Anda di halaman 1dari 8

Lex Crimen Vol. VII/No.

7/Sept/2018

BUKTI PERMULAAN MENURUT KITAB


UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA PENDAHULUAN
DALAM PENGARUHNYA TERHADAP A. Latar Belakang
PERKAPOLRI NOMOR 14 TAHUN 2012 Salah satu ketentuan dalam KUHAP adalah
TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK mengenai alat bukti yang antara lain diatur
PIDANA1 dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP. Menurut
Oleh. Jully Constantia Sambow2; Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
ABSTRAK apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
mengetahui bagaimana pengertian “bukti bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
permulaan” dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP dan bahwa terdakwalah yang bersalah
sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah melakukannya. Pasal 183 ini menyebut tentang
Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-XII/2014, diperlukannya sekurang-kurangnya 2 (dua) alat
tanggal 28 April 2015 dan bagaimana pengaruh bukti yang sah untuk Hakim menjatuhkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- pidana kepada seseorang. Selanjutnya alat-alat
XII/2014, tanggal 28 April 2015, terhadap Pasal bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)
1 angka 21 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 KUHAP, yaitu: keterangan saksi, keterangan
Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dengan menggunakan metode penelitian Tetapi, untuk beberapa hal lain sebelum
yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengertian pemeriksaan di sidang pengadilan, yaitu
“bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 penetapan tersangka, penangkapan, dan
KUHAP telah mengalami perkembangan penahanan, digunakan istilah-istilah yang lain.
pengertian, di mana semula pengertiannya Menurut Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka
diserahkan sepenuhnya kepada penilaian adalah seorang yang karena perbuatannya atau
penyidik sehingga sering diartikan cukup keadaannya berdasarkan bukti permulaan
dengan 1 (satu) alat bukti saja, kemudian patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor menurut Pasal 17, perintah penangkapan
21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, dilakukan terhadap seorang yang diduga keras
ditegaskan bahwa pengertiannya yaitu minimal melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 permulaan yang cukup; sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pasal 21 ayat (1), perintah penahanan atau
Hukum Acara Pidana. 2. Putusan Mahkamah penahanan lanjutan dilakukan terhadap
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang seorang tersangka atau terdakwa yang diduga
menegaskan pengertian bukti permulaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan
minimal dua alat bukti yang termuat dalam bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan
Pasal 184 KUHAP, seharusnya ditaati juga yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
dalam Perkapolri Perkapolri Nomor 14 Tahun tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
2012, karena suatu putusan Mahkamah merusak atau menghilangkan barang bukti dan
Konstitusi tidak saja berpengaruh terhadap atau mengulangi tindak pidana.
suatu Undang-Undang tetapi juga terhadap Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa
semua peraturan di bawah Undang-Undang, bahwa untuk penetapan sebagai tersangka
termasuk terhadap suatu Peraturan Kepala diperlukan “bukti permulaan” (Pasal 1 angka
Keplisian Negara Republik Indonesia. 14); untuk dilakukannya penangkapan
Kata kunci : Bukti Permulaan, Manajemen diperlukan “bukti permulaan yang cukup”
Penyidikan, Tindak Pidana. (Pasal 17), sedangkan untuk dilakukannya
penahanan diperlukan “bukti yang cukup”
(Pasal 21 ayat (1) KUHAP). Tidak ada
penjelasan yang cukup rinci dalam KUHAP
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing: Frans Maramis, SH,
tentang istilah-istilah tersebut.
MH; Drs. Tommy M. R. Kumampung, SH, MH Dalam kenyataan, seseorang yang
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. dijadikan tersangka, dikenakan penangkapan
120711296

5
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

dan penahanan, dapat saja merasa dirugikan 1. Bagaimana pengertian “bukti permulaan”
hal-hak asasinya karena tidak adanya ukuran dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP sebelum
yang jelas dan pasti tentang bukti permulaan, dan sesudah Putusan Mahkamah
bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-
cukup. Apakah untuk itu perlu adanya 2 (dua) XII/2014, tanggal 28 April 2015?
alat bukti yang sah atau tidak perlu. Untuk itu 2. Bagaimana pengaruh Putusan
seorang yang telah dinyatakan sebagai Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
tersangka, dikenakan penangkapan dan XII/2014, tanggal 28 April 2015, terhadap
penahanan dalams suatu kasus pidana, telah Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14
mengajukan permohonan ke Mahkamah Tahun 2012 Tentang Manajemen
Konstitusi untuk menguji beberapa pasal dalam Penyidikan Tindak Pidana?
KUHAP, antara lain Pasal 1 angka 14, Pasal 17,
dan Pasal 21 ayat (1) terhadap Undang-Undang C. Metode Penelitian
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Penelitian ini merupakan penelitian hukum
(UUD 1945). normatif. Penelitian hukum normatif
Atas permohonan tersebut Mahkamah merupakan jenis penelitian hukum yang
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 menitik beratkan pada hukum sebagai
April 2015, telah menjatuhkan putusan yang seperangkat norma (kadiah) sehingga disebut
mengabulkan sebagian permohonan pemohon. penelitian hukum nomatif.
Putusan ini dengan sendirinya berpengaruh
terhadap pengertian “bukti permulaan” dalam PEMBAHASAN
Pasal 1 angka 17 KUHAP. A. Pengertian Bukti Permulaan
Selain itu, dalam lingkungan kepolisian ada Pasal 1 angka 14 KUHAP memberikan
dibuat Peraturan Kepala Kepolisian Negara ketentuan bahwa, “Tersangka adalah seorang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 yang karena perbuatannya atau keadaannya
Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. berdasarkan bukti permulaan patut diduga
Peraturan Kapolri ini merupakan panduan sebagai pelaku tindak pidana”.4 Istilah “bukti
praktis bagi lingkungan kepolisian. Dalam permulaan” ini digunakan sebagai dasar untuk
Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 ini pada Pasal menentukan seseorang sebagai tersangka.
1 angka 21 bahwa, “Bukti Permulaan adalah Tidak ada penjelasan dalam KUHAP tentang apa
alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) yang dimaksudkan dengan istilah bukti
alat bukti yang sah, yang digunakan untuk permulaan tersebut.
menduga bahwa seseorang telah melakukan Tidak adanya penjelasan dalam KUHAP
tindak pidana sebagai dasar untuk dapat tentang istilah bukti permulaan membawa
dilakukan penangkapan”.3 Dalam ketentuan ini akibat bahwa istilah “bukti permulaan” ini
disebutkan bahwa pengertian bukti permulaan dapat menimbulkan pandangan bahwa
hanya diperlukan 1 (satu) alat bukti yang sah di pengertiannya tidak sama dengan alat bukti
samping adanya Laporan Polisi. Hal ini yang sah yang digunakan dalam Pasal 183
menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana KUHAP. Menurut Pasal 183 KUHAP, Hakim
pengaruh dari putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, seorang kecuali apabila dengan sekurang-
terhadap Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14 kurangnya dua alat bukti yang sah ia
Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
Tindak Pidana. pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dalam pasal ini ditegaskan bahwa untuk dapat
B. Rumusan Masalah menjatuhkan pidana terhadap seorang
terdakwa, harus ada sekurang-kurangnya 2

3 4
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tindak Pidana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
2012 Nomor 686). Republik Indonesia Nomor 3209).

6
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

(dua) alat bukti yang sah, di mana berdasarkan Selain sistem menurut undang-undang
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah itu sampai suatu batas (negatief wettelijk),
hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak sebenarnya dikenal pula beberapa sistem
pidana itu benar-benar terjadi dan terdakwa pembuktian lain, seperti (1) sistem keyakinan
yang bersalah melakukannya. belaka, (2) sistem keyakinan berdasarkan
Sistem ini dikenal sebagai “sistem atau teori alasan yang rasional, dan (3) sistem menurut
pembuktian berdasarkan undang-undang undang-undang belaka.
secara negatif (negatief wettelijk)”.5 Menurut Mengenai sistem keyakinan belaka oleh
sistem ini, “pembuktian harus didasarkan Wirjono Prodjodikoro diberikan keterangan
kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bahwa, aliran ini “sama sekali tidak
bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 membutuhkan suatu peraturan tentang
KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang pembuktian dan menyerahkan segala sesuatu
diperoleh dari alat-alat bukti tersebut”.6 kepada kebijaksanaan dan kesan Hakim, yang
Sistem ini yang oleh Wirjono Prodjodikoro bersifat perseorangan (subjectief)”.9 Menurut
disebut sebagai “sistem menurut undang- aliran ini dianggap cukuplah bahwa Hakim
undang sampai suatu batas (negatief mendasarkan terbuktinya suatu keadaan atas
wettelijk)”7 dijelaskan sebagai sistem di mana keyakinan belaka, dengan tidak terikat oleh
hakim baru diwajibkan menghukum orang suatu peraturan. Dalam sistem ini Hakim dapat
apabila hakim berkeyakinan bahwa peristiwa menurut perasaan belaka dalam menentukan
pidana yang bersangkutan adalah terbukti apa suatu keadaan harus dianggap telah
kebenarannya, dan keyakinan itu harus disertai terbukti.10 Wirjono Prodjodikoro memberikan
penyebutan alasan-alasan, di mana alasan- contoh penggunaan sistem seperti ini adalah di
alasan itu adalah hanya yang disebutkan dalam mana pekerjaan Hakim dilakukan oleh orang-
undang-undang.8 orang yang bukan ahli hukum, misalnya
KUHAP mensyaratkan bahwa keyakinan itu peradilan jury, dan di Indonesia dahulu pada
harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah, Pengadilan District dan Pengadilan
di mana alat-alat bukti yang sah itu menurut Kabupaten.11
Pasal 184 ayat (1) KUHAP ditentukansebagai Terhadap sistem keyakinan berdasarkan
berikut, alasan yang rasional, diberikan keterangan oleh
Alat bukti yang sah ialah: Wirjono Prodjodikoro bahwa sekalipun dalam
a. keterangan saksi; sistem ini Hakim harus menyebut alat bukti
b. keterangan ahli; apa yang digunakannya sehingga sampai pada
c. surat; keyakinan yang demikian, tetapi, Hakim dalam
d. petunjuk; hal ini tidak terikat pada jenis alat-alat bukti
e. keterangan terdakwa. yang ditentukan dalam suatu undang-undang.
Alat bukti yang sah itu sebagaimana Hakim bebas sepenuhnya untuk menggunakan
ditentukan dalam Pasal 183 juga harus alat bukti apapun juga, asalkan alat bukti itu
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. adalah sesuatu yang rasional, atau beralasan
Jadi, keyakinan hakim harus didasadrkan pada yang tepat menurut logika. 12
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Bagi orang yang ditetapkan sebagai
Jika hanya ada 1 (satu) alat bukti yang sah, tersangka, dikenakan penangkapan atau
sekalipun hakim yakin atas kesalahan terdakwa, dikenakan penahanan, penyerahan sepenuhnya
hakim tidak boleh menyatakan terdakwa pengertian istilah “bukti permulaan” kepada
bersalah dan karenanya tidak boleh penyidik, dapat dirasakan sebagai hal yang
menghukum terdakwa. merugikan baginya. Hal ini kemudian telah
mendorong seseorang yang ditetapkan sebagai
tersangka, dikenakan penangkapan, dan
selanjutnya penahanan, kemudian telah
5
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, ed. 2
cet.8, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 254
6 9
Ibid. Ibid., hlm. 90.
7 10
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Ibid..
11
cet.9, Sumur Bandung, Bandung, 1977, hlm. 92. Ibid.
8 12
Ibid. Ibid., hlm. 93.

7
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

mengajukan permohonan pengujian pasal-pasal 1. Pasal 1 angka 2 KUHAP yang berbunyi:


tertentu dari KUHAP terhadap UUD 1945, yang Penyidikan adalah serangkaian tindakan
kemudian telah melahirkan putusan Mahkamah penyidik dalam hal dan menurut cara yang
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 diatur dalam undang-undang ini untuk
April 2015. mencari serta mengumpulkan bukti yang
Dalam perkara ini, pemohon sebelumnya dengan bukti itu membuat terang tentang
dalam suatu perkara pidana telah ditetapkan tindak pidana yang terjadi dan guna
sebagai tersangka, dikenakan penangkapan, menemukan tersangkanya.
dan kemudian dikenakan penahanan. Pemohon 2. Pasal 1 angka 14 KUHAP yang berbunyi:
yang merasa hak-hak konstitusionalnya atas Tersangka adalah seorang yang karena
“pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perbuatannya atau keadaannya
kepastian hukum yang adil” sebagaimana berdasarkan bukti permulaan patut diduga
diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sebagai pelaku tindak pidana.
telah dilanggar. Pasal 28D ayat (1) menentukan 3. Pasal 17 KUHAP yang berbunyi: Perintah
bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, penangkapan dilakukan terhadap seorang
jaminan, perlindungan, dan kepastian yang diduga keras melakukan tindak
hukum yang adil serta perlakuan pidana berdasarkan bukti permulaan yang
yang sama dihadapan hukum”. cukup.
Pasal-pasal KUHAP yang diajukan 4. Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
permohonan pengujian terhadap UUD 1945 Perintah penahanan atau penahanan
oleh pemohon sebenarnya cukup banyak, lanjutan dilakukan terhadap seorang
sebagaiman terlihat dalam uraian dalam tersangka atau terdakwa yang diduga
putusan Mahkamah Konstitusi bahwa, keras melakukan tindak pidana
Kerugian hak konstitusional Pemohon berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal
tersebut bersifat spesifik (khusus) dan aktual adanya keadaan yang menimbulkan
karena Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, kekhawatiran bahwa tersangka atau
Pasal 17m Pasal 21 ayat (1), Pasal 77 huruf terdakwa akan melarikan diri, merusak
(a), Pasal 156 ayat (2) KUHAP telah atau menghilangkan barang bukti dan atau
diberlakukan dalam proses pidana terhadap mengulangi tindak pidana.
Pemohon dimana penetapan Pemohon 5. Pasal 77 huruf (a) KUHAP yang berbunyi:
sebagai tersangka, penangkapan dan Pengadilan negeri berwenang untuk
penahanan Pemohon dilakukan berdasarkan memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam ketentuan yang diatur dalam undang-
Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17 undang ini tentang: a. sah atau tidaknya
dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP; sedangkan penangkapan, penahanan, penghentian
Pasal 77 huruf (a) diberlakukan dalam penyidikan atau penghentian penuntutan;
perkara praperadilan yang diajukan b. …
Pemohon (bukti P-4): Putusan Praperadilan 6. Pasal 156 ayat (2) KUHAP yang berkenaan
Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel) dan dengan keberatan (eksepsi) yang berbunyi:
Pasal 156 ayat (1) KUHAP diberlakukan atas Jika hakim menyatakan keberatan tersebut
Eksepsi yan diajukan Pemohon dalam diterima, maka perkara itu tidak diperiksa
persidangan perkara pidana atas diri lebih .lanjut, sebaliknya dalam hal tidak
Pemohon (bukti P-5: Putuan Sela Nomor diterima atau hakim berpendapat hal
38/Pid.Prap/2012/PN.JKT-SEL).13 tersebut baru dapat diputus setelah selesai
pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.
Pasal-pasal KUHAP yang oleh Pemohon Tetapi, perhatian dalam skripsi ini hanyalah
dimohonkan untuk diuji terhadap UUD 1945 berkenaan dengan Pasal 1 angka 14 KUHAP saja
keseluruhannya, yaitu: di mana terdapat istilah ”bukti permulaan”
berkenaan dengan penetapan seseorang
sebagai tersangka.
13
Mahkamah Konstitusi RI, “Putusan Nomor 21/PUU- Hak konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1)
XII/2014”, www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses UUD 1945, yaitu, “Setiap orang berhak atas
tanggal 14/09/2017.

8
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

pengakuan, jaminan, perlindungan, mempunyai kekuatan hukum mengikat


dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti
yang sama dihadapan hukum”, telah dilanggar permulaan”, “bukti permulaan yang
sehingga Pemohon telah dirugikan oleh cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah
berlakunya antara lain Pasal 1 angka 14 minimal dua alat bukti yang termuat
KUHAP, di mana Pemohon telah ditetapkan dalam Pasal 184 Undang-Undang
sebagai tersangka dengan hanya berdasarkan 1 Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
(satu) alat bukti yang sah saja. Untuk itu Acara Pidana;15
Pemohon mengajukan petitum antara lain Melalui putusan ini Mahkamah Konstitusi
“menyatakan frasa ‘bukti permulaan’ dalam antara kain menegaskan bahwa frasa “bukti
Pasal 1 angka 14 KUHAP bertentangan dengan permulaan” sebagaimana ditentukan dalam
UUD 1945 secara bersyarat (conditionally Pasal 1 angka 14 KUHAP bertentangan dengan
unconstitutional) dan tidak mempunyai UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak “bukti permulaan” adalah minimal dua alat
dimaknai ‘sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP;
bukti’”.14 karenanya frasa “bukti permulaan”
Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka
21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, telah 14 KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum
mengabulkan permohonan Pemohon untuk mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa
sebagian, di mana antara lain diputuskan “bukti permulaan” adalah minimal dua alat
bahwa, bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
1.1. Frasa “bukti permulaan”, “bukti Secara sederhana, Mahkamah Konstitusi
permulaan yang cukup”, dan “bukti melalui putusan ini menegaskan bahwa istilah
yang cukup” sebagaimana ditentukan “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14
dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan KUHAP harus diartikan sebagai minimal dua
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang alat bukti yang termuat dalam Pasal 184
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Acara Pidana (Lembaran Negara Hukum Acara Pidana. Dengan demikian, istilah
Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14
76, Tambahan Lembaran Negara KUHAP telah mengalami perkembangan
Republik Indonesia Nomor 3209) pengertian, di mana semula pengertiannya
bertentangan dengan Undang-Undang diserahkan sepenuhnya kepada penilaian
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun penyidik sehingga istilah “bukti permulaan”
1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa sering diartikan cukup dengan 1 (satu) alat
“bukti permulaan”, “bukti permulaan bukti saja; kemudian oleh Mahkamah Konstitusi
yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
adalah minimal dua alat bukti yang 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015
termuat dalam Pasal 184 Undang- ditegaskan pengertian istilah “bukti permulaan”
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang yaitu minimal dua alat bukti yang termuat
Hukum Acara Pidana; dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8
1.2. Frasa “bukti permulaan ”, “bukti Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
permulaan yang cukup”, dan “bukti Sehubungan dengan itu, sebaiknya
yang cukup” sebagaimana ditentukan dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang
dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Nomor 9 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pidana atau KUHAP, di mana dalam Pasal 1
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum KUHAP perlu ditambahkan istilah Bukti
Acara Pidana (Lembaran Negara Permulaan dan diberikan definisi sebagai bukti
Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor berupa sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
76, Tambahan Lembaran Negara sah.
Republik Indonesia Nomor 3209) tidak

14 15
Ibid. Ibid.

9
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

B. Pengaruh Terhadap Perkapolri Nomor 14 a. Laporan Polisi Model A; dan


Tahun 2012 Tentang Manajemen b. Laporan Polisi Model B.
Penyidikan Tindak Pidana (2) Laporan Polisi Model A sebagaimana
Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota
merupakan pedoman dalam penyelenggaraan Polri yang mengalami, mengetahui atau
manajemen penyidikan tindak pidana di menemukan langsung peristiwa yang
lingkungan Polri (Pasal 2 huruf a). Karena terjadi.
bersifat memberikan pedoman praktis dan (3) Laporan Polisi Model B sebagaimana
merupakan peraturan internal (Polri) maka dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
peraturan ini menjadi pegangan sehari-hari Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota
bagi anggota Polri dan Penyidik Polri. Polri atas laporan/pengaduan yang
KUHAP tidak memberikan definisi tentang diterima dari masyarakat.17
bukti permulaan, yaitu tidak ada batasan Dari pengertian Laporan Polisi dalam Pasal 1
pengertian tentang bukti permulaan dalam angka 16 dan Pasal 5 Perkapolri Nomor 14
Pasal 1 KUHAP. Tetapi dalam Perkapolri Nomor Tahun 2012, tanpak bahwa Laporan Polisi tidak
14 Tahun 2012 ada diberikan batasan selalu mengandung alat bukti. Laporan Polisi
pengertian tentang bukti permulaan. Pasal 1 Model A (dibuat oleh anggota Polri yang
angka 21 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 mengalami, mengetahui atau menemukan
memberikan pengertian bahwa, “Bukti langsung peristiwa yang terjadi) dapat saja
Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan dalam peristiwa di mana Polisi yang sedang
Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang berpatroli menemukan peristiwa tabrak lari,
digunakan untuk menduga bahwa seseorang tetapi peristiwa telah selesai, sehingga anggota
telah melakukan tindak pidana sebagai dasar Polisi yang bersangkutan tidak melihat jalannya
untuk dapat dilakukan penangkapan.”16 peristiwa. Laporan Polisi Model B (dibuat oleh
Menurut Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor anggota Polri atas laporan/pengaduan yang
14 Tahun 2012, Bukti Permulaan adalah alat diterima dari masyarakat), ada kemungkinan
bukti berupa: anggota masyarakat melaporkan tentang
a. Laporan Polisi; dan terjadi perkelahian antarkampung di
b. 1 (satu) alat bukti yang sah. lingkungannya tetapi tidak tahu jalannya
Rumusan pasal ini menunjukkan bahwa peristiwa sehingga tidak dapat menjadi saksi.
untuk disebut sebagai bukti permulaan harus Dengan demikian, pengertian Bukti Permulaan
ada dua hal, yaitu, pertama, adanya Laporan dalam Pasal 1 angka 16 Perkapolri Nomor 14
Polisi, dan, kedua, adanya 1 (satu) alat bukti Tahun 2012 ini menunjukkan bahwa untuk
yang sah. Bukti Permulaan sudah cukup jika ada 1 (satu)
Laporan Polisi, menurut Pasal 1 angka 16 alat bukti.
Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012, adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, yang
tentang adanya suatu peristiwa yang diduga menegaskan pengertian bukti permulaan
terdapat pidananya baik yang ditemukan minimal dua alat bukti yang termuat dalam
sendiri maupun melalui pemberitahuan yang Pasal 184 KUHAP, seharusnya ditaati juga
disampaikan oleh seseorang karena hak atau dalam Perkapolri Perkapolri Nomor 14 Tahun
kewajiban berdasarkan peraturan perundang- 2012, karena suatu putusan Mahkamah
undangan. Konstitusi tidak saja berpengaruh terhadap
Pengertian Laporan Polisi ini diatur lebih suatu Undang-Undang tetapi juga terhadap
lanjut dalam Pasal 5 yang memberikan semua peraturan di bawah Undang-Undang,
ketentuan bahwa, termasuk terhadap suatu Peraturan Kepala
(1) Laporan Polisi/Pengaduan terdiri dari: Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal ini berdasarkan tata urutan peratiran
16
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
17
2012 Nomor 686). Ibid.

10
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

di mana dalam Undang-Undang Nomor 12 mengikat sepanjang diperintahkan


Tahun 2011 pada Pasal 7 ayat (1) ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan
bahwa, yang lebih tinggi atau dibentuk
(1) Jenis dan hierarki Peraturan berdasarkan kewenangan.19
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-
Republik Indonesia Tahun 1945; Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini, sekalipun
b. Ketetapan Majelis Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Permusyawaratan Rakyat; Indonesia (Perkapolri) tidak tercantum dalam
c. Undang-Undang/Peraturan Pasal 7 ayat (1), tetapi suatu Perkapolri
Pemerintah Pengganti Undang- merupakan peraturan yang dibentuk
Undang; berdasarkan kewenangan Kapolri sehingga
d. Peraturan Pemerintah; merupakan peraturan perundang-undangan
e. Peraturan Presiden; yang diakui keberadaanya dan mempunyai
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan kekuatan hukum mengikat.
g. Peraturan Daerah Tetapi sudut hierarki peraturan, suatu
Kabupaten/Kota. Perkapolri hierarkinya berada di bawah
(2) Kekuatan hukum Peraturan Undang-Undang sehingga kekuatan hukumnya
Perundang-undangan sesuai dengan berada di bawah Undang-Undang. Jika makna
hierarki sebagaimana dimaksud pada suatu pasal dalam Undang-Undang berubah
ayat (1).18 maka peraturan-peraturan lain yang hierarki
berada di bawah Undang-Undang, seperti
Selanjutnya alam Pasal 8 Undang-Undang halnya suatu Perkapolri yang di dalamnya ada
Nomor 12 Tahun 2011 ditentukan bahwa, pengaturan yang sama, maka pasal dalam
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan Perkapolri itu harus pula berubah maksananya
selain sebagaimana dimaksud dalam menyesuaikan dengan Undang-Undang.
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan Dengan demikian, makna Pasal 1 angka 21
yang ditetapkan oleh Majelis Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 seharusnya
Permusyawaratan Rakyat, Dewan turut berubah yaitu dimaknai sesuatu dengan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan perubahan istilah “Bukti Permulaan”
Daerah, Mahkamah Agung, sebagaimana dimaknai oleh putussan
Mahkamah Konstitusi, Badan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Dengan demnikian, terhadap norma dalam
Bank Indonesia, Menteri, badan, Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14 Tahun
lembaga, atau komisi yang setingkat 2012 perlu dilakukan penyesuaian dengan
yang dibentuk dengan Undang- putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
Undang atau Pemerintah atas XII/2014, yaitu terhadap frasa “1 (satu) alat
perintah Undang-Undang, Dewan bukti yang sah” perlu diubah menjadi “minimal
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, 2 (dua) alat bukti yang sah”.
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, PENUTUP
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau A. Kesimpulan
yang setingkat. 1. Pengertian “bukti permulaan” dalam
(2) Peraturan Perundang-undangan Pasal 1 angka 14 KUHAP telah mengalami
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perkembangan pengertian, di mana
diakui keberadaannya dan semula pengertiannya diserahkan
mempunyai kekuatan hukum sepenuhnya kepada penilaian penyidik
sehingga sering diartikan cukup dengan 1
18
(satu) alat bukti saja, kemudian dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
19
5234). Ibid.

11
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018

21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di


ditegaskan bahwa pengertiannya yaitu Indonesia, cet.9, Sumur Bandung,
minimal dua alat bukti yang termuat Bandung, 1977.
dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor Samosir, C. Djisman, Segenggam tentang
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia,
Pidana. Bandung, 2013.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Soekanto, S. dan Sri Mamudji, Penelitian
21/PUU-XII/2014, yang menegaskan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
pengertian bukti permulaan minimal dua cet.16, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Supomo, R., Sistem Hukum di Indonesia
KUHAP, seharusnya ditaati juga dalam Sebelum Perang Dunia II, cet.11, Pradnya
Perkapolri Perkapolri Nomor 14 Tahun Paramita, Jakarta, 1982.
2012, karena suatu putusan Mahkamah Thaib, D., Ketatanegaraan Indonesia Perspektif
Konstitusi tidak saja berpengaruh Konstitusional, Total Media, Yogyakarta,
terhadap suatu Undang-Undang tetapi 2009.
juga terhadap semua peraturan di bawah Tresna, R., Komentar H.I.R., cet.6, Pradnya
Undang-Undang, termasuk terhadap Paramita, Jakarta, 1976.
suatu Peraturan Kepala Keplisian Negara Wahyudi, H. Alwi, Hukum Tata Negara
Republik Indonesia. Indonesia dalam Perspektif Pancasila
Pasca Reformasi, cet.2, Pustaka Pelajar,
B. Saran Yogyakarta, 2013.
1. Sebaiknya dalam Pasal 1 KUHAP
ditambahkan istilah Bukti Permulaan dan Sumber Internet/Dokumen Elektronik:
diberikan definisi sebagai bukti berupa Mahkamah Konstitusi RI, “Putusan Nomor
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang 21/PUU-XII/2014”,
sah. www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses
2. Terhadap Pasal 1 angka 21 Perkapolri tanggal 14/09/2017.
Nomor 14 Tahun 2012 perlu dilakukan
penyesuaian, yaitu terhadap frasa “1 Peraturan Perundang-undangan:
(satu) alat bukti yang sah” perlu diubah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
menjadi “minimal 2 (dua) alat bukti yang Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998
sah”. tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
DAFTAR PUSTAKA Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Apeldoorn, L.J. van, Pengantar Ilmu Hukum Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
terjemahan Oetarid Sadino dari Inleiding Tambahan Lembaran Negara Republik
tot de studie van het Nedeerlandse recht, Indonesia Nomor 3209).
cet. 29, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Daliyo, J.B. et al, Pengantar Hukum Indonesia. Hak Asasi Manusia (Lembaran negara
Buku Panduan Mahasiswa, Gramedia Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
Pustaka Utama, Jakarta, 1992. 165)
Fuady, M., Teori Negara Hukum Modern Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
(Rechtstaat), cet.2, Refika Aditama, Pembentukan Peraturan Perundang-
Bandung, 2011. undangan (Lembaran Negara Republik
Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
ed. 2 cet.8, Sinar Grafika, Jakarta. Tambahan Lembaran Negara Republik
Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan Indonesia Nomor 5234).
dan Penerapan KUHAP, jilid 1, Pustaka Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Kartini, 1985. Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Nasution, Bahder Johan, Negara Hukum dan Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
Bandung, 2014. 2012 Nomor 686).

12

Anda mungkin juga menyukai