(ILMU FARAIDL)
==============================================================
Faraidl adalah jama’ dari Faridlah, yang artinya satu bagian tertentu. Jadi faraidl berarti
“beberapa bagian tertentu”. Sehingga untuk mengetahui siapa yang memperoleh bagian
tertentu itu maka lebih dahulu harus ditetapkan ahli waris yang ditinggalkan, kemudian baru
diketahui siapa diantara mereka yang mendapat bagian dan yang tidak mendapat bagian.
Selanjutnya, para fuqaha menta’riefkan ilmu faraidl; “suatu ilmu yang dialah dapat kita
ketahui orang yang menerima pusaka, orang yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang
Ilmu Faraidl adalah suatu ilmu untuk mengetahui kadar bahagian dari harta si mayit
yang diterima oleh ahli warisnya dan untuk mengetahui cara menghitungnya
(menjumlahkannya). Mempelajari ilmu Faraidl hukumnya fardhu Kifayah, yang kalau dalam
suatu daerah/negeri tidak ada orang yang mempelajarinya atau tidak mengetahuinya maka
Sumber utama Ilmu Faraidl adalah Al-Qur’an, yang pengaturannya dapat dilihat, dikaji
dan dipahami dalam Surah An-Nisa’ mulai dari ayat (7) sampai dengan ayat (14) dan ayat
(177) dan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW. Para ahli hukum Islam memandang
Ada dua buah hadis Rasulullah yang menjadi alasan keutamaan mempelajari hukum
Waris Islam atau Ilmu Faraidl: Pertama, “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarlah kepada orang-
1
orang dan pelajarilah ilmu faraidl serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena saya adalah
orang yang bakal direnggut (mati) sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir saja dua orang
bertengkar tentang pembagian harta warisan, maka mereka berdua tidak menemukan
Daruquthni). Kemudian, dalam sabda Rasulullah yang kedua bermakna “Belajarlah Ilmu
Faraidl dan ajarilah manusia, karena sesungguhnya (faraidl) itu sebagian ilmu dan ianya
akan dilupakan orang kelak dan ilmu ini pula yang mula-mula (pertama) sekali dicabut
mengkaji/mempelajari dan mengajarkan Ilmu Faraidl sebagaimana tersebut di atas, oleh para
ulama menjadikannya sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu Faraidl dalam pengertian
B. Peninggalan Si Mati
1. Hutang; yakni hutang kepada Allah SWT seperti: zakat, nazar dan lain-lain. Hutang kepada
manusia seperti: gadaian, sewa rumah untuk isteri yang dithalaq masih dalam iddah,
2. Wasiat.
4. Ahli waris.
Dari uraian di atas, apabila seseorang telah meninggal dunia, oleh ahli warisnya harus
menyelesaikan hal-hal sebagaimana tersebut pada nomor 1 dan 2 dan biaya dalam
2
penyelenggaraan jenazah orang yang meninggal tersebut. Kemudian jikalau harta orang yang
meninggal masih ada yang tertinggal (ada sisa) barulah difaraidlkan kepada ahli waris yang
berhak menerimanya.
C. Rukun Pusaka
Harta peninggalan atau sisa harta sesudah dilunasi hak-hak yang bersangkut-paut dengan
harta peninggalan yang wajib didahulukan atas pembahagian pusaka, menjadi hak waris
1. Orang yang dipusakai (mayit) yang diyakini ia telah meninggal dunia/mati atau
2. Orang yang menerima pusaka (waris) yang diyakini ia hidup, walau sebentar setelah
D. Sebab-sebab Pusaka-Mempusakai
1. Perkawinan
3. Wala’ (Pemerdekaan)
Sedangkan yang menjadi penyebab tidak mendapat pusakapun juga ada 3 (tiga) macam
yaitu:
1. Berlainan Agama; Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang
3
beragama Islam, demikian pula sebaliknya. Rasulullah bersabda “Orang Islam tidak
mewarisi orang kafir, demikian juga orang kafir tidak mewarisi orang Islam”. (Riwayat
Jama’ah). Kemudian, Orang Murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya
yang beragama Islam, demikian juga sebaliknya. Diriwayatkan dari Abi Bardah, beliau
berkata, “saya telah diutus oleh Rasulullah SAW kepada seorang laki-laki yang kawin
dengan isteri bapaknya, maka Rasulullah menyuruh saya untuk memenggal lehernya dan
2. Pembunuhan; pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang dibunuh.
3. Perbudakan.
1. Waris Laki-laki
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah)
c. Bapak
h. Kemenakan laki-laki seibu sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak).
4
l. Saudara sepupu laki-laki seibu sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak
dari bapak)
m. Saudara Sepupu laki-laki sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dari
Jika ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, maka yang mendapat warisan dari
1) Anak laki-laki
2) Bapak
3) Suami
2. Waris Perempuan
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki (anak perempuan dari anak laki-laki atau anak
c. Ibu
d. Nenek dari pihak ibu (ibu dari ibu, ibu dari nenek dan seterusnya ke bawah)
e. Nenek dari pihak bapak (ibu dari bapak dan seterusnya ke atas)
Jika ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, maka yang mendapat bagian dari
5
1) Anak perempuan
2) Isteri
4) Ibu
Selanjutnya, apabila semua ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, baik laki-laki
maupun perempuan (25 orang), maka hanya lima saja yang mendapat bagian dan tidak
b) Ibu
c) Bapak
d) Anak laki-laki
e) Anak perempuan.
Adapun anak yang lahir diluar pernikahan yang sah menurut syari’at (anak zina) tidak
ibunya dan dari kerabat-kerabat ibunya saja. Begitu juga dengan anak li’an, ia dihukumkan