Anda di halaman 1dari 9

HUKUM WARIS BW

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu : Dr. Rabith Madah khulaili Harsya, SHI, S.H, M.HI, M.H

Disusun Oleh :

1. Siti Fitria : 2008201108


2. Ikrima Nur Kusuma : 2008201080
3. Slamet Nur Fauzan : 2008201081

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

2021
KATA PENGANTAR

Tak ada kata yang indah saya ucapkan selain “Alhamdulillah”. puji serta
syukur terpanjatkan selalu kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang
tak terhitung, Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas waktu, kesempatan dan kekuatan yang di
berikan-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. segala pujian hanyalah
bagi Allah SWT.

Sholawat beriring salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada utusan


Allah, baginda kita, Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang, dari zaman kebodohan
hingga kepada zaman yang serba canggih seperti sekarang ini.

Saya ucapkan terima kasih kepada anggota kelompok dan semua yang telah
berkenan untuk membimbing saya dalam pembuatan makalah ini . Dan dalam
program sebagai tugas mata kuliah Hukum Perdata ini yaitu pembuatan makalah yang
mana bertujuan untuk pengenalan bagi kami sebagai mahasiswa, Kami yakin dengan
tugas ini dapat bermanfaaat bagi kami dan sebagai pelajaran di masa yang akan
datang.

Cirebon, 24 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................


1.2 Ruang lingkup permasalahan...............................................................................
1.3 Maksud Dan Tujuan............................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1 Pengertian konstitusi dan perundang-undangan..................................................

2.2 Urgensi konstitusi bagi suatu negara...................................................................

2.3 Isi konstitusi dan perundang-undangan...............................................................

2.4 Perubahan konstitusi............................................................................................

2.5 Konstitusi yang pernah berlaku di indonesia.......................................................

2.6 Hierarki perundang-undangan di indonesia.........................................................

BAB III. PENUTUPAN...........................................................................................

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada
umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.
Fungsi dari yang mewariskan yang bersifat pribadi atau yang bersifat hukum keluarga
(misalnya suatu perwalian) tidaklah beralih. Hukum waris itu sendiri adalah merupakan
hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang
yang meninggal dunia, mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang
yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian hukum waris itu sendiri, di antaranya
adalah pandapat dari H.F.A. Vollmar yang menyatakan bahwa “Hukum waris adalah
perpindahan dari sebuah harta kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan wajib-
wajib, dari orang yang mewariskan kepada ahli warisnya”. Pendapat ini hanya difokuskan
kepada pemindahan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli warisnya.

Berdasarkan Pasal 528 KUHPerdata, hak mewaris diidentikkan dengan hak


kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 584 KUHPerdata menegaskan hak waris sebagai salah
satu cara untuk memperoleh hak kebendaan, oleh karenanya dalam penempatannya
dimasukkan dalam Buku II KUHPerdata (tentang Benda).Hukum waris sebenarnya
merupakan bagian dari Hukum Harta-Benda (vermogensrecht), hukum waris juga
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Hukum Kekeluargaan

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Maksud Dan Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Waris

Hukum waris adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan yang di
tinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibat-akibatnya bagi ahli waris. syarat
pewarisan adalah ada pewaris yang meninggal dunia / diduga telah meninggal dunia, ada
harta warisan dan ada ahli waris. Hukum waris BW berlaku untuk 3 golongan warga negara
yaitu :

1. Bagi orang-orang Indonesia asli (Bumiputera) pada pokoknya berlaku hukum adatnya
yang berlaku di berbagai daerah yang disebabkan oleh berbagai faktor, bagi warga negara
Indonesia asli yang beragama Islam terdapat pengaruh nyata dari hukum islam.
2. Bagi golongan Timur Asing.
a. Timur Asing keturunan Tionghoa, berdasarkan Stb. 1917 – 129, berlaku hukum waris
BW (buku II titel 12 sampai dengan 18, pasal 830 sampai dengan 1130).
b. Timur asing lainnya (India, Arab, dll) berlaku hukum waris adat mereka masing-
masing yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali untuk wasiat umum berdasar
Stb. 1924 – 556 tunduk pada BW.
3. Bagi golongan Eropah yang tunduk pada hukum waris BW.

terjadinya pewarisan (warisan terbuka) Pasal 830 B.W menyatakan bahwa pewarisan hanya
terjadi karena kematian. Jadi jelaslah bahwa kematian seseorang tersebut merupakan syarat
utama dari terjadinya pewarisan. Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka seluruh
harta
kekayaannya beralih kepada ahli waris.
2.2 Syarat-Syarat Ahli Waris

Pasal 838 B.W menentukan : Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli
waris, dan dengan demikian tidak berhak mewaris, adalah :

1. Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang
yang meninggal itu (KUHP 53, 338, 340.)
2. Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih
berat lagi (KUHPerd. 1372 dst. Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.)
3. Dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd. 875, 992
dst.)
4. Dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang
yang meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)

Syarat-Syarat Ahli Waris :

1. Mempunyai hak atas harta peninggalan si pewaris, yang timbul karena :


a. Hubungan darah (pasal 832 BW)
b. Karena wasiat (pasal 874 BW)
2. Harus sudah ada dan masih ada ketika si pewaris meninggal dunia (pasal 836 BW),
dengan tetap memperhatikan ketentuan dari pasal 2 BW, yang menyatakan bahwa
anak yang masih dalam kandungan di anggap telah lahir jika kepentingan si anak itu
menghendaki, jika dilahirkan mati maka di anggap tidak pernah ada.
3. Ahli waris yang tidak dinyatakan tidak patut menerima warisan atau orang
yang menolak harta warisan.

