FIKIH MAWARIS
Oleh
RIAU
PEKANBARU
1442 H/ 2021 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, yang telah mencurahkan berbagai macam
nikmat-Nya, sehingga MAKALAH “Rukun, Dasar Hukum, dan Hukum mempelajari Fikih
Mawaris” telah selesai sebagaimana diharapkan.
Shalawat beriring salam kepada baginda Rasulullah saw. yang telah membawa risalah
yang begitu agung al-Qur‟ān al-karīm, sebagai petunjuk dalam mengarungi kehidupan yang
fana ini.
Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris,
dimana bagian harta waris tidak akan didapatkan bila tidak ada rukunrukunnya.
Oleh karena itu, Allah telah mengatur hukum waris secara riqid dan detail diterangkan
oleh al-Qur‟an dengan ad nauseam (secara panjang lebar). Beberapa ahli hukum mengakui
bahwa tidak ada satu aspek hukumpun yang secara teknis menunjukkan keistimewaan hukum
Islam selain dari pada hukum waris, karena hukum waris di dalam al-Qur‟an telah
dipresentasikan dalam teks-teks yang rinci, sistematis, konkrit dan realistis sehingga menutup
kemungkinan adanya multiinterpretasi.
Ahkir kata, penulis menyadari MAKALAH ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan masukan untuk memperbaiki MAKALAH
agar menjadi lebih baik lagi.
Wassallamualaikum Wr.Wb
KATA PENGANTAR………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………….........1
A. Latar Belakang…………………………….1
B. Rumus Masalah…………………………..1
C. Tujuan …………………………………….1
BAB II PEMBAHASAAN…………………………………2
A. RUKUN…………………………………………….2
B. DASAR HUKUM……………………………………….3
C. HUKUM MEMPELAJARI FIKIH MAWARIS……………5
KESIMPULAN………………………………………………….9
DAFTAR PUSTATAKA…………………………………………………10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan hukum Islam di Indonesia, secara ringkas, mengalami pase yang cukup
panjang semenjak zaman kolonial Belanda hingga zaman perubahan ini. Sejarah
membuktikan bahwa aplikasi hukum Islam dalam tatanan keindonesiaan, baru
teraplikasikan dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan dalam UU No. 7
tahun 1989 tentang peradilan, itu pun dengan perjuangan yang ―melelahkan‖
khususnya bagi umat Islam.1 Adapun sumber hukum yang dijadikan pedoman bagi
para penegak hukum (Hakim), Praktisi, dan sebagainya selain undang-undang tertulis
tersebut di atas adalah fatwa-fatwa ulama, baik yang tertulis dalam kitabkitab fiqh
klasik ataupun kitab-kitab fiqh modern. Sumber-sumber tersebut sampai hari ini
merupakan bahan pelengkap dalam proses pengalian Hukum Islam.
B. Rumus Masalah
- Apa yang dimakasud dengan rukun, dasar hukum, dan hukum mempelajari fikih
mawaris?
C. Tujuan
- Untuk mempelajari rukun, dasar hukum dan hukum mempelajari fikih mawaris
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Rukun
Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta
waris, dimana bagian harta waris tidak akan didapatkan bila tidak ada
rukunrukunnya. Rukun-rukun untuk mewarisi ada tiga yaitu:
1. Al-Muwarriṡ (pewaris), yaitu orang yang meninggal dunia baik secara hakiki
(sebenarnya) maupun ḥukmī (suatu kematian yang dinyatakan oleh keputusan
hakim) seperti mafqūd (orang yang hilang).
2. Al-Wāriṡ (ahli waris), yaitu orang yang hidup ketika pewaris meninggal dan
merupakan orang yang berhak mendapatkan warisan meskipun keberadaannya
masih dalam kandungan atau orang yang hilang.
3. Al-Maurūṡ (harta warisan), yaitu harta benda yang menjadi warisan. Termasuk
juga harta-harta atau hakhak yang mungkin dapat diwariskan, seperti hak qiṣaṣ
(perdata), hak menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan hak
menahan barang gadaian. Inilah tiga rukun waris. Jika salah satu dari rukun
tersebut tidak ada, waris mewarisi tidak dapat dilaksanakan. Jika seorang
meninggal dunia namun tidak memiliki ahli waris, atau ada ahli waris tapi tidak
ada harta yang ditinggalkan, maka waris mewarisi tidak bisa dilakukan, karena
tidak memenuhi rukun waris.
B. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Islam
1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam Hukum kewarisan Islam dalam bahasa
Arab disebut Al-mi|ras|, yaitu bentuk masdar (infinitif) dari kata waris|a –
yaris|u – miras|an. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain.
Secara terminologi, Mira|s| berarti warisan harta kekayaan yang dibagi dari
orang yang sudah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Mi|ra|s menurut
syariah adalah memberi undang-undang sebagai pedoman antara orang yang
sudah meninggal dunia dan ahli waris, dan apa saja yang berkaitan dengan
ahli waris tersebut. Jadi hukum waris adalah salah hukum kekeluargaan Islam
yang paling penting berkaitan dengan kewarisan. Kematian seseorang itu
membawa dampak kepada berpindahnya hak dan kewajiban kepada beberapa
orang lain yang ditinggalkannya, yang disebut dengan waras|ah, yakni ahli
waris dan wali.
Dalam beberapa literatur hukum Islam, ditemui beberapa istilah untuk
menamakan Hukum Kewarisan Islam, seperti fiqih mawaris, ilmu faraid}, dan
hukum kewarisan. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan
arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan.
2. Dasar Hukum Kewarisan Islam Dasar dan sumber utama dari hukum Islam
sebagai hukum agama (Islam) adalah nash atau teks yang terdapat dalam Al-
Qur’an dan sunnah Nabi. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang secara
langsung mengatur kewarisan tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Ayat-ayat Al-Qur’an QS.
An-Nisa- ayat 7
Artinya: ‚Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan
Ketentuan dalam ayat diatas merupakan merupakan landasan utama yang
menunjukkan, bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan sama-
sama mempunyai hak waris, dan sekaligus merupakan pengakuan Islam,
bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan
kewajiban. Tidak demikian halnya pada masa jahiliyah, dimana wanita
dipandang sebagai objek bagaikan benda biasa yang dapat diwariskan.
Sebagai pertanda yang lebih nyata, bahwa Islam mengakui wanita sebagai
subjek hukum, dalam keadaan tertentu mempunyai hak waris, sedikit ataupun
banyak yang telah dijelaskan dalam beberapa ayat alQur’an. Diantara nya
terdapat dalam srah An-Nisa| ayat 11:
Jadi, hukum waris harus dilaksanakan, kecuali kalau semua ahli waris sepakat
dengan sukarela untuk membagi harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-
kebijaksanaan tidak dengan maksud untuk menentang hukum Allah SWT, tetapi
ada sebab-sebab lain, misalnya : harta waris diberikan kepada Ibu yang sudah tua
dengan bagian terbanyak, dan sebagainya. Meskipun demikian, Islam tidak
menutup pintu perdamaian antara seluruh ahli waris yang secara sepakat untuk
mengatur pembagian harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Juga setiap ahli waris berhak meminta atau menerima pembagian harta waris
karena kesukarelaannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta
waris, dimana bagian harta waris tidak akan didapatkan bila tidak ada
rukunrukunnya.
Pengertian Hukum Kewarisan Islam Hukum kewarisan Islam dalam bahasa Arab
disebut Al-mi|ras|, yaitu bentuk masdar (infinitif) dari kata waris|a – yaris|u –
miras|an. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain.
Secara terminologi, Mira|s| berarti warisan harta kekayaan yang dibagi dari orang
yang sudah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Mi|ra|s menurut syariah adalah
memberi undang-undang sebagai pedoman antara orang yang sudah meninggal
dunia dan ahli waris, dan apa saja yang berkaitan dengan ahli waris tersebut.
Fiqih Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang
berhak menerima warisan, siapa-siapa yang tidak berhak mnerima, serta bagian-
bagian tertentu yang diterimanya, dan bagaimana cara penghitungannya.
· Pada masa awal-awal Islam, hukum kewarisan belum mengalami perubahan
yang berarti. Di dalamnya masih terdapat penambahan-penambahan yang lebih
bekonotasi strategis untuk kepentingan dakwah, atau bahkan “politis”. Tujuannya
adalah, untuk merangsang persaudaraan demi perjuangan dan keberhasilan misi
Islam. Pertimbangannya, kekuatan Islam pada masa itu, dirasakan masih sangat
lemah baik sebagai komunitas bangsa maupun dalam pemantapan-pemantapan
ajarannya, yang masih dalam dinamika perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uinsby.ac.id/1365/5/Bab%202.pdf.
http://repository.radenintan.ac.id/1598/3/BAB_II.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/1365/5/Bab%202.pdf
http://repository.unissula.ac.id/9580/4/BAB%20I_1.pdf
http://repository.uinsu.ac.id/8802/1/BUKU%20FIKIH%20MAWARIS.pdf
Rofiq, Ahmad, Dr., MA., Fiqih Mawaris Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001.
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Jakarta :
Senayan Abadi Publishing, 2004.
Parman, Ali, Kewarisan Dalam Al-Quran (Suatu Kajian Hukum Dengan
Pendekatan Tafsir Tematik), Jakarta : PT. Raja grafindo Persada, 1995.
Daradjat, Zakiah, Prof., Dr., Ilmu Fiqh, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,
1995, Jilid III.
Lubis, Suhrawardi K., S.H., Simanjuntak, Komis, S.H, Hukum Waris Islam
(Lengkap & Praktis), Jakarta : Sinar Grafika, 1995, Cet. I.