Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fiqih
Sumber utama ajaran Islam ialah Alqur’an dan hadis yang sering disebut
syariat, banyaknya jumlah ayat dalam Alqur’an dan banyak jumlah hadis, tentu
perlu memahami metode ilmiah dalam memahami Alqur’an dan hadis,
pemahaman yang dimaksud ialah fiqih dan orang yang paham tentang fiqih
disebut Faqih. Fiqih suatu disiplin keilmuan dalam Islam. yang menjelaskan lebih
spesifik tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Alqur’an dan hadis.
Dengan menguasai ilmu fiqih, ajaran Islam bisa dipahami dengan baik.
Memahami ajaran Islam jika hanya berpegang pada Alqur’an dan hadis dengan
mengabaikan ilmu fiqih, dimungkinkan akan terjadi penyelewengan makna yang
terdapat dalam Alqur’an dan hadis khusus ayat dan hadis yang berimplikasi
hukum-hukum syari’ah.
Memahami fiqih dimulai dari defenisi. Secara harfiah fiqih berasal dari
bahasa Arab yang artinya ‫العلم‬ ,‫الفهم‬ a1rtinya paham, berilmu maksudnya
pemahaman yang mendalam terhadap sesuatu hal. Secara istilah, fiqih yaitu suatu
ilmu yang mempelajari ketetapan hukum Islam yang dipahami malalui dalil dari
Alqur’an dan hadis. Fiqih merupakan memahami sekumpulan hukum yang
disyariatkan dalam Islam mencakup amalan mukallaf (orang yang dibebankan
ketentuan syari’at) atau orang yang sudah baligh, berakal sehat, yang dibebankan
ketentuan syariat padanya. Orang yang paham tentang hukum Islam disebut
Faqih.
Kata fiqih dalam bahasa arab berasal dari kata faqiha yafqahu-fiqhan yang
bermakna mengerti atau memahami. (Syafiq Gharbal, 1965: 1304). Secara terminologi
fiqih berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan
ditemukan dari dalil-dalil yang tafsil. Berdasarkan definisi ini, fiqih diibaratkan ilmu
karena fiqih itu semacam ilmu pengetahuan. Memang fiqih itu tidak sama dengan ilmu
seperti disebutkan di atas, fiqih itu bersifat zhanni. Fiqih adalah apa yang dapat dicapai
oleh mujtahid dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak bersifat zhanni seperti fiqh.

1
Dr. Nurliana, SHI., MA, Fiqih Ibadah, hlm 9-11, Penerbit LPPM STAI DINIYAH PEKANBARU 2021
Namun karena zhan dalam fiqih ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu karena dalam
definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqih (Amir Syarifuddin, 1997: 3). Fiqh menurut
penulis dapat didefinisikan sebagai ilmu mengenai hukum-hukum syar’i yang bersifat
amaliah yang didasarkan pada dalil-dalil yang tafsil kemudian digali atau dikaji melalui
penalaran dan istidlal para mujtahid. Fiqih merupakan ilmu yang diperoleh melalui ra’yu
dan ijtihad dengan menggunakan penyelidikan manusia. Oleh sebab itu, fiqih tidak sama
dengan syariat karena fiqih berupa hasil pemikiran manusia, sedangkan syariat adalah
wahyu yang datangnya dari Allah SWT dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Fiqih adalah
bentuk perwujudan hukum yang zanni dan pancaran dari syariat. Tidak hanya itu fiqih
juga merujuk pada hukum-hukum yang masih diperselisihkan sebagai sumber hukum
Islam, yaitu, istihsan, istishab, maslahah mursalah, urf, dan lain sebagainya. Berdasarkan
hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fiqih dapat dipahami dari empat
sudut pandang: 

2.2 Sumber Hukum Islam


Sumber (mashdar) berarti wadah tempat menggali norma-norma hukum tertentu,
sedangkan dalil (al-daliil) merupakan petunjuk yang membawa kita menemukan
hukum tertentu. Kata sumber hanya berlaku pada Alqur’an dan hadist karena
hanya dari keduanyalah digali kedua norma-norma hukum. Alqur’an sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Untuk merumukan semua hukum guaa
kemashlahatan dan keselamatan harus berpedoman dan berwawasan Alqur’an
agar manusia selamat dunia dan akhirat. Penentangan dan perlawanan terhadap
Alqur’an merupakan pengingkaran terhadapnya. Hukum syara’ digali dari
Alquran, oleh karenanya hukum syara’ adalah kehendak syari’ (sipembuat hukum
yaitu Allah Swt). Hukum Allah yang disampaikan pada hambanya, Muhammad
Saw dalam bentuk wahyu yang tertulis dalam sebuah buku petunjuk. Kitab
kumpulan hukum Allah disebut dengan Alqur’an. Jadi dengan demikian Alqur’an
merupakan sumber utama hukum Islam.
Alqur’an adalah wahyu Allah Swt yang diturunkan pada Nabi Muhammad Saw
merupakan sumber utama ajaran Islam didalamnya terdapat berbagai aturan
menyangkut aqidah, akhlak dan huku. Alqur’an hanya mengatur secara garis besar
mengenai berbagai aturan itu. Esesnsi Alqur’an tidak perlu diragukan lagi sebagai
qoth’l al-tsubut. Nabi Saw sebagai penyampai ajaran alqur’an diberi otoritas
untukmenjelasakan lebih lanjut apa yang telah diwahyukan padanya. Ia sebagai
penjelas dan pelaksana dari apa yang ditulis dalam Alqur’an. Dari sini dapat
diketahui bahwa Alsunnah baik dalam benyuk perkataan, perbuatan dan taqrir
Nabi, merupakan sumber kedua setelah Alqur’an.2
Alsunnah menempati urutan kedua sebagai sumber hukumsetelah Alqur’an.
Alsunnah berfungsi sebagai penjabar dari Alqur’an, dengan kata lain
Alsunnah sebagai memperkuat penjelasan dari Alqur’an , selain itu al-sunnah
juga berfungsi sebagai menetapkan hukum yang belum terdapat dalam
Alqur’an3.
2.3 Ruang Lingkup Fiqih
Secara umum, pembahasan fikih ini mencakup dua bidang, yaitu
fiqih ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya,
seperti shalat, zakat, haji. Kedua, fiqih muamalah yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia lainnya. Kajiannya mencakup
seluruh bidang fiqih selain persoalan ubudiyah, seperti ketentuen-
ketentuan jual beli, sewa-menyewa, perkawinan, dan lain-lain.
Sementara itu, Musthafa A. Zarqa membagi kajian fiqih menjadi
enam bidang, yaitu:
1. Ketentuen-ketentuan hukum yang berkaitan dengan bidang
ubudiyah, seperti shalat, puasa, dan ibadah haji. Kemudian
disebut fiqih ibadah.
2. Ketentuen-ketentuan hukum berkaitan dengan kehidupan
keluarga, seperti prkawinan, perceraian, nafkah, yang
kemudian disebut bahwal saykhsiyah.
3. Ketentuen-ketentan hukum yang berkaitan dengan
hubungan sosial antar u7mat islam dalam konteks
hubungan ekonomi dan jasa. Seperti jual beli, sewa-
2
Fathur Rahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Bagian Pertama (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1997)
hal 82
3
Ibid hlm 92
menyewa, dan gadai. Yang kemudian disebut fiqih
muamalah.
4. Ketentuan-ketentuan hukum berkaitan dengan sangsi-sangsi
terhadap tindak kejahatan. Misalnya, qiyas, diat. Bidang ini
disebut fiqih jinayah.
5. Ketentuan-ketentuan hukum mengatur hubungan warga
negara dengan pemerintahannya. Misalnya, politik dan
birokrasi. Pembahasan ini dinamakan fiqih siyasah.
6. Ketentuen-ketentuan hukum yang mengtur etika pergaulan
antar muslim dengan lainnya dalam tatanan kehidupan
sosial. Bidang ini disebut ahlam khuluqiyah.4
Tujuan diisyaratkannya ketentuan hukum tentang
peribadatan ini dalam rangka memelihara aspek
keagamaaan. Artinya untuk memenuhi salah satu dari
tuntutan kepercayaan teologis karena menjalankan
rangkaian ibadah tersebut juga merupakan manifestasi dari
ketentuan doktrin kepada Allah Swt dan rasulnya.

4
Dede Rosyada 1992, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta, Raja Grafindo, hlm. 65-76

Anda mungkin juga menyukai