Oleh :
AGUS SUPRIYANTO, SH
A2021191006
A. Latar Belakang
Republik Indonesia, maka baik hakim, jaksa dan polisi diatur secara
dan tanggung jawab antara polisi, jaksa dan hakim, bahkan terdapat
kesan koordinasi fungsional dalam sistem peradilan pidana terpadu
diharapkan.
lainnya adalah saling berhubungan dan setiap masalah dalam salah satu
kaitan tugas antara polisi, jaksa dan hakim dalam sistem peradilan pidana
pada saat berlakunya KUHAP tugas polisi terpisah sama sekali dengan
tugas jaksa dan hakim. Polisi sebagai penyidik dan Jaksa sebagai
Sistem ini mulai bekerja pada saat adanya laporan kejahatan dari
juga melakukan hal yang sama, artinya yang tidak terbukti bersalah
1
Mardjono Rekspdiputro, 1993, Menuju Pada Satu Kebijakan Kriminal Dalam HAM
Dalam Sistim Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Hukum dan Keadilan, hlm. 96.
Penuntut Umum agar dapat mensukseskan penyelesaian perkara baik
dari segi penyidikan dan penuntutan merupakan hal yang sangat penting.
baiknya.
penyidikan (Pasal 109 ayat (1) KUHAP). hal ini tujuannya adalah supaya
sejak dini, kemudian dalam hal berkas perkara yang disampaikan oleh
(HAM).
“Sesuai ketentuan Pasal 110 ayat (3) KUHAP, penyidik wajib segera
melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari
Penuntut Umum dan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
penerimaan berkas yang telah diberi petunjuk oleh Penuntut Umum,
Penyidik sesuai ketentuan Pasal 138 Ayat (2) KUHAP harus sudah
menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada Penuntut
Umum”.
Dalam ayat (5) disebutkan:
Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dalam bentuk
KETAPANG)”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian dalam latar belakang di atas, dalam penelitian ini dirumuskan
3. Tindakan dan upaya apa yang dilakukan oleh Kejaksaan dan penyidik
C. Tujuan Penelitian
secara optimal.
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Koordinasi
coordinate terbentuk dari dua akar kata yaitu co dan ordinate yang
adalah dua pengertian yang saling terkait. Dengan kata lain, koordinasi
hanya dapat dicapai atau terjalin bila terjadi hubungan kerja yang efektif.
Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi yang
dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien).
mencapai tujuannya.2
satu dengan yang lainnya agar tidak simpang siur, tidak bertentangan,
dan dapat ditujukan kepada titik arah pencapaian tujuan secara efisien. 3
yang teratur guna menciptakan jumlah, waktu dan arah pelaksanaan yang
2
Dalam I.GK. Manila, 1996, Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, hlm. 42.
3
Dalam Ibid, hlm. 43.
4
Dalam ibid.
pencapaian tujuan bersama).5 Sementara Handoko mendefinisikan
secara efisien.6
simpang siur.
6
Handoko, 2003, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, hlm. 195.
7
Ateng Syafrudin, 1993, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah, Bandung: Citra
Aditya Bakti, hlm. 10.
8
Ibid, hlm. 11.
Koordinasi merupakan bentuk kerjasama yang bertujuan untuk
differentitation). Keempat, adanya fungsi lini dan staf (line and staff
function). Kelima, alokasi sumber dana dan daya yang terbatas (allocation
dalam organisasi;
penting;
pejabat;
pejabat;
11
Syafrudin, op. cit., hlm. 13.
12
Sotarto, 1993, Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
hlm. 74.
h. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran di antara pejabat
untuk saling bantu satu sama lain terutama di antara pejabat yang ada
antar pejabat;
pejabat; dan
2. Tindak Pidana
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan dilarang dan diancam
pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada
tindak pidana.16
dapat disamakan dengan istilah tindak pidana, peristiwa pidana atau delik.
Mengenai arti straf baar feit Van Hamel berpendapat bahwa, straf baar feit
Sedangkan menurut Simon straf baar feit adalah kelakuan atau hendeling
bertanggungjawab.19
15
P.A.F. Lamintang, 1994, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru,
hlm. 172.
16
Wirjono Prodjodikoro, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco,
hlm. 55.
17
Roeslan Saleh, 2003, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta:
Aksara Baru, hlm. 53.
18
Dalam Moeljatno, op. cit., hlm 56
19
Dalam ibid.
melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, atau dapat diartikan
segi, yaitu:
a. Unsur Subyektif, yaitu hal-hal yang melekat pada diri si pelaku atau
dalam Buku II dan Pelanggaran dimuat dalam Buku III. Kejahatan adalah
oleh masyarakat baru dirasa sebagai tindak pidana karena ada peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Menurut M.v.T (Memorie van
20
Moeljatno, op. cit., hlm. 71
d. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia hanya
jabatan.
kejahatan.
telah berbuat sesuai dengan rumusan delik maka orang itu telah
akibat dari perbuatan itu. Sedangkan tindak pidana materiil adalah tindak
dilarang atau tidak dikehendaki. Tindak pidana ini baru selesai jika
dipermasalahkan.21
penting dan berkaitan satu sama lain. Sistem ini diletakan pada landasan
sebagai suatu kesadaran bahwa kejahatan akan tetap ada selama masih
22
M. Yahya Harahap, 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 90.
23
Mardjono Reksodiputro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia: Melihat Kepada
Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi), Jakarta: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, hlm. 1
24
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System):
Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme, Jakarta: Bina Cipta, hlm. 15.
ada manusia di dalam masyarakat. Jadi, di mana ada masyarakat pasti
konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk
ketidakadilan.27
Het Herziene Inlaands Regelement (HIR) Stbld. 1941 Nomor 44. Pada
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disebut juga
25
Ibid.
26
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, hlm. vii.
27
Ibid., hlm. 4.
melainkan di dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang
lain:32
dicapai oleh adanya sistem peradilan pidana yang terpadu tidak mungkin
bisa terwujud dan yang terjadi justru sebaliknya yakni kegagalan dari
31
Muladi, op. cit., hlm. 21.
32
Mardjono Reksodiputro, 1994, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana:
Kumpulan Karangan Buku Ketiga, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, hlm. 85
prinsip-prinsip dan asas hukum yang menjadi dasar dari kerangka
F. Metode Penelitian.
1. Bentuk Penelitian.
Resor Ketapang.
2. Sumber Data.
33
Sidik Sunaryo, 2012, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Malang: UMM Press,
hlm. 256
a. Teknik pengumpulan data untuk penelitian hukum normatif
4. Narasumber
penelitian ini yaitu: Kepala Seksi Pidana Umum dan satu orang Jaksa
G. Sistematika Penulisan.
Sistimatika penulisan tesis ini terdiri dari 4 (empat) bab, tiap-tiap bab
Penelitian.
H. Jadwal Penelitian.
2020;
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
B. Jurnal
Oleh :
AGUS SUPRIYANTO, SH
A2021191006
Lembaran Pengesahan
Usulan Penelitian Tesis Telah Disetujui
Tanggal : November 2020
Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Ketua Konsentrasi Program Studi
Hukum Otonomi Daerah
Oleh :
AGUS SUPRIYANTO, SH
A2021191006