Di susun oleh :
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pada
dasarnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam material saja/ harta benda saja yang
dapat diwaris.1 Kapitalisme industri telah menghancurkan unit kerja suami dan istri, awalnya
perempuan setidaknya telah menjadi lebih tergantung kepada laki-laki bagi keberlangsungan
ekonominya. Pernikahan bagi perempuan, menurut Hamilton, telah menjadi tiket perempuan
untuk memperoleh kehidupan walau kadang kala sama sekali tidak mencukupi. Kapitalisme
dan patiarki merupakan dua sistem yang saling berkaitan. Karenanya , ada hubungan antara
pembagian kerja dan upah dan kerja domestik, pembagian kerja domestik yang hirarkis terus
dihidupkan oleh keluarga telah mengenyampingkan peranan produktif tradisional bagi
keberlangsungan dan kebaikan dalam masyarakat. Yang dahulu wanita hanya sebagai
pendamping pria dalam mencari nafkah kini telah mengalami pergeseran. Kini perempuan
tidak sedikit malah menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Perubahan inilah yang
menjadikan perubahan sosial yang dahulu wanita merupakan sebagai mahluk kelas dua kini
telah mensejajarkan kedudukanya dengan laki-laki, begitu pula dalam tuntutan dalam
pembagian terhadap harta warisan. Sebab didalam sistem hukum kewarisan Islam
menempatkan pembagian yang tidak sama antara laki-laki dengan perempuan. Seiring
dengan bias Gender kaum feminis selalu meminta kedudukan yang sama dengan laki-laki,
sebab pada prinsipnya hukum tidak membeda-bedakan jenis kelamin antara laki-laki dengan
perempuan. Semakin banyaknya tuntutan kaum feminis terhadap kaum maskulin
mempengaruhi pula terhadap sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Arti
keadilanpun mengalami perubahan yang sangat berarti yang dahulu laki-laki merupakan
sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap setiap permasalahan dalam rumah tangga.
Tetapi sekarang telah mengalami perubahan yang berarti.2
Kini laki-laki tidak satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Sehingga tuntutan akan
keadilan pun berubah pula. Yang dahulu di zaman jahiliyah wanita bukanlah sebagai ahli
1
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 3.
2
Bambang, Sugiharto, Post Modern Tantangan Bagi Filsafat, (Yogyakarta,Kanisius, 1996), hlm.100
waris karena dahulu sistem kekeluargaan menganut sistem Patrilinial dimana semua harta
adalah milik suami atau laki-laki. Karena masyarakat pada zaman jahiliyah berpendapat
bahwa hanya laki-laki lah yang dapat mengumpulkan harta. Maka semua harta menjadi hak
laki-laki saja. Dengan di turunkanya Islam maka wanita mempunyai hak yang sama kuat di
dalam hak untuk mendapatkan harta warisan yaitu sejak diturunkanya surat an-Nisa’ ayat 7
yang artinya: laki-laki berhak memperoleh harta dari peninggalan ibu bapaknya dan wanita
pun berhak memperoleh bagian dari harta peniggalan ibu, bapaknya dan kerabatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kewarisan dalam Islam
2. Bagaimana sistem Kewarisan bagi perempuan
3. Bagaimana ketentuan pembagian warisan perempuan menurut al-Qur’an dan as-
Sunnah?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar Mengetaui pengertian kewarisan dalam Islam
2. Agar mengetahui sistem kewarisan bagi perempuan
3. Agar mengetahui Ketentuan pembagian warisan wanita menurut al-Qur’an dan as-
Sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Warisan dalam Syariat Islam, (Bandung: CV. Diponegaoro, 1988), hal.
40.
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 35
5
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII, 1982), hal. 24-27.
