Mahkamah Agung
Tugas :
Menerima setiap perkara yang diajukan
Memeriksa setiap perkara yang diajukan
Mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
Wewenang :
Berwenang mengadili ditingkat kasasi
Menguji peraturan perundang-udangan dibawah undang-undang
Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang
Badan Pemeriksa Keuangan
Tugas :
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh
BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia,
Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua
lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.
Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-undang
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan,
dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai
dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
Kewenangan :
Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat
untuk bahan pemeriksaan.
Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk menentukan
objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan.
Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun maupun
menyajikan laporan juga menjadi wewenang dari BPK tersebut.
BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan
penyelesaian masalah kerugian negara.
Mahkamah Konstitusi
Tugas :
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya
bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewewenangan lembaga Negara yang kewewenangannya
diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus
perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Kewenangan :
Fungsi pertimbangan
Fungsi Pengawasan
Bila mengacu pada UU nomor 7 tahun 2017 yang menjelaskan bahwa calon
legislatif yang akan mencalonkan kembali harus menyampaikan bahwa memiliki
riwayat pidana atau pernah terjerat kasus korupsi. Hal tersebut bertentangan dengan
PKPU 20 tahun 2018 yang menjelaskan bahwa pencalonan melarang partai politik
untuk mendaftarkan kembali mantan koruptor. Dari masalah tersebut bisa dipahami
bahwa kedua peraturan tersebut saling bertentangan dan berbenturan. Sebaiknya UU
nomor 7 tahun 2017 tersebut dikaji ulang agar apakah masih bisa dipakai saat ini.
Masyarakat dapat menjadi tolak ukur atau membuat petisi apakah mantan koruptor
bisa mencalonkan kembali sebagai anggota legislatif. Saya menarik kesimpulan
bahwa seyogyanya panutan atau wakil rakyat yang menjadi ujung tombak dalam
melahirkan kebijakan agar tidak ada status mantan terpidana atau koruptor dalam
riwayat hidupnya. Dalam perekrutan CPNS seorang pendaftar wajib membuat SKCK
agar tidak ada riwayat terpidana sebagai pelayan masyarakat.