Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM WARIS ISLAM


BAGIAN AHLI WARIS ASHABAH

Untuk Memenuhi Tugas Suatu Mata Kuliah yang Dibina oleh

Dosen Ahmad Bastomi, SHI., M.CMR

Oleh :

Arifatul Azqiyah 22101021014


Dela Fitria Sari 22101021085
Reza Indriani rahman 22101021042
Aditya mucthi nur achmad 22101021136

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS HUKUM
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah hukum dagang.

Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Bastomi, SHI., M.CMR
selaku dosen pengampu dan kepada semua teman teman mahasiswa yang telah
banyak memberikan masukan dan kritikan serta kami ucapkan terima kasih
kepada pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah hingga selesai.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan
kami juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan
pertimbangan perbaikan makalah.

Malang, 26 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Pengertian dan Dasar Waris Ashabah.......................................................3

2.2 Ahli Waris Ashabah..................................................................................5

2.3 Macam-Macam Dan Bagian Ahli Waris Ashabah....................................6

2.4 Perbedaan Ashabah bi Al-ghair Dan Ashabah Ma al-ghair....................11

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP..............................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..............................................................................................12

3.2 Saran........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum era islam, bangsa arab telah mengenal system waris yang
menjadi sebab berpindahnya hak kepemilikan atas harta benda atau hak-
hak material lainnya, dari seseorang yang meninggal kepada orang lain
yang menjadi ahli warisnya. Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan
hukum yang mengenai harta benda dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya.
Agama islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik laki-laki
atau perempuan melalui jalan syara’. Seperti perpindahan harta kepada
para ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.

Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dan merinci secara detail


hukum-hukum yang berkaitan dengan hak warisan tanpa mengabaikan hak
seorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai
kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri,
suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah
atau seibu. Seiring berkembangnya zaman, masalah kewarisan
dikembangkan secara kompleks oleh para fuqoha. Dalam kewarisan
tersebut mereka mengelompokkan pihak-pihak dalam hal warisan
diantaranya Ashabah.

Mewariskan dengan cara Ashabah merupakan cara kedua untuk


memberikan harta waris ahli waris si mayit. Sebab, sebagaimana yang kita
ketahui bahwa pembagian harta waris dilakukan dengan dua cara yaitu
fard dan ta’shib (Ashabah). Ahli waris yang mewarisi bagian tetap lebih
didahulukan dari pada ahli yang menjadi ashabah. Hal ini dikarenakan
kedudukan ashabul furudh lebih utama daripada kedudukan ashabah. Nabi
SAW bersabda. “Berikanlah bagian-bagian tetap itu kepada orang yang
berhak, dan jika ada sisa, baru untuk laki-laki dan seterusnya.”

Dalam istilah ulama fiqh ashabah berarti ahli waris yang tidak
mempunyai bagian tertentu, baik besar maupun kecil, yang telah
disepakati para ulama (seperti ashabul furudh) atau yang belum disepakati

1
oleh mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dan dasar dalil waris ashabah?
2. Bagaimana penentuan ahli waris ashabah?
3. Apasajakah macam-macam dan bagian ahli waris ashabah?
4. Bagaimana perbedaan Ashabah bi al-Ghair dan Ashabah ma’a al-Ghair?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dan dasar dalil ashabah
2. Untuk mengetahui ahli waris ashabah
3. Untuk mengetahui macam-macam dan bagian ahli waris ashabah
4. Untuk mengetahui perbedaan Ashabah bi al-Ghair dan Ashabah ma’a al-
Ghair

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dan Dasar Dalil Waris Ashabah


Kata ‘Ashabah menurut bahasa bermakna kerabat seseorang dari
pihak bapak. Menurut istilah faradhiyun adalah ahli waris yang dalam
penerimaannya tidak ada ketentuan bagian yang pasti, bisa menerima
seluruhnya atau menerima sisa atau tidak mendapat sama sekali. Dengan
kata lain Ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan,
tertapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah dibagi kepada
ahli waris. Di dalam al-Qur’an sering dijumpai kata yang senada dengan
‘Ashabah yaitu kata ‘Ushbah sebagai ungkapan bagi kelompok yang kuat.
Hal ini bisa dilihat dalam firman Allah SWT QS. Yusuf ayat 14. berikut:

‫قالوا لئن أكله الذئب ونحن عصبة إنا إذا لخاسرون‬

“Mereka berkata: “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang


kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah
orang-orang yang merugi.”

Mencermati makna ayat tersebut dapat diambil pemaknaan bahwa


‘Ashabah dapat diartikan sebagai kerabat (dari jalur bapak) atau ahli waris
yang mampu menguatkan dan melindungi. Sedangkan ‘Ashabah dari segi
istilah bermakna ahli waris yang tidak mendapatkan bagian tertentu tetapi
mendapatkan bagian sisa dari pihak yang mendapatkan bagian tertentu.
Dengan demikian, ahli waris ‘Ashabah adakalanya mendapatkan bagian
yang lebih besar dari pada ahli waris yang mendapatkan bagian pasti atau
terkadang mendapatkan lebih kecil. Bahkan, bisa juga ahli waris ‘Ashabah
tidak mendapatkan bagian warisan sama sekali karena sudah habis oleh
ahli waris yang mendapat bagian pasti.

Hak waris yang dimiliki oleh ahli waris ‘Ashabah berdasarkan dalil
yang terdapat di dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ayat 11. Sebagai berikut:

‫وألبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له ولد فإن لم يكن له ولد وورثه أبواه‬

3
‫فألمه الثلث‬

“Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya


seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninngal tidak mempunyai anak, dan
ia diwarisi oleh bapak-ibunya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga”.

Pada ayat di atas terjadi dua kondisi, pertama si mayit (orang yang
meninggal) mempunyai keturunan. Jika demikian maka ibu dan bapak
mendapat bagian yang sama yakni seperenam. Kondisi kedua adalah
Mayit tidak mempunyai keturunan, jika demikian harta tinggalan
keseluruhan akan menjadi milik bapak dan ibu.

Akan tetapi pada kondisi kedua ini hanya disebutkan bagian dari
ibu yaitu sepertiga tanpa menyebutkan bagian dari pihak bapak. Maka
dapat disimpulkan bahwa bapak mendapatkan sisa dari harta tinggalan
setelah bagian sepertiga dari ibu diambil. Hal inilah yang dimaksud
dengan ‘Ashabah.

Dalil lainnya terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 176,


yang berbunyi sebagai berikut:

‫إن امرؤ هلك ليس له ولد وله أخت فلها نصف ما ترك وهو يرثها إن لم يكن لها ولد‬

“Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan


mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan
itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-
laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak
mempunyai anak”.

Ayat tersebut menggambarkan antara dua saudara (laki-laki dan


perempuan). Jika yang meninggal saudara laki-laki maka saudara
perempuan mendapat bagian seperdua dari harta tinggalan. Hal ini jika
saudara laki-laki tidak mempunyai anak. Sebaliknya, jika yang meninggal
adalah saudara perempuan maka seluruh harta tinggalan menjadi milik
saudara laki-laki. Bagian tersebut ditunjukkan pada lafad wahuwa
yaritsuha dan ini juga yang dimaknai dengan ’Ashabah.

4
Dalil hak waris ‘Ashabah juga terdapat pada hadits Nabi saw,
sebagai berikut:

‫عن ابن عباس قال قال رسول اهلل ص م ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو ألولى‬
‫ رواه مسلم‬.‫رجل ذكر‬

Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah harta
warisan kepada yang berhak mendapatkannya sedangkan sisanya untuk laki-
laki yang paling dekat garis keturunannya” (H.R. Muslim) Hadis di atas
menjelaskan untuk membagikan harta warisan kepada ahli waris sesuai
bagian yang sudah ditentukan. Dan apabila masih terdapat sisa dari harta
tinggalan maka diberikan kepada kerabat dari jurusan laki-laki.

2.2 Ahli Waris Ashabah


Ahli waris Ashabah akan mendapatkan bagian harta peninggalan,
tetapi tidak ada ketentuan bagian yang pasti. Baginya berlaku:
a) Jika tidak ada kelompok ahli waris yang lain, maka semua harta
waris untuk ahli waris ashabah
b) Jika ada ahli waris ashabul furudh maka ahli waris ashabah
menerima sisa dari ashabul furudh tersebut
c) Jika harta waris telah dibagi habis oleh ahli waris ashabal furudh
maka ahli waris ashabah tidak mendapat apa-apa.

Ahli waris ashabah ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai


hubungan darah dari garis keturunan laki-laki, seperti anak laki-laki, ayah,
saudara laki-laki, kakek. Dalam keadaan tertentu anak perempuan juga
mendapat ashabah apabila ia didampingi atau bersama saudaranya laki-laki.
Kelompok ashabah ini menerima pembagian harta waris setelah selesai
pembagian untuk ashabul furudh.

Yang termasuk ahli waris ashabah, yakni sebagai berikut:

a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki walaupun sampai kebawah
c) Bapak
d) Kakek

5
e) Saudara laki-laki kandung
f) Saudara laki-laki seayah
g) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung (keponakan)
h) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (keponakan)
i) Paman kandung
j) Paman sebapak
k) Anak laki-laki paman sekandung
l) Anak laki-laki paman sebapak.

2.3 Macam-Macam Dan Bagian Ahli Waris Ashabah


Ashabah terdiri dari dua golongan, pertama ‘ashabah Nasabiyah,
kedua ‘Ashabah Sababiyah. Golongan pertama, yakni golongan Nasabiyah
berhak mendapat waris karena sebagai kerabat yang memiliki ikatan yang
kuat dengan pewaris, hal ini disebutkan dalam surat an-Nisa ayat 7:
‫واألقربون مماقل منه أوكثر نصيبا مفروضا للرجال نصيب مما ترك الوالدان واألقربون‬
‫وللنساء نصيب مما ترك الوالدان‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bagian yang telah yang ditetapkan.
Sedangkan golongan kedua adalah Sababiyah. Golongan kedua ini
mendapat waris karena memiliki penyebab mendapatkan kenikmatan
berupa hak waris dari pewaris karena telah memerdekakan pewaris yang
sebelumnya berstatus sebagai budak.
Golongan pertama yakni nasabiyah terbagi dalam macam-macam
‘ashabah sebagai berikut:
a) Ashabah binafshi (dengan sendirinya)
Yang dimaksud dengan ‘Ashabah binafsih yaitu ahli waris
yang menjadi ‘Ashabah dengan sendirinya. Seluruh ahli waris laki-
laki yang nasabnya dengan mayit tidak diselingi perempuan adalah
‘ashabah binafsih, kecuali suami dan saudara laki-laki seibu.
Ditambah dengan orang yang memerdekakakan. Misalnya, anak
laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki

6
sekandung. Mereka itu dengan sendirinya boleh menghabiskan
harta, setelah harta peningalan tersebut dibagikan kepada ashabul
furudh.
Ahli waris yang termasuk dalam ‘ashabah ini adalah
sebagai berikut:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki (dari anak laki-laki), dan seterusnya ke
bawah
c. Ayah
d. Kakek (dari ayah), dan seterusnya ke atas
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Keponakan laki-laki kandung (anak laki-laki dari
saudara laki-laki kandung)
h. Keponakan laki-laki seayah (anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah)
i. Paman kandung (dari ayah)
j. Paman seayah(dari ayah)
k. Sepupu laki-laki kandung (anak laki-laki dari paman
kandung dari ayah)
l. Sepupu laki-laki seayah(anak laki-laki dari paman laki-
laki seayah dari ayah)
Ahli waris tersebut akan mendapat bagian waris ‘ashabah
apabila tidak ada ahli waris lain yang menghijabnya. Sedangkan
yang paling berhak mendapat waris dari yang tersebut adalah ahli
waris yang hubungan kekerabatannya paling kuat dengan si mayit,
dengan urutan sebagai berikut:

a. Bunuwwah (jalur anak), yaitu: anak laki-laki, cucu laki-


laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah
b. Ubuwwah (jalur bapak), yaitu: ayah, kakek dari ayah, dan

7
seterusnya ke atas
c. Ukhuwwah (jalur saudara), yaitu: saudara laki-laki
kandung, sdaudara laki-laki seayah, keponakan dari
saudara laki-laki kandung, keponakan dari saudara laki-
laki seayah, dan seterusnya ke bawah
d. ‘Umummah (jalur paman), yaitu:paman kandung dari
ayah, paman seayah dari ayah, sepupu dari paman
kandung, sepupu dari paman seayah, dan seterusnya ke
bawah.
Adapun bagian ahli waris ‘ashabah binafsih disesuaikan
dengan keadaan ahli waris tersebut. Dengan demikian ketentuan
dari bagian ini adalah sebagai berikut:
a. Ahli waris tidak bersama dengan ahli waris yang
mendapat bagian pasti (dzawil furudl). Jika demikian
yang harus diperhatikan adalah:
1. Jika ahli waris ‘ashabah hanya seorang diri maka
baginya mendapat bagian semua harta peninggalan
mayit.
2. Jika ahli waris terdiri dari beberapa orang maka
mereka mendapat semua harta waris. Namun bagian
tersebut harus dibagi pada tiap-tiap orang dengan
sama rata.
b. Ahli waris bersama dengan ahli waris yang mendapat
bagian pasti. jika demikian maka yang harus
diperhatikan adalah:
1. Jika harta waris setelah diberikan kepada ahli waris
yang mendapat bagian pasti masih ada sisa maka
sisa tersebut diberikan kepada ahliwaris ‘ashabah
dengan tetap mempertimbangkan jumlah ahli waris
‘ashabah yang ada.
2. Jika setelah dibagikan kepada ahli waris yang
mendapat bagian pasti sudah tidak ada lagi sisa

8
maka terpaksa mereka yang mendapat bagian
‘ashabah tidak menerima bagian sedikitpun.
b) Ashabah bil ghairi (bersama orang lain)
Yang dimaksud dengan ‘Ashabah bilghair yaitu setiap ahli
waris perempuan yang di’ashabahkan oleh ahli waris laki-laki.
‘Ashabah bilghair juga disebut dengan istilah Dzawil Furud wa
Ta’shib, yaitu ahli waris yang sebelumnya memiliki hak mendapat
bagian pasti akan tetapi kehilangan hak tersebut karena ada
‘ashabah binafsih yang sederajat.
Ahli waris yang termasuk dalam ‘ashabah bilghair yaitu
sebagai berikut:
a. Anak perempuan kandung
b. Cucu perempuan dari anaklaki-laki
c. Saudara perempuan kandung
d. Saudara perempuan seayah
Adapun ahli waris yang dapat mengashobahkan mereka,
disebut dengan mu’ashib, adalah sebagai berikut:
a. Anak laki-laki kandung untuk anak perempuan
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki untuk cucu
perempuan dari anak laki-laki
c. Anak laki-lakinya paman untuk cucu perempuan dari
anak laki-laki
d. Semua ahli waris laki-laki yang derajatnya lebih
rendah dari pada cucu perempuan dari anak laki-laki
seperti anak laki-lakinya cucu laki-laki dari anak laki-
laki
e. Saudara laki-laki kandung untuk saudara perempuan
seayah
f. Saudara laki-laki seayah untuk saudara perempuan
seayah
g. Kakek dalam berbagai keadaan untuk saudara
perempuan sekandung dan seayah

9
Ketentuan seperti di atas, disyaratkan adanya hal-hal
sebagai berikut:
a. Anak tersebut termasuk kelompok ashabul furudh atau
orang-orang yang mendapatkan bagian pasti
b. Adanya persamaan diantara mereka dan mu’ashibnya
dalam hal posisinya (jihatnya,
kedudukannya/derajatnya, dan kuatnya kekerabatan
mereka dengannya).
Adapun untuk bagian yang didapatkan oleh ahli waris yang
termasuk dalam kategori ‘ashabah bilghair adalah bagian laki-laki
sama dengan dua kali bagian perempuan.
c) Ashabah ma’al ghairi (karena orang lain)
Yang dimaksud dengan ‘ashabah ma’alghairi yaitu tiap-tiap
ahli waris perempuan yang menjadi ‘ashabah sebab adanya
perempuan lainnya. ‘Ashabah ma’al ghairi juga termasuk Dzawil
Furud wa Ta’shib, yaitu ahli waris yang sebelumnya memiliki
hak mendapat bagian pasti, akan tetapi kehilangan haknya karena
ada ahli waris dari golongan perempuan yang lebih dekat haknya
dengan orang yang meninggal.
Ahli waris yang termasuk ‘ashabah ma’alghairi yaitu
sebagai beriktu:
a. Saudara perempuan sekandung, jika ada anak perempuan
atau cucu perempuan dari anak laki-laki
b. Saudara perempuan seayah, jika ada anak perempuan atau
cucu perempuan dari keturunan laki-laki Dengan
demikian ahli waris yang termasuk ‘ashabah ma’al ghoir
mendapat bagian setelah selesai membagi bagian kepada
ahli waris Ashabul Furudh yang bersamanya.
Perlu diketahui bahwa saudara perempuan sekandung atau
sebapak dapat menjadi ashabah ma’al ghairi apabila mereka tidak
nersama sudara laki-laki, maka kedudukannya menjadi ashabah bil
ghairi.

10
2.4 Perbedaan Ashabah bi al-Ghair dan Ashabah ma’a al-Ghair
Menurut Al-Shobuni, ‘Ashabah bi al-ghoir adalah setiap wanita
ahli waris yang termasuk ashabul furud dan akan menjadi ‘ashabah bila
bersama saudara laki-lakinya (yakni anak laki-laki pewaris). Dengan
demikian, saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah
menjadi ‘Ashabah bi al-ghoir dengan adanya saudara kandung laki-laki
ataupun saudara laki-laki seayah. Dan dalam hal ini laki-laki mendapat dua
kali lipat bagian perempuan.
Adapun ‘ashabah ma’al-ghoir adalah para saudara kandung
perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan
anak perempuan dan mereka mendapatkan bagian sisa seluruh harta
peninggalan sesudah ashabul furudh mengambil bagian masing-masing.
Dari penjelasan tersebut, terlihat semakin jelas perberdaan antara
dua macam ‘ashabah. Pada ‘ashabah bi al-ghoir selalu ada ‘ashabah bi an-
nafs, seperti anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara
kandung laki-laki dan saudara laki-laki seayah. Sedangkan dalam
‘Ashabah ma’al-ghoir tidak terdapat ‘ashabah bi an-nafs.
Dengan demikian, pada ‘ashabah bi al-ghoir para ‘ashabah bi an-
nafs menggandeng kaum wanita dari golongan ashab al-furudh menjadi
‘ashabah dan menggugurkan hak furudlnya. Sedangkan pada ‘ashabah
ma’al-ghoir, saudara perempuan sekandung atau seayah tidak menerima
bagian seperti bagian anak perempuan atau cucu perempuan dari
keturunan laki-laki. Akan tetapi anak perempuan atau cucu perempuan
keturunan laki-laki mendapat bagian secara fardl kemudian saudara
perempuan sekandung atau seayah mendapat sisanya.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kata ‘Ashabah menurut bahasa berarti kerabat seseorang dari pihak
bapak. Sedangkan ‘Ashabah dari segi istilah berarti ahli waris yang tidak
mendapatkan bagian tertentu, tetapi mendapatkan bagian sisa dari bagian
tertentu. Hak waris yang dimiliki oleh ahli waris ‘Ashabah berdasarkan dalil
yang terdapat di dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ayat 11 dan ayat 176, secara
tidak langsung ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang ‘ashabah.

Dasar hukum dari hak waris ‘ashabah dapat dikalsifikasikan sesuai


dengan macam-macam ‘ashabah. Dasar hukum tersebut adakalnya dari firman
Allah swt, adakalnya dari Hadis Nabi.

Macam-macam ahli waris ‘ashabah adalah ‘ashabah bi an-Nafsih,


‘ashabah bi al-Ghoir, dan ‘ashabah ma’a al-Ghair. Perbedaan antara ‘ashabah
bi al-ghoir dan ‘ashabah ma’a al-ghoir adalah pada ahli waris ‘ashabah bi al-
ghoir selalu ada ‘ashabah bi an-nafs, seperti anak laki-laki. Sedangkan dalam
‘Ashabah ma’al-ghoir tidak terdapat ‘ashabah bi an-nafs.

3.2 Saran
Melalui makalah ini semoga kita dapat memahami bagian ahli waris
ashabah. Dengan rendah hati penulis juga menyadari sepenuhnya jika dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis mengharapkan
peran aktif pembaca untuk bisa memberikan masukan dan kritikan serta solusi
yang bisa diambil sebagai bahan perbaikan kedepan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Arofik, S., & Fidaroini, R. (2021). Ahli Waris ‘Ashabah Perspektif Hukum
Keluarga Islam. JAS MERAH: Jurnal Hukum dan Ahwal al-Syakhsiyyah,
1(1), 33-45.

Ash-Shabuni, M. A. (1995). Pembagian Waris Menurut Islam. Gema Insani.

Muhibbin, M., & Wahid, A. (2022). Hukum Kewarisan Islam: Sebagai


Pembaruan Hukum Positif di Indonesia (Edisi Revisi). Sinar Grafika.

Ratnawaty, L. (2021). Pelaksanaan Konsep Al Radd Dalam Pembagian Waris


Berdasarkan Hukum Waris Islam. YUSTISI, 5(1), 57-69.

Utama, S. M. (2016). Kedudukan Ahli Waris Pengganti dan Prinsip Keadilan


dalam Hukum Waris Islam. Jurnal Wawasan Yuridika, 34(1), 68-86.

13

Anda mungkin juga menyukai