Anda di halaman 1dari 12

AL FARAIDH (PEMBAGIAN HARTA WARISAN)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh

DOSEN PENGAMPU
NUR SANIAH, M.H.I

DISUSUN OLEH

RABIATUL ADAWIYAH 22030016


NOVA ELLIZA 22030017
YUNITA SARI 22030018
SELVINA ARMIAH 22030019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
ridhonya penulis  dapat menyelesaikan makalah tentang  Al – Faraidh
(Pembagian Harta Warisan)  Sehingga tepat pada waktunya. Dalam
menyelesaikan makalah ini tentunya penulis banyak menemui halangan dan
rintangan tetapi dengan bantuan dari teman-teman maka halangan dan rintangan
tersebut dapat dilalui oleh penulis dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Panyabungan, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Pengertian Faraidh................................................................................2
B. Rukun Mawaris.....................................................................................3
C. Sebab-sebab Memperoleh Warisan......................................................3
D. Syarat-syarat Pewarisan........................................................................5
E. Beberapa Penghalang Mendapatkan Warisan.......................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................7
A. Kesimpulan...........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faraid adalah jamak ‘’ faraidlah’’ yang diartikan oleh ulama
faradliun  semakna dengan ‘’mafrudlah’’yakni bagian yang telah dipastikan
kadarnya. Faraid dalam istilah mawaris dikhususkan untuk sebagian ahli waris
yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara .
Masalah keluarga yang berhubungan dengan pembagian harta warisan atau
pusaka akan sangat sulit apabila diantara pewaris ingin menguasai seluruh harta
yang diwariskan ,sehingga sangat merugikan kepada orang lain sehingga
menyembabkan seseorang akan bermusuhan satu sama lain. Sehingga untuk
menyelesaikan masalah tersebut pembagian harta warisan dibagikan secara adil
atau ias di selesikan secara hukum.
Adapun yang berwenang membagikan harta waris ataupun yang
menentukan bagiannya berhak dan tidak ,bukan lah orang tua anak,keluarga
ataupun orang lain tetapi ALLAH SWT yang telah berhak menentukan bagiannya,
yang terkandung dalam surah AnNisa’ Ayat 11,12,13 dan 176 yang artinya
ALLAH mensyariatkan bagi kalian tentang ( pembagian harta warisan untuk)
anak-anak kalian”.
Sedangkan hadist yg diriwayatkan oleh muslim dan abu daud adalah “
bagilah  harta pusaka antara ahli-ahli menurut khitabullah” memahami tentang
ilmu ini oleh karena itu muncul sebuah pemikiran untuk mempermudah orang
dalam meneraoakan kaidah ilmu waris dalam bentuk sebuah aplikasi.dengan
munculnya aplikasi tentang pembagian waris diharapkan berjalan dengan baik dan
tepat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Faraidh?
2. Apa Saja Rukun Mawaris?
3. Apa Sebab-sebab Memperoleh Warisan?
4. Apa syarat-syarat Pewarisan?
5. Apa Penghalang Mendapatkan Warisan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Faraidh
Dari segi bahasa, kata mawaris (‫ )موارث‬merupakan bentuk jamak dari kata
ٌ ‫ر‬EEEْ
‫اث‬ َ ‫ ِمي‬ artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang
pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris
disebut juga ilmu faraidh  (‫ض‬ ِ ‫ َراِئ‬EEَ‫)ف‬. Kata faraidh dari segi bahasa merupakan
bentuk jamak dari  ٌ‫ْضة‬
َ ‫ فَ ِري‬ yang berarti ketentuan, bagian atau ukuran
Dengan demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena mempelajari
tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut
hukum Islam. Disebut ilmu faraidh karena membahas ketentuan-ketentuan atau
bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing ahli waris.
Sebagaimana definisi faraidh di bawah ini :1
“Adapun ilmu faraidh menurut syara’ adalah bagian tertentu yang telah
ditetapkan oleh syara’ bagi yang berhak ( ahli waris ).

ْ ‫ َو ِّر‬E‫)اَل ُم‬
Orang yang meninggal dunia (yang mewariskan) disebut Al Muwaris (‫ث‬
bentuk jamaknya َ‫وْ ن‬EEُ‫ اَل ُم َو ِّرث‬ sedangkan ahli warisnya (yang mewarisi) disebut Al
ْ ‫ار‬
Waris  ‫ث‬ َ َ‫( ) ا‬  bentuk jamaknya   َ‫وْ ن‬EEُ‫ارث‬
ِ ‫و‬EE‫ل‬ ِ ‫اَ ْل َو‬dan harta peninggalan atau harta
ْ ‫ اَ ْل ِم ْي َر‬ atau al irst ‫ث‬
pusakanya disebut Al Mirats ‫اث‬ ٌ ْ‫ اِآل ر‬.

Ada beberapa Istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faraidh
antara lain :
1.      Waris, adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris
yang dekat hubungan kekerabatannya tetapi tidak menerima warisan, dalam
fiqih ahli waris semacam ini disebutdzawil  arham.  Waris bisa timbul
karena hubungan darah, karena hubungan perkawinan dan karena akibat
memerdekakan hamba.
2.      Muwaris, artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang
yang meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau secara taqdiry
1
Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2013), hal. 17

2
(perkiraan), atau melalui keputusan hakim.  Seperti orang yang hilang (al
mafqud) dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui
persaksian atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia telah
dinyatakan meninggal dunia.
3.       Al Irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah
diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah),
pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.
4.      Warasah,yaitu harta warisan  yang telah diterima oleh ahli waris. Ini
berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa
dibagi, karena menjadi milik kolektif semua ahli waris.
5.       Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran
utang, dan pelaksanaan wasiat.

B. Rukun Mewaris
Rukun waris ada 3 :
1.      Al-muwaris, orang yang diwarisi harta peninggalan atau orang yang
mewariskan hartanya.
2.      Al-waris/ahliwaris, orang yang dinyatakan mempunyai hubungan
kekerabatan.
3.      Al-maurus atau al-miras. Harta peninggalan yang telah meninggal.

C. Sebab-Sebab Memperoleh  Warisan


            Menurut Islam, sebab-sebab mewarisi itu ada empat macam sebagai
berikut :2
1. Sebab nasab (hubungan keluarga).
2. Hubungan keluarga di sini yang disebut dengan nasab hakiki, artinya
hubungan darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si
mayit (ushul), garis keturunan (furu’), maupun hubungan kekerabatan garis
menyamping (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya
seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapak, dan sebaliknya,
2
Muhibbnin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan sebagai Pembaruan Hukum Positif di
Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), hal. 10

3
seseorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya, dll.
Sebagaimana firman Allah SWT.
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang Telah ditetapkan”. (QS. An Nisa : 7)

3. Sebab pernikahan yang sah.


Pernikahan yang sah yakni hubungan suami istri yang diikat oleh adanya
akad nikah. Dari sebab inilah lahirlah istilah-istilah dalam ilmu faraidh,
seperti : Dzawil furudh, Ashobah, Furudz Al Muqadzarah. Firman Allah  :
ِ ‫ك اَ ْز َو‬
)۱۲:‫اج ُك ْم ( النّساء‬ َ ‫َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر‬

“Dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh


isteri-isteri kamu” (QS. An Nisa : 12)

4. Sebab wala’ (‫ )الوالء‬atau sebab jalan memerdekakan budak.3


Tuan yang memerdekakan hamba sahayanya apabila hamba sahaya yang
dimerdekakan itu mati, maka tuan itu berhak menerima harta pusaka atau
warisan peninggalan hamba sahaya itu. Rasulullah SAW bersabda :
َ َ‫اِنَّ َما ْال َوالَ ُء لِ َم ْن اَ ْعت‬ 
)‫ق (متفق عليه‬

“Sesungguhnya hak menerima harta pusaka itu bagi orang yang


memerdekakan (H.R. Bukhari Muslim

5. Sebab kesamaan agama (‫)اتحاد الدين‬.


Kesamaan agama yaitu apabila ada orang Islam yang meninggal dunia
sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris (baik sebab nasab, nikah maupun
wala’) maka harta warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul mal
untuk umat Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
)‫ث لَهُ (رواه احمد وابو داوود‬
َ ‫ار‬ ُ ‫ار‬
ِ ‫ث َم ْن الَ َو‬ ِ ‫اَنا َ َو‬

3
Afdol, Landasan Hukum Positif Pemberlakuan Hukum Islam dan Permasalan
Implementasi Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Erlangga University Prees:2003), hal. 27

4
Saya adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris”  (HR.
Ahmad dan Abu Dawud)

Rasulullah SAW. terang tidak menerima harta pusaka untuk diri beliau
sendiri, hanya beliau menerima warisan seperti itu untuk dipergunakan
semata-mata untuk kemaslakatan umat Islam.

D. Syarat-Syarat  Pewarisan
Syarat-syarat pewarisan ada tiga , yaitu :
1.      Seseorang meniggal secara hakiki atau secara huku.
2.      Ahli waris secara pasti masih hidup ketika pewaris meniggal
3.      Mengetahui golongan ahli waris.

E. Beberapa Penghalang Mendapatkan Warisan


Yang dimaksud terhalang di sini adalah Ahli waris baik laki-laki maupun
perempuan yang semestinya mendapatkan harta warisan tetapi terhalang karena
adanya sebab-sebab tertentu. Orang tersebut disebut orang yang
terhalang (Mamnu’ul Irtsy) atau disebutterhalang karena adanya sifat tertentu
(Mahjub bil Washfi).
Ahli warismenjadi gugur haknya untuk mendapatkan harta warisan
disebabkan karena  sebagai berikut :4

1) Orang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan


harta warisan dari yang terbunuh. Sabda Nabi Muhammad SAW :
ِ ‫ْس لِ ْلقَا تِ ِل ِمنَ ْال ِم ْي َرا‬
(‫ث َشيٌْئ (رواه النسائ‬ َ ‫لَي‬
“Tidak berhak mendapatkan harta warisan sedikitpun seorang yang
membunuh”.

Mengenai masalah ini, ada perbedaan pendapat :

a) Segolongan kecil berpendapat, bahwa si pembunuh tetap


mendapatkan warisn selaku, selaku ahli wais.

4
Wiryono Projodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1983. hlm.13

5
b) Kemudian golongan lain memisahkan sifat pembunuhan itu, yaitu
pembunuhan yang disengaja dan yang tersalah. Siapa yang
melakukan pembunuhan dengan sengaja, dia tidak mendapat warisan
sama sekali. Siapa yang melakukan pembunuhan tersalah, dia tetap
mendpat warisan. Pendapat ini dianut oleh Malik bin Anas dan
pengikut-pengikutnya. Yang menjadi pangkal pokok perbedaan
pendapat mengenai hal ini ialah, disebabkan suatu pertimbangan
tentang kepentingan umum. Menurut kepentingan umum, sudah
sepantasnya si pembunuh itu tidak mendapatkan warisan, supaya
jangan sampai terjadi pembunuhan-pembunuhan, karena
mengharapkan harta warisan. Demikian penemikian pendapat
sebagaian besar ulama. 
2) Budak (E‫)العبد‬
Seorang yang menjadi budak tidak berhak untuk mendapatkan harta
warisan dari tuannya, dan juga tuannya tidak berhak untuk mendapatkan
harta warisan dari budaknya. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang


dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun”.  (QS. An-Nahl:
75)
3) Orang murtad.
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak
mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga
sebaliknya.
4) Perbedaan Agama (‫)االختالف الدين‬
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun
masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya sebagaimana Sabda
Rasulullah:
)‫ث ْال َكافِ َر ْال ُم ْسلِم (متفق عليه‬
ُ ‫ث ْال ُم ْسلِ َم ْال َكافِ َر َوالَ يَ ِر‬
ُ ‫الَيَ ِر‬

“Orang Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orangkafir, dan
orang kafir tidak bisa mendapatkan harta warisan dari Orang Islam (HR.
Bukhari Muslim)

6
Ada beberapa ahli waris yang tidak bisa terhalangi haknya meskipun semua ahli
waris itu ada. Mereka itu adalah anak laki-laki (‫ )ابن‬anak perempuan (‫ )بنت‬bapak (
‫ )اب‬ibu (‫ )ام‬suami (‫ )زوج‬dan isteri (‫) زوجة‬

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat di
simpukan bahwa :
 Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal
dunia kepada ahli waris yang masih hidup.
 Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta
peninggalan orang yang telah meninggal yang masih mempunyai
hubungan darah.
 Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-
Qur’an, sehingga tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah
Firman Allah SWT. Yang di jamin kebenarannya.
 Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang
harus di dahulukan.
 Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan
sesudah seseorang meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah.

8
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: Rajagrafindo


Persada, 2013),
Muhibbnin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika, 2011),
Afdol, Landasan Hukum Positif Pemberlakuan Hukum Islam dan Permasalan
Implementasi Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Erlangga University
Prees:2003),
Wiryono Projodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1983.

Anda mungkin juga menyukai