDengan demikian ada tiga faktor
yang menyebabkan munculnya penulisan ilmu usul fiqh sampai lahirnya mazhab, yaitu:
pertama, adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz Kedua, mulai
melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat interaksi dengan bangsa
lain, terutama Persia. Ketiga, munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi
sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad kian
mendesak
RESUME MATERI 12

FILSAFAT IBADAAH

Rukun Islam dan syariat lainnya dijabarkan dalam berbagi bentuk peribadatan kepada
Allah Swt yaitu setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakanpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.Yangbentuknya menun-aikan
suatu perbuatan, seperti shalat, zakat, dan haji. Yang bentuknya meningggalkan dan menahan
diri, seperti puasa. Dengan demikian, menahan dan meninggalkan sesuatu dalam ibadah
bukanlah hal yang negatif. Sesuatu bernilai ibadah apabilaseorang Muslim melaksan-akannya
sesuai dengan kehendaknya dan perintah-Nya yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada
Allah Swt.Dalam ibadah tersebut terkandung aktivitas jiwa , dan amal positif yang tentunya
bernilai pahala di hadapan Allah Swt. Seringkita dengar dari kalangan Muslim, orang yang
mempertentangkan antara kesalehan individual dan kesalehan sosial. Dalam kenyataannya,
kita juga melihat masih terdapat ketimpangan yang tajam antara kesalehan individual dan
kesalehan sosial. Banyak orang yangsaleh secara individual, namun tidak atau kurang saleh
secara sosial.Para ulama yang sholeh terdahulu mengklasifikasikan ibadah ke dalam dua jenis
yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.

Ibadah mahdhah atau ibadah bersifat khusus (khas, khashashah) adalah segala perkara
yang telah diwajibkanNya meliputi menjalankan apa yang telah diwajibkanNya jika
ditinggalkan berdosa dan menjauhi apa yang telah dilarangNya atau diharamkanNya jika
dilanggar berdosa.Ibadah ghairu mahdhah atau ibadah bersifat umum (‘Amm, ‘ammah )
adalah segala perkara yang diizinkanNya atau dibolehkanNya meliputi segala amal kebaikan
yakni segala perkara yang jika dikerjakan mendapatkan kebaikan (pahala) dan jika
ditinggalkan tidak berdosa.Jadi, ibadah mahdhah tujuannya sebagai buktiketaatan kepada
Allah ta’ala yakni menjalankan apa yang telah diwajibkanNya yakni menjalankan
kewajibanNya dan menjauhi laranganNya yang dilakukan atas dasar ketentuanNya
sedangkan ibadah ghairu mahdhah tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah yang
dilakukan atas dasar kesadaran sendiri.

RESUME MATERI 13

HAKIKAT PERKAWINAN

Perkawinan adalah pranata yang menyebabkan seorang perempuan mendapatkan


perlindungan dari suaminya. Keperluan hidupnya wajib ditanggung oleh suaminya. Istilah
perkawinan menurut Islam disebut nikah atau ziwaj. Kedua istilah ini dilihat dari arti katanya
dalam bahasa Indonesia ada perbedaan, sebab kata nikah berarti hubungan seks antar suami
istri sedangkan ziwaj berarti kesepakatan antara seorang pria dan seorang wanita yang
mengikatkan diri dalam hubungan suami istri untuk mencapai tujuan hidup dalam
melaksanakan ibadat kebaktian kepada Allah. Karena itu sebelum melangsungkan
perkawinan bagi calon suami istri benar-benar bersedia melanjutkan hidup sebagai
pelaksanaan perintah Allah yang dicantumkan dalam al-qur'an. Dan menurut bentuknya Islam
mewujudkan susunan keluarga sebagai suami istri yang diridhoi Allah melalui
ikatanperjanjian (akad) bernilai kesucian/sakral rohaniah dan jasmaniah.
Beberapa pentingnya perkawinan bagi kehidupan manusia, khususnya bagi orang
Islam adalah sebagai berikut:
1. Dengan melakukan perkawinan yang sah dapat terlaksana pergaulan hidup manusia baik
secara individual maupun kelompok antara pria dan wanita secara terhormat dan halal, sesuai
dengan kedudukan manusia sebagai mahluk yang terhormat di antara makhluk-makhluk
tuhan lainnya.
2. Dengan melaksanakan perkawinan dapat terbentuk satu rumah tangga di mana kehidupan
dalam rumah tangga dapat terlaksana secara damai dan tenteram serta kekal dengan disertai
rasa kasih sayang antara suami istri.
3. Dengan melaksanakan perkawinan yang sah, dapat diharapkan memperoleh keturunan
yang sah dalam masyarakat sehingga kelangsungan hidup dalam rumah tangga dan
keturunannya dapatberlangsung terus secara jelas dan bersih.
4. Dengan terjadinya perkawinan maka timbullah sebuah keluarga yang merupakan inti dari
pada hidup bermasyarakat, sehingga dapat diharapkan timbulnya suatu kehidupan masyarakat
yang teratur dan berada dalam suasana damai.
5. Melaksanakan perkawinan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam
Al qur'an dan Sunnah Rasul, adalah merupakan salah satu ibadah bagi orang Islam.

RESUME 14
FILSAFAT KEWARISAN DALAM ISLAM

Kewarisan dalam Islam disebut hukum fara'id} yang masuk dalam pembahasan ahwal
shakhsiyyah, Fara’id} adalah jamak dari fari'dah yang secara harfiah berarti bagian. Kata
fardah atau fara'id} ini erat pula hubungannya dengan makna fardlu yang berarti kewajiban
yang harus dilaksanakan. Dengan demikian hukum fara'idl berarti hukum tentang pembagian
harta warisan yang wajib ditaati pelaksanaannya oleh kaum muslimin. Faraidh adalah aturan-
aturan pembagian harta pusaka yang ditinggalkan seseorang karena meninggal dunia. Harta
peninggalan tersebut harus dibagi-bagi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
nash, setelah sebelumnya diselesaikan biaya pengurusan dan penguburannya, utang-utangnya,
dan telah diselesaikan pula semua wasiatnya.
Kemudian harta waris itu bisa didistribusikan kepada mereka yang berhak
menerimanya setelah yang mewariskan hartanya itu betul-betul meninggal dunia, dan para
pewarisnya betul-betul hidup, baik secara hakiki maupun syar’i, dan pewarisnya itu tidak
melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghalangi pendistribusian harta waris kepadanya.
Hukum kewarisan Islam mempunyai asas-asas yang didasarkan atas atau sesuai dengan
prinsip-prinsip umum hukum Islam. Asas-asas tersebut adalah asas Ijbary, asas Waratha, asas
Thuluthay al-Mal, asas bilateral, asas keadilan atau keseimbangan, dan asas individual.
RESUME MATERI 15

PRINSIP “AL-IBAHAH” DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH, HAKIKAT


PERJANJIAN DALAM HUUM ISLAM, DAN HAKIKAT FUNGI HARTA DALAM
HUKUM ISLAM

Anda mungkin juga menyukai