Islam memandang harta sebagai jalan menuju ketakwaan. Banyak cara yang
dianjurkan Islam untuk memperolehnya, yaitu dengan cara berniaga, beternak, dll. Dengan
harta tersebut, Islam menganjurkan untuk mendistribusikannya secara merata. Itu sebabnya
Islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan harta, zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat,
dan wakaf. Hal ini menunjukkan, bahwa harta tidak hanya diperuntukkan bagi keturunan
tetapi bagi umat manusia secara luas. Hal ini menyiratkan bahwa kemanfaatan harta menurut
Islam bersifat luas. Harta tidak hanya diperuntukkan untuk anak keturunan, tetapi untuk
masyarakat dan jihad di jalan Allah. Dalam hal pembagian harta warisan, Islam juga
mengatur jumlah golongan ahli waris secara luas, sebab ahli waris tidak terbatas hanya
keluarga yang se-nasab tetapi juga di antara keluarga yang ikatannya timbul akibat tali
perkawinan atau agama, seperti istri, orangtua, dan saudara kandung. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai sosialitas Islam selalu menyebar luas sehingga pemanfaatan harta warisan dapat
merata, meskipun kemudian harta terbagi-bagi dalam jumlah yang kecil. Hukum kewarisan
Islam membedakan besar kecil bagian para ahli waris yang disesuaikan dengan kebutuhan
hidup sehari-hari. Bagian-bagian tertentu bagi para ahli waris yang sudah ditentukan tersebut
termasuk hal yang sifatnya ta'abbudi yang wajib dilaksanakan. Olehsebab itu, telah menjadi
ketetapan sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 11, 12, dan 13. Ayat
tersebut sangat jelas dan tegas. Al-Qur'an menggunakan ungkapan Golongan yang berhak
sebagai ahli waris menurut hukum Islam adalah anak lelaki, anak perempuan, suami, isteri,
ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, kakek, nenek, cucu laki-laki dan cucu
perempuan. Adapun bagian yang diterima oleh ahli waris, para imam madhab sepakat atas
bagian-bagian yang ditentukan dalam al-Qur'an, yaitu: seperdua (nisf), seperempat, (rub),
seperdelapan (tsumun), dua pertiga (tsulutsan), sepertiga (tsulus) dan seperenam (sudus).
Selain itu hanya ijma' belaka.6
Orang yang berhak mendapatkan ketentuan pembagian warisan ditinjau dari jenis
kelamin laki-laki dan perempuan berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah serta kesepakatan para
ulama ada dua puluh lima golongan, yang terdiri dari lima belas dari golongan laki-laki dan
sepuluh dari golongan perempuan. Ketentuan jumlah bagian warisan berdasarkan al-Qur`an
dan as-Sunnah ada enam macam , yaitu setengah harta mayit (1/2), seperempat harta mayit
6
Syaikh al-„Allamah Muhammad bin „Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madhab, terj. Abdullah
Zaki Alkaf, (Bandung: Hasyimi, 2010), hal. 322.
(1/4), seperdelapan harta mayit (1/8), dua pertiga dari harta mayit (2/3), sepertiga harta mayit
(1/3) dan seperenam dari harta mayit (1/6).
B. Wanita mendapatkan bagian warisan secara ta'sib (bagian yang tidak tertentu atau
sisa).
Wanita mendapatkan bagian secara ta'sib hanya pada Asabah bil gair dan Asabah
ma'al gair, wanita tidak bisa mendapatkan bagian warisan secara Asabah bin nafs. Asabah bil
gair adalah seseorang mendapatkan bagian secara asabah disebabkan ada ahli waris yang
mendapatkan asabah bin nafs . Yang mendapatkan bagian asabah bil gair semuanya
perempuan. Dan ini hanya terbatas pada empat orang ahli waris yaitu :
1. Anak perempuan akan mendapatkan asabah bil gair , apabila bersama dengan anak
laki-laki yang mendapatkan asabah bin nafs . Dengan cara pembagian bahwa anak
laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat bagian anak perempuan.
2. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dia akan mendapatkan asabah bil gair
apabila bersama dengan cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki yang
mendapatkan bagian aṣabah bin nafs . Dengan ketentuan pembagian bahwa cucu laki-
laki mendapatkan bagian dua kali lipat bagian cucu perempuan. Apabila tidak ada
anak laki-laki, apabila mayit memiliki anak laki-laki.
