Anda di halaman 1dari 9

CATATAN UTS FIKIH MAWARIS

1. Sistem kewarisan madzhab sunni


2. Munasakhah dan Takharruj
3. Kewarisan dengan status objek yang tidak jelas statusnya
4. Ketentuan ijtihad dalam fikih mawaris
5. Sistem kewarisan madzhab Jafari
PENGELOMPOKKAN AHLI WARIS DALAM FIKIH SUNNI

Dalam alquran hanya ada 4:


1. Anak;
a. Jika ada anak laki-laki dan anak perempuan maka bagian anak laki-laki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan
b. Jika hanya ada anak perempuan lebih dari dua makan bagiannya sepertiga
c. Jika hanya ada satu orang anak perempuan maka bagiannya setengah
d. Jadi, jika hanya ada anak laki-laki, maka mendapatkan sisa
2. Ayah dan Ibu;
a. Jika ada anak, ayah dan ibu masing-masing berhak mendapat seperenam (Jika
anaknya bukan laki-laki, maka ayah berhak atas sisa juga)
b. Jika tidak ada anak (dan juga tidak ada saudara-saudara) bagian ibu adalah
sepertiga [jika tidak ada anak laki-laki,ayah mendapat sisa meskipun ada saudara
laki-laki]
c. Jika ada saudara-saudara (laki-laki maupun perempuan), bagian ibu adalah
seperenam [ayah tidak terpengaruh oleh saudara, justru ayah menghijab semua
saudara]
3. Suami atau Istri
a. Suami jika ada anak mendapat seperempat
b. Suami jika tidak ada anak maka mendapat setengah
c. Istri jika ada anak mendapat seperdelapan
d. Istri jika tidak ada anak mendapat seperempat
4. Saudara
a. Kasus kalalah (2) : Jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak:
1) Seorang saudara perempuan berhak atas setengah
2) Dua orang saudara perempuan berhak atas dua pertiga
3) Jika mereka terdiri atas laki-laki dan perempuan maka bagian laki-laki adalah
dua kali dari bagian saudara perempuan
Kelompok-kelompok ahli waris menurut fiqih sunni

1. Ashabul furud (orang-orang yang berhak atas furud)


Furud adalah bagian yang telah ditentukan : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6
Ada 12 orang yang mendapatkan : suami/istri, anak pr, cucu pr, ayah, ibu, kakek,
nenek, sdr pr kdg, sdr pr ayh, sdr pr seibu, sdr lk seibu.
2. Ashabah (sisa)
Mendapatkan sisa setelah dibagi ashabul furud
3. Dzawil Arham
Yang tidak temasuk ashabul furud dan ashabah
Macam-macam Ashabah
1. Ashabah binnafsi (asli/karena dirinya sendiri)
Semua kerabat laki-laki yang hubungan kekerabatannya dengan pewaris tidak
melewati perempuan
2. Ashabah bil ghair
Anak pr, cucu pr garis lk, sdr pr kdg, sdr pr seayah, semuanya ketika bersama saudara
laki-lakinya
3. Ashabah maal ghair
Saudara pr kdg, sdr pr seayah ketika masing-masing bersama anak pr atau cucu pr
garis lk dan tidak ada saudarinya
Skala prioritas ashabah (binnafsi)
1. Jihah al-qarabah (arah kekerabatan)
a. Jihah al bunuwwah : ayah, cucu dst kebawah
b. Jihah al ubuwwah : ayah , kakek, dst ke atas
c. Jihah al ukhuwwah : saudara, anak saudara dst ke bawah
d. Jihah al umumah : paman, anak paman dst ke bawah
2. Darajah al-qarabah (derajat kekerabatan)
3. Quwwah al-qarabah (kekuatan kekerabatan)
Munasakhah dan Takharruj
Munasakhah adalah memindahkan bagian sebagian ahli waris kepada orang yang
mewarisinya karena kematiannya sebelum pembagian harta warisan dilaksanakan.
Adapun Unsur-unsur penting dari munasakhah adalah: Harta warisan belum dibagi
kepada ahli waris, Adanya kematian sebagian ahli waris, Adanya pemindaan bagian harta
warisan dari orang yang mati belakangan kepada ali waris lain atau kepada ahli warisnya
yang semula menjadi ahli waris terhadap orang yang mati lebih dahulu, dan Pemindahan
bagian ahli waris yang telah mati kepada ahli warisnya harus dengan jalan warisan.
Munasakhah mempunyai dua bentuk, yaitu: bentuk pertama, Ahli waris yang akan
menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah ahli waris
juga bagi orang yang mati lebih dahulu. Bentuk kedua, Ahli waris yang akan menerima
pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah bukan ahli waris
bagi orang yang mati lebih dahulu.
Takharuj merupakan perjanjian antara para ahli waris, ahli waris yang menyatakan
diri keluar, mendapat imbalan atau pembayaran dari ahli waris lain. Beberapa bentuk dari
takharruj ialah perjanjian dua pihak, perjanjian jual beli dan perjanjian tukar menukar.
Jika dilihat dari segi waktu pembagiannya, maka bentuk takharruj ada dua yakni sebelum
pembagian warisan dan sesudah pembagian warisan. Dalam prakteknya, takharruj dapat
dilakukan setelah pembagian harta warisan. Takharruj juga diberlakukan sebelum harta
warisan dibagi. Cara ini berarti bahwa kesepakatan semua ahli waris adalah di luar cara
yang ditentukan oleh syara’.
Nalar dalam fikih mawaris
Ketentuan ijtihad dalam fikih mawaris
1. Aul = persoalan harta waris tidak cukup dibagikan, Aul untuk penyelesaian
kekurangan dalam pembagian harta warisan pewaris
2. Himariyyah atau musyarakah = saudara seibu dapat warisan sdgkn saudara
kandung tidak dapat
Musyarakah adalah bergabungnya ahli waris yang tidak mendapatkan
bagian harta, kepada ahli waris lain yang mendapat bagian
harta warisan. Masalah ini terjadi jika ahli waris terdiri dari suami, ibu
atau nenek, dua orang saudara seibu atau lebih dan saudara laki-laki
kandung seorang atau lebih.
3. Akdariyah = muqasamah
- Suami
- Ibu
- Saudara pr kdg/ayah
- Kakek shahih

Jika kakek mewarisi bersama saudara lk/pr (kdg/seayah) maka kakaek diberi bagian yang
lebih baik diantara muqasamah dan 1/3

Jika bersama pula aashabul furud lain maka setelah ashabul furud itu diberi bagian yang lebih
baik antara tiga kemungkinan : muqasamah, 1/3 sisa, dan harta warisan.
Sistem Kewarisan Madzhab Jafari
Imam Jafar al shadiq
- Jafar bin muhammad al baqir bin zayn al abidin bin husen bin ali bin abi thalib
- Lahir di Madinah tahun 80 H = abu hanifah
- Urutan Ahli waris
1. Kerabat dan suami/ istri
2. Wala’
a. Wala annikmah = memerdekakan budak
b. Wala al muwalah = janji
c. Wala al imamah = warisan diserahkan pada imam
- Kelompok ahli waris
1. Ashabul furus
2. Dzawil qarabah (hubungan kerabat tanpa furud)
- Tingkatan
1. Ayah ibu anak dan seterusnya ke bawah secara bilateral
2. Kakek nenek dan seterusnya ke atas secara bilateral dan keturunan ayah ibu ke
bawah secara bilateral
3. Paman bibi pihak ayah maupun ibu kemudian keturunan mereka secara
bilateral
- Cucu (keturunan anak pr/lk) mengganti tempat dan anak pr/lk
- Walaupun bilateral tetap 2:1
- Anak dan cucu yang lebih tinggi derajatnya menghijab anak dan cucu yang lebih
rendah

1. Asas Bilateral
2. Penggantian tempat
3. Ahli waris yang lebih tinggi derajatnya menghijab ahli waris yang lebih rendah
derajatnya
Perbedaan umum

Sunni

1. Kedudukan perempuan lemah dibanding dengan kedudukan laki-laki


2. Patrilineal
3. Metode lughawi dan sistem patrilinel (sistem ashobah)
4. Derajat kekerabatan secara selektif

Jafari

1. Kedudukan perempuan sama kuat dengan laki-laki


2. Bilateral
3. Penggantian tempat
4. Derajat kekerabatan secara mutlak
Kewarisan dengan status objek yang tidak jelas statusnya
1. Khuntsa musykil
2. Janin dalam kandungan
3. Orang yang mafqud (hilang)
4. Orang yang meninggal secara bersamaan

Highlight Materi Diskusi 2


Empat persoalan yang didiskusikan merupakan persoalan ijtihadiyah. Tidak
ada ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi saw. yang menjelaskannya. Dalam berijtihad,
para ulama menggunakan logika atau akal.
Masalah mafqud mengacu pada syarat kewarisan, yaitu meninggalnya pewaris
dan hidupnya ahli waris. Begitu pula dengan masalah beberapa kerabat yang
meninggal bersamaan.
Ketika si mafqud diputuskan atau diperkirakan telah meninggal dunia, maka
harta miliknya menjadi harta warisan. Dan jika ada kerabat mafqud tersebut
meninggal dunia maka karena si mafqud telah diputuskan atau diperkirakan
meninggal dunia, dia tidak diberi warisan. Bagaimana jika di kemudian hari ternyata
si mafqud kembali dalam keadaan hidup? Di sinilah ulama berijtihad dengan
menggunakan akal mereka.
Beberapa kerabat yang meninggal secara bersamaan menimbulkan persoalan
karena tidak dipastikan siapa yang meninggal lebih dahulu sehingga menjadi pewaris,
dan siapa yang meninggal belakangan sehingga menjadi ahli waris. Dalam
menyelesaikan masalah ini para ulama juga sepenuhnya menggunakan akal mereka
Masalah khuntsa musykil mengacu pada ciri-ciri jenis kelamin seseorang.
Cara dan kemampuan mengetahui ciri-ciri jenis kelamin bisa mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan IPTEK. Jaman dahulu ciri-ciri tersebut
hanya bisa diketahui dengan mata telanjang, dan ciri-ciri yang dijadikan dasar dalam
menentukan kecenderungan jenis kelamin hanya yang kasat mata. Tetapi seiring
perkembangan IPTEK, ciri-ciri jenis kelamin tidak hanya yang kasat mata, tetapi juga
yang tidak kasat mata seperti rahim dan kromosom, dan dilihat menggunakan
teknologi.
Begitu pula janin dalam kandungan. Acuannya adalah jenis kelamin. Namun
karena pada jaman dahulu belum ada teknologi yang bisa digunakan untuk
mengetahui jenis kelamin janin maka para ulama menggunakan perkiraan; dalam
pembagian warisan janin tersebut diperkirakan laki-laki dan diperkirakan perempuan,
kemudian untukny disediakan bagian yang terbesar dari perkiraan tersebut.
Namun setelah ada teknologi canggih yang bisa memastikan jenis kelamin
janin yang masih berada dalam kandungan, maka cara perkiraan tersebut tidak harus
digunakan lagi, sehingga pembagian warisan bisa dilakukan secara pasti sebelum
janin tersebut.
Dari sini kita mengetahui bahwa hasil ijtihad para ulama jaman dahulu kadang sudah
tidak relevan lagi karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di
samping perkembangan sosial budaya.

Anda mungkin juga menyukai