Permasalahan 1
PENATAAN PERDA BERMASALAH PASCA PUTUSAN MK, MA HARUS BAGAIMANA?
Dua putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu Putusan Nomor 137/PUU- XIII/2015 dan Putusan
Nomor 56/PUU-XIV/2016, mengakhiri riwayat rezim pembolehan pembatalan perda oleh
lembaga eksekutif (executive review) in casu gubernur atau menteri. Kedua putusan menyatakan
pembatalan perda harus melalui mekanisme judicial review. Jelas saja, judicial review potensial
memakan waktu dan energi yang lebih besar ketimbang executive review. Mengingat salah satu
adressat kedua putusan MK adalah MA, maka tulisan ini memberikan ulasan mengenai harus
bagaimana MA, agar mampu memikul mandat putusan MK untuk dapat berperan dalam agenda
penataan peraturan perundang-undangan secara efektif. Hal yang wajib dilakukan MA ialah
melakukan perubahan atau penyempurnaan Perma 1/2011 yang mengatur hukum acara pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang. Perma 1/2011 tidak lagi memadai
memenuhi tuntutan kebutuhan hukum sebagai implikasi berlakunya kedua putusan MK. Agar
lebih komprehensif dan memenuhi aspek konstitusional, pengaturan hukum acara pengaturan
hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus
‘diangkat’ ke level undang-undang. Untuk itu, MA terlibat sebagai lembaga yang memberikan
dorongan kuat kepada pembentuk undang-undang.
Sumber : Prosiding KHTN 4 Jember, PENATAAN PERDA BERMASALAH PASCA
PUTUSAN MK, MA HARUS BAGAIMANA?, Fajar Laksono Suroso.
Permasalahan 2
Dua putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu Putusan Nomor 137/PUU- XIII/2015 dan Putusan
Nomor 56/PUU-XIV/2016, mengakhiri riwayat rezim pembolehan pembatalan perda oleh
lembaga eksekutif (executive review) in casu gubernur atau menteri. Kedua putusan menyatakan
pembatalan perda harus melalui mekanisme judicial review. Jelas saja, judicial review potensial
memakan waktu dan energi yang lebih besar ketimbang executive review. Mengingat salah satu
adressat kedua putusan MK adalah MA, maka tulisan ini memberikan ulasan mengenai harus
bagaimana MA, agar mampu memikul mandat putusan MK untuk dapat berperan dalam agenda
penataan peraturan perundang-undangan secara efektif. Hal yang wajib dilakukan MA ialah
melakukan perubahan atau penyempurnaan Perma 1/2011 yang mengatur hukum acara pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang. Perma 1/2011 tidak lagi memadai
memenuhi tuntutan kebutuhan hukum sebagai implikasi berlakunya kedua putusan MK. Agar
lebih komprehensif dan memenuhi aspek konstitusional, pengaturan hukum acara pengaturan
hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus
‘diangkat’ ke level undang-undang. Untuk itu, MA terlibat sebagai lembaga yang memberikan
dorongan kuat kepada pembentuk undang-undang.
Sumber : Prosiding KHTN 4 Jember, PENATAAN PERDA BERMASALAH PASCA
PUTUSAN MK, MA HARUS BAGAIMANA?, Fajar Laksono Suroso.
2. Jelaskan 3 teori hukum yang dapat digunakan dalam membahas wacana di atas agar dapat
terselesaikan ?
Jawab :
Permasalahan 3
PENATAAN PERDA BERMASALAH PASCA PUTUSAN MK, MA HARUS BAGAIMANA?
Dua putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu Putusan Nomor 137/PUU- XIII/2015 dan Putusan
Nomor 56/PUU-XIV/2016, mengakhiri riwayat rezim pembolehan pembatalan perda oleh
lembaga eksekutif (executive review) in casu gubernur atau menteri. Kedua putusan menyatakan
pembatalan perda harus melalui mekanisme judicial review. Jelas saja, judicial review potensial
memakan waktu dan energi yang lebih besar ketimbang executive review. Mengingat salah satu
adressat kedua putusan MK adalah MA, maka tulisan ini memberikan ulasan mengenai harus
bagaimana MA, agar mampu memikul mandat putusan MK untuk dapat berperan dalam agenda
penataan peraturan perundang-undangan secara efektif. Hal yang wajib dilakukan MA ialah
melakukan perubahan atau penyempurnaan Perma 1/2011 yang mengatur hukum acara pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang. Perma 1/2011 tidak lagi memadai
memenuhi tuntutan kebutuhan hukum sebagai implikasi berlakunya kedua putusan MK. Agar
lebih komprehensif dan memenuhi aspek konstitusional, pengaturan hukum acara pengaturan
hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus
‘diangkat’ ke level undang-undang. Untuk itu, MA terlibat sebagai lembaga yang memberikan
dorongan kuat kepada pembentuk undang-undang.
Sumber : Prosiding KHTN 4 Jember, PENATAAN PERDA BERMASALAH PASCA
PUTUSAN MK, MA HARUS BAGAIMANA?, Fajar Laksono Suroso.
3. Buatlah Bahan Hukum apa saja yang dapat digunakan dalam penelitian tersebut ?
Jawab :
Bahan hukum yang di gunakan :
a. Bahan hukum primer penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang mengikat
yang dalam hal ini berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian
hukum ini terdiri dari sekumpulan peraturan perundang-undangan mulai dari
UUD 1945, Undang-Undang, Putusan MK, Peraturan Pemerintah dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
b. bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer yang berupa buku-buku pegangan, majalah
hukum, jurnal hukum dan surat kabar, hasil karya ilmiah penelitian yang ditulis.