3. Saudara perempuan sekandung akan mendapatkan warisan secara asabah bil gair ,
apabila bersama dengan saudara laki-laki sekandung, dengan pembagian bahwa
saudara laki-laki sekandung mendapatkan bagian dua kali lipat bagian saudara
perempuan sekandung. Dengan catatan tidak ada ahli waris yang lebih dekat dan kuat
yang menghalanginya.
4. Saudara perempuan seayah akan mendapatkan warisan secara asabah bil gair , apabila
bersama dengan saudara laki-laki seayah, dengan pembagian bahwa saudara laki-laki
seayah mendapatkan bagian dua kali lipat bagian saudara perempuan seayah. Dengan
tidak ada ahli waris yang lebih kuat dan lebih dekat yang menghalanginya. Wanita
mendapatkan warisan secara asabah ma'al gair.Yang dimaksud dengan asabah ma'al
gair adalah seseorang bisa mendapatkan warisan secara asabah ma'al gair disebabkan
bersama dengan yang lainnya. Ini khusus terjadi pada saudara perempuan sekandung
bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau
7
Zakiyah. Ar, Pelajaran Faraaidl, (Jawa timur : perguruan pondok karangasem Paciran-Lamongan, 1989) hlm.
15- 36
saudara perempuan seayah bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan
dari anak laki-laki, atau saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.8
Sumber utama dari hukum Islam, sebagai hukum agama (Islam) adalah nash atau teks
yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi SAW serta ijma' para ulama. Ayat-ayat
al-Qur’an dan Sunah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan adalah sebagai berikut:
A. Ayat-ayat al-Qur’an
1) QS. An-Nisa’ (4): 11
P َّنPُ هPَ لPَ فP ِنP ْيPَ تPَ نP ْثP اPق Pَ Pِ نP َّنP ُكPنPْ Pِ إPPَ فPۚ PنPِ P ْيPَ يPَ ثP ْنPُ أْلP اPظ
َ PوPْ PPَ فP ًءP اP سP ِّ PP َحP ُلPP ْثP ِمP ِرP َكP َّذP لPPِ لPۖ P ْمP ُكP اَل ِدPوPْ Pَ أP يPِ فPُ هَّللاP ُمP ُكP يPص ِ P وPُي
P اP َّمP ِمPس Pُ P ُدPPُّسPلP اP اPP َمPُ هP ْنP ِمP ٍدPP ِحP اPوPَ PِّP لPP ُكPِ لP ِهPP ْيP َوPَ بPَ أِلP َوPۚ Pف Pُ P صPPْ PِّنPلP اP اPPَ هPَ لPَ فPً ةP َدP ِحP اPوPَ PتPْ PَنP اP َكPنPْ Pِ إPوPَ Pۖ Pك Pَ PرPَ Pَ تP اP َمP اPَ ثPُ لPُث
Pٌ ةPوPَ PPP ْخPِ إPُ هP Pَ لPنPَ P اP َكPنPْ Pِ إPَ فPۚ Pث Pُ Pُ لP ُّثPلP اP ِهP ِّمPُ أِلPَ فPُهP اPوPَ Pَ بPَ أPُ هPَ ثP ِرP َوP َوP ٌدPَ لPوPَ Pُ هPَ لPنPْ P ُكPَ يP ْمPَ لPنPْ Pِ إPَ فPۚ P ٌدPَ لPوPَ Pُ هPَ لPنPَ P اP َكPنPْ Pِ إPك َ P َرPَت
