Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH TAFSIR EMANSIPATORIS

Analisis : Sistem Kewarisan Bagi Perempuan

Dosen Pengampu : H. Endang Saeful Anwar Lc.M.A

Di susun oleh :

Uum Umdah : 191320025

St. Humaeroh : 191320009

Rof-rof Galih samudra : 191320026

Yusro Efendi : 191320012

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDIN DAN ADAB

UIN SMH BANTEN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pada
dasarnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam material saja/ harta benda saja yang
dapat diwaris.1 Kapitalisme industri telah menghancurkan unit kerja suami dan istri, awalnya
perempuan setidaknya telah menjadi lebih tergantung kepada laki-laki bagi keberlangsungan
ekonominya. Pernikahan bagi perempuan, menurut Hamilton, telah menjadi tiket perempuan
untuk memperoleh kehidupan walau kadang kala sama sekali tidak mencukupi. Kapitalisme
dan patiarki merupakan dua sistem yang saling berkaitan. Karenanya , ada hubungan antara
pembagian kerja dan upah dan kerja domestik, pembagian kerja domestik yang hirarkis terus
dihidupkan oleh keluarga telah mengenyampingkan peranan produktif tradisional bagi
keberlangsungan dan kebaikan dalam masyarakat. Yang dahulu wanita hanya sebagai
pendamping pria dalam mencari nafkah kini telah mengalami pergeseran. Kini perempuan
tidak sedikit malah menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Perubahan inilah yang
menjadikan perubahan sosial yang dahulu wanita merupakan sebagai mahluk kelas dua kini
telah mensejajarkan kedudukanya dengan laki-laki, begitu pula dalam tuntutan dalam
pembagian terhadap harta warisan. Sebab didalam sistem hukum kewarisan Islam
menempatkan pembagian yang tidak sama antara laki-laki dengan perempuan. Seiring
dengan bias Gender kaum feminis selalu meminta kedudukan yang sama dengan laki-laki,
sebab pada prinsipnya hukum tidak membeda-bedakan jenis kelamin antara laki-laki dengan
perempuan. Semakin banyaknya tuntutan kaum feminis terhadap kaum maskulin
mempengaruhi pula terhadap sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Arti
keadilanpun mengalami perubahan yang sangat berarti yang dahulu laki-laki merupakan
sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap setiap permasalahan dalam rumah tangga.
Tetapi sekarang telah mengalami perubahan yang berarti.2

Kini laki-laki tidak satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Sehingga tuntutan akan
keadilan pun berubah pula. Yang dahulu di zaman jahiliyah wanita bukanlah sebagai ahli
1
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 3.
2
Bambang, Sugiharto, Post Modern Tantangan Bagi Filsafat, (Yogyakarta,Kanisius, 1996), hlm.100
waris karena dahulu sistem kekeluargaan menganut sistem Patrilinial dimana semua harta
adalah milik suami atau laki-laki. Karena masyarakat pada zaman jahiliyah berpendapat
bahwa hanya laki-laki lah yang dapat mengumpulkan harta. Maka semua harta menjadi hak
laki-laki saja. Dengan di turunkanya Islam maka wanita mempunyai hak yang sama kuat di
dalam hak untuk mendapatkan harta warisan yaitu sejak diturunkanya surat an-Nisa’ ayat 7
yang artinya: laki-laki berhak memperoleh harta dari peninggalan ibu bapaknya dan wanita
pun berhak memperoleh bagian dari harta peniggalan ibu, bapaknya dan kerabatnya.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kewarisan dalam Islam
2. Bagaimana sistem Kewarisan bagi perempuan
3. Bagaimana ketentuan pembagian warisan perempuan menurut al-Qur’an dan as-
Sunnah?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar Mengetaui pengertian kewarisan dalam Islam
2. Agar mengetahui sistem kewarisan bagi perempuan
3. Agar mengetahui Ketentuan pembagian warisan wanita menurut al-Qur’an dan as-
Sunnah.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kewarisan dalam Islam


Kata waris berasal dari bahasa Arab, yaitu waritsa-yaritsu dan mirats (masdar), yang
menurut bahasa berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada oranglain, atau dari suatu
kaum kepada kaum lain.3 Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Sedangkan
arti mirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari
orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu
berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.

Sedangkan pengertian kewarisan menurut Muhammad Syarbini al-Khatib


sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rofiq adalah hukum yang mengatur pembagian warisan
dan mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan untuk setiap yang
berhak.4 Adapun pengertian hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian-bagiannya
masing-masing. Dalam hukum kewarisan Islam, pembagian harta peninggalan harus
diberikan kepada para ahli waris sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam al-
Qur'an. Hukum kewarisan menurut Islam disebut dengan ilmu faraid, dalam istilah bahasa,
adalah takdir (qadar) atau ketentuan, dan dalam istilah syara, adalah bagian-bagian yang
ditentukan bagi ahli waris. Dengan demikian faraid adalah bagian ahli waris yang telah
ditentukan besar kecil pembagian oleh syara'. Azhar Basyir menyatakan bahwa ahli waris
dapat digolongkan menjadi tiga berdasarkan dari segi hak mereka atas harta warisan, yaitu
ahli waris dzawil furudl, ashabah dan dzawil arham. Dzawil furudl merupakan golongan ahli
waris yang bagian haknya tertentu, yaitu 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6 dan 1/8. Ashabah adalah
golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu, tetapi akan menerima seluruh harta
warisan jika tidak ada ahli waris dzawil furudl. Apabila ada ahli waris dzawil furudl, maka
ahli waris ashabah hanya berhak atas harta yang tersisa dan jika ternyata tidak ada sisa harta
sama sekali, maka ahli waris ashabah tidak mendapatkan bagian apapun. Adapun
dzawilarham merupakan golongan ahli waris yang haknya atas harta warisan disebabkan oleh
hubungan kerabat dengan pewaris. Dzawilarham tetapi tidak termasuk golongan dhawil
furudl dan ashabah.5

3
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Warisan dalam Syariat Islam, (Bandung: CV. Diponegaoro, 1988), hal.
40.
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 35
5
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII, 1982), hal. 24-27.
Islam memandang harta sebagai jalan menuju ketakwaan. Banyak cara yang
dianjurkan Islam untuk memperolehnya, yaitu dengan cara berniaga, beternak, dll. Dengan
harta tersebut, Islam menganjurkan untuk mendistribusikannya secara merata. Itu sebabnya
Islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan harta, zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat,
dan wakaf. Hal ini menunjukkan, bahwa harta tidak hanya diperuntukkan bagi keturunan
tetapi bagi umat manusia secara luas. Hal ini menyiratkan bahwa kemanfaatan harta menurut
Islam bersifat luas. Harta tidak hanya diperuntukkan untuk anak keturunan, tetapi untuk
masyarakat dan jihad di jalan Allah. Dalam hal pembagian harta warisan, Islam juga
mengatur jumlah golongan ahli waris secara luas, sebab ahli waris tidak terbatas hanya
keluarga yang se-nasab tetapi juga di antara keluarga yang ikatannya timbul akibat tali
perkawinan atau agama, seperti istri, orangtua, dan saudara kandung. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai sosialitas Islam selalu menyebar luas sehingga pemanfaatan harta warisan dapat
merata, meskipun kemudian harta terbagi-bagi dalam jumlah yang kecil. Hukum kewarisan
Islam membedakan besar kecil bagian para ahli waris yang disesuaikan dengan kebutuhan
hidup sehari-hari. Bagian-bagian tertentu bagi para ahli waris yang sudah ditentukan tersebut
termasuk hal yang sifatnya ta'abbudi yang wajib dilaksanakan. Olehsebab itu, telah menjadi
ketetapan sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 11, 12, dan 13. Ayat
tersebut sangat jelas dan tegas. Al-Qur'an menggunakan ungkapan Golongan yang berhak
sebagai ahli waris menurut hukum Islam adalah anak lelaki, anak perempuan, suami, isteri,
ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, kakek, nenek, cucu laki-laki dan cucu
perempuan. Adapun bagian yang diterima oleh ahli waris, para imam madhab sepakat atas
bagian-bagian yang ditentukan dalam al-Qur'an, yaitu: seperdua (nisf), seperempat, (rub),
seperdelapan (tsumun), dua pertiga (tsulutsan), sepertiga (tsulus) dan seperenam (sudus).
Selain itu hanya ijma' belaka.6

2. Sistem Kewarisan bagi perempuan

Orang yang berhak mendapatkan ketentuan pembagian warisan ditinjau dari jenis
kelamin laki-laki dan perempuan berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah serta kesepakatan para
ulama ada dua puluh lima golongan, yang terdiri dari lima belas dari golongan laki-laki dan
sepuluh dari golongan perempuan. Ketentuan jumlah bagian warisan berdasarkan al-Qur`an
dan as-Sunnah ada enam macam , yaitu setengah harta mayit (1/2), seperempat harta mayit
6
Syaikh al-„Allamah Muhammad bin „Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madhab, terj. Abdullah
Zaki Alkaf, (Bandung: Hasyimi, 2010), hal. 322.
(1/4), seperdelapan harta mayit (1/8), dua pertiga dari harta mayit (2/3), sepertiga harta mayit
(1/3) dan seperenam dari harta mayit (1/6).