Penggolongan Ahli Waris

Dalam hukum waris menurut Bergerlijk Wetboek, dibedakan menjadi 4 (empat)


golongan ahli waris, yaitu :

1. Golongan I : Golongan ini terdiri dari anak dan keturunannya ke


bawah tanpa batas beserta janda/duda
2. Golongan II : Golongan II terdiri dari ayah dan/atau ibu si pewaris
beserta saudara dan keturunannya sampai derajad ke 6.
3. Golongan III : Golongan III terdiri dari keluarga sedarah menurut garis
lurus ke atas.
4. Golongan IV : Golongan IV terdiri dari keluarga sedarah dalam garis ke
samping yang lebih jauh sampai derajad ke 6.

2.3 Pewarisan Anak Luar Kawin

BW (Burgerlijk Wetboek) memberikan kedudukan tersebut bagi anak luar kawin.


Dalam hal ini pengertian anak luar kawin ada 3 (tiga) macam, yaitu :

1. Anak yang dilahirkan akibat dari hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang
kedua-duanya diluar ikatan perkawinan, yang dsebut dengan anak alami (natuurlijk
kind), anak ini dapat diakui.
2. Anak yang lahir akibat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita,
yang salah satu atau kedua-duanya terikat dalam perkawinan dengan orang lain. Anak
ini disebut anak zina (overspelige kinderen) dan anak ini tidak dapat diakui.
3. Anak yang lahir akibat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
dimana satu sama lainnya menurut ketentuan undang-undang dilarang kawin. Anak
ini disebut dengan anak sumbang (in bloedschande gateelde kinderen). Anak ini
tidak dapat diakui, kecuali jika kedua orang tua mereka mendapat dispensasi untuk
kawin dari presiden.

Untuk menyelesaikan pembagian harta warisan, jika terdapat anak luar kawin, maka
mula-mula bagian dari anak luar kawin diberikan terlebih dahulu, kemudian sisanya baru
dibagi kepada ahli waris yang lainnya menurut ketentuan undang-undang. Untuk anak zinah
(overspelige kinderen) dan anak sumbang, menurut pasal 867 BW tidak berhak atas harta
waris kecuali hanyalah berhak atas nafkah (allimentatie). Yang berhak mewaris harta anak
luar kawin Jika seorang anak luar kawin meninggal dunia, dan ia merupakan anak luar
kawin yang diakui, maka yang berhak mewaris hartanya adalah: Keturunannya, istri / suami
(866 BW),
Bapak dan/atau ibu yang mengakuinya serta saudara-saudaranya beserta keturunannya (870
BW). Oleh pasal 871 BW diatur tentang pewarisan terhadap barang=barang yang
ditinggalkan oleh orang tuanya dulu. Dan jika barang tadi masih ujud semula, sedangkan
anak luar kawin tadi tidak meninggalkan istri/suami maka barang tadi kembali kepada
keturunan dari ayah/ibu yang mengakui.

Mewaris Karena Penggantian Tempat Yang dimaksud dengan penggantian tempat


adalah hak seseorang untuk bertindak sebagai pengganti di dalam derajad dan dalam segala
hak dari orang yang digantikannya. Penggantian hak ini oleh pasal 841 BW dinyatakan :
“Penggantian adalah suatu hak yang diberikan pada seseorang yntuk menggantukan orang
lain untuk bertindak sebagai penggantinya”. Penggantian tempat ini dalam bahasa Belanda
disebut dengan “Bij plaatsverfulling”.

2.4 Macam-macam penggantian tempat

Penggantian tempat menurut pasal 842 BW.


Penggantian tempat menurut pasal ini ialah penggantian tempat dalam garis lurus ke bawah
yang sah, berlangsung lurus tiada akhirnya. Dalam segala hal, penggantian tempat seperti di
atas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa orang anak si meninggal
mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang anak yang telah meninggal terlebih dahulu
maupun sekalian keturunan mereka mewaris bersama-sama, dimana satu sama lainnya
bertalian dalam keluarga yang berbeda derajadnya.

Penggantian tempat menurut pasal 844 BW


penggantian tempat menurut pasal 844 BW ini adalah dalam garis menyimpang
penggantian diperbolehkan atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki-laki
dan perempuan yang telah meninggal terlebih dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama
dengan paman atau bibi mereka walaupun warisan itu setelah meninggalnya semua saudara
si meninggal lebih dahulu, harus dibagi antara sekalian keturunan mereka yang mana satu
dengan yang lainnya bertalian keluarga dalam golongan yang tidak sama.
Penggantian tempat menurut pasal 845 BW
Menurut pasal ini, penggantian tempat dalam garis meyimpang diperbolehkan
juga bagi keponakan apabila di samping mereka yang mempunyai pertalian darah terdekat
masih ada keturunan dari saudara daripada orang yang mempunyai pertalian darah terdekat
tadi.
2.5 Unsur-Unsur Pewarisan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai