1 SM
1 SM
7/Sept/2018
5
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
dan penahanan, dapat saja merasa dirugikan 1. Bagaimana pengertian “bukti permulaan”
hal-hak asasinya karena tidak adanya ukuran dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP sebelum
yang jelas dan pasti tentang bukti permulaan, dan sesudah Putusan Mahkamah
bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-
cukup. Apakah untuk itu perlu adanya 2 (dua) XII/2014, tanggal 28 April 2015?
alat bukti yang sah atau tidak perlu. Untuk itu 2. Bagaimana pengaruh Putusan
seorang yang telah dinyatakan sebagai Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
tersangka, dikenakan penangkapan dan XII/2014, tanggal 28 April 2015, terhadap
penahanan dalams suatu kasus pidana, telah Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14
mengajukan permohonan ke Mahkamah Tahun 2012 Tentang Manajemen
Konstitusi untuk menguji beberapa pasal dalam Penyidikan Tindak Pidana?
KUHAP, antara lain Pasal 1 angka 14, Pasal 17,
dan Pasal 21 ayat (1) terhadap Undang-Undang C. Metode Penelitian
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Penelitian ini merupakan penelitian hukum
(UUD 1945). normatif. Penelitian hukum normatif
Atas permohonan tersebut Mahkamah merupakan jenis penelitian hukum yang
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 menitik beratkan pada hukum sebagai
April 2015, telah menjatuhkan putusan yang seperangkat norma (kadiah) sehingga disebut
mengabulkan sebagian permohonan pemohon. penelitian hukum nomatif.
Putusan ini dengan sendirinya berpengaruh
terhadap pengertian “bukti permulaan” dalam PEMBAHASAN
Pasal 1 angka 17 KUHAP. A. Pengertian Bukti Permulaan
Selain itu, dalam lingkungan kepolisian ada Pasal 1 angka 14 KUHAP memberikan
dibuat Peraturan Kepala Kepolisian Negara ketentuan bahwa, “Tersangka adalah seorang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 yang karena perbuatannya atau keadaannya
Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. berdasarkan bukti permulaan patut diduga
Peraturan Kapolri ini merupakan panduan sebagai pelaku tindak pidana”.4 Istilah “bukti
praktis bagi lingkungan kepolisian. Dalam permulaan” ini digunakan sebagai dasar untuk
Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 ini pada Pasal menentukan seseorang sebagai tersangka.
1 angka 21 bahwa, “Bukti Permulaan adalah Tidak ada penjelasan dalam KUHAP tentang apa
alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) yang dimaksudkan dengan istilah bukti
alat bukti yang sah, yang digunakan untuk permulaan tersebut.
menduga bahwa seseorang telah melakukan Tidak adanya penjelasan dalam KUHAP
tindak pidana sebagai dasar untuk dapat tentang istilah bukti permulaan membawa
dilakukan penangkapan”.3 Dalam ketentuan ini akibat bahwa istilah “bukti permulaan” ini
disebutkan bahwa pengertian bukti permulaan dapat menimbulkan pandangan bahwa
hanya diperlukan 1 (satu) alat bukti yang sah di pengertiannya tidak sama dengan alat bukti
samping adanya Laporan Polisi. Hal ini yang sah yang digunakan dalam Pasal 183
menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana KUHAP. Menurut Pasal 183 KUHAP, Hakim
pengaruh dari putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, seorang kecuali apabila dengan sekurang-
terhadap Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14 kurangnya dua alat bukti yang sah ia
Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
Tindak Pidana. pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dalam pasal ini ditegaskan bahwa untuk dapat
B. Rumusan Masalah menjatuhkan pidana terhadap seorang
terdakwa, harus ada sekurang-kurangnya 2
3 4
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tindak Pidana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
2012 Nomor 686). Republik Indonesia Nomor 3209).
6
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
(dua) alat bukti yang sah, di mana berdasarkan Selain sistem menurut undang-undang
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah itu sampai suatu batas (negatief wettelijk),
hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak sebenarnya dikenal pula beberapa sistem
pidana itu benar-benar terjadi dan terdakwa pembuktian lain, seperti (1) sistem keyakinan
yang bersalah melakukannya. belaka, (2) sistem keyakinan berdasarkan
Sistem ini dikenal sebagai “sistem atau teori alasan yang rasional, dan (3) sistem menurut
pembuktian berdasarkan undang-undang undang-undang belaka.
secara negatif (negatief wettelijk)”.5 Menurut Mengenai sistem keyakinan belaka oleh
sistem ini, “pembuktian harus didasarkan Wirjono Prodjodikoro diberikan keterangan
kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bahwa, aliran ini “sama sekali tidak
bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 membutuhkan suatu peraturan tentang
KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang pembuktian dan menyerahkan segala sesuatu
diperoleh dari alat-alat bukti tersebut”.6 kepada kebijaksanaan dan kesan Hakim, yang
Sistem ini yang oleh Wirjono Prodjodikoro bersifat perseorangan (subjectief)”.9 Menurut
disebut sebagai “sistem menurut undang- aliran ini dianggap cukuplah bahwa Hakim
undang sampai suatu batas (negatief mendasarkan terbuktinya suatu keadaan atas
wettelijk)”7 dijelaskan sebagai sistem di mana keyakinan belaka, dengan tidak terikat oleh
hakim baru diwajibkan menghukum orang suatu peraturan. Dalam sistem ini Hakim dapat
apabila hakim berkeyakinan bahwa peristiwa menurut perasaan belaka dalam menentukan
pidana yang bersangkutan adalah terbukti apa suatu keadaan harus dianggap telah
kebenarannya, dan keyakinan itu harus disertai terbukti.10 Wirjono Prodjodikoro memberikan
penyebutan alasan-alasan, di mana alasan- contoh penggunaan sistem seperti ini adalah di
alasan itu adalah hanya yang disebutkan dalam mana pekerjaan Hakim dilakukan oleh orang-
undang-undang.8 orang yang bukan ahli hukum, misalnya
KUHAP mensyaratkan bahwa keyakinan itu peradilan jury, dan di Indonesia dahulu pada
harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah, Pengadilan District dan Pengadilan
di mana alat-alat bukti yang sah itu menurut Kabupaten.11
Pasal 184 ayat (1) KUHAP ditentukansebagai Terhadap sistem keyakinan berdasarkan
berikut, alasan yang rasional, diberikan keterangan oleh
Alat bukti yang sah ialah: Wirjono Prodjodikoro bahwa sekalipun dalam
a. keterangan saksi; sistem ini Hakim harus menyebut alat bukti
b. keterangan ahli; apa yang digunakannya sehingga sampai pada
c. surat; keyakinan yang demikian, tetapi, Hakim dalam
d. petunjuk; hal ini tidak terikat pada jenis alat-alat bukti
e. keterangan terdakwa. yang ditentukan dalam suatu undang-undang.
Alat bukti yang sah itu sebagaimana Hakim bebas sepenuhnya untuk menggunakan
ditentukan dalam Pasal 183 juga harus alat bukti apapun juga, asalkan alat bukti itu
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. adalah sesuatu yang rasional, atau beralasan
Jadi, keyakinan hakim harus didasadrkan pada yang tepat menurut logika. 12
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Bagi orang yang ditetapkan sebagai
Jika hanya ada 1 (satu) alat bukti yang sah, tersangka, dikenakan penangkapan atau
sekalipun hakim yakin atas kesalahan terdakwa, dikenakan penahanan, penyerahan sepenuhnya
hakim tidak boleh menyatakan terdakwa pengertian istilah “bukti permulaan” kepada
bersalah dan karenanya tidak boleh penyidik, dapat dirasakan sebagai hal yang
menghukum terdakwa. merugikan baginya. Hal ini kemudian telah
mendorong seseorang yang ditetapkan sebagai
tersangka, dikenakan penangkapan, dan
selanjutnya penahanan, kemudian telah
5
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, ed. 2
cet.8, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 254
6 9
Ibid. Ibid., hlm. 90.
7 10
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Ibid..
11
cet.9, Sumur Bandung, Bandung, 1977, hlm. 92. Ibid.
8 12
Ibid. Ibid., hlm. 93.
7
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
8
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
14 15
Ibid. Ibid.
9
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
10
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
11
Lex Crimen Vol. VII/No. 7/Sept/2018
12