Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FIQIH MAWARIS

“ Ushul Sababiyah Dalam Warisan”

Dosen Pengampu: Fauzan Mas’ar, MH

Disusun oleh :

Muhammad Zubaily (0203222036)

Salsabilla Fitri Anggraini (0203222041)

Kaka Anugrah Miranto (0203222062)

Muhammad Ihsan Sinaga (0203222078)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan juga kami berterima kasih
ke pada bapak dosen yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini yang
berjudul “Ushul Sababiyah Dalam Warisan.”

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai Fiqih Mawaris. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah di
susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.

Medan, 13 Maret 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3

A. Ahli waris sababiyah.................................................................................. 3


B. Penetapan Dalam Ushul Sababiyah Warisan ................................................. 4
C. Pembagian Ushul Sababiyah ......................................................................... 6
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian masalah-masalah waris didalam hukum Islam, merupakan salah satu materi
pembahasan ilmu fiqih yang terpenting. Karena itulah para ahli fiqih telah mengkaji masalah-
masalah yang berkaitan dengan warisan, dan menulis karya-karya mengenai masalah-masalah
waris ini, dan menjadikannya suatu ilmu yang berdiri sendiri dan menamakannya ilmu fiqih
mawaris dalam istilah lain dinamakan juga ilmu faraidh.

Kata “ahli waris” yang secara bahasa berarti keluarga- tidak secara otomatis ia dapat
mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia. Karena kedekatan hubungan
kekeluargaan juga mempengaruhi kedudukan dan hak-haknya untuk mendapatkan warisan.
Terkadang yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak
dikategorikan sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan, karena jalur yang dilaluinya
perempuan.

Apabila dicermati, ahli waris ada dua macam, yaitu ahli waris nasabiyah (ahli waris yang
hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah) dan ahli waris sababiyah (hubungan
kewarisan yang timbul kerana sebab tetentu, yaitu perkawinan yang sah dan memerdekakan
hamba sahaya).1

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai siapa saja yang termasuk dalam ahli waris
sababiyah, serta defenisi dan penetapan bagian-bagiannya yang sudah ditentukan di dalam Al-
Qur’an.

1
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 59

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu defenisi dari Ahli Waris Sababiyah dalam Warisan ?
2. Apa saja penetapan yang ada di dalam Ushul Sababiyah?
3. Apa saja pembagian di dalam Ushul Sababiyah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Ahli Waris Sababiyah warisan.
2. Untuk mengetahui apa saja Penetapan yang ada di Ushul Sababiyah.
3. Untuk mengetahui apa saja pembagian di dalam Ushul Sababiyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahli Waris Sababiyah

Ashabah sababiyah adalah ashabah karena adanya sebab, yaitu sebab memerdekakan
budak. Ketika seorang budak yang telah dimerdekakan meninggal dunia dan tak memiliki
kerabat secara nasab maka sang tuan yang memerdekakannya bisa mewarisi harta
peninggalannya secara ashabah, sebagai balasan atas kebaikannya yang telah memerdekakan
sang budak.

Ahli waris sababiyah tersebut adalah ahli waris yang hubungan kewarisannya timbul karena
sebab-sebab tetentu, yaitu:

1. Sebab perkawinan.

2. Sebab memerdekakan hamba sahaya.

Sebagai ahli waris sababiyah, mereka dapat menerima bagian warisan apabila
perkawinan suami isteri tersebut sah, baik menurut ketentuan hukum agama dan memiliki
bukti-bukti yuridis artinya perkawinan mereka dicatat menurut hukum yang berlaku. Demikian
juga memerdekakan hamba sahaya hendaknya dapat dibuktikan menurut hukum.2Jadi,
dalam pembagian ahli waris sababiyah yang menerima warisan adalah suami, istri, laki-laki
yang memerdekakan si mayit dari perbudakan dan perempuan yang memerdekakan si
mayit dari perbudakan.3Kedudukan mereka sebagai ahli waris ditetapkan oleh firman Allah
QS. An-nisa’ ayat 12 :

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak.yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya

2
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris , hlm 64-65
3
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, hlm 84

3
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu

2 jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing
dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, Maka mereka bersekutudalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang
dibuat olehnya atau sesudah dibayarhutangnyadengantidakmemberi
mudharat(kepadaahliwaris).(Allahmenetapkan yang demikian itu sebagai)syari'at yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Dengan adanya pembagian atau macam-macam ahli waris ini, memberikan kita
kemudahan dalam menentukan pembagian warisan. Terlebih lagi adanya dalil yang terdapat
dalam Al-Qur’an.Karena dengan adanya dalil tersebut yang mana sebagai landasan bagi kita, kita
bisamelibatkan seseorang supaya bisa menjadi ahli waris sababiyah.4

Secara bahasa, ahli waris sendiri mempunyai arti keluarga. Namun tidak secara otomatis
ia bisa mewarisi harta peninggalan si pewaris.Disebabkan adanya kedekatan hubungan
kekeluargaan dapat mempengaruhi kedudukan serta hak-haknya guna mendapatkan
warisan.Perlu kita ingat juga, alasannya terkadang yang dekat menghalangi yang jauh. Kemudian
ada juga yang dekat, tetapi tidak bisa kita kategorikan sebagai ahli waris. Karena Ahli waris juga
mempunyai beberapa syarat dan ketentuan. Hendaknya ia yang beragama Islam serta tidak
terhalang karena hukum guna menjadi ahli harta waris. 5

B. Penetapan dalam Ushul Sababiyah Warisan


A. Penetapan Waris Dan Akta Waris

4
Ibid, hlm 95
5Muhafidz, Ahli Waris Sababiyah Dalam Islam, Desember 30, 2021

4
Fatwa atau penetapan ahli waris dikeluarkan oleh pengadilan (Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Agama). Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam dibuat oleh Pengadilan
Agama atas permohonan para ahli waris. Dasar hukumnya adalah Pasal 49 huruf b UU No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Sedangkan, penetapan ahli waris yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri,
Dasar hukumnya adalah Pasal 833 KUHPerdata.

Di samping itu, surat keterangan waris juga dapat dibuat di bawah tangan dan
ditandatangani oleh semua ahli waris, diketahui lurah dan dikuatkan oleh camat. Sedangkan
Akta notaris dalam hal pewarisan bisa berarti akta wasiat (Pasal 16 huruf h UU No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris) atau akta pembagian dan pemisahan harta
peninggalan ( KUHPerdata Bab XVII tentang Pemisahan Harta Peninggalan).6

Selain itu, dalam hal pewarisan notaris juga membuat surat keterangan waris yang
merupakanakta di bawah tangan dan bukan merupakan akta notaris. Adapun surat keterangan
waris (verklaring van erfrecht) yang dibuat oleh notaris adalah keterangan waris yang dibuat bagi
ahli waris dari warga/golongan keturunan Tiong Hoa. Surat keterangan waris tersebut dibuat di
bawah tangan, tidak dengan akta notaris. Pembuatan surat keterangan waris bagi keturunan
Tiong Hoa oleh notaris, menurut notaris Edison, mengacu pada surat Mahkamah Agung (“MA”)
RI tanggal 8 Mei 1991 No. MA/kumdil/171/V/K/1991.7 Surat MA tersebut telah menunjuk Surat
Edaran tanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69 yang diterbitkan oleh Direktorat Agraria
Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) di Jakarta, yang menyatakan bahwa guna keseragaman
dan berpokok pangkal dari penggolongan penduduk yang pernah dikenal sejak sebelum merdeka
hendaknya Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) untuk Warga Negara Indonesia itu:

 Golongan Keturunan Eropah (Barat) dibuat oleh Notaris.


 Golongan penduduk asli Surat Keterangan oleh Ahli Waris, disaksikan oleh Lurah/Desa
dan diketahui oleh Camat.
 Golongan keturunan Tionghoa, oleh Notaris
6
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
7Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

5
 Golongan Timur Asing bukan Tionghoa, oleh Balai Harta Peninggalan (BHP).

Jadi, penetapan ahli waris baik yang dikeluarkan oleh pengadilan (Pengadilan Agama
atau Pengadilan Negeri) atau akta waris yang dibuat oleh notaris diakui secara hukum. Sehingga,
dalam hal ahli waris telah memiliki akta waris yang dibuat oleh notaris, maka yang bersangkutan
tidak perlu lagi meminta penetapan ahli waris dari pengadilan.8

C. Pembagian Ushul Sababiyah


Sebelum membahas bagaimana cara menghitung pembagian harta warisan sebelumnya
mesti diketahui lebih dahulu beberapa istilah yang biasa dipakai dalam pembagian warisan.
Beberapa istilah itu antara lain adalah:

1. Asal Masalah (‫)المسألة أصل‬

Asal Masalah adalah Dalam ilmu aritmetika, Asal Masalah bisa disamakan dengan
kelipatan persekutuan terkecil atau KPK yang dihasilkan dari semua bilangan penyebut dari
masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada. Asal Masalah atau KPK ini harus bisa dibagi
habis oleh semua bilangan bulat penyebut yang membentuknya.
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris
secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339) .

2. Adadur Ru’us (‫)الرؤوس عدد‬

Secara bahasa Adadur Ru’us berarti bilangan kepala.Asal Masalah, sebagaimana


dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang
memiliki bagian pasti atau dzawil furudl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum
laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah, maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah
kepala/orang yang menerima warisan.

8
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama

6
3. Siham (‫)سهام‬

Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang
ahli waris dzawil furudl.

4. Majmu’ Siham (‫)السهام مجموع‬


Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham.
Setelah mengenal istilah-istilah tersebut berikutnya kita pahami langkah-langkah dalam
menghitung pembagian warisan:

1. Tentukan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan


2. Tentukan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa
(ashabah) dan seterusnya.
3. Tentukan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24
4. Tentukan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya Untuk
lebih jelasnya dapat digambarkan dalam sebuah kasus perhitungan waris sebagai berikut:
Kasus 1
Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang istri, seorang ibu
dan seorang anak laki-laki. Maka perhitungan pembagian warisnya sebagai berikut:
Ahli waris Bagian 24
Istri 1/8 3
Ibu 1/6 4
Anak laki laki Sisa 17
Majmu’ siham 24

Penjelasan:
a. 1/8, 1/6 dan sisa adaah bagian masing-masing ahli waris.
b. Angka 24 di atas adalah Asal Masalah yang merupakan bilangan terkecil yang bisa dibagi
habis oleh bilangan 8 dan 6 sebagai penyebut dari bagian pasti yang dimiliki oleh ahli waris istri
dan ibu.

7
c. Angka 3, 4 dan 17 adalah siham masing-masing ahli waris dengan rincian: - 3 untuk istri,
hasil dari 24 x 1/ - 4 untuk ibu, hasil dari 24 x 1/6 - 17 untuk anak laki-laki, sisa dari 24 – (3 +
4)
d. Angka 24 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (3 + 4
+ 17) Catatan: Majmu’ Siham harus sama dengan Asal Masalah, tidak boleh lebih atau kurang.

Kasus 2
Seseorang meninggal dunia dengan ahli waris 3 orang anak laki. Maka perhitunganpembagian
warisnya sebagai berikut:
Ahli waris Bagian 3
Anak laki laki Ashabah 1
Anak laki laki Ashabah 1
Anak laki laki Ashabah 1
Majmu’ siham 3

Penjelasan :

a. Karena semua ahli waris adalah anak laki-laki maka semuanya menerima warisan sebagai
ashabah, bukan dzawil furûdl.

b. Angka 3 di atas adalah Asal Masalah yang dihasilkan dari ‘Adadur Ru’ûs atau jumlah orang
penerima warisan. Asal Masalah di sini tidak dihasilkan dari bilangan penyebut bagian pasti,
tetapi dari jumlah orang yang menerima warisan.

c. Angka 1 adalah siham masing-masing ahli waris yang didapatkan dari Asal Masalah dibagi
jumlah ahli waris yang ada. Karena semua ashabah dari pihak laki-laki maka Asal Masalah
dibagi rata kepada mereka.

d. Angka 3 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (1 + 1 +
1).

8
Bagaimana bila konsep di atas diaplikasikan pada pembagian harta waris dengan nominal
tertentu?

Untuk mengaplikasikan tata cara pembagian waris di atas dengan nominal harta warisan tertentu
sebelumnya mesti dipahami bahwa Asal Masalah yang didapat dalam setiap pembagian warisan
juga digunakan untuk membagi harta yang ada menjadi sejumlah bagian sesuai dengan bilangan
Asal Masalah tersebut.
Sebagai contoh bila harta yang ditinggalkan si mayit sejumlah Rp. 100.000.000 dan Asal
Masalahnya adalah bilangan 8, maka harta waris Rp. 100.000.000 tersebut dibagi menjadi 8
bagian di mana masing-masing bagian senilai Rp. 12.500.000. Bila seorang anak perempuan
mendapatkan siham 4 misalnya, maka ia mendapatkan nominal harta waris 4 x Rp. 12.500.000 =
Rp. 50.000.000.9

9
Yazid Muttaqin, Tata Cara Pembagian Harta Warisan Dalam Islam, 15 Maret 2018.

9
BAB III

PENUTUP

Para ahli fiqih telah mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan warisan, dan
menulis karya-karya mengenai masalah-masalah waris ini, dan menjadikannya suatu ilmu yang
berdiri sendiri dan menamakannya ilmu fiqih. Ahli waris ada dua macam, yaitu ahli waris
nasabiyah (ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah) dan ahli
waris sababiyah (hubungan kewarisan yang timbul kerana sebab tetentu, yaitu perkawinan
yang sah dan memerdekakan hamba sahaya)

Sebagai ahli waris sababiyah, mereka dapat menerima bagian warisan apabila perkawinan
suami isteri tersebut sah, baik menurut ketentuan hukum agama dan memiliki bukti-bukti
yuridis artinya perkawinan mereka dicatat menurut hukum yang berlaku.

10
DAFTAR PUSTAKA

Lubis,Suwardi K. Hukum Waris Islam

Muhafidz.2021. Ahli Waris Sababiyah Dalam Islam

Muttaqin,Yazid.2018. Tata cara pembagian hukum waris dalam islam

Rofiq, Ahmad .2001.Fiqih Mawaris.Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada

Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama

11

Anda mungkin juga menyukai