Anda di halaman 1dari 27

Makalah agama islam WARISAN

Di susun oleh: MUNTASIR TIKA OKTAVIANA YULIA CITRA MELI KURNIATI TIARA LUCKY R.

XII IPA 5
SMAN 1 KEPAHIANG

BAB I PENDAHULUAN

Pada dasarnya, setiap ciri khas dari suatu ilmu tidak dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya, kecuali jika definisi ilmu yang bersangkutan diketahui lebih dahulu. Karena ketidaktahuan terhadap sisi tertentu dari suatu ilmu, tidak mungkin seseorang akan termotivasi untuk menuntutnya. Ciri khas suatu ilmu juga dapat dilihat dari objek kajian dan tujuan-tujuan yang terkandung didalamnya, karena jika unsur-unsur dari suatu ilmu tidak dapat digambarkan, pembahasan ilmu tersebut juga akan menjadi siasia.

Kemudian dalam pembahasan kali ini adalah sebuah kajian yang menjawab berbagai hal yang berhubungan dengan harta warisan atau pembagian harta dan siapa-siapa saja yang berhak mendapatkannya. Karena sering kali polemik ini selalu berkelanjutan tidak ada ujungnya sampai-sampai bisa melaju ke meja hijau dalam pembagian harta Gono-gininya. Tak jarang hal ini juga yang menyebabkan pembunuhan antara msing-masing saudara untuk mendapatkan bagian yang lebih besar.

BAB II PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN Fiqih Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima

warisan, siapa-siapa yang tidak berhak mnerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya, dan bagaimana cara penghitungannya.

Al-Syarbiny dalam sebuah kitabnya Mughni al-Muhtaj juz 3 mengatakan bahwa: Fiqih Mawaris adalah fiqih yang berkaitan dengan pembagian harta warisan, mengetahui perhitungan agar sampai kepada mengetahui bagian harta warisan dan bagianbagian yang wajib diterima dari harta peninggalan untuk setiap yang berhak menerimanya.

Dalam konteks yang lebih umum, warisan dapat diartikan sebagai perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Warisan di Indonesia misalnya mendefinisikan Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

Dengan demikian,ilmu faraidh mencakup tiga unsur penting didalamnya: 1. Pengatahuan tentang kerabat-kerabat yang menjadi ahli waris; 2. Pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris; dan 3. Pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta waris. Al-Faraidh dalam bahasa Arab adalah bentuk plural dari kat tunggal Faradha, yang berakar kata dari huruf-huruf fa, ra, dan dha. Dan tercatat 14 kali dalam Al-Quran, dalam berbagai konteks kata. Karena itu, kata tersebut mengandung beberapa makna dasar, yakni suatu ketentuan untuk maskawin, menurunkan Al-Quran, penjelasan, penghalalan, ketetapan yang diwajibkan, ketetapan yang pasti, dan bahkan di lain ayat ia mengandung makna tidak tua.

Pada dasarnya arti-arti diatas sangat luas sehingga dalam tulisan ini, makna kata yang cocok adalah ketetapan yang pasti, yang tercantum pada surah An-Nisa, 4: 11: )11 : (

Kata ( ) berakar dari kata faradha yang pada mulanya bermakna kewajiban atau perintah. Kemudian karena kata faraidh seringkali diartikan sebagai saham-saham yang telah dipastikan kadarnya maka ia mengandung arti pula sebagai suatu kewajiban yang tidak bisa diubah karena datangnya dari Tuhan. Saham-saham yang tidak dapat diubah adalah angka pecahan 1/2 , 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, dan 2/3 yang terdapat dalam surah An-Nisa, 4:11, 12 dan 176. Dengan singkat Ilmu Faraidh dapat di definisikan sebagai Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris. Definisi inipun berlaku juga bagi Ilmu Mawarits, sebab Ilmu Mawarits, tidak lain adalah nama lain dari Ilmu Faraidh.

Adapun kata al-mawarits, adalah jama` dari kata mirots. Dan yang dimaksud dengan almirotsu, demikian pula alirtsu, wirtsi, wirotsah dan turots, yang diartikan dengan al-murutsu, adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli warisnya. Orang yang meninggalkan harta tersebut dinamakan almuwaritsu sedang ahli waris disebut dengan al-waritsu. B. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FARAIDH/ ILMU MAWARIS Tata aturan pembagian harta puaka di dalam masyarakat jahiliyyah, sebelum Islam datang, didasarkan atas nasab dan kekerabatan, dan itu hanya diberikan kepada keluarga yang laki-laki saja, yaitu mereka yang lelaki yang sudah dapat memenggul senjata untuk mempertahankan kehormatan keluarga, dan melakukan peperangan serta merampas harta peperangan. Orang-orang perempuan dan anak-anak tidak mendapatkan pusaka. Bahkan orang-orang perempuan, yaitu istri ayah atau istri saudara di jadikan harta pusaka. Kemudin, pengangkatan anak, berlaku dikalangan jahiliyah dan apabila sudah dewasa si anak angkat mempunyai hakyang sepenuh-penuhnya sebagaimana disyaratkan oleh bapak yang mengangkatnya. Dan karena itu, apabila bapak angkat ini meninggal, anak angkat mempunyai hak mewaris sepenuhpenuhnya atas harta benda bapak angkatnya. Demikian di awal Islam ini masih berlaku. Ketika Nabi Muhammad SAW. Hijrah demikian pula sahabat-sahabatnya, Nabi Muhammad mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Dan dikatakan persaudaraan inipun oleh Nabi dijadikan sebab pusaka-mempusakai antara mereka. Sebagai contoh, apabila seorang Muhajirin meninggal di Madinah dan bersamanya ikut walinya (ahli wais), harta pusakanya akan diwarisi oleh walinya yang ikut hijrah itu. Sedang walinya yang ikut hijrah, tidak berhak mempusakai hartanya tersebut. Dan apabila seorang Muhajir yang pindah itu meninggal dan tidak mempunyai wali, harta pusakanya dapat diwarisi oleh saudaranya dari Anshor yang menjadi ahli waris karena telah menjadi saudara itu. Tentu saja waris dari persaudaraan yang demikian itu, hanya apabila lelaki dan tentu saja sudah dewasa.

Tetapi didalam perkembangannya, masalah pengangkatan anak ini dihapus oleh Islam, pengangkatan anak itu tidak menyebabkan si anak angkat berkedudukan sebagai anak kandung. Tidak, Ia tetap sebagai anak lain. Hal ini dinyatakan dalam Al-Quran: )4( . ( : 4-5). Artinya : Dan tidaklah Allah menjadikan anak angkatmu sebagai anak-anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah ucapan di mulut saja. Dan Allah mengucapkan yang benar, dan Ia menunjukan jalan yang benar. Dan panggilah anak-anak itu menurut nama bapak-bapak mereka sendiri. Itulah yang adil di sisi Allah. Apabila kamu sekalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka, panggilah sebagai panggilan saudaramu dalam agama dan maula-maulamu(Al-Ahzab 4-5).

Pada masa awal-awal Islam, hukum kewarisan belum mengalami perubahan yang berarti. Di dalamnya masih terdapat penambahan-penambahan yang lebih bekonotasi strategis untuk kepentingan dakwah, atau bahkan politis. Tujuannya adalah, untuk merangsang persaudaraan demi perjuangan dan keberhasilan misi Islam. Pertimbangannya, kekuatan Islam pada masa itu, dirasakan masih sangat lemah baik sebagai komunitas bangsa maupun dalam pemantapan-pemantapan ajarannya, yang masih dalam dinamika perubahan. Oleh karena itu, dasar-dasar pewarisan yang digunakan pada masa awal-awal Islam, selain meneruskan beberapa nilai lama, juga ditambahkan dasar-dasar baru sebagai berikut: a. Pertalian kerabat (Al-Qarabah); b. Janji prasetia (Al-bilf wa al mu`aqadah); c. Pengangkatan anak (Al-tabanni) atau adopsi; d. Hijrah dari Mekah ke Madinah; e. Ikatan persaudaraan (Al-muakhah) antara orang-orang Muhajirin (pendatang) dan orang-orang Anshor, yaitu orang-orang Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum muhajirin dari Mekah di Madinah. C. Nabi HUKUM MEMPELAJARI Muhammad DAN SAW. MENGAJARKANNYA Bersabda:

( . ) Artinya, pelajarilah al-faraidh dan ajarkannlah ia kepada orang-orang. Sesungguhnya faraidh itu separuh ilmu, dan ia pun akan dilupakan serta ia pun merupakan ilmu yang pertama kali akan di cabut dikalangan ummat ku. (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daruquthniy). Hukum mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah artinya, bila sudah ada yang mempelajarinya, gugurlah kewajiban itu bagi orang lain. Dan ada juga yang mewajibkan mempelajari dan mengajarkannya. Bagi seorang muslim, tidak terkecuali apakah dia laki-laki atau perempuan yang tidak memahami atau mengerti hukum waris Islam maka wajib hukumnya (dilaksanakan mendapat pahala, tidak dilaksanakan berdosa) baginya untuk mempelajarinya. Dan sebaliknya bagi barang siapa yang telah memahami dan menguasai hukum waris Islam maka berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain.

Kewajiban belajar dan mengajarkan tersebut dimaksudkan agar dikalangan kaum muslimin (khususnya dalam keluarga) tidak terjadi perselisihan-perselisihan disebabkan masalah pembagian harta warisan yang pada gilirannya akan melahirkan perpecahan/ keretakan dalam hubungan kekeluargaan kaum muslim. Adapun perintah belajar dan mengajarkan hukum waris Islam dijumpai dalam Tekas hadits Rasulullah SAW., yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa`I dan Ad-Daruqthniy yang artinya berbunyi sebagai

berikut: Pelajarilah Al-Quran dan ajarkan kepada orang-orang dan pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya adalah yang bakal direnggut (mati), sedangkan ilmu itu akan diangkat. Hampirhampir dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka. (Fathur Rahman, 1987 : 35).

Perintah wajib tersebut didasarkan kepada perintah tekstual pelajarilah, yang dalam kaidah hukum disebutkan asalnya dari setiap perintah itu adalah wajib, maka dapat disimpulkan belajar ilmu hukum waris bagi siapa saja (khususnya bagi bagi kaum muslimin yang belum pandai) adalah wajib.

Namun demikian perlu dicatat menuerut Ali bin Qasim sebagaiman dikonstatir Fathur Rahman kewajiban dan mengajarkan hukum waris gugur apabila ada sebagian orang yang melaksanakannya (belajar dan mengajarkan hukum waris). Seluruh kaum Muslimin akan menanggung dosanya lantarkan mengabaikan atau melalaikan perintah, tak ubahnya seperti meniggalkan fardhu kifayah (kewajibankewajiban masyarakat secara kolektif) seperti menyelenggarakan penguerusan jenazah.

Begitu pentingnya Ilmu Faraidh, sampai dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagai separuh ilmu. Disamping itu oleh beliau diingatkan, ilmu inilah yang pertamakali di cabut. Akhirnya pada kenyataannya, hingga sekarang, tidak banyak orang yang mempelajari ilmu faraidh. Karena memang sukar. Bukankah karena itu ilmu ini lama-lama akan lenyap juga, karena sedikit yang mempelajarinya?. Lebih-lebih apabila orang akan membagi harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-kebujaksanaan dan tidak berdasar hukum Allah SWT.

BAB III PENUTUP

Semoga dengan pembahasan kali ini kita akan semakin mengerti dengan apa yang menjadi polemik kekeluargaan dalam pembagaian harta gono-gininya. Dengan kata lain semoga kita nantinya yang akan menjdai Kepala Keluarga dan Ibu Rumah Tangga akan lebih bijaksana dalam penentuannya (pembagian harta warisan).

Akhirnya kami selaku pemakalah jika ada kekurangan disana sini harap dimaklumi karena setiap orang tidak luput dari yang namanya ketidaksempurnaan. Hanya Allah SWT-lah yang memiliki kesempurnaan itu. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat serta kami ucapkan terima kasih atas segala partisipasinya. BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Rofiq, Ahmad, Dr., MA., Fiqih Mawaris Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. 2. Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Jakarta : Senayan Abadi Publishing, 2004. 3. Parman, Ali, Kewarisan Dalam Al-Quran (Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik), Jakarta : PT. Raja grafindo Persada, 1995. 4. Daradjat, Zakiah, Prof., Dr., Ilmu Fiqh, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, Jilid III. 5. Lubis, Suhrawardi K., S.H., Simanjuntak, Komis, S.H, Hukum Waris Islam (Lengkap & Praktis), Jakarta : Sinar Grafika, 1995, Cet. I. http://edon79.wordpress.com/2009/07/10/fiqh-mawaris/

Warisan Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.[1] Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan (mewarisi) orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena memerdekakan hamba sahaya (wala).[2] Harta Warisan yang dalam istilah faraid dinamakan tirkah (peninggalan) adalah sesuau yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainyayang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya.[3]

Dasar Hukum Mewaris


Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh selama hidupnya, baik

dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-Quran yaitu: a. Karena hubungan darah, ini di tentukan secara jelas dalam QS. An-Nisa: 7, 11, 12, 33, dan 176. b. Hubungan pernikahan. c. Hubungan persaudaraan, karena agama yang di tentukan oleh AL- Quran bagiannya tidak lebih dari sepertiga harta pewaris (QS. Al-Ahzab: 6). d. Hubungan kerabat karena sesame hijrah pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (QS. Al-Anfal: 75).[4]

b. Masalah Warisan
Masalah-masalah yang ada dalam warisan diantaranya yaitu: a. Al-Gharawain atau Umariyatain ada dua kemungkinan yaitu : 1. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli waris yang di tinggal): Suami, ibu dan Bapak.

2. Jika seseorangyang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli waris yang tinggal): Istri, ibu, dan bapak.[5] b. Al-Musyarakah (disyariatkan) di istilahkan juga dengan himariyah (keledai), Hajariyah (batu). Persoalan Al-Musyarakah yaitu khusus untuk menyelesaikan persoalan kewarisan antara saudara seibu (dalam hal saudara seibu laki-laki dan perempuan sama saja) dengan saudara lakilaki seibu sebapak, untuk lebih jelasnya dapat di kemukakan bahwa kasus Al-Musyarakah ini terjadi apabila ahli waris hanya terdiri dari: Suami, ibu atau nenek, sdr seibu lebih dari 1 (>1), dan sodara seibu sebapak.[6] c. Masalah datuk bersama saudara Dalam hal masalah datuk bersama saudara ini, yang dimaksud dengan saudara di sini adalah : 1. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu sebapak. 2. Saudara laki sebapak dan saudara perempuan sebapak. Persoalan untuk datuk dengan saudara ini ada dua macam, yaitu : 1. Ahli waris yang tinggal, setelah selesai tahap hijab hanya terdiri dari datuk dan saudara saja. 2. Shahibul fardh(ahli waris yang sudah tertentu porsi baginya).[7] d. Aul Aul menurut bahasa (etimologi) berarti irtifa :mengangkat. Kata aul ini kadang-kadang cenderung kepada perbuatan aniaya (curang). Secara istilah aul adalah beertambahnya saham dzawil furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Atau bertambahnya jumlah bagian yang di tentukan dan berkurangnya bagian masing-masing waris.[8] Terjadinya masalah aul adalah apabila terjadi angka pembilang lebih besar dari angka penyebut (misalnya 8/6), sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengan penyebutnya, namun apabila hal ini dilakukan akan terjadi kesenjanagn pendapatan, dan sekaligus menimbulkan persoalan, yaitu siapa yang lebih ditutamakan dari pada ahli waris tersebut.[9] e. Radd Kata Radd secara bahasa (etimologi) berarti Iaadah: mengembalikan. Mengembalikan haknya kepada yang berhak. Kata radd juga berarti sharf yaitu memulangkan kembali. Radd menurut istialh (terminologi) adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawul furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya.[10] Masalah radd terjadi apabila pembilangan lebih kecil dari pada penyebut ( 23/24), dan pada dasarnya adalah merupakan kebalikan dari masalah aul. Namun demikian penyelesaian masalahnya tentu berbeda denga masalah aul, karena aul pada dasarnya kurangnya yang akan dibagi, sedangkan pada rad ada kelebihan setelah diadakan pembagia Faroid adalah salah satu dari ilmu yang wajib di cari, tapi sebagian orang ada yang beranggapan sangat sulit untuk mempelajari ilmu Faroid, dan hanya orang-orang berkemampuan tinggilah yang tau akan ilmu Faroid ini, tapi di zaman sekarang itu adalah anggapan yang salah besar, karna sekarang ada software instan yang bisa mempermudah kita di dalam menghitung FaroiD

1.1. Pengertian dan Latar Belakang Ilmu Faroid Secara etimologi Faroid mufrodnya fardh artinya kewajiban, bagian tertentu, atau lebih jelasnya, sebagai berikut:


Artinya: "Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang meninggal kepada yang berhak menerimanya. Harta terkadang membawa kebahagiaan dan terkadang juga membawa kesengsaraan, banyak orang mengakui kebahagiaan sering dianalogikan pada harta kekayaan. Mengapa bisa demikian? status sosial yang lebih mengangkat derajat seorang manusia diantaranya dengan banyak harta. Akan tetapi harta yang melimpah, tatkala ditinggalkan pemiliknya (meninggal dunia), sering menjadi pertengkaran dan perselisihan bagi keluarga (ahli waris) yang ditinggalkannya. Bahkan bisa menimbulkan pembunuhan akibat ketidakpuasan dalam pembagian harta warisan. Sebelum Islam datang, pembagian harta warisan hanya sebatas pada kaum laki-laki saja. Hal ini yang menjadikan sikap diskriminatif pada masa jahiliyah terhadap hak-hak kaum wanita, sehingga wanita pada masa itu kehilangan hak atas harta peninggalan dari keluarganya. Dimasa jahiliyah juga terjadi saling waris mewarisi hanya atas dasar sumpah, bukan atas dasar yang telah ditetapkan oleh hukum agama. Sikap diskriminatif juga terjadi pada anak-anak yang masih belum dewasa, mereka tidak mendapatkan hak pembagian harta warisan. Islam juga menganjurkan kepada setiap manusia sebelum dirinya meninggal, agar memikirkan bagaimana nasib anak-anaknya kelak. Sebagiamana firman Alloh S.W.T. dalam kitab-Nya: Artinya: "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu".. (QS. an-Nisaa : 34). Sangatlah jelas, betapa Islam sangat mempedulikan hak asasi manusia, sehingga nasib anak-anak yang akan ditinggalkannya pun harus menjadi perhatian bagi orang tua. Berdasarkan jenis kelaminnya ahli waris dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok -Ahli waris laki-laki -Ahli waris perempuan Dalam kelompok ahli waris laki-laki ada 15 : 1. Anak laki-laki 2. Cucu laki-laki dari jalur laki-laki 3. Bapak 4. Kakek shahih (yaitu bapaknya bapak) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki 5. Saudara laki-laki kandung 6. Saudara laki-laki sebapak 7. Saudara laki-laki seibu 8. Anak laki-laki kandung 9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 10. Paman sekandung 11. Paman sebapak 12. Anak laki-laki paman sekandung 13. Anak laki-laki paman sebapak

14. Suami 15. Orang laki-laki yang memerdekakan budak

2.1 Pengertian mawaris Dari segi mawaris merupakan harta yang diwariskan,dari segi istilah mawaris merupakan ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Sumber hukum ilmu Mawaris adalah Alquran dan Al Hadits.Adapun sumber hukum yang terdapat dalam Alquran diantaranya Surat An-Nisa ayat 7 yang berbunyi : Artinya : Bagi laki-laki ada hak bagian harta yang ditinggalkan oleh Ibu Bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.( QS.An-Nisa:7) Menurut Hadist HR.Jamaah Artinya : Orang Muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan orang kafir, dan sebaliknya orang kafir tidak mendapat warisan harta orang muslim.( HR.Jamaah ) Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pustaka bagi ahli waris menurut hukum islam 2.2 Kedudukan Ilmu mawaris. Ilmu mawaris merupakan ilmu yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam, karena berisi penjelasan tentang ketentuan dan aturan Allah AWT dalam pembagian harta warisan yang harus dijadikan pedoman umat islam, semua ketentuan ini berasal dari Allah SWT Dzat yang maha tahu sedangkan manusia tidak mengetahui hakikat sesuatu, sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana (QS. An-Nisa:11) 2.3 Hukum mempelajari Mawaris Mempelajari Ilmu Mawaris Fardhu Kifayah. Kita umat islam wajib mengetahui ketentuan yang diterapkan Allah dalam pembagian harta warisan. Nabi bersabda Artinya: bagilah harta pustaka (Warisan) di antara ahli-ahli waris menurut kitabullah. (HR. Muslim dan Abu daud) 2.4 Sebab waris mewaris

Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan. Menurut syariat islam sebagai sebab seseorang akan mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia adalah sebagai berikut: 1. Pertalian darah atau nasab (Nasab Haqiqi) Yaitu bahwa orang dapat mewarisi adalah orang yang ada hubungan darah dengan si mayit. 2. Perkawinan yang sah (persemendaan) Perkawinan dilakukan secara sah menurut agama, menyebabkan istri atau suami saling mewarisi. 3. Pemerdekaan atau wala (nasab hukmi) Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya meskipun diantara mereka tidak ada hubungan darah. Adapun orang yang tidak memiliki ahli waris. Sabda Rasullulah: Artinya: saya menjadi ahli waris dari orang yang tiddak memiliki ahli warsi (HR. Ahmad dan Abu Daud). 2.5 Halangan Waris mewarisi 1. membunuh seseorang yang membunuh ahli warisnya dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hokum, maka gugur haknya mendapatkan harta waris 2. murtad orang yang keluar dari agama islam kehilangan hak warsi mewarisi 3. kafir orang yang memeluk agama selain agama islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang islam 4. berstatus hamba sahaya jika seseorang budak meninggal dunia ia tidak dapat diwarisi oleh orang tua atau ahli warisnya karena ia milik tuannya maupun sebaiknya. 5. sama-sama meninggal dunia 2.6 Klasifikasi ahli waris Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ditinjau dari sebab seseorang menjadi ahli waris ada 2 klasifikasi antara lain sebagai berikut: 1. Ahli Waris sabbiyah Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri 2. Ahli waris Nasabiyah Yaitu adanya hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal dunia. Waris nasabiyah dibagi 3 kelompok: a. Ushulul Mayyit : Bapak,Ibu,Nenek,dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas b. Al-Furuul Mayyit : anak,cucu,dan seterusnya sampai kebawah ( garis keturunan kebawah) c. Al-Hawasyis : Saudara paman, bibi serta anak-anak mereka ( garsi keturunan kesamping) 2.7 Furudhul Al-Muqaddarah 1. ahli waris yang mendapatkan a. anak perempuan tunggal b. cucu perempuan dari anak laki-laki selama tidak ada anak laki-laki c. saudara perempuan kandung tunggal

d. saudara perempuan seayah tunggal bila saudara perempuan kandung tidak ada. e. Suami jika istri yang meninggal itu tidak punya anak atau cucu dari anak laki-laki 2. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4 a. suami jika istri yang meninggal mempunyai nak atau cucu dari anak laki-laki b. istri jika suami yang meninggal dan tidak mempunyai anak 3. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 a. 2 orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki b. 2 orang cucu perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki c. 2 orang saudara perempuan kandung atau lebih d. 2 orang perempuan seayah atau lebih 4. Ahli waris yang mendapat 1/3 a. ibu jika yang meninggal tidak memiliki anak cucu maupun saudara b. 2 orang saudara atau lebih seibu

BAB III PENUTUP Kesimpulan Semua orang muslim wajib mempelajari ilmu mawaris, Ilmu mawaris sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya dalam keluarga karena tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan. Hal yang perlu diperhatikan apabila kita orang muslim mengetahui pertalian darah, hak dan pembagiannya apabila mendapatkan warisan dari orang tua maupun orang lain. Saran - bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan seadil-adilnya sudah diatur dalam Islam, mencegah terrjadinya konflik antar ahli waris dan menghindari perpecahan ukhuwah persaudaraan antar sesama keluarga yang masih hidup. Pembagian warisan menurut Islam, Allah telah berfirman dan dijelaskan dalam Al-Quran Q.S An-Nisa :11, 12 dan ayat 176. 2. TUJUAN Mengetahui adanya keterkaitan antara Agama Islam dengan bidang disipiln Ilmu Matematika.

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN DAN DALIL Faraid adalah jamak dari Faridah yang berarti Satu Bagian Tertentu. Jadi, Faraid berarti Beberapa bagian tertentu. Di dalam faraid dibahas hal-hal yang berkenaan dengan harta warisan (harta peninggalan), ahli waris, ketentuan bagian ahli waris dan pelaksanaan pembagiannya. Di dalam Al-Quran Allah SWT berfirman


Yang artinya: Bagi laki-laki ada hak dari bagian harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An-Nisa 4: 7) Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang lainnya. 2. RUKUN-RUKUN PUSAKA-MEMPUSAKAI Rukun-rukun pusaka-mempusakai ada 3: Mauruts yaitu harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia yang akan dibagikan kepada hali waris, setelah diambil unutk biaya perawatan, melunasi hutanghutang dan melaksanakan wasiat (jika almarhum/almarhummah meninggalkan wasiat). Muwarrits yaitu orang yang meninggal dunia, baik karena mati hakiki ataupun mati hukmi. Mati hukmi maksudnya, dia sudah dianggap mati oleh putusan pengadilan seperti karena telah lama menghilang atau sebab-sebab lainnya. Warits yaitu ahli waris yang akan menerima pembagian warisan seperti karena ada hubungan perkawinan dan hubungan darah (keturunan).

3.

SYARAT-SYARAT PUSAKA-MEMPUSAKAI

Syarat-syarat pusaka-mempusakai ada 4: Kekeluargaan. (Keterangannya yaitu firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 7). Perkawinan. Dengan jalan memerdekakan budak. Hubungan islam. Orang yang meninggal dunia apabila tidak ada ahli warisnya yang tertentu makaharta peninggalannya diserahkan ke baitul-mal untuk umat islam dengan jalan pusaka.

4.

BEBERAPA HAK YANG BERSANGKUTAN DENGAN HARTA PUSAKA Sebelum diteruskan uruaian pembagian harta pusaka kepada ahli waris, lebih dahulu akan diterangkan bebrapa hak yang wajib didahulukan dari pembagian harta pusaka kepada ahli waris. Yang terutama adalah hak yang bersangkutan dengan harta itu seperti zakat dan sewanya. Hak ini hendaklah diambil lebih dahulu dari jumlah harta sebelum dibagi-bagi kepada ahli waris. Biaya untuk mengurus mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi diselesaikan, sisanya barulah dipergunakan untuk mengurus mayat. Utang. Kalau si mayat meninggalkan utang, utang itu hendaklah dibayar dari harta peninggalannya sebelum dibagi kepada ahli waris. Wasiat. Kalau si mayat mempunyai wasiat yang banyaknya tidak lebih dari sepertiga harta peninggalannya, wasiat itu hendaklah dibayar dari jumlah harta peninggalannya sebelum dibagibagi. Firman Allah SWT: Yang artinya: Pembagian harta pusaka itu sesudah dipenuhi wasiat yang ia (mayat) buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (An-Nisa : 11) Sesudah dibayar semua hak yang tersebut diatas, barulah harta peninggalan si mayat itu dibagi kepada ahli waris menurut pembagian yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya yang suci.

5. A. a) b) c) d) e) f) g) h)

AHLI-AHLI WARIS Ahli waris yang laki-laki Anak laki-laki. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah, asal saja pertaliannya masih terus lakilaki. Bapak. Kakek dari bapak dan terus ke atas, asal saja pertaliannya masih belum putus dari pihak bapak. Saudara laki-laki kandung. Saudara laki-laki sebapak. Saudara laki-laki seibu. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung.

i) j) k) l) m) n)

Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak. Paman yang sekandung dengan bapak. Paman yang sebapak dengan bapak. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak. Suami. Jika ahli waris tersebut di atas semuanya ada, maka yang mendapat warisan dari mereka hanya tiga saja yaitu: anak laki-laki, suami, bapak. Catatan: Cucu laki-laki dari anak perempuan tidak termasuk ke dalam kelompok ahli waris tersebut di atas.

B. Ahli waris yang perempuan a) Anak perempuan. b) Cucu perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah, asal saja pertaliannya dengan orang yang meninggal masih terus laki-laki. c) Ibu. d) Nenek (ibu dari ibu), terus ke atas dari pihak ibu sebelum berselang laki-laki. e) Nenek (ibu dari bapak). f) Saudara perempuan kandung. g) Saudara perempuan sebapak. h) Saudara perempuan seibu. i) Isteri. Jika ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, maka yang mendapat bagian dari mereka hanya lima saja, yaitu isteri, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu dan saudara perempuan kandung. Catatan: Cucu perempuan dari anak perempuan tidak termasuk ke dalam kelompok ahli waris yang tersebut di atas. Selanjutnya, apabila semua ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, baik laki-laki maupun perempuan, maka hanya lima saja yang mendapat warisan, yaitu suami atau isteri, ibu, bapak, anak laki-laki, anak perempuan. 6. CARA-CARA PEMBAGIAN HARTA WARISAN Diantara mereka (para ahli waris) ada yang mendapat seperdua , seperempat , seperdelapan , sepertiga , dan seperenam . Kita lihat bahwa bilangan tersebut adalah bilangan pecahan. Cara pelaksanaan pambagiaannya demikian: jika seseorang mendapat sepertiga bagian dan seorang lagi mendapat seperdua bagian, maka pertama-tam kita harus mencari KPK (KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL) dari bilangan itu. KPK dari kedua bilangan itu adalah enam, yaitu satu bilangan yang habis dibagi dengan tiga dan dua. Di dalam Ilmu Faraid, KPK itu dinamakan Asal Masalah. Asal masalah dalam Faraid hanya tujuh macam saja, yaitu: 1. Masalah dua 2. Masalah tiga 3. Masalah empat

4. 5. 6. 7.

Masalah enam Masalah delapan Masalah dua belas Masalah dua puluh empat Jelasnya, Asal Masalah (KPK) hanya terbatas di dalam ketujuh macam Asal Masalah tersebut diatas.

Berikut ini dikemukakan beberapa contoh tentang pelaksanaan pembagian harta warisan.

SOAL [1] Seorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang anak perempuan, suami dan bapak. Harta peninggalannya sebanyak Rp 2,000,000.00. Berapa bagian masing-masing? Anak perempuan = (karena tunggal) Suami = (karena ada anak) Bapak = ashabah KPK (Asal Masalah) = 4 Anak perempuan = *4 =2 Suami = *4 =1 Jumlah =3 Sisa (4-3) = 1 (untuk bapak selaku ashabah) Jumlah = 4 (KPK) Anak perempuan = * Rp 2,000,000.00 = Rp 1,000,000.00 Suami = * Rp 2,000,000.00 = Rp 500,000.00 Bapak = * Rp 2,000,000.00 = Rp 500,000.00 Jumlah ` = Rp 2,000,000.00

SOAL[2] Seorang meninggal, ahli warisnya: dua orang ibu-bapak dan seorang cucu perempuan. Harta warisan sebanyak Rp 60,000,000.00. Berapa bagian masing-masing? Cucu = (karena tidak ada anak) Ibu = (karena ada cucu) Bapak = ashabah KPK (Asal Masalah) = 6 Cucu = *6 =3 Ibu = *6 =1 Jumlah =4 Sisa (6-4) = 2 (untuk bapak) Jumlah = 6 (KPK) Cucu = * Rp 60,000,000.00 = Rp 30,000,000.00 Ibu = * Rp 60,000,000.00 = Rp 10,000,000.00

Bapak = * Rp 60,000,000.00 Jumlah

= Rp 20,000,000.00 = Rp 60,000,000.00

SOAL [3] Seorang meninggal, ahli warisnya: suami dan dua orang ibu-bapak. Harta warisan sebanyak Rp 18,000,000.00. Berapa bagian masing-masing? Suami = Ibu = Bapak = ashabah KPK (Asal Masalah) = 6 Suami = *6 =3 Ibu = *6 =2 Jumlah =5 Sisa (6-5) = 1 (untuk bapak) Jumlah =6 Suami = * Rp 18,000,000.00 = Rp 9,000,000.00 Ibu = * Rp 18,000,000.00 = Rp 6,000,000.00 Bapak = * Rp 18,000,000.00 = Rp 3,000,000.00 Jumlah = Rp 18,000,000.00

SOAL [4] Seorang meninggal,ali warisnya: seorang isteri,ibu dan saudara laki-laki sekandung. Harta peninggalan seharga Rp 9,600,000.00. Berapa bagian masing-masing? Isteri = Ibu = Saudara laki-laki = ashabah KPK = 12 Isteri = * 12 =3 Ibu = * 12 =4 Jumlah =7 Sisa (12-7) = 5 (untuk saudara laki-laki) Jumlah = 12

Isteri Ibu Saudara laki-laki Jumlah

= * Rp 9,600,000.00 = * Rp 9,600,000.00 = * Rp 9,600,000.00

= Rp 2,400,000.00 = Rp 3,200,000.00 = Rp 4,000,000.00 = Rp 9,600,000.00

Apabila isteri yang ditinggalkan lebih dari seorang, maka mereka mendapat yang seperempat , atau yang seperdelapan itu juga, dibagi sama rata.

CONTOH Seorang meninggal, ahli warisnya: empat orang isteri dan kakek. Harta peninggalan sebesar Rp 40,000,000.00. Berapa bagian masing-masing? Isteri = (4 orang isteri) Kakek =ashabah KPK =4 Isteri = *4 =1 Jumlah =1 Sisa (4-1) = 3 (untuk kakek) Jumlah =4 Isteri = * Rp 40,000,000.00 = Rp 10,000,000.00 Kakek = * Rp 40,000,000.00 = Rp 30,000,000.00 Jumlah = Rp 40,000,000.00 Masing-masing isteri = * Rp 10,000,000.00 = Rp 2,500,000.00

BAB III PENUTUP

1.

KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam keterkaitan dengan Agama Islam, adapula keterkaitannya dengan Matematika, yaitu dengan penggunaan KPK (KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL)dalam pembagian harta warisan. SARAN Disadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan dalam Makalah CARA PEMBAGIAN WARISAN DALAM ISLAM. Karenanya besar harapan penulis akan saran dan masukan yang bersifat mendukung untuk perbaikan lebih lanjut.

2.

I. PENDAHULUAN Mawaris atau pembagian harta warisan merupakan salah satu cabang ilmu islam yang cukup kompleks. Hal ini mengingat betapa sensitifnya ilmu ini. Karena kekacauan pembagian harta waris sering terjadi perselisihan antar keluarga. Untuk itulah islam mengatur urusan ini secara mendetail.

Dalam al-quran dasar-dasar ilmu ini dijelaskan secara gamblang dan spesifik, tidak seperti kebanyakan ayat quran lainnya yang berbicara secara general. Hikmah dibalik itu semua adalah adanya penekanan akan pentingnya ilmu ini. Oleh karena itu, studislam kali ini akan membahas mengenai ilmu ini, ilmu fiqih mawaris I. PEMBAHASAN

A. Mawaris Dalan Islam 1. Pengertian Menurut bahasa mawaris adalah bentuk jama dari kata mirosun, yang berarti hal warisan. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Ilmu yang mempelajari hal waris lebih populer disebut faroid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara pembagiannya. 2. Sebab-sebab Seseorang Mendapatkan Harta Waris. a. Nasab atau adanya hubungan darah atau keturunan (Q.S. An Nisa {4} : 7). b. Mushoharoh, yaitu adanya ikatan pernikahan yang sah. Misalnya suami atau istri. c. Al Wala yaitu seseorang yang memerdekakan budak. Sabda Rasul : Artinya : Sesungguhnya hak wala (kekerabataan) itu untuk orang yang memerdekakan ( H.R. Bukhori Muslim). d. Hubungan sesama Muslim, yaitu jika yang meninggal tidak memiliki ahli waris sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariah. 3. Hal-hal Dapat Membatalkan Hak Waris Seseorang. a. Pembunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak mendapatkan bagian harta pusaka dari orang yang dibunuhnya. Sabda Rasul : Artinya : Orang yang membunuh tidak dapat mewarisi orang yang dibunuhnya (H.R. Nasaii ) b. Hamba sahaya ( Status budak). Firman Allah : Artinya : seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun.( Q.S. An Nahl {16} : 75) .

c. Berbeda agama ( kafir ). Rasulullah bersabda yang artinya : Tidak mewarisi orang Islam akan orang yang bukan Islam. Demikian pula orang yang bukan Islam tidak dapat mewarisi orang Islam ( H.R. Jamaah ). 4. Ahli Waris Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan. a. Pihak laki-laki : 1). Anak lakilaki 2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki 3). Ayah 4). Kakek dari pihak ayah 5). Saudara laki-laki sekandung 6). Saudara laki-laki seayah 7). Saudara laki-laki seibu 8).. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan) 9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah 10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman ) 11). Saudara laki-laki ayah se ayah 12). Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung 13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah 14). Suami 15). Lali-laki yang memerdekakan budak.

Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ; 1). Ayah,

2) Anak laki-laki 3) Suami. b. Pihak Perempuan : 1) Anak perempuan 2) Cucu perempuan dari anak laki-laki 3) Ibu 4) Nenek dari pihak ayah 5) Nenenk diri pihak ibu 6) Saudara perempuan sekandung 7) Saudara peremmpuan seayah 8) Saudara peremouan seibu 9) Istri 10) Perempuan yang memerdekakan budak Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima yaitu : 1). Istri 2). Anak perempuan 3). Cucu perempuan dari anak laki-laki 4). Saudara perempuan sekandung Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah sebagai perikut : 1). Ibu 2). Ayah 3). Anak laki-laki 4). Anak perempuan

5). Suami atau istri

5. Pembagian Ahli Waris. A. Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (Furudhul Muqoddaroh) Bagian-bagian waris yang telah ditentukan oleh Al Quran adalah : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6. Ahli waris yang mendapatkan 1/2 adalah : a). Anak perempuan, apa bila sendirian tidak bersama saudara. b). Saudara perempuan tungal yang sekandung c). Cucu perempuan, jika tidak ada anak perempuan d). Suami, Jika tidak ada anak atau cucu. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1//4. yaitu : a). Suami, jika ada anak atau cucu b). Istri, jika tidak ada anak atau cucu. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 adalah ; Istri, jika suami meninggalkan anak atau cucu. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 adalah : a). Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. b). Dua cucu perempuan atau lebi dari anak laki-laki, jika tidak ada anak perempuan. c). Dua saudara perempuan atau lebih yang sekandung d). Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seayah, jika tidak ada saudara perempuan yang sekandung. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 adalah : a). Ibu, apabila yang meniggal tidak meninggalka anka atau cucu dari anak laki-laki dan tidak ada saudara.

b). Dua orang saudara atau lebih, dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 adalah : a). Ibu, apabila yang meninggal mempuanyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau saudara lebih dari satu. b). Ayah, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki. c). Nenek, jika yang meninggal sudah tidak ada Ibu d). Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendirian atau lebih, jika bersama anak perempuan. B. Ahli waris ashobah Ahli waris ashobah adalah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa harta pusaka setelah dibagikan ahli waris yang lain. Ahli waris ashobah dapat menghabiskan semua sisa harta pusaka. Ashobah dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Ashobah binafsih, yaitu ahli waris yang mejadi ashobah dengan sendirinya, yaitu : a). Anak laki-laki b). Cucu laki-laki dari anak laki-laki c). Ayah d). Kakek dari pihak ayah e). Saudara laki-laki sekandung f). Saudara laki-laki seayah g). Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung h). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah i). Paman sekandung dari ayah j). Panan seayah dari ayah k). Anak laki-laki sekandung dari ayah l). Anak laki-laki paman seayah dari ayah

2. Ashobah bil ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah karena sebab ahli waris yang lain mereka adalah : 1). Anak perempuan, jika bersama saudara laki-laki. 2). Cucu perempuan, jika bersama cucu laki-laki 3). Saudara perempuan sekandung , jika bersama saudara laki-laki. 4). Saudara perempuan seayah, jika bersama saudara laki-laki seayah 3. Ashobah Maal ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah jika bersama ahli waris yang lain, yaitu : a). Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan. b). Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan yang seayah.

Contoh perhitungan waris . Pak Yumnu meninggal dunia, Ia meninggalkan ahli waris , seorang istri, Ibu, Ayah, satu anak laki-laki, dua anak perempuan dan tiga orang saudara laki-laki. Harta peninggalannya Rp. 12. 400.000,-, hutang sebelum meninggal Rp. 100.000,-, wasiat Rp. 100.000,- dan biaya perawatan jenazah Rp. 200.000,- . Berapa bagian masing-masing? Jawab : Harta peninggalan Rp. 14.400.000,Kewajiban yang dikeluarkan : 1. Hutang Rp. 100.000,2. Wasiyat Rp. 100.000,3. Biaya perawatan Rp. 200.000,Jumlah Rp. 400.000,Harta waris Rp. 14.400 Rp. 400.000 = Rp. 12.000.000,Ahli waris :

1. Istri = 1/8 2. Ibu = 1/6 3. Ayah = 1/6 4. Anak Laki-laki = Ashobah binafsih 5. Anak perempuan = Ashobah bil ghoiri 6. Saudara laki-laki = mahjub a. Istri 1/8 =3/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 1500.000,b. Ayah 1/6 =4/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,c. Ibu 1/6 =4/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-

Jumlah =Rp. 5.500.000,-

Sisa =Rp. 12.000.000 Rp. 5.500.000,- =Rp. 6.500.000,Anak laki-laki = 2:1 = 2/3 x 6.500.000,- =Rp. 4.333.000 Anak perempuan 1/3 x 6.500.000 =Rp. 2.166.000

B. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif 1. Hukum waris adat Hukum waris adat erat hubungannya dengan sifat dan bentuk kekeluargaan. Di Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu : a. Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun hanya berlaku phak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak, Ambon, Irian Jaya dan Bali. b. Matrilinial, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sisitem ini berlaku pada masyarakat Minagkabau

c. Parental, yaitu jalur keturunan ada antara aqyah dan ibu punya peran yang sama. Karena itu warisasan pun laki-laki maupun perempuan memperoleh bagiannya. Sistem ini berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.

2. Hukum waris positif Di Indonesia ada dua sistem penyelesaian waris, yaitu pertama, menggunakan KUH Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130.Kewenangannya ada pada Pengadilan Negeri. Kedua,UU No. 7 th. 1989. Undang-undang ini khususnya berlaku bagi umat Islam dalam menyelesaikan pewarisan. Wewenagnya ada di pihak Pengadilan Agama. Adapun peranan Pengadilan Agama adalah : a. Menentukan para ahli waris b. Menentukan harta peniggalan c. Menentukan bagian masing-masingahli waris d. Pelaksana dalam pembagian harta peninggalan tersebut. Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang No. 7 tahun 1989 , merupakan implementasi dari hukum Islam, misalnya : a. Bab III Pasal 176 182, tentang ketentuan para ahli waris ( dzawil furud ). b. Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk menerima harta waris dari yang terbunuh. c. Pasal 171 Bab I, Jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta bendanya masuk ke Baitul Mal dan dipergunakan untuk kepentinga umat Islam

Anda mungkin juga menyukai