Anda di halaman 1dari 11

Ahli Waris Ashab Al-Furud dan Hak-Haknya

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Mawaris

Dosen Pengampu :
Hervin Yoki Pradikta, M.H.I

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Agung Kurnia Saputra (2121020422)

Aulia Najwa Kanaya (2121020154)

Daffa Bintang Pramudya (2121020162)

Devi Rahayu (2121020173)

Muhammad Arfan Rifai (2121020237)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hiyadah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul“Ahli Waris Ashab Al-Furud dan Hak-Haknya” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Fiqih Mawaris. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Fiqih Mawaris bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hervin Yoki Pradikta, M.H.I.


selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Fiqih Mawaris yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
Mata Kuliah yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membagi sebagian pengetahuannya sehinga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, November 2022

Penulis,
Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahli Waris...............................................................................2


B. Ahli Waris Al-Furud dan Hak-haknya......................................................2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan
dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat
erat kaitannya dengan kehidupan keseharian manusia, bahwa setiap manusia akan
mengalami peristiwa yang merupakan hukum yang lazimnya disebut dengan
meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seorang
sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu bagaimana tentang pengurusan dan
kelanjutan dan hak – hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

Menurut pakar hukum indonesia, Wirjono Prodjodikoro, hukum waris


diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan
sesorang setelah ia meninggal dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta
kekayaan itu kepada orang lain (ahli waris).

Para ahli memiliki kesamaan pandangan mengenai apa yang dimaksud


dengan ashabul furudh, yaitu orang-orang yang mempunyai bagian yang pasti dan
terperinci, sehubungan dengan warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Ashabul
furudh merupakan golongan tertinggi yang harus didahulukan dari pada golongan
lainnya. Bagi orang yang beragama islam diatur dalam kompilasi hukum islam
(HKI) dan untuk orang-orang yang beragama selain islam diatur di dalam Buku II
(Pasal 830 sampai dengan pasal 1130) Burgelijk Wetboek (BW) atau
(KUHPerdata), selain itu juga hukum waris diatur di dalam hukum adat yang di
dalam praktiknya masih diterapkan hukum kewarisan islam, yakni hukum yang
mengatur tentang peralihan kepemilihan harta dari orang yang telah meninggal
dunia kepada orang yang masih hidup (yang berhak menerimanya), yang
mencakup apa saja yang menjadi harta warisan, siapa-siapa yang berhak
menerima, berapa besar forsi atau bagian masin-masing ahli waris, kapan dan
bagaimana tata cara pengalihannya, atau para pihak yang berhak menerima
warisan dan golongan yang disebut Ashabul Furudh.

Diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yaitu


pasal 35, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah
penguasaaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

1
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah. Sebagai berikut :
1. Apa pengertian Ahli Waris?
2. Jelaskan Ahli Waris Ashâb al-Furud dan Hak-haknya?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengertian Ahli Waris?
2. Mengetahui Ahli Waris Ashâb al-Furud dan Hak-haknya?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahli Waris

Kata “ahli” diambil dari bahasa Arab yang terdiri dari gabungan kata “ahl”
yang berarti keluarga atau famili. Sedangkan waris adalah pihak yang memiliki
hubungan dengan mayit dengan salah satu sebab dari sebab-sebab mendapatkan
warisan. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan fara‟idh artinya bagian
tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak
menerimanya.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Dengan
demikian, yang dimaksud ahli waris adalah mereka yang jelas-jelas mempunyai
hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia, tidak halangan untuk mewarisi
(tidak ada mawani‟ al-irts).1

Dilihat dari bagian-bagian yang diterima, Ahli waris dapat dibedakan menjadi
2, yaitu Ahli Waris Ashab Al-Furud dan Ahli Waris `Ashabah. Kali ini kami akan
membahas Ahli Waris Ashab Al-Furud dan Hak-haknya.

B. Ahli Waris Ashâb al-Furûdl dan Hak-haknya

Pada umumnya ahli waris ashab al-furud adalah perempuan, sementara ahli
waris laki-laki yang menerima bagian tertentu adalah bapak, kakek dan suami.
Selain itu menerima bagian sisa (‘asabah).

Pada umumnya Ahli Waris Ashab Al-Furud adalah perempuan, sementara


ahli waris laki-laki menerima bagian sisa ('ashabah), kecuali bapak, kakek dan
suami yang menerima bagian tertentu. 2 Boleh jadi ini dimaksudkan sebagai
1
Asep Apriansyah, “Konsep KHI Tentang Penentuan Ahli Waris Pengganti (Kajian Pasal 185
KHI)”, (Banten: UIN Sultan Maulana Hasanuddin, 2021). hal. 52-53
2
Nursyamsudin, “Pembagian Harta Waris Sebelum Muwaris Meninggal Dunia Menurut Perspektif
Hukum Waris Islam”, Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 3 No. 1 (Juni, 2018), hal. 75

3
langkah revolusioner agama Islam dalam mengubah sistem nilai masyarakat
Jahiliyah yang memandang rendah dan tidak memberikan bagian warisan kepada
kaum perempuan. Bahkan mereka diperlakukan sebagaimana halnya barang, yang
hanya bisa dimiliki, tetapi tidak dapat memiliki sesuatu.3

Adapun bagian-bagian yang diterima oleh ashab al furudl adalah sebagai


berikut:

1. Yang mendapat setengah ( ½)


a) Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak bersama-sama
saudaranya
b) Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan
c) Saudara perempuan yang seibu sebapak saja, apabila saudara perempuan
seibu sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja
d) Suami, tidak ada anak dan anak dari anak laki-laki.
2. Yang mendapat seperempat (¼)
a) Suami, ada anak atau ada anak dari anak laki-laki
b) Istri, baik seorang maupun lebih, tidak ada ank dan tidak ada anak dari
anak laki-laki. Maka apabila istri itu lebih, seperempat itu dibagi rata
antara mereka.
3. Yang mendapat seperdelapan (⅛)
Seorang istri atau lebih, jika bersama dengan anak laki-laki atau cucu laki-
laki.
4. Yang mendapat dua pertiga (⅔)
a) Anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
b) Anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika:
- Tidak ada anak kandung (laki-laki atau perempuan)
- Tidak ada anak perempuan kandung
- Tidak ada saudara laki- laki.
c) Saudara perempuan sekandung atau lebih, jika:
- Tidak ada anak laki-laki atau perempuan, atau tidak ada ayah dan
kakek

3
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada: 2012), hal. 67.

4
- Tidak ada saudara laki- laki kandung
- Tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
d) Saudara perempuan seayah atau lebih, jika:
- Tidak ada anak, ayah dan kakek
- Tidak ada saudara laki- laki seayah
- Tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki
dan saudara sekandung (laki-laki atau perempuan).
5. Yang mendapat sepertiga (⅓)
a) Ibu, jika:
- Tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki
- Tidak ada saudara laki- laki atau perempuan sekandung, seayah dan
seibu.
b) Beberapa saudara laki-laki atau perempuan seibu, jika:
- Tidak ada orang tua atau anak
- Jumlah mereka dua orang atau lebih, baik laki-laki maupun
perempuan semua.
6. Yang mendapat seperenam (1/6)
a) Ibu, apabila ada anak dan anak dari anak laki-laki maupun beserta dua
saudara atau lebih
b) Bapak, apabila ada anak atau anak dari anak laki-laki
c) Nenek, apabila tidak ada ibu
d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, baik sendiri ataupun lebih, apabila
bersama seorang anak perempuan. Tetapi jika anak perempuan tersebut
banyak, maka cucu perempuan tidak mendapat pusaka
e) Kakek, ada anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada
f) Seorang saudara seibu
g) Saudara perempuan sebapak, baik sendiri ataupun banyak, apabila
beserta saudara perempuan seibu sebapak, adapun saudara sibu sebapak
banyak, maka saudara perempuan sebapak tidak mendapat pusaka.4

4
Nursyamsudin, “Pembagian Harta Waris Sebelum Muwaris Meninggal Dunia Menurut Perspektif
Hukum Waris Islam”, Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 3 No. 1 (Juni, 2018), hal. 75-76

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata ‘ahli’ diambil dari bahasa arab yang terdiri dari gabungan kata ‘ahl’yang
berarti keluarga atau famili, sedangkan waris adalah pihak yang memiliki
hubungan dengan mayit dan salah satu sebab dari sebab-sebab mendapatkan

6
warisan. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan ‘faraidh’ artinya bagian
tertentu yang dibagi menurut agama islam kepada semua yang berhak
menerimanya.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Dengan
demikian, yang dimaksud ahli waris adalah mereka yang jelas-jelas mempunyai
hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia, tidak halangan untuk mewarisi.
Dilihat dari bagia-bagian yang diterima, Ahli waris dapat dibedakan menjadi
2 yaitu Ahli Waris Ashab Al-Furudh dan Ahli Waris Ashabah.
Yang mendapat seperenam saudara perempuan sebapak, baik sendiri ataupun
banyak, apabila beserta saudara perempuan seibu sebapak, adapun saudara seibu
sebapak banyak, maka saudara perempuan sebapak tidak mendapat kan warisan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Rofiq, Ahmad. (2012). Fiqh Mawaris. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Nursyamsudin, N. (2018). Pembagian Harta Waris Sebelum Muwaris Meninggal


Dunia Menurut Perspektif Hukum Waris Islam.Mahkamah: Jurnal Kajian
Hukum Islam, Vol. 3 No. 1, Hal 75-76.

Apriansyah, A. (2021). Konsep KHI Tentang Penentuan Ahli Waris Pengganti


(Kajian Pasal 185 KHI) (Doctoral dissertation, UIN SMH BANTEN).
Diakses dari http://repository.uinbanten.ac.id/7695/

Anda mungkin juga menyukai