Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ESAI

Disusun oleh :
Nama : Muhammad Filza Fadillah
NIM : 202210110311279

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MENILIK KUHP BARU: APAKAH KITA SIAP MENGHADAPI
PROGRESIVITAS ATAU REGRESIVITAS PRODUK HUKUM TERKINI?

Muhammad Filza Fadillah (202210110311279)

A. Pendahuluan
Pada 24 September 2020, DPR RI menyetujui Rancangan Undang-
Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) baru,
yang menggantikan KUHP lama yang berlaku sejak 1918. RUU
KUHP baru ini menuai pro dan kontra, terutama terkait dengan apakah
produk hukum ini dapat dianggap progresif atau regresif. Pendukung
RUU KUHP baru berpendapat bahwa produk hukum ini progresif
karena mengandung beberapa perubahan positif yang diharapkan dapat
meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak
asasi manusia. Salah satu contoh perubahan positif dalam RUU KUHP
baru adalah penghapusan hukuman mati, yang dianggap sebagai
bentuk pemajuan hak asasi manusia. Selain itu, RUU KUHP baru juga
mengatur tindak pidana cyber, tindak pidana terorisme, dan tindak
pidana korupsi yang lebih komprehensif dan detil.
Namun, di sisi lain, ada juga kritik yang menyatakan bahwa RUU
KUHP baru ini regresif karena mengandung beberapa pasal yang
dianggap kontroversial dan berpotensi merugikan hak asasi manusia.
Salah satu contoh pasal kontroversial dalam RUU KUHP baru adalah
pasal tentang penghinaan presiden, yang dapat digunakan sebagai alat
untuk menekan kebebasan berpendapat dan kritik terhadap pemerintah.
Selain itu, RUU KUHP baru juga mengandung pasal tentang "tindakan
tidak menyenangkan", yang dapat memberikan kelonggaran bagi
aparat keamanan untuk menangkap dan menahan seseorang hanya
karena perilaku yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa RUU KUHP baru ini
memiliki sisi progresif dan regresif yang harus dipertimbangkan
dengan seksama. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan
kajian mendalam terhadap RUU KUHP baru ini sebelum disahkan
menjadi undang-undang, dengan melibatkan semua pihak yang terkait
dan mewakili kepentingan masyarakat secara adil dan seimbang.
Dengan cara ini, diharapkan bahwa produk hukum yang dihasilkan
dapat memenuhi standar keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan yang
sesuai dengan tujuan negara dan masyarakat.

B. Rumusan masalah
1) Bagaimana penghapusan hukuman mati dalam RUU KUHP baru
mempengaruhi pandangan terhadap progresivitas produk hukum
tersebut?
2) Apa dampak dari pasal tentang penghinaan presiden dalam RUU
KUHP baru terhadap kebebasan berpendapat dan hak asasi
manusia?
3) Apa implikasi dari pasal tentang "tindakan tidak menyenangkan"
dalam RUU KUHP baru terhadap hak asasi manusia dan ketertiban
umum?
4) Bagaimana perlunya kajian mendalam terhadap RUU KUHP baru
sebelum disahkan menjadi undang-undang untuk memastikan
standar keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan yang sesuai dengan
tujuan negara dan masyarakat?

C. Pembahasan
a) Penghapusan hukuman mati dalam RUU KUHP baru
mempengaruhi pandangan terhadap progresivitas produk
hukum.
Penghapusan hukuman mati dalam RUU KUHP baru
dianggap sebagai salah satu perubahan positif yang progresif.
Penghapusan hukuman mati sesuai dengan arus global yang
semakin banyak negara yang menghapuskan hukuman mati
karena dianggap melanggar hak asasi manusia. Selain itu,
penghapusan hukuman mati juga dianggap sebagai bentuk
pemajuan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi.

Penghapusan hukuman mati juga dianggap sebagai langkah


maju dalam bidang hukum pidana karena hukuman mati tidak
efektif dalam mencegah kejahatan dan sering kali
menimbulkan keadilan yang tidak adil. Hukuman mati juga
dapat memperburuk situasi kekerasan dan pembalasan dendam,
yang pada gilirannya dapat memperumit penyelesaian konflik.
Meskipun begitu, penghapusan hukuman mati dalam RUU
KUHP baru juga memiliki konsekuensi tertentu, misalnya
menimbulkan perdebatan dan kekhawatiran bahwa
penghapusan hukuman mati dapat mempengaruhi efektivitas
penegakan hukum dalam hal kasus-kasus kejahatan berat.
Namun, pendukung penghapusan hukuman mati berpendapat
bahwa ada alternatif hukuman yang lebih efektif dan adil,
seperti hukuman seumur hidup atau rehabilitasi.

b) Dampak dari pasal tentang penghinaan presiden dalam RUU


KUHP baru terhadap kebebasan berpendapat dan hak asasi
manusia
Pasal tentang penghinaan presiden dalam RUU KUHP baru
telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis hak asasi
manusia dan organisasi sipil bahwa pasal ini dapat digunakan
untuk membatasi kebebasan berpendapat dan melanggar hak
asasi manusia. Pasal ini memberikan sanksi pidana untuk siapa
saja yang disinyalir telah melakukan penghinaan terhadap
Presiden atau Wakil Presiden, dan sanksi tersebut mencakup
hukuman pidana penjara selama empat tahun.
Dalam praktiknya, pasal ini dapat menimbulkan situasi
yang rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan
kriminalisasi atas aktivis yang mengekspresikan kritik terhadap
pemerintah atau presiden. Dalam hal ini, pasal ini dapat
menjadi alat bagi pemerintah untuk menekan kebebasan
berpendapat dan menyensor opini masyarakat, yang pada
gilirannya dapat melanggar hak asasi manusia.
Para kritikus menyoroti bahwa pasal ini tidak konsisten
dengan prinsip kebebasan berpendapat yang dijamin oleh
konstitusi Indonesia dan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia PBB. Kritikus juga mengatakan bahwa pasal ini dapat
memperparah krisis kebebasan berpendapat di Indonesia dan
memberikan sinyal negatif kepada komunitas internasional.

c) Implikasi dari pasal tentang "tindakan tidak menyenangkan"


dalam RUU KUHP baru terhadap hak asasi manusia dan
ketertiban umum
Pasal tentang "tindakan tidak menyenangkan" dalam RUU
KUHP baru juga menimbulkan kekhawatiran terhadap
pelanggaran hak asasi manusia dan ketertiban umum. Pasal ini
memberikan sanksi pidana bagi siapa saja yang melakukan
tindakan yang dianggap tidak menyenangkan, seperti perilaku
mengganggu ketertiban umum atau perilaku yang dianggap
tidak sopan atau menghina orang lain.
Pasal ini dapat memberikan kekuasaan besar bagi aparat
penegak hukum dