Anda di halaman 1dari 22

Al-fardl dan Ashhaabul Furuud

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata


Kuliah Fikih Mawaris

Dosen Pengampu: Siti Shopiyah, MA

Disusun Oleh:
Hilyah Azkiya (20312287)
Khofifah Azzahroh (20312288)
Annisa Fauziah (18311952)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TA.2021 M/1442 H
‫الرحيم‬ ٰ
ّ ‫الرحمن‬
ّ ‫بسم اللّه‬
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
selalu panjatkan puji serta syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat meyelesaikan makalah ini
mengenai “Al-fardl dan Ashhaabul Furuud”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal.untuk itu kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masi ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Tangerang Selatan, 16 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

A. Latar Belakang ...................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3

A. Pengertian Al-fardl dan Ashhaabul furuud.........................................................3


B. Macam-macam Dzawil Furuudh .......................................................................10
C. Bagian / Perolehan Dzawil Furuudh ..................................................................11
D. Dalil-dalil Bagian / Perolehan Dzawil Furuudh ................................................15

BAB III PENUTUP ......................................................................................................18

A. Kesimpulan ........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap serta
adil dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia tak
ketinggalan dalam hal waris atau yang disebut Ilmu faroid.
Mengingat pentingnya masalah warisan tersebut, banyak dari
ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur mengenai warisan itu dengan
tegas, jelas dan terperinci. Diantaranya surat An-Nissa ayat 7,
yaitu:

‫ك‬ ِ ‫صيْبٌ ِّم َّما تَ َركَ ْال َوالِ ٰد ِن َوااْل َ ْق َربُوْ ۖنَ َولِلنِّ َس ۤا ِء ن‬
َ ‫َصيْبٌ ِّم َّما ت ََر‬ ِ َ‫ال ن‬ ِ ‫لِل ِّر َج‬
‫ص ْيبًا َّم ْفرُوْ ضًا‬ ِ َ‫ْال َوالِ ٰد ِن َوااْل َ ْق َربُوْ نَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ اَوْ َكثُ َر ۗ ن‬
Artinya:
“Bagi laki-laki ada hak dan bagian dari harta bagian
peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi
perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan”. (An- Nisa: 7)
Al-Qur’an al-Karîm dijadikan sandaran dan
neracanya. Hanya sebagian kecil saja (perihal hukum waris)
yang ditetapkan dengan Sunnah dan Ijma’. Di dalam syari’at
Islam tidak dijumpai hukum-hukum yang diuraikan oleh al-
Qur’an al-Karîm secara jelas dan terperinci sebagaimana
hukum waris. Agama Islam juga menetapkan hak milik
seseorang atas harta, baik laki-laki atau perempuan melalui
jalan syara’, seperti perpindahan hak milik laki-laki dan

1
perempuan di waktu masih hidup ataupun perpindahan harta
kepada para ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.
Membicarakan kewarisan (farâidh) berarti membicarakan
hal ihwal peralihan harta dari orang yang telah mati sebagai
pemberi waris (al-muwarris) kepada orang yang masih hidup
sebagai ahli waris (al-wâris). Artinya warisan
merupakan esensi sebab pokok dalam memiliki harta,
sedangkan harta merupakan pembalut kehidupan, baik secara
individual maupun secara universal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Al-fardl dan Ashhaabul furuud?
2. Apa saja macam-macam Dzawil Furuudh?
3. Bagaimana pembagian atau perolehan Dzawil Furuudh?
4. Apa saja dalil-dalil pembagian atau perolehan Dzawil
Furuudh?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-fardl dan Ashhaabul
furuud
2. Untuk mengetahui macam-macam Dzawil Furuudh
3. Untuk mengetahui pembagian atau perolehan Dzawil
Furuudh
4. Untuk mengetahui dalil-dalil pembagian atau perolehan
Dzawil Furuudh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-fardl dan Ashhaabul furuud


1. Al-Fardl
Kata mawaris diambil dari bahasa Arab. Mawaris bentuk
jamak dari al-mirats. Al-mirats adalah bentuk masdar dari
waritsa-yaritsu-irtsan-miratsan yang semakna dengan yang
berarti harta peninggalan; yaitu harta peninggalan dari orang
yang meninggal.1 Kata ( ‫رائض‬pp‫ ) اف‬faraid jamak dari (‫)افرىضة‬
faridlah dan berasal dari kata (‫رض‬ppp‫ )اف‬fardh yang dalam
pengertian kewarisan yaitu ketentuan atau ketetapan syara.
Secara etimologis, kata al-fardh memiliki beberapa arti,
diantaranya sebagai berikut:
a. Al-Qath’ yang berarti ketetapan atau kepastian. Dalam
firman Allah SWT disebutkan yang artinya, “... Sebagai
suatu bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisa [4]: 7)
b. At-Taqdir yang berarti suatu ketentuan. Dalam firman Allah
SWT yang artinya, “... karena itu bayarlah separuh dari
(jumlah) yang telah kau tentukan itu...” (QS. Al-Baqarah
[2]: 237)
c. Faraid juga dapat berarti atha’ yang artinya pemberian,
seperti orang Arab mengatakan “sungguh aku telah
memperoleh dari padanya suatu pemberian dan bukan
pinjaman”.2

1
M Dhamrah Khair, “Hukum Kewarisan Islam menurut Ajaran Suni”, (Bandar
Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2011), hal. 11
2
M Dhamrah Khair, “Hukum Kewarisan Islam menurut Ajaran Suni”, (Bandar
Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2011), hal. 13

3
Apabila dihubungkan dengan ilmu maka menjadi Ilmu
Faraid yaitu ilmu untuk mengetahui cara membagi harta
peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada yang
berhak menerimanya. Pengertian Al-Mirats adalah
perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau
dari suatu kaum kepada kaum lain. Dengan demikian, obyek
kewarisan sangat luas tidak hanya terbatas pada harta benda
melainkan bisa juga berupa ilmu, kebesaran, kemuliaan dan
sebagainya.3
Ditinjau dari segi istilah Ilmu Faraid, pengertian al-mirats
adalah perpindahan hak pemilikan dari mayit (orang yang
meninggal dunia) kepada ahli warisnya yang masih hidup,
baik kepemilikan tersebut berupa harta, tanah maupun hak-
hak lain yang sah.
2. Ashhaabul Furuud
Ashhaabul Furuudh adalah bentuk jamak dari kata al-fardh
yang berarti bagian. Bagian yang dimaksud adalah bagian
tertentu dari harta warisan sebagaimana telah diatur dalam
hukum syara’. Jadi, ahli waris ashabul furudh adalah para ahli
yang disebut dan telah ditentukan bagiannya di dalam Al-Qur’an.
Bagian yang telah di tentukan dalam Al-Qur’an ada enam
macam, yaitu ½ (setengah), ¼ (seperempat), 1/3 (sepertiga), 2/3
(dua pertiga), 1/6 (seperenam), dan 1/8 (seperdelapan).4
Enam bagian dalam penyelesaian hukum waris yang telah
ditentukan ini disebut furud muqaddarah. Enam bagian inilah

3
Muhammad Ali Al-Sabouni, “Hukum Kewarisan Menurut AlQur‟an dan
Sunnah”, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2005), hal. 41
4
Fatchur Rahman, “Ilmu Waris”, (Bandung:PT. Alma’arif, 1971), hal. 482

4
nantinya akan didapatkan oleh ahli waris ashabul furudh yang
berjumlah 12 kelompok, sebagai berikut:
1) Suami
a) Jika pewaris mempunyai anak yang berhak mewarisi
atau cucu dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah,
maka ia (suami) berhak atas ¼ (seperempat) dari harta
warisan. Misalnya seseorang meninggal dunia dengan
meninggalkan suami, 3 (tiga) orang anak, serta ibu.
Dalam kasus tersebut suami berhak atas ¼ (seperempat)
harta warisan karena hadirnya anak.
b) Jika pewaris tidak meniggalkan anak, maka ia berhak
mewarisi ½ dari warisan jika ternyata pewaris
meninggalkan anak, namun terhalang karena adanya
perbedaan agama.
2) Istri
a) Istri menerima 1/8 bagian harta warisan jika pewaris
meninggalkan seorang anak atau cucu dan seterusnya
kebawah dari garis keturunan laki-laki. Misalnya,
seorang meninggal dunia dengan meniggalkan seorang
istri, ayah, ibu, dan seorang anak. Maka, istri berhak
mewarisi 1/6 harta warisan karena adanya anak tersebut.
b) Istri menerima bagan ¼ jika suami yang
meninggalkannya ternyata tidak memilki anak. Dalam
contoh di atas, jika suami meninggal dengan
meninggkan seorang istri, ayah, dan ibu saja maka
bagian istri adalah ¼.

5
3) Saudara laki-laki dan perempuan seibu
a) Saudara seibu seorang saja akan menerima bagian 1/6
bila pewaris tidak meninggalkan ayah dan kakek atau
anak dan cucu.
b) Saudara seibu yang jumlahnya dua orang atau lebih bila
tidak ada ayah dan kakek atau anak cucu akan menerima
bagian 1/3 harta warisan dengan pembagian yang tlah
disepakati diantara mereka.
c) Saudara seibu terhalang dengan adanya ayah dan kakek
atau anak dan cucu. Jika pewaris meninggalkan ahli
waris sebagaimana disebut, maka saudara seibu akan
terhalang dengan kehadiran mereka.
4) Ayah
a) Mendapatkan 1/6 harta warisan jika pewaris memiliki
seorang anak atau cucu laki-laki dari garis keturunan
laki-laki. Misalnya, seorang pewaris meninggal dengan
ahli waris seorang istri, anak laki-laki, dan ayah. Maka
istri mendapatkan 1/8 karena anak dan ayah menerima
1/6 karena adanya anak pewaris.
b) Mendapatkan 1/6 harta warisan dan asabah (kerabat
dekat si mayit) jika ia menjadi ahli pembagian ini
misalnya seseorang meninggal dengan meninggalkan
ahli waris istri, ayah, dan seorang anak perempuan.
Bagian yang ditetapkan adalah istri mendapatkan 1/8,
ayah mendapatkan 1/6 sekaligus asabah karena adanya
anak perempuan.
c) Menjadi ahli waris asabah jika pewaris tidak
meninggalkan seorang anak atau cucu.

6
5) Ibu
a) Mendapatkan 1/6 jika ada anak sebagai ahli waris lain
atau adanya saudara yang lebih dari dua orang.
b) Mendapatkan bagian 1/3 jika tidak ada anak atau
saudara baik laki-laki atau perempuan dua orang atau
lebih yang sekandung.
c) Mendapatkan 1/3 jika ahl waris yang ditinggalkan
adalah ayah, ibu, dan suami atau istri.
6) Kakek
Kakek akan mendapatkan bagian harta warisan
sebagaimana ketentuan yang didapatkan oleh ayah. Jadi, jika
ayah tidak ada maka kakaek berhak atas ketentuan
sebagaimana bagian yang didapatkan ayah. Sebaliknya,
kedudukan kakek bisa terhalang dengan adanya ayah. Jika
kakek mewarisi bersama ayah, bagiannya akan terhalang
karena adanya ayah. Saat kakek mewarisi Bersama saudara,
maka pembagian adalah dibagi bersama saudara jika harta
lebih banyak dari 1/3.
7) Anak Perempuan
a) Mendapatkan ½ harta warisan jika ia seorang saja tanpa
adanya saudara.
b) Mendapatkan 2/3 harta warisan jika berjumlah dua
orang atau lebih.
c) Menjadi asabah jika ada anak laki-laki dengan ketentuan
bagian anak lakilaki dua kali bagian anak perempuan.

7
8) Cucu perempuan dari anak laki-laki.
a) Berhak mewarisi ½ bagian dari harta warisan jika ia
seorang saja serta tidak ada anak yang menjadikannya
ahli waris asabah.
b) Berhak mewarisi 2/3 bagian dari harta warisan jika
apabila terdiri atas dua orang atau lebih, tidak ada anak
dan ahli waris lain yang menajdikannya ahli waris
asabah.
c) Berhak mewarisi 1/6 harta warisan jika bersama dengan
seorang anak perempuan.
d) Asabah dengan adanya ahli waris cucu laki-laki dengan
ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.
e) Terhalang (mahjub) jika ada ahli waris dua orang anak
perempuan atau anak laki-laki.
9) Nenek dari pihak ayah
Nenek, baik dari pihak ayah maupun dari pihak termasuk
ahli waris usul al- mayyit, yakni kekerabatan pokok. Nenek
dari pihak ayah mendapatkan bagian harta warisan dengan
ketentuan :
a) 1/6 jika tidak ada ibu dan bapak dalam susunan ahli
waris.
b) Terhalang (mahjub) dengan adanya ibu dan ayah
pewaris.
10) Nenek dari pihak ibu
Nenek dari pihak ibu mendapatkan bagian harta warisan
dengan ketentuan :
a) 1/6 jika tidak ada ibu dalam susunan ahli waris.
b) Terhalang (mahjub) dengan adanya ibu pewaris.

8
11) Saudara perempuan sekandung
a) Berhak mewarisi ½ bagian jika ia hanya seorang dan
pewaris tidak memiliki anak, cucu, atau ayah yang
bisa mengahalangi (hajib) dan ahli waris asabah lain.
b) Berhak mewarisi 2/3 bagian jika berjumlah dua orang
atau lebih dan pewaris tidak adanya pengahalang
(hajib) dan asabah.
c) Menjadi ahli waris asabah jika bersama saudara laki-
laki kandung dan tidak ada penghalang dengan
ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali bagian
perempuan.
d) Menjadi ahli waris asabah jika bersama anak
perempuan pewaris.
e) Terhalang (mahjub) jika pewaris memiliki ayah, anak
laki-laki atau cucu laki-laki.
12) Saudara perempuan seayah
a) Berhak atas ½ bagian harta jika ia hanya seorang dan
pewaris tidak memiliki anak perempuan, cucu
perempuan, atau saudara kandung perempuan.
b) Berhak atas 2/3 bagian harta jika saudara berjumlah
dua orang atau lebih dan pewaris tidak memiliki anak
perempuan, cucu perempuan, atau saudara perempuan
sekandung.
c) Menjadi ahli waris asabah apabila bersama ahli waris
asabah lain (saudara laki-laki seayah) dan tidak ada
pengahalang. Jika dalam kondisi ini, bagian ahli waris

9
laki-laki setara dengan bagian dua ahli waris
perempuan.
d) Menjadi ahli waris asabah jika bersama anak
perempuan atau cucu perempuan pewaris.
e) Mendapatkan 1/6 bagian harta warisan jika bersama
saudara perempuan sekandung.
f) Terhalang (mahjub) oleh adanya ayah, anak laki-laki,
cucu laki-laki, saudara laki-laki sekandung, atau
sadara perempuan sekandung yang menjadi asabah.
g) Terhalang (mahjub) oleh dua orang saudara
perempuan sekandung dan tidak ada saudara laki-laki
yang menjadikan ahli waris asabah.
B. Macam-macam Dzawil Furudh
Ahli waris dzawil furud yaitu ahli waris yang mendapat
bagian tertentu menurut ketentuan-ketentuan yang telah diterangkan
di dalam Al-Qur’an dan hadist. Yang dimaksud dengan tertentu ialah
tertentunya jumlah yang mereka terima, yaitu bilangan-bilangan
seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan
seperenam.
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti disebut
dengan dzawil furudh. Terdapat 6 macam bagian pasti. Diantaranya
yaitu bagian pasti setengah (1/2), bagian pasti seperempat (1/4),
bagian pasti seperdelapan (1/8), bagian pasti dua per tiga (2/3),
bagian pasti satu per tiga (1/3), dan bagian pasti seperenam (1/6).
Berikut adalah penjelasan secara rinci. 
a. Bagian 1/2 

10
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 1/2 adalah
suami, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki,
saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak.

b. Bagian 1/4
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 1/4 adalah
suami dan istri.
c. Bagian 1/8
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 1/8 adalah istri
yang memiliki anak dan/atau cucu dari anak laki-laki.
d. Bagian 2/3
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 2/3 adalah
anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak.
e. Bagian 1/3
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 1/3 adalah ibu
(dengan syarat pewaris tidak memiliki anak ataupun cucu, dan
tidak memiliki saudara) dan saudara seibu (beda bapak). 
f. Bagian 1/6
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 1/6 adalah
Bapak, Ibu, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Kakek, Saudara
perempuan sebapak, Nenek, dan Saudara seibu.5
C. Bagian / Perolehan Dzawil Furudh
a. Ahli waris dzawil furud adalah:
1. Ahli waris dengan bagian bagian tertentu, disebutkan juga
ahli ahli waris dengan bagian tertentu itu disebutkan juga
dalam Al-Qur´an yang disebut furud dalam bentuk angka
5
Mardani, “Hukum Kewarisan Islam di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014), hal. 37.

11
pecahan adalah ½, ¼, 1/8, 1/6, 1/3, dan 2/3, para ahli waris
yang mendapat bagian bagian tersebut dinamakan ahli
waris dzawil furudh.
2. Ahli waris yang bagianya tidak di tentukan Di dalam
Hukum waris Islam, terdapat bagian bagian waris yang
sudah ditentukan bagian bagianya atau dzawil furud ada
juga bagian bagian yang tidak ditentukan secara furudh,
dalam Al-Qur´an dan Al-Hadist mereka mendapat seluruh
harta bilamana tidak ada ahli waris dzawil furudh atau sisa
harta setelah di bagikan kepada dzawil furudh yang ada,
mereka mendapatkan bagian yang tidak ditentukan, terbuka
dalam arti bisa mendapat banyak, sedikit, atau tidak
mendapat sama sekali.6
b. Jumlah ahli waris asshaabul furudh (Dzawil Furudh)
Para ahli waris asshaabul furudh, terdiri atas 12 orang, yaitu
delapan perempuan dan empat laki-laki, yaitu:7
a) Asbabul furudh dari perempuan
1) Istri
2) Anak perempuan
3) Cucu perempuan dari anak laki-laki
4) Saudari kandung
5) Saudari seayah
6) Saudari seibu
7) Ibu
8) Nenek sahihan

6
Amir Syarifudin, “Hukum kewarisan islam”,(Jakarta: Kencana, 2004), hal. 230
7
Fiya Latifatul Fajriah, Alfi Intan Sari, Afif, Dzawil Al-Furudh Dan Bagian-
Bagiannya, 2018, Tersedia di: https://slideplayer.info/slide/12390548/, diakses pada tahun
2018

12
b) Ashabul furudh dari laki-laki:
1) Suami
2) Ayah
3) Kakek sahihan (ayahnya ayah)
4) Saudara seibu
c. Bagian Dzawil Furudh:8
1. Bagian 1/2 (setengah)
Ahli waris yang mendapat bagian ½ dengan syarat
tertentu adalah suami, apabila istri tidak punya anak. Anak
perempuan. apabila sendirian (anak tunggal) dan tidak ada
anak laki-laki (alias saudara kandung).Cucu perempuan dari
anak laki ( ‫)بنت إبن‬. apabila sendirian serta tidak adanya anak
perempuan atau ahli waris anak laki-laki.Saudara
perempuan kandung, dalam situasi kalalah dan sendirian
serta tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari
anak laki (‫)بنت اإلبن‬.Saudara perempaun sebapak, dalam
situasi kalalah dan sendirian serta tidak adanya anak
perempuan, cucu perempuan dari anak laki (‫)بنت اإلبن‬, dan
saudara perempuan kandung.
2. Bagian 1/4 (seperempat)
Bagian 1/4 (seperempat) Ahli waris yang mendapat
bagian 1/4 dengan syarat tertentu adalah: Suami apabila ada
ahli waris anak laki-laki dari istri dan Istri apabila tidak ada
anak laki-laki.
3. Bagian 1/8 (Seperdelapan)

8
Fiya Latifatul Fajriah, Alfi Intan Sari, Afif, Dzawil Al-Furudh Dan Bagian-Bagiannya,
2018, Tersedia di: https://slideplayer.info/slide/12390548/, diakses pada tahun 2018

13
Yang mendapat bagian 2/3 adalah ahli waris yang
mendapat bagian 1/2 (setengah) apabila berkumpul lebih
dari satu yaitu: Dua anak perempuan atau lebih, dua cucu
perempuan dari anak laki-laki atau lebih, dua saudara
perempuan kandung atau lebih, dua saudara perempaun
sebapak atau lebih.
4. Bagian 2/3 (Dua Pertiga)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dengan syarat
tertentu adalah: Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan
saudara laki tidak lebih dari satu, dua atau lebih dari saudara
laki-laki atau saudara perempuan yang seibu apabla tidak
ada anak laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-
laki.
5. Bagian 1/3 (Sepertiga)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dengan syarat
tertentu adalah: Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan
saudara laki tidak lebih dari satu, dua atau lebih dari saudara
laki-laki atau saudara perempuan yang seibu apabla tidak
ada anak laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-
laki.
6. Bagian 1/6 (Seperenam)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 dengan syarat
tertentu adalah: Bapak apabila ada anak laki-laki, kakek
apabila ada anak laki-laki dan tidak ada ayah, ibu apabila
ada anak laki-laki atau saudara laki yang lebih dari satu,
nenek sebapak atau seibu apabila tidak ada ibu, saudara laki
atau saudara perempuan seibu apabila tidak ada salah
satunya serta tidak adanya anak atau bapak/kakek dari pihak

14
laki-laki, cucu perempuan dari anak laki (‫ )بنت اإلبن‬apabila
bersamaan dengan anak perempuan yang mendapatkan
bagian 1/2 serta tidak adanya cucu laki-laki dari anak laki (
‫)ابن اإلبن‬, saudara perempuan sebapak apabila bersamaan
dengan saudara perempuan kandung yang mendapat bagian
1/2 serta tidak adanya saudara laki sebapak.
D. Dalil-dalil bagian / perolehan Dzawil Furud
1
1. Dalil adalah:
2

] ۱۱ :‫ف [النساء‬ ِ ِ
ُ ‫ِّص‬
ْ ‫ت َواح َدةً َفلَ َها الن‬
ْ َ‫َوا ْن َكان‬
Artinya:
“Jika anak perempuan itu hanya seorang, maka dia
memperoleh separuh harta. (An-Nisa:11)”9

]١٢ :‫اج ُك ْم اِ ْن مَلْ يَ ُك ْن هَّلُ َّن َولَ ٌد [النساء‬


ُ ‫ف َماَتَر َك اَْز َو‬
ُ ‫ص‬
ِ
ْ ‫َولَ ُك ْم ن‬
Artinya:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istri kamu, jika mereka tidak mempunyai
anak.” (An-Nisa: 12)

]١٣ :‫ف َما َتَر َك [النساء‬ ِ


ُ ‫ص‬
ْ ‫ت َفلَ َها ن‬
ٌ ‫َولَهُٓ اُ ْخ‬
Artinya:
“Dan jika dia (yang meninggal) mempunyai saudara
perempuan, maka bagian saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya.”.(An-Nisa:176)
1
2. Dalil adalah:
4

9
Q.S An-Nisa/4:11

15
ِ ْ‫صيَّةًيُّو‬
‫ْن‬pَ ‫صي‬ ِ ‫فَِإ ْن َكانَ لَه َُّن َولَ ٌدفَلَ ُك ُم الرُّ بُ ُع ِم َّما ت ََر ْكنَ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
]١٢ :‫بِهَٓااَوْ َدي ٍْن [النساء‬

Artinya:
“Jika istri-istrimu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi)
wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya.”
(An-Nisa: 12)

]١٢ :‫الربُ ُع مِم َّاَتَر ْكتُ ْم اِ ْن مَّلْ يَ ُك ْن لَّ ُك ْم َولَ ٌد [النساء‬


ُّ ‫َوهَلُ َّن‬
Artinya:
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.” (An-Nisa:12)
1
3. Dalil adalah:
8

]١٢ :‫فَِإ ْن َكانَ لَ ُك ْم َولَ ٌدفَلَه َُّن الثُّ ُم ُن [النساء‬


Artinya:
“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh
seperdelapan dari harta yang yang kamu tinggalkan.” (An-
Nisa:12)
1
4. Dalil adalah:
3
ٌ‫ان لَهُٓ اَ ْخ َوة‬ ُ ُ‫فَِإ ْن لَّ ُك ْم يَ ُك ْن لَّهُ َولَ ٌد َّو َو ِرثَهُٓ اَبَ ٰوهُ فَاِل ُ ِّم ِه الثُّل‬
ْ ‫ث فَِإ ْن َك‬
]١١ :‫فَاَل ُ ِّم ِه ال ُّس ُدسُ [النساء‬
Artinya:

16
“Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh ibu dan bapaknya (saja), maka ibunya
mendapatkan sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam.” (An-
Nisa:11)10
ِ ِ
ِ ُ‫الثل‬
]١٢ :‫ث [النساء‬ َ ‫فَا ْن َكانُ ْوٓااَ ْكَثَر ِم ْن ٰذل‬
ُّ ‫ك َف ُه ْم ُشَر َكآءُ ىِف‬
Artinya:
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu.”
(An-Nisa:12)
2
5. Dalil adalah:
3

]١٧٦ :‫الثلُٰث ِن مِم َّاَتَر َك [النساء‬


ُّ ‫فَاِ ْن َكا َنتَا ا ْثنََتنْي ِ َفلَ ُه َما‬
Artinya:
“Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
(An-Nisa: 176)11

10
M. Ali Hasan, “Hukum Warisan”, (Jakarta: Bulan Bintang1974), hal. 107.
11
Lia Mulisa, “Konsep Ahli Waris Penganti Dalam Hukum Kewarisan Islam dan
Implementasinya Dalam Hukum Adat dan Kompilasi Hukum Islam”, At-Tasyri’, Vol. IX
No. 2 (Juli-Desember 2017), hlm.154-155.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata ( ‫ ) افرائض‬faraid jamak dari (‫ )افرىضة‬faridlah dan berasal
dari kata (‫رض‬pp‫ )اف‬fardh yang dalam pengertian kewarisan yaitu
ketentuan atau ketetapan syara. Faraid juga dapat berarti atha’ yang
artinya pemberian, seperti orang Arab mengatakan “sungguh aku
telah memperoleh dari padanya suatu pemberian dan bukan
pinjaman”.
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti disebut
dengan dzawil furudh. Terdapat 6 macam bagian pasti. Diantaranya
yaitu bagian pasti setengah (1/2), bagian pasti seperempat (1/4),
bagian pasti seperdelapan (1/8), bagian pasti dua per tiga (2/3),
bagian pasti satu per tiga (1/3), dan bagian pasti seperenam (1/6).
Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 1/2 adalah suami,
anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak, ahli waris
yang mendapatkan bagian pasti 1/4 adalah suami dan istri, yang
mendapatkan 1/8 adalah istri yang memiliki anak dan/atau cucu dari
anak laki-laki, Ahli waris yang mendapatkan bagian pasti 2/3 adalah
anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak, yang
mendapatkan bagian pasti 1/3 adalah ibu (dengan syarat pewaris
tidak memiliki anak ataupun cucu, dan tidak memiliki saudara) dan
saudara seibu (beda bapak), dan ahli waris yang mendapatkan bagian
pasti 1/6 adalah Bapak, Ibu, Cucu perempuan dari anak laki-laki,
Kakek, Saudara perempuan sebapak, Nenek, dan Saudara seibu.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim

Al-Sabouni Muhammad Ali. 2005. Hukum Kewarisan Menurut AlQur‟an dan


Sunnah. Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah

Fiya Latifah dkk. “Dzawil Al-Furudh dan Bagian-bagiannya”, diakses dari


https://slideplayer.info/slide/12390548/

Hasan M. Ali. 1974. Hukum Warisan. Jakarta: Bulan Bintang

Khair M Dhamrah. 2011. Hukum Kewarisan Islam Menurut Ajaran Suni.


Bandar Lampung: Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung

Lia Mulisa.2017. Konsep Ahli Waris Penganti Dalam Hukum Kewarisan


Islam dan Implementasinya Dalam Hukum Adat dan Kompilasi
Hukum Islam. At-Tasri’, Vol. IX No. 2

Mardani. 2014. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja


Grafindo Persada

Rahmat Fatchur. 1971. Ilmu Waris. Bandung: PT. Alma’arif

Syarifudin Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana

19

Anda mungkin juga menyukai