P ْمPُ هPُّP يPَ أPنPَ P وP ُرP ْدPPَ اَل تP ْمP ُكP ُؤP اPPَ نP ْبPَ أP َوP ْمP ُكP ُؤP اPPَبP آPۗ P ٍنP ْيP َدPوPْ Pَ أP اPPَ هPِ بP يP صP Pِ وPُ يP ٍةPَّP يP ص Pِ PوPَ P ِدPْعP Pَ بPنPْ P ِمPۚ Pس Pُ P ُدPُّPسPلP اP ِهP ِّمPُ أِلPَف
P اP ًمP يP ِكP َحP اP ًمP يPِ لP َعPنPَ P اP َكPَ هَّللاP َّنPِ إPۗ Pِ هَّللاPنPَ P ِمPً ةPض Pُ P َرP ْقPَأ
َ P يP ِرPَ فPۚ P اP ًعP ْفPَ نP ْمP ُكPَ لPب
P اP َّمP ِمP ُعP Pُ بPُّPرPلP اP ُمP ُكPَ لPَ فP ٌدP Pَ لPوPَ P َّنPُ هPَ لPنPَ P اPPP َكPنPْ Pِ إPَ فPۚ P ٌدPَ لP َوP َّنPُ هPَ لPنPْ P ُكPَ يP ْمPَ لPنPْ Pِ إP ْمP ُكP ُجP اP َوPزPْ Pَ أPكَ P َرPَ تP اP َمPف Pُ Pص Pْ Pِ نP ْمP ُكPَ لPوPَ
Pٌ دP Pَ لP َوP ْمP ُكPَ لPنPْ P ُكPَ يP ْمPَ لPنPْ Pِ إP ْمPُ تP ْكP َرPَ تP اP َّمP ِمP ُعPُ بPُّPرPلP اP َّنPُ هPَ لPوPَ Pۚ P ٍنP ْيP َدPوPْ Pَ أP اPَ هPِ بPنPَ P يPص
Pِ PوPُ يP ٍةPَّP يPص ِ P َوP ِدP ْعPَ بPنPْ P ِمPۚ PنPَ P ْكP َرPَت
PنPْ Pِ إP َوPۗ PنPٍ P ْيP َدPوPْ Pَ أP اPPَ هPِ بPنPَ P وP صPPُ وPُ تP ٍةPَّP يP ص Pِ PوPَ P ِدPْعP Pَ بPنPْ P ِمPۚ P ْمPُ تP ْكPرPَ PPَ تP اP َّمP ِمPنPُ P ُمP ُّثPلP اP َّنPُ هPَ لPَ فP ٌدPPَ لP َوP ْمP ُكPَ لPنPَ P اP َكPنPْ Pِ إPَ فPۚ
Pُ P ُدPُّPسPلP اP اP َمPُ هP ْنP ِمP ٍدP ِحP اPوPَ PِّP لP ُكPِ لPَ فPت
PاPوPُنP اPPP َكPنPْ Pِ إPَ فPۚ Pس Pٌ PخPْ Pُ أPوPْ Pَأ P ٌخPَ أPُ هPَ لPوPَ Pٌ ةPَ أP َرP ْمP اP ِوPَ أPً ةPَ اَل لP َكPث
Pُ PرPَ PوPُ يP ٌلP ُجP َرPنPَ P اPَك
Pَ P ُمPرPَ PPْP يP َغP ٍنP ْيP َدPوPْ Pَ أP اPPPَ هPِ بPىPٰ PPصP
Pۚ PٍّPرP اP ض Pَ وPُ يP ٍةPَّP يPص Pِ PوPَ P ِدP ْعPَب PنPْ P ِمPۚ Pث ِ Pُ لPُّثPلP اP يPِ فP ُءP اP َكPرPَ P ُشP ْمPُ هPَ فPك َ Pِ لP َذPٰ PنPْ P ِمP َرPَ ثP ْكPَأ
P ٌمP يPِ لP َحP ٌمP يPِ لP َعPُ هَّللاPوPَ Pۗ Pِ هَّللاPنPَ P ِمPً ةPَّP يPص
Pِ PوPَ
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu
saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga
itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan
tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Ayat 11 dan 12 merupakan penjelasan waris secara rinci. Allah menjelaskan hukum-
hukum waris dan bagian-bagiannya untuk membatalkan hukum waris yang biasa dilakukan
oleh orang-orang Arab pada masa Jahiliyah yang melarang wanita dan anak-anak
mendapatkan bagian waris dan membolehkan orang-orang yang diharamkan dalam Islam.10
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi
orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Ayat ini menjelaskan bahwa dalam hukum Islam, bukan hanya laki-laki yang
memiliki hak waris, akan tetapi perempuan juga mempunyai hak waris dan agama juga
sebagai pelindung hak-hak perempuan. Selain itu, yang lebih utama dalam kewarisan Islam
adalah pembagian waris yang adil, bukan pada jumlahnya.11
Pُ هP Pَ لP َوP ٌدP Pَ لPوPَ Pُ هP Pَ لPس
Pَ P ْيPَ لPك َ P PَلPَ هP ٌؤP ُرPP ْمP اPنPِ Pِ إPۚ P ِةPَ اَل لP َكP ْلP اP يPِ فP ْمP ُكP يPِ تP ْفPُ يPُ هَّللاPلPِ Pُ قPك
Pَ PَنPوPُ تP ْفPَ تP ْسPَي
P اPPَ تPَنP اP َكPنPْ PِإPPَ فPۚ P ٌدPPَ لP َوP اPPَ هPَ لPنPْ P ُكPَ يP ْمPَ لPنPْ Pِ إP اPPَهPُ ثP ِرPَ يP َوP Pُ هP َوPۚ Pك
Pَ PرPَ Pَ تP اP َمPف Pُ Pص Pْ Pِ نPاPَهPَلPَ فPت Pٌ PخPْ Pُأ
Pِ رP َكP َّذP لPPِ لPَ فP ًءP اP سP
Pَ Pِ نPوPَ اًلP اPP َجP ِرPً ةP َوP ْخPِ إPاPوPُنP اP َكPنPْ Pِ إPوPَ Pۚ Pك َ P َرPَ تP اP َّمP ِمP ِنP اPَثPُ لPُّثPلP اP اP َمPُ هPَ لPَ فP ِنP ْيPَ تPَ نP ْثPا
P ٌمP يPِ لP َعP ٍءPي Pْ P َشP ِّلP ُكPِب Pِ Pَ تPنPْ Pَ أP ْمP ُكPَ لPُ هَّللاPنPُ Pِّ يPَبPُ يPۗ P ِنP ْيPَ يPَ ثP ْنPُ أْلP اPِّ ظP َحP ُلP ْثPِم
Pُ هَّللاP َوPۗ PاP وPُّ لPض
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai
10
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Semarang: CV. Toha Putra, 1993), hlm.350
11
Al-Alamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur'an (Jakarta: al-Huda, 2004), hlm.489
anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan
perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat diatas menjelaskan tentang warisan saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Dalam ayat ini dijelaskan secara rinci tentang pembagian warisan saudara laki-laki dan
perempuan. Saudara perempuan mendapat seperdua dari harta yang ditinggalkan apabila
tidak mempunyai anak. Sedangkan saudara laki-laki mendapatkan semua harta dari seorang
wanita apabila tidak mempunyai anak.Untuk dua orang saudara perempuan akan mewarisi
dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa
aturan-aturan yang telah ditetapkan merupakan jalan agar supaya tidak tersesat dari jalan
kebahagiaan dan sesungguhnya jalan yang ditunjukkan Allah adalah jalan yang benar.
Para ulama sepakat bahwa wajib membagi harta warisan sesuai dengan alQur`an dan as-
Sunnah dan saling mewarisi antara sesama muslim itu hukumnya wajib.13
KESIMPULAN
12
Ahmad Gad, Shahih Fiqih Sunnah Linnisa`, (Kairo : Dar al-Ghad al-Gadeed, 2006), hlm.432-434,
13
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslim,( Surakarta : penerbit insane kamil, 2009), hlm. 784
DAFTAR PUSTAKA