A. Wanita mendapatkan warisan secara fard (bagian tertentu)


1. Anak Perempuan.
Anak perempuan akan mendapatkan bagian warisan dari bapak atau ibunya
yang telah meninggal dunia 1/2 dari harta mereka, apabila sendirian dan tidak
memiliki saudara laki-laki.
Anak perempuan akan mendapatkan bagian warisan 2/3 dari harta salah satu
dari kedua orang tuanya apabila anak perempuan lebih dari seorang, hal ini
berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa` (4) : 11
2. Cucu Perempuan dari Anak Laki-Laki.
Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan bagian warisan 1/2 apabila
sendirian dan 2/3 apabila lebih dari seorang dan mayit tidak memiliki anak sekandung
dan tidak bersama dengan cucu laki-laki. Cucu perempuan seorang atau lebih
mendapatkan bagian 1/6 dari harta si mayit, apabila si mayit mempunyai seorang anak
perempuan sekandung tunggal dan tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak bersama
dengan cucu laki-laki. Cucu perempuan tidak mendapatkan bagian warisan apabila
mayit mempunyai satu anak laki-laki sekandung, atau mempunyai anak perempuan
sekandung lebih dari seorang, kecuali jika bersama dengan cucu laki-laki. Cucu
perempuan mendapatkan bagian warisan secara ta'sib, apabila bersama dengan cucu
laki-laki dan si mayit tidak mempunyai anak laki-laki sekandung. Dalilnya QS. An-
Nisa (4) : 11 seperti anak perempuan pembagiannya.
3. Ibu.
Ibu mendapatkan bagian 1/6, apabila si mayit mempunyai anak baik laki-laki
maupun anak perempuan, atau dua orang saudara laki-laki atau saudara perempuan
secara mutlak. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa (4) : 11.
Ibu mendapatkan bagian 1/3, apabila si mayit tidak mempunyai anak baik laki-
laki maupun anak perempuan, dan tidak mempunyai saudara laki-laki yang lebih dari
seorang atau saudara perempuan secara mutlak. Dan ibu mendapatkan bagian 1/3 dari
sisa harta, apabila si mayit tidak memiliki anak, saudara laki-laki yang lebih dari
seorang dan atau saudara perempuan, dalam kondisi harta setelah dibagikan kepada
salah satu pasangan suami-istri dalam dua masalah.
4. Nenek dari Pihak Ibu ke Atas
Pengertian nenek di sini adalah nenek yang benar (jaddah shahihah), yaitu
nenek yang hubungan nasabnya kepada si mayit tidak terselang oleh kakek yang rusak
(jadd fasid). Maksud kakek yang rusak adalah kakek yang hubungan nasabnya dengan
si mayit terselang oleh seorang wanita, contohnya adalah ayahnya ibu. Pembagian
warisan yang berkaitan dengan nenek dari pihak ibu ada dua. Di antaranya adalah
sebagai berikut :Nenek mendapatkan bagian seperenam (1/6) dari harta si mayit,
apabila si mayit tidak mempunyai ibu, hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW.
5. Nenek dari Pihak Bapak Ke Atas.
Nenek dari pihak bapak, mendapatkan warisan seperenam apabila tidak ada
ibu dan bapak dan dalil yang digunakan sama dengan dalil yang berkaitan dengan
nenek dari pihak ibu. Sedangkan nenek dari pihak bapak tidak bisa mendapatkan
bagian warisan dari si mayit, apabila si mayit mempunyai ibu dan bapak, dalilnya
adalah QS. Al-Anfal (8) : 75.
6. Saudara Perempuan Sekandung.
Saudara perempuan sekandung mendapatkan bagian setengah (1/2) apabila
sendirian dan 2/3 apabila lebih dari seorang dan mayit tidak mempunyai anak laki-laki
atau anak perempuan, atau cucu dari anak laki-laki, atau ayah, atau kakek atau
saudara laki-laki sekandung. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa' (4) : 176.
Saudara perempuan sekandung terkadang mendapatkan bagian asabah (sisa harta si
mayit setelah dibagi ashabul furud) yaitu asabah bil gair dan asabah ma'al gair dari
harta si mayit. Saudara perempuan sekandung tidak mendapatkan warisan dari si
mayit, apabila si mayit mempunyai anak laki-laki, atau cucu laki-laki dari pihak anak
laki-laki, atau ayah, dan atau kakek.
7. Saudara Perempuan Seayah / Sebapak.
Saudara perempuan seayah mendapatkan bagian setengah (1/2) apabila
sendirian, dan 2/3 apabila lebih dari seorang dan tidak ada saudara laki-laki seayah
atau saudara perempuan sekandung. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa'
(4) : 176
Saudara perempuan seayah mendapatkan bagian seperenam (1/6) dari harta
mayit, apabila bersama dengan saudara perempuan sekandung, dan tidak ada saudara
laki-laki seayah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW. Saudara perempuan
seayah terkadang mendapatkan bagian secara ta'sib bil gair, dan ta'sib ma'al gair.
Saudara perempuan seayah tidak mendapatkan warisan apabila ada : Anak laki-laki,
atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, hingga seterusnya ke bawah. Ayah, Saudara
laki-laki sekandung, Saudara perempuan sekandung yang mendapatkan ta'sib karena
keberadaan saudara laki-laki sekandung, Dua orang atau lebih saudara perempuan
sekandung. Kecuali jika bersamanya ada saudara seayah yang mendapatkan ta'sib,
maka dalam keadaan seperti itu, sisanya dibagikan dengan cara bagian laki-laki dua
kali lipat bagian perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. Al-Anfal (8) : 75
8. Saudara Perempuan Seibu.
Saudara perempuan seibu mendapatkan bagian seperenam (1/6) apabila
sendirian dan atau 1/3 apabila lebih dari seorang dan mayit tidak meninggalkan anak
laki-laki atau anak perempuan sekandung, atau cucu laki-laki atau cucu perempuan
dari anak laki-laki dan juga ayah. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa‟ (4) :
12.
Saudara perempuan seibu tidak bisa mendapatkan warisan dari si mayit,
apabila mayit meninggalkan ahli waris : anak laki-laki atau perempuan, atau cucu
laki-laki atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau ayah, atau kakek yang benar.
Hal ini berdasarkan firman Allah QS. Al-Anfal (8) : 75.
9. Istri.
Istri mendapatkan bagian seperempat (1/4) dari harta suami, apabila mayit
tidak memiliki anak laki-laki maupun anak perempuan, atau cucu laki-laki dan cucu
perempuan dari anak laki-laki, hingga seterusnya ke bawah, hal ini berdasarkan
firman Allah QS. An-Nisa' (4) : 12. Dan istri mendapatkan warisan seperdelapan (1/8)
dari harta suaminya, apabila suami mempunyai anak laki-laki atau anak perempuan,
atau cucu laki-laki maupun cucu perempuan dari anak laki-laki. Istri adalah termasuk
ahli waris yang tidak bisa terhalangi oleh siapapun, apabila ada ahli waris yang lain
bagiannya hanya berubah dari seperempat menjadi seperdelapan.
10. Wanita yang Memerdekakan Budak.
Wanita yang memerdekakan si mayit mendapatkan warisan secara ta'sib,
apabila si mayit tidak mempunyai ahli waris yang mendapatkan warisan secara ta'sib.
Dalilnya adalah pernyataan Nabi SAW ketika didatangi oleh seorang laki-laki yang
bertanya tentang hak warisnya dari orang yang telah dimerdekakannya, saat itu
Rasulullah SAW bersabda :Jika dia meninggalkan asobah, maka yang ada hubungan
asobah lebih berhak mendapatkan warisannya, tetapi jika tidak ada, maka yang ada
hubungan wala' lebih berhak mendapatkannya (HR Bukhori 4781 dan Muslim 1619)
Rasulullah memberikan dulu kepada anak perempuan mayit setengah dari hartanya
secara ketentuan dari Al-Qur`an secara farḍ dan memberikan bagian kepada orang
yang memerdekakan budak secara ta'sib. 7

B. Wanita mendapatkan bagian warisan secara ta'sib (bagian yang tidak tertentu atau
sisa).

Wanita mendapatkan bagian secara ta'sib hanya pada Asabah bil gair dan Asabah
ma'al gair, wanita tidak bisa mendapatkan bagian warisan secara Asabah bin nafs. Asabah bil
gair adalah seseorang mendapatkan bagian secara asabah disebabkan ada ahli waris yang
mendapatkan asabah bin nafs . Yang mendapatkan bagian asabah bil gair semuanya
perempuan. Dan ini hanya terbatas pada empat orang ahli waris yaitu :

1. Anak perempuan akan mendapatkan asabah bil gair , apabila bersama dengan anak
laki-laki yang mendapatkan asabah bin nafs . Dengan cara pembagian bahwa anak
laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat bagian anak perempuan.
2. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dia akan mendapatkan asabah bil gair
apabila bersama dengan cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki yang
mendapatkan bagian aṣabah bin nafs . Dengan ketentuan pembagian bahwa cucu laki-
laki mendapatkan bagian dua kali lipat bagian cucu perempuan. Apabila tidak ada
anak laki-laki, apabila mayit memiliki anak laki-laki.
3. Saudara perempuan sekandung akan mendapatkan warisan secara asabah bil gair ,
apabila bersama dengan saudara laki-laki sekandung, dengan pembagian bahwa
saudara laki-laki sekandung mendapatkan bagian dua kali lipat bagian saudara
perempuan sekandung. Dengan catatan tidak ada ahli waris yang lebih dekat dan kuat
yang menghalanginya.
4. Saudara perempuan seayah akan mendapatkan warisan secara asabah bil gair , apabila
bersama dengan saudara laki-laki seayah, dengan pembagian bahwa saudara laki-laki
seayah mendapatkan bagian dua kali lipat bagian saudara perempuan seayah. Dengan
tidak ada ahli waris yang lebih kuat dan lebih dekat yang menghalanginya. Wanita
mendapatkan warisan secara asabah ma'al gair.Yang dimaksud dengan asabah ma'al
gair adalah seseorang bisa mendapatkan warisan secara asabah ma'al gair disebabkan
bersama dengan yang lainnya. Ini khusus terjadi pada saudara perempuan sekandung
bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau

7
Zakiyah. Ar, Pelajaran Faraaidl, (Jawa timur : perguruan pondok karangasem Paciran-Lamongan, 1989) hlm.
15- 36
saudara perempuan seayah bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan
dari anak laki-laki, atau saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.8

C. Wanita mendapatkan warisan setengah dari laki-laki.


1. keberadaan anak perempuan bersama anak laki-laki, firman Allah QS an-Nisa' (4) :11.
2. Keberadaan ayah dengan ibu dan si mayit tidak ada anak, suami atau istri. firman
Allah QS. An-Nisa` (4) : 11
3. Keberadaan saudara perempuan sekandung atau seayah bersama dengan saudara laki-
laki sekandung atau saudara laki-laki seayah dan tidak ada ahli waris yang
menghalanginya yaitu anak laki-laki/cucu laki-laki dan bapak. firman Allah SWT QS.
An-Nisa' (4) : 176.
4. Keberadaan suami istri ada anak atau tidak ada anak sama saja bagian suami dua kali
lipat bagian istri. Berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa' (4) : 12.

D. Wanita mendapatkan warisan sama dengan laki-laki.


1. Keberadaan ibu dengan ayah bersama anak laki-laki atau dua anak perempuan atau
lebih atau terkadang satu anak perempuan. Sama-sama mendapatkan 1/6 dari harta
mayit.
2. Bagian warisan saudara laki-laki seibu dan saudari perempuan seibu. Mendapatkan
bagian yang sama, seperti dalam firman Allah QS. An-Nisa` (4) : 12.
3. Al-mas'alah al-musyarakah (masalah persekutuan), Apabila seorang perempuan (istri)
meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, dua saudari seibu dan satu saudara
laki-laki sekandung, maka dua saudari seibu, masing-masing mendapatkan bagian 1\6
karena keduanya bersekutu dalam 1\3. sementara untuk saudara sekandung tidak
tersisa apa-apa.
4. Bagian yang didapatkan seorang laki-laki dan seorang perempuan sama, ketika
masing-masing menjadi satu-satunya ahli waris.

E. Wanita mendapatkan warisan lebih banyak dari laki-laki.


Sistimatika pembagian warisan, ahli furuḍ terlebih dahulu mengambil bagian
yang telah ditentukan untuk mereka, kemudian ahli asabah mengambil sisanya, atau
semuanya apabila mereka menjadi satu-satunya ahli waris tanpa yang lainnya. Setelah
diteliti, diketahui bahwa perempuan lebih banyak menjadi ahli furud dari pada laki-
8
Muhammad Ali ash-Shabuni, Hukum Waris Menurut Al-Qur’an dan Hadits (Bandung: Trigenda Karya, 1995).
laki. Di samping itu, dalam banyak kondisi, pewarisan perempuan melalui sistemi
furuḍ lebih menguntungkan mereka daripada pewarisan mereka dengan cara ta'sib.

F. Wanita mendapatkan warisan sementara laki-laki tidak mendapatkannya.


Dari beberapa kasus, bisa jadi perempuan mendapatkan bagian warisan
sementara laki-laki tidak mendapatkan bagian warisan.Seperti contoh di bawah ini :
Seorang meninggal dunia dan meningggalkan ahli waris ; suami, ayah, ibu, satu anak
perempuan dan satu anak perempuan dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan
dari anak laki-laki bersama dengan anak laki-laki dari anak laki-laki, maka dia tidak
mendapatkan warisan secara ta'sib karena harta telah habis dibagi kepada ashabul
furud. Begitu juga apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris
suami, saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah. Saudara
perempuan seayah tidak mendapatkan warisan apabila bersama dengan saudara laki-
lakinya karena harta telah habis dibagi kepada ashabul furuḍ. 9
Dalam banyak kasus, nenek mendapatkan bagian warisan, sementara kakek tidak
mendapatkannya.

3. Ketentuan pembagian warisan wanita menurut al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sumber utama dari hukum Islam, sebagai hukum agama (Islam) adalah nash atau teks
yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi SAW serta ijma' para ulama. Ayat-ayat
al-Qur’an dan Sunah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan adalah sebagai berikut:

A. Ayat-ayat al-Qur’an
1) QS. An-Nisa’ (4): 11

P‫ َّن‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬Pَ‫ ف‬P‫ ِن‬P‫ ْي‬Pَ‫ ت‬Pَ‫ ن‬P‫ ْث‬P‫ ا‬P‫ق‬ Pَ Pِ‫ ن‬P‫ َّن‬P‫ ُك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬PPَ‫ ف‬Pۚ P‫ن‬Pِ P‫ ْي‬Pَ‫ ي‬Pَ‫ ث‬P‫ ْن‬Pُ ‫أْل‬P‫ ا‬P‫ظ‬
َ P‫و‬Pْ PPَ‫ ف‬P‫ ًء‬P‫ ا‬P ‫س‬P ِّ PP‫ َح‬P‫ ُل‬PP‫ ْث‬P‫ ِم‬P‫ ِر‬P‫ َك‬P‫ َّذ‬P ‫ل‬PPِ‫ ل‬Pۖ P‫ ْم‬P‫ ُك‬P‫ اَل ِد‬P‫و‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ ي‬Pِ‫ ف‬Pُ ‫ هَّللا‬P‫ ُم‬P‫ ُك‬P‫ ي‬P‫ص‬ ِ P‫ و‬Pُ‫ي‬
P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫س‬ Pُ P‫ ُد‬PPُّ‫س‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ا‬PP‫ َم‬Pُ‫ ه‬P‫ ْن‬P‫ ِم‬P‫ ٍد‬PP‫ ِح‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ PِّP‫ ل‬PP‫ ُك‬Pِ‫ ل‬P‫ ِه‬PP‫ ْي‬P‫ َو‬Pَ‫ ب‬Pَ ‫ أِل‬P‫ َو‬Pۚ P‫ف‬ Pُ P ‫ص‬PPْ Pِّ‫ن‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ا‬PPَ‫ ه‬Pَ‫ ل‬Pَ‫ ف‬Pً‫ ة‬P‫ َد‬P‫ ِح‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ P‫ت‬Pْ Pَ‫ن‬P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫و‬Pَ Pۖ P‫ك‬ Pَ P‫ر‬Pَ Pَ‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َم‬P‫ ا‬Pَ‫ ث‬Pُ‫ ل‬Pُ‫ث‬
Pٌ‫ ة‬P‫و‬Pَ PPP‫ ْخ‬Pِ‫ إ‬Pُ‫ ه‬P Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬Pَ‫ ف‬Pۚ P‫ث‬ Pُ Pُ‫ ل‬P‫ ُّث‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ِه‬P‫ ِّم‬Pُ ‫ أِل‬Pَ‫ ف‬Pُ‫ه‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ Pَ‫ ب‬Pَ‫ أ‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ث‬P‫ ِر‬P‫ َو‬P‫ َو‬P‫ ٌد‬Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ P‫ ُك‬Pَ‫ ي‬P‫ ْم‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬Pَ‫ ف‬Pۚ P‫ ٌد‬Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ك‬ َ P‫ َر‬Pَ‫ت‬
P‫ ْم‬Pُ‫ ه‬PُّP‫ ي‬Pَ‫ أ‬P‫ن‬Pَ P‫ و‬P‫ ُر‬P‫ ْد‬PPَ‫ اَل ت‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬P‫ ُؤ‬P‫ ا‬PPَ‫ ن‬P‫ ْب‬Pَ‫ أ‬P‫ َو‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬P‫ ُؤ‬P‫ ا‬PPَ‫ب‬P‫ آ‬Pۗ P‫ ٍن‬P‫ ْي‬P‫ َد‬P‫و‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ ا‬PPَ‫ ه‬Pِ‫ ب‬P‫ ي‬P ‫ص‬P Pِ ‫ و‬Pُ‫ ي‬P‫ ٍة‬PَّP‫ ي‬P ‫ص‬ Pِ P‫و‬Pَ P‫ ِد‬P‫ْع‬P Pَ‫ ب‬P‫ن‬Pْ P‫ ِم‬Pۚ P‫س‬ Pُ P‫ ُد‬PُّP‫س‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ِه‬P‫ ِّم‬Pُ ‫ أِل‬Pَ‫ف‬
P‫ ا‬P‫ ًم‬P‫ ي‬P‫ ِك‬P‫ َح‬P‫ ا‬P‫ ًم‬P‫ ي‬Pِ‫ ل‬P‫ َع‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َك‬Pَ ‫ هَّللا‬P‫ َّن‬Pِ‫ إ‬Pۗ Pِ ‫ هَّللا‬P‫ن‬Pَ P‫ ِم‬Pً‫ ة‬P‫ض‬ Pُ P‫ َر‬P‫ ْق‬Pَ‫أ‬
َ P‫ ي‬P‫ ِر‬Pَ‫ ف‬Pۚ P‫ ا‬P‫ ًع‬P‫ ْف‬Pَ‫ ن‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬Pَ‫ ل‬P‫ب‬

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:


bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika
9
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002).
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

QS. An-Nisa’ (4) : 12

P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ ُع‬P Pُ‫ ب‬PُّP‫ر‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ُم‬P‫ ُك‬Pَ‫ ل‬Pَ‫ ف‬P‫ ٌد‬P Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ P‫ َّن‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬PPP‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬Pَ‫ ف‬Pۚ P‫ ٌد‬Pَ‫ ل‬P‫ َو‬P‫ َّن‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ P‫ ُك‬Pَ‫ ي‬P‫ ْم‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬P‫ ُج‬P‫ ا‬P‫ َو‬P‫ز‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ك‬َ P‫ َر‬Pَ‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َم‬P‫ف‬ Pُ P‫ص‬ Pْ Pِ‫ ن‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ
Pٌ‫ د‬P Pَ‫ ل‬P‫ َو‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ P‫ ُك‬Pَ‫ ي‬P‫ ْم‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ ْم‬Pُ‫ ت‬P‫ ْك‬P‫ َر‬Pَ‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ ُع‬Pُ‫ ب‬PُّP‫ر‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ َّن‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ Pۚ P‫ ٍن‬P‫ ْي‬P‫ َد‬P‫و‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ ا‬Pَ‫ ه‬Pِ‫ ب‬P‫ن‬Pَ P‫ ي‬P‫ص‬
Pِ P‫و‬Pُ‫ ي‬P‫ ٍة‬PَّP‫ ي‬P‫ص‬ ِ P‫ َو‬P‫ ِد‬P‫ ْع‬Pَ‫ ب‬P‫ن‬Pْ P‫ ِم‬Pۚ P‫ن‬Pَ P‫ ْك‬P‫ َر‬Pَ‫ت‬
P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ َو‬Pۗ P‫ن‬Pٍ P‫ ْي‬P‫ َد‬P‫و‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ ا‬PPَ‫ ه‬Pِ‫ ب‬P‫ن‬Pَ P‫ و‬P ‫ص‬PPُ ‫ و‬Pُ‫ ت‬P‫ ٍة‬PَّP‫ ي‬P ‫ص‬ Pِ P‫و‬Pَ P‫ ِد‬P‫ْع‬P Pَ‫ ب‬P‫ن‬Pْ P‫ ِم‬Pۚ P‫ ْم‬Pُ‫ ت‬P‫ ْك‬P‫ر‬Pَ PPَ‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ن‬Pُ P‫ ُم‬P‫ ُّث‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ َّن‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬Pَ‫ ف‬P‫ ٌد‬PPَ‫ ل‬P‫ َو‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬Pَ‫ ف‬Pۚ
Pُ P‫ ُد‬PُّP‫س‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ا‬P‫ َم‬Pُ‫ ه‬P‫ ْن‬P‫ ِم‬P‫ ٍد‬P‫ ِح‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ PِّP‫ ل‬P‫ ُك‬Pِ‫ ل‬Pَ‫ ف‬P‫ت‬
P‫ا‬P‫و‬Pُ‫ن‬P‫ ا‬PPP‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬Pَ‫ ف‬Pۚ P‫س‬ Pٌ P‫خ‬Pْ Pُ‫ أ‬P‫و‬Pْ Pَ‫أ‬ P‫ ٌخ‬Pَ‫ أ‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ Pٌ‫ ة‬Pَ‫ أ‬P‫ َر‬P‫ ْم‬P‫ ا‬P‫ ِو‬Pَ‫ أ‬Pً‫ ة‬Pَ‫ اَل ل‬P‫ َك‬P‫ث‬
Pُ P‫ر‬Pَ P‫و‬Pُ‫ ي‬P‫ ٌل‬P‫ ُج‬P‫ َر‬P‫ن‬Pَ P‫ ا‬P‫َك‬
Pَ P‫ ُم‬P‫ر‬Pَ PPْP‫ ي‬P‫ َغ‬P‫ ٍن‬P‫ ْي‬P‫ َد‬P‫و‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ ا‬PPPَ‫ ه‬Pِ‫ ب‬P‫ى‬Pٰ PP‫ص‬P
Pۚ PٍّP‫ر‬P‫ ا‬P ‫ض‬ Pَ ‫و‬Pُ‫ ي‬P‫ ٍة‬PَّP‫ ي‬P‫ص‬ Pِ P‫و‬Pَ P‫ ِد‬P‫ ْع‬Pَ‫ب‬ P‫ن‬Pْ P‫ ِم‬Pۚ P‫ث‬ ِ Pُ‫ ل‬Pُّ‫ث‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ي‬Pِ‫ ف‬P‫ ُء‬P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ر‬Pَ P‫ ُش‬P‫ ْم‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ف‬P‫ك‬ َ Pِ‫ ل‬P‫ َذ‬Pٰ P‫ن‬Pْ P‫ ِم‬P‫ َر‬Pَ‫ ث‬P‫ ْك‬Pَ‫أ‬
P‫ ٌم‬P‫ ي‬Pِ‫ ل‬P‫ َح‬P‫ ٌم‬P‫ ي‬Pِ‫ ل‬P‫ َع‬Pُ ‫ هَّللا‬P‫و‬Pَ Pۗ Pِ ‫ هَّللا‬P‫ن‬Pَ P‫ ِم‬Pً‫ ة‬PَّP‫ ي‬P‫ص‬
Pِ P‫و‬Pَ

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu
saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga
itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan
tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Ayat 11 dan 12 merupakan penjelasan waris secara rinci. Allah menjelaskan hukum-
hukum waris dan bagian-bagiannya untuk membatalkan hukum waris yang biasa dilakukan
oleh orang-orang Arab pada masa Jahiliyah yang melarang wanita dan anak-anak
mendapatkan bagian waris dan membolehkan orang-orang yang diharamkan dalam Islam.10

2) QS. An-Nisa’ (4): 7

P‫ ِن‬P‫ ا‬P‫ َد‬PPPِ‫ل‬P‫ ا‬P‫ َو‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ك‬


Pَ P‫ر‬Pَ PPَP‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ب‬ Pِ Pَ‫ ن‬P‫ ِء‬P‫ ا‬PP‫س‬P
Pٌ P‫ ي‬PP‫ص‬P Pَ Pِّ‫ن‬P‫ ل‬Pِ‫ ل‬P‫ َو‬P‫ن‬Pَ P‫و‬PPُP‫ ب‬P‫ َر‬P‫ ْق‬Pَ ‫أْل‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ P‫ ِن‬P‫ ا‬P‫ َد‬PPPِ‫ل‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ك‬
َ P‫ َر‬PPَP‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ب‬ Pِ Pَ‫ ن‬P‫ ِل‬P‫ ا‬PPP‫ َج‬PِّP‫ر‬P‫ ل‬Pِ‫ل‬
Pٌ P‫ ي‬PP‫ص‬P
P‫ ا‬P‫ض‬ً P‫ و‬P‫ ُر‬P‫ ْف‬P‫ َم‬P‫ ا‬Pً‫ب‬P‫ ي‬P‫ص‬ ِ Pَ‫ ن‬Pۚ P‫ر‬Pَ Pُ‫ ث‬P‫ َك‬P‫و‬Pْ Pَ‫ أ‬Pُ‫ ه‬P‫ ْن‬P‫ ِم‬PَّP‫ ل‬Pَ‫ ق‬P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ن‬Pَ P‫ و‬Pُ‫ ب‬P‫ َر‬P‫ ْق‬Pَ ‫أْل‬P‫ ا‬P‫و‬Pَ

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi
orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

Ayat ini menjelaskan bahwa dalam hukum Islam, bukan hanya laki-laki yang
memiliki hak waris, akan tetapi perempuan juga mempunyai hak waris dan agama juga
sebagai pelindung hak-hak perempuan. Selain itu, yang lebih utama dalam kewarisan Islam
adalah pembagian waris yang adil, bukan pada jumlahnya.11

3) QS. An-Nisa' (4) : 176

Pُ‫ ه‬P Pَ‫ ل‬P‫ َو‬P‫ ٌد‬P Pَ‫ ل‬P‫و‬Pَ Pُ‫ ه‬P Pَ‫ ل‬P‫س‬
Pَ P‫ ْي‬Pَ‫ ل‬P‫ك‬ َ P Pَ‫ل‬Pَ‫ ه‬P‫ ٌؤ‬P‫ ُر‬PP‫ ْم‬P‫ ا‬P‫ن‬Pِ Pِ‫ إ‬Pۚ P‫ ِة‬Pَ‫ اَل ل‬P‫ َك‬P‫ ْل‬P‫ ا‬P‫ ي‬Pِ‫ ف‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬P‫ ي‬Pِ‫ ت‬P‫ ْف‬Pُ‫ ي‬Pُ ‫ هَّللا‬P‫ل‬Pِ Pُ‫ ق‬P‫ك‬
Pَ Pَ‫ن‬P‫و‬Pُ‫ ت‬P‫ ْف‬Pَ‫ ت‬P‫ ْس‬Pَ‫ي‬
P‫ ا‬PPَ‫ ت‬Pَ‫ن‬P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫إ‬PPَ‫ ف‬Pۚ P‫ ٌد‬PPَ‫ ل‬P‫ َو‬P‫ ا‬PPَ‫ ه‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ P‫ ُك‬Pَ‫ ي‬P‫ ْم‬Pَ‫ ل‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫ ا‬PPَ‫ه‬Pُ‫ ث‬P‫ ِر‬Pَ‫ ي‬P‫ َو‬P Pُ‫ ه‬P‫ َو‬Pۚ P‫ك‬
Pَ P‫ر‬Pَ Pَ‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َم‬P‫ف‬ Pُ P‫ص‬ Pْ Pِ‫ ن‬P‫ا‬Pَ‫ه‬Pَ‫ل‬Pَ‫ ف‬P‫ت‬ Pٌ P‫خ‬Pْ Pُ‫أ‬
Pِ‫ ر‬P‫ َك‬P‫ َّذ‬P ‫ل‬PPِ‫ ل‬Pَ‫ ف‬P‫ ًء‬P‫ ا‬P ‫س‬P
Pَ Pِ‫ ن‬P‫و‬Pَ ‫اًل‬P‫ ا‬PP‫ َج‬P‫ ِر‬Pً‫ ة‬P‫ َو‬P‫ ْخ‬Pِ‫ إ‬P‫ا‬P‫و‬Pُ‫ن‬P‫ ا‬P‫ َك‬P‫ن‬Pْ Pِ‫ إ‬P‫و‬Pَ Pۚ P‫ك‬ َ P‫ َر‬Pَ‫ ت‬P‫ ا‬P‫ َّم‬P‫ ِم‬P‫ ِن‬P‫ ا‬Pَ‫ث‬Pُ‫ ل‬Pُّ‫ث‬P‫ل‬P‫ ا‬P‫ ا‬P‫ َم‬Pُ‫ ه‬Pَ‫ ل‬Pَ‫ ف‬P‫ ِن‬P‫ ْي‬Pَ‫ ت‬Pَ‫ ن‬P‫ ْث‬P‫ا‬
P‫ ٌم‬P‫ ي‬Pِ‫ ل‬P‫ َع‬P‫ ٍء‬P‫ي‬ Pْ P‫ َش‬P‫ ِّل‬P‫ ُك‬Pِ‫ب‬ Pِ Pَ‫ ت‬P‫ن‬Pْ Pَ‫ أ‬P‫ ْم‬P‫ ُك‬Pَ‫ ل‬Pُ ‫ هَّللا‬P‫ن‬Pُ Pِّ‫ ي‬Pَ‫ب‬Pُ‫ ي‬Pۗ P‫ ِن‬P‫ ْي‬Pَ‫ ي‬Pَ‫ ث‬P‫ ْن‬Pُ ‫أْل‬P‫ ا‬Pِّ‫ ظ‬P‫ َح‬P‫ ُل‬P‫ ْث‬P‫ِم‬
Pُ ‫ هَّللا‬P‫ َو‬Pۗ P‫ا‬P‫ و‬Pُّ‫ ل‬P‫ض‬
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai
10
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Semarang: CV. Toha Putra, 1993), hlm.350
11
Al-Alamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur'an (Jakarta: al-Huda, 2004), hlm.489
anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan
perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat diatas menjelaskan tentang warisan saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Dalam ayat ini dijelaskan secara rinci tentang pembagian warisan saudara laki-laki dan
perempuan. Saudara perempuan mendapat seperdua dari harta yang ditinggalkan apabila
tidak mempunyai anak. Sedangkan saudara laki-laki mendapatkan semua harta dari seorang
wanita apabila tidak mempunyai anak.Untuk dua orang saudara perempuan akan mewarisi
dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa
aturan-aturan yang telah ditetapkan merupakan jalan agar supaya tidak tersesat dari jalan
kebahagiaan dan sesungguhnya jalan yang ditunjukkan Allah adalah jalan yang benar.

B. Sunnah Nabi SAW.


1) Artinya:"Dari Ibnu Abbas r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda: berikanlah harta
pusaka kepada yang berhak dan sisanya untuk orang lakilaki yang lebih
utama/lebih dekat." (HR. Bukhari dan Muslim)
2) Artinya : dari Jabir bin Abdullah berkata : kami keluar bersama Rasulullah
SAW , sehingga datang ke kami seorang wanita Anṣar di pasarpasar. Maka datang
seorang wanita dengan dua anak perempuannya dan berkata : ya Rasulullah ini
dua anak perempuan Ṡabit bin Qais yang telah syahid terbunuh bersama engkau di
perang uhud dan paman keduanya telah
mengambil hartanya dan warisannya semua. Dan tidak ada hartanya yang tersisa
kecuali pasti diambilnya. Maka apa pendapatmu ya Rasulullah, demi Allah kedua
anak perempuan ini tidak bisa menikah kecuali kalau keduanya memiliki harta.
Maka Rasulullah SAW bersabda : Allah akan memberikan ketentuannya. (Jabir)
berkata : telah turun surat an-Nisa` : 11. maka Rasulullah SAW bersabda :
panggilkan untukku wanita itu dan keluarganya, Beliau berkata pada paman
keduanya : berikan kepada kedua anak perempuannya 2\3 dan ibunya 1\8 dan
sisanya untukmu. Abu Dawud berkata : Bisyr salah bukan kedua anak Sabit bin
Qais tetapi anak Sa'ad bin Rabi' karena Sabit bin Qais syahid di perang
Yamamah.12
2) Artinya :Dari Sa`ad bin Abi Waqaṣ Ra berkata : Nabi SAW datang untuk
menjengukku dan aku berada di Makkah, beliau tidak suka akan meninggal di
bumi yang dia telah berhijrah darinya, beliau bersabda : semoga Allah
memberikan rahmatnya kepada ibnu `Afra. Aku berkata : wahai Rasulullah aku
wasiatkan seluruh hartaku. Beliau bersabda : “tidak”. Aku berkata : separuhnya,
beliau berkata : “tidak”. Aku berkata : 1/3. Beliau bersabda : 1/3 itu banyak,
sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu itu kaya lebih baik daripada
engkau meninggalkan mereka miskin yang meminta-minta kepada orang lain, dan
sesungguhnya engkau memberikan nafkah (kepada keluargamu) itu adalah
shodaqah, meskipun hanya sesuap makanan yang engkau berikan kepada istrimu,
semoga Allah akan mengangkatmu maka manusia bisa mengambil manfaat
darimu dan yang lainnya terhindar bahaya darimu, padahal pada saat itu dia tidak
memiliki ahli waris kecuali hanya seorang anak perempuan.(HR Bukhori no
hadits : 2742, Muslim, 4296).

C. Ijma` para ulama.

Para ulama sepakat bahwa wajib membagi harta warisan sesuai dengan alQur`an dan as-
Sunnah dan saling mewarisi antara sesama muslim itu hukumnya wajib.13

KESIMPULAN

12
Ahmad Gad, Shahih Fiqih Sunnah Linnisa`, (Kairo : Dar al-Ghad al-Gadeed, 2006), hlm.432-434,
13
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslim,( Surakarta : penerbit insane kamil, 2009), hlm. 784
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai