NIM : 180111100182
1. PRINSIP IJBARI
Prinsip ijbari yang terdapat dalam hukum waris Islam mengandung arti pengalihan
harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya
menurut ketentuan Allah tanpa digantungkan dengan kehendak pewaris atau ahli
warisnya. Prinsip ijbari Tidak memberatkan ahli waris dan yang dibagi adalah harta
setelah bersih dari kewajiban, sehingga utang tidak diwariskan atau disebut
Tarikah/Tirkah. Asas ijbari dapat dilihat dari beberapa segi1 :
2. Prinsip Individual
1
Agus Wantaka, Abdul Rosyid, Eka Sakti Habibullah, Jurnal “Pembagian Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Hukum Adat Jawa (Studi Komparasi)” Vol. 01 No. 1, 2019, Hlm 16
Prinsip Individu dalam hukum kewarisan Islam berarti bahwa harta warisan dapat
dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan dan , tidak terikat oleh
ahli waris lainnya dan Dapat tidak dibagi, apabila dikehendaki ahli waris atau karena
keadaan.2
3. Prinsip Bilateral
Prinsip bilateral dalam hukum waris Islam berarti seseorang menerima hak atau
bagian warisan dari kedua belah pihak baik dari kerabat keturunan laki-laki dan maupun
dari kerabat keturunan perempuan. Dan Berlaku dalam garis lurus ke bawah, ke atas
maupun ke samping, prinsip ini dapat dilihat dalam Surat Al-Nisa’ (4) Ayat 7,11,12 dan
176
kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai harta telah meninggal dunia.
Pada Prinsip ini menggambarkan bahwa hukum waris Islam hanya mengenal satu bentuk
kewarisan, yaitu sebagai suatu akibat dari kematian, dan tidak mengenal kewarisan atas
dasar wasiat yang dibuat pada saat pewaris masih hidup.3
Keadilan dalam hukum waris Islam dapat diartikan dengan keseimbangan antara
hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan
2
Agus Wantaka, Abdul Rosyid, Eka Sakti Habibullah, Jurnal “Pembagian Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Hukum Adat Jawa (Studi Komparasi)” Vol. 01 No. 1, 2019, Hlm 16
3
ibid
kegunaannya. Misalnya laki-laki dan perempuan mendapat hak yang sebanding dengan
kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.4
B. SEBAB MAWARIS
Sebab mawaris juga dikarenakan hubungan perkawinan yang hanya dari perkawinan
yang sah, dan juga hubungan hukmiah (wala’) yakni hubungan yang ditetapkan oleh
hukum Islam, seperti sesorang yang telah memerdekakan budak, maka berhak mewaris
dari budak apabila tidak ada ahli waris lainnya. Dan juga baitul mal atau perbendaharaan
umum yang mana Apabila tidak ada seorangpun yang berhak menerima warisan, tidak
ada keluarga (dekat-jauh) yang menjadi ahli waris
6
Agus Wantaka, Abdul Rosyid, Eka Sakti Habibullah, Jurnal “Pembagian Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Hukum Adat Jawa (Studi Komparasi)” Vol. 01 No. 1, 2019, Hlm 17
7
ibid
8
Agus Wantaka, Abdul Rosyid, Eka Sakti Habibullah, Jurnal “Pembagian Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Hukum Adat Jawa (Studi Komparasi)” Vol. 01 No. 1, 2019, Hlm 18
menyebabkan orang tersebut tidak dapat menerima warisan padahal sudah cukup
syarat-syarat dan ada hubungan pewarisan.9
a. Perbudakan
b. Pembunuhan
9
Fitrotin Jamilah, Jurnal “Penganiayaan Berat Sebagai Penghalang Kewarisan(Studi Komperatif Fiqih Dan Khi)”,
Jurnal Study Islam Panca Wahana I Edisi 12,Tahun 10 ,2014, hlm 98
10
ibid
Kaidah Fiqhiyah, “barang siapa yang ingin mempercepat
mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka ia diberi sanksi tidak
boleh mendapatkannya”
d. Belainan negara
12
Fitrotin Jamilah, Jurnal “Penganiayaan Berat Sebagai Penghalang Kewarisan(Studi Komperatif Fiqih Dan Khi)”,
Jurnal Study Islam Panca Wahana I Edisi 12,Tahun 10 ,2014, hlm 102