Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu :
Abdul Haris,M.HI
Disusun Oleh :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “Dzawil Arham” dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar serta tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari Bapak
Abdul Haris,M.HI pada bidang mata pelajaran fiqh mawaris. Selain itu,
penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang
pemahaman mengenai dzawil arham.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Abdul
Haris,M.HI selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Berkat tugas yang diberikan
ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.
Dan kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak
yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih
melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas
kesalahan dan ketidak sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Serta mohon masukan dan saran dari teman-teman apabila menemukan kesalahan
dalam makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan..........................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
Kesimpulan..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariat Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta
benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Agama Islam menetapkan hak
milik seseorang atas harta, baik laki-laki maupun perempuan melalui jalan syara’.
Seperti perpindahan hak milik laki-laki dan perempuan di waktu masih hidup
ataupun perpindahan harta kepada para ahli warisnya setelah pewaris meninggal
dunia.
Al-Qur’an menjelaskan dan merinci secara detail mengenai hukum-hukum
yang berkaitan dengan hak waris tanpa mengabaikan hak seseorang. Bagian yang
harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris.
Namun seiring berkembangnya zaman, masalah kewarisan dikembangkan secara
kompleks oleh para fuqoha. Dalam kewarisan tersebut mereka mengelompokkan
pihak-pihak dalam hal warisan diantaranya yaitu ashabul furudh, asabah, dzawil
arham.
Dzawil arham merupakan golongan kekerabatan dari pewaris yang bukan
merupakan ahli waris, namun dalam keadaan tertentu berhak mendapatkan harta
warisan sebagai pengganti posisi ahli waris (ahli waris pengganti). Penggantian
posisi ahli waris pengganti merupakan adaptasi dari sistem waris barat yaitu
dikenal dengan plaatsvervulling. Berdasarkan fikih ulama yang berdasar pada Al-
Quran dan Al-Hadist, pembagian waris kepada golongan dzawil arham haruslah
sewajarnya atau sepantasnya, meskipun di dalam kompilasi hukum Islam tidak
secara terperinci dijelaskan mengenai besaran pembagiannya. Dalam praktiknya
banyak terjadi sengketa pembagian harta warisan yang tidak sesuai dengan
porsinya bahkan ada pula yang menguasai harta tersebut secara sepihak tanpa
menghiraukan hak ahli waris lain.
Disimpulkan bahwa sengketa waris merupakan hal sensitif di masyarakat,
dzawil arham bukan merupakan ahli waris yang lumrah di mata umum,
1
namun cukup sering terjadi di masyarakat sehingga seringkali haknya
terabaikan. Oleh karena permasalahan waris merupakan permasalahan yang
menyangkut keluarga dan kekerabatan, sehingga apabila terjadi sengketa maka
lebih baik untuk penyelesaiannya dilakukan dengan cara musyawarah mufakat
diantara para pihak (non-litigasi).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ade Fariz Fahrullah, Ahli Waris Dalam Perspektif Hukum Islam San KUHP, Jurnal Hukum Islam
No.1 (2021), https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/hukumislam/article/view/9321
2
Abdur Rahim, Penyelesaian Kewarisan Dzawil Arham Dalam Komplikasi Hukum Islam, Taqnin
No.1 (2021), http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/taqnin/article/view/9515
3
Jika si mayit meninggalkan harta peninggalan dengan meninggalkan kerabat
yang hanya berstatus dzawil arham maka dalam hal ini kerabat tersebut
lebih berhak daripada baitul mal dalam memperoleh harta waris.
Pendapat para ulama tersebut didasarkan pada beberapa dalil Al-Qur’an
seperti ayat tentang ulu arham pada surat Al-Anfal:75:
3
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam (Surabaya: Pustaka Radja, 2016), 141
4
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan
kekeluargaan tidak dapat dinafikan. Jika seorang kerabat berkedudukan sebagai
dzawil arham, maka ada dua faktor utama yang mendasari kedudukannya sebagai
dzawil arham. Faktor tersebut adalah hubungan nasab dan tidak adanya ahli waris
dzawil furudh dan asabah. Dua faktor tersebut menjadi dasar bahwa seorang
kerabat si mayit dapat dikatakan sebagai dzawil arham apabila mempunyai
hubungan nasab. Selama seseorang menpunyai hubungan kekerabatan tanpa ada
yang menghijabnya, maka orang tersebut lebih berhak atas harta peninggalan si
mayit daripada orang lain. Pendapat ini didasari pada dalil Al-Qur’an surat Al-
Anfal (8):57 “orang yang mempunyai hubungan kerabaat itu sebagiannya lebih
berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab
Allah”
Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang yang menjadi ahli waris dengan
sebab adanya pertalian darah dan hubungan kekerabatan lebih utama
kedudukannya dibanding dengan orang-orang yang bukan dari golongan kerabat
si mayit.
5
6. Paman (saudara laki-laki ibu)
7. Bibi (saudara perempuan ayah)
8. Bibi (saudara perempuan ibu)
9. Kakek (ayah dari ibu)
10. Nenek buyut (ibu dari kakek)
11. Keponakan seibu (anak-anak saudara laki-laki seibu)
5
Tina Risanti, Studi Komperatif Pandangan Hakim Pengadilan Agama Curup Tentang Ahli Waris
Dzawil Arham, (Skripsi:IAIN Curup,2019), 46 http://e-theses.iaincurup.ac.id/133/
6
mendasari alasannya dengan suatu analis bahwa nash-nash yang
mengharuskan adanya perbedaan penerimaan antara ashabul furudh dan
ashabah adalah peninjauan dari segi jihat, derajat, dan kuatnya kekerabatan.
Tidak ada nash yang mengatur pusaka dzawil arham dari segi peninjauan
ini.
Contoh :6
Seseorang wafat dan meninggalkan harta warisan sebesar 150 juta
Dalam kasus ini diibaratkan dengan pewaris meninggalkan ahli waris yaitu
saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, saudara
perempuan seibu, dan paman kandung.
Ahli Waris Keterangan Jumlah
Harta
Keponakan perempuan keturunan 37.500.000
saudara perempuan sekandung
Keponakan perempuanbketurunan Madzhab ini membagi 37.500.000
dari saudara perempuan seayah waris sama rata tanpa
Keponakan laki-laki keturunan membeda-bedakan laki- 37.500.000
saudara perempuan seibu laki atau perempuan
Sepupu perempuan anak dari paman 37.500.000
kandung
6
Fadlun Ma’arif, Pembagian Waris Bagi Dzawil Arham Menurut Imam As-Syafi’I Dan Imam Abu
Hanifah, (Skripsi: UIN Raden Fatah,2019), 71 https://repository.radenfatah.ac.id/16795/
7
a. Atsar sahabat yang diriwayatkan oleh Ibrahim An-Nakha’i dari Ali bin
Abibdillah mengenai masalah seorang pewaris yang meninggalkan ahli
waris dzawil arham, amah, dan khalah berikut:
“ Harta peninggalan untuk keduanya dibagi tiga. Dua pertiga untuk amah
dan sepertiga nya untuk khalah. Ammah diberi dua pertiga bagian
karena ia dipertalikan nasabnya dengan yang telah meninggal melalui
bapak sehingga ia dapat menempati tempat bapak. Kkhalah hanya diberi
bagian pertiga, karena pertalian nasabnya dengan orang yang
meninggal lewat ibu sehingga bagiannya sebanyak bagian yang diterima
ibu sekiranya ibunya masih hidup.”
7
Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris Dalam Islam Dilengkapi Contoh Kasus dan Penyelesaiannya,
Cetakan I, (Malang: UMM Press,2018), 82.
8
Abdul Haris, Belajar Praktis Fiqh Mawaris, Cetakan I (Malang: Maknawi, 2023), 159
8
اﺑﻦاﺧﺖﻻﻡ اﺧﺖﻻﻡ 1/6
9
kandung
9
Laras Shesa, Keterjaminan Kedudukan Dzaul Arham Dalam Kewarisan Islam Melalui Wasiat
Wajibah, al istinbath No.2 (2018), Keterjaminan Kedudukan Dzaul Arham Dalam Kewarisan Islam
Melalui Wasiat Wajibah | Shesa | Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam (iaincurup.ac.id)
10
kedua dan begitupun seterusnya sesuai dengan rumpun yang sudah
diurutkan diatas.
b. Klasifikasi kedua apakah dia berasal dari satu rumpun, tetapi berbeda
derajat, kekuatan kerabat, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemecahan
masalahnya sebagai berikut:
a) Apabila derajat mereka tidak sama, harus diutamakan mereka yang
derajatnya lebih dekat dengan si pewaris.
b) Apabila derajatnya sama, harus didahulukan mereka yang lebih
kuat kekerabatannya.
c) Apabila derajat dan kekuatannya sama, mereka berserikat dalam
menerima seluruh atau sisa harta peninggalan. Apabila mereka
terdiri atas lakki-laki atau perempuan saja, maka mereka akan
menerima sama banyaknya. Apabila mereka terdiri atas laki-laki
dan perempuan, maka yang laki-laki akan menerima dua kali lipat
dari perempuan.
Contoh :
Seseorang wafat dan meninggalkan:
Keponakan perempuan keturunan saudara perempuan sekandung
Keponakan Perempuan keturunan saudara peremuan seayah
Keponakan laki-laki keturunan saudara perempuan seibu
Sepupu perempuan keturunan paman kandung (saudara laki-laki seayah).
Dengan hatra warisan sebesar 150 juta rupiah. Berapa bagian dari setiap ahli
waris tersebut?
Dalam kasus ini diibaratkan dengan pewaris meninggalkan ahli waris yaitu
saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, saudara
perempuan seibu, dan paman kandung.
Ahli Waris Bagian Asal Jumlah Harta
Masalah
Saudara perempuan sekandung Ashabah 150.000.000
Saudara perempuan seayah Mahjub Tidak mendapat
warisan
Saudara perempuan seibu Mahjub Tidak mendapat
11
warisan
Paman kandung Mahjub Tidak mendapat
warisan
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dzawil arham adalah golongan kekerabatan dari pewaris yang bukan
merupakan ahli waris, namun dalam keadaan tertentu berhak mendapatkan harta
warisan sebagai pengganti posisi ahli waris. Terkait status dan kedudukan dzawil
arham, Mazhab Syafi’i dan Maliki menyatakan bahwa baitul mal lebih berhak
mendapatkan harta warisan dibandingkan dengan dzawil arham. Sedangkan,
Mazhab Hanafi dan Hambali menyatakan bahwa dzawil arham lebih berhak
dibandingkan dengan baitul mal terkait harta warisan.
Syarat pemberian hak waris bagi dzawil arham ada tiga, yaitu tidak ada
ashabul furudh, tidak ada asabah, dan apabila ashabul furudh hanya terdiri dari
suami atau istri saja.
Ahli Waris Dzawil Arham adalah ahli waris yang mempunyai kekerabatan
dengan pewaris, tetapi tidak termasuk golongan ahli waris dzawil furudh dan
asabah.
Terdapat tiga golongan dalam tata cara pembagian harta warisan kepada
dzawil arham, yaitu Madzhab Ahl Ar-Rahim, Mazhab Ahl At-Tanzil, dan Mazhab
Ahl Al-Qarabah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Haris, Belajar Praktis Fiqh Mawaris, Cetakan I, Malang: Maknawi, 2023
Ade Fariz Fahrullah, Ahli Waris Dalam Perspektif Hukum Islam Dan KUHP
(Burgerlijk Wetbook), Jurnal Hukum Islam No.1, 2021
Fadlun Ma’arif, Pembagian Waris Bagi Dzawil Arham Menurut Imam As-Syafi’I
Dan Imam Abu Hanifah, Skripsi: UIN Raden Fatah,2019
Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris Dalam Islam Dilengkapi Contoh Kasus dan
Penyelesaiannya, Cetakan I, Malang: UMM Press,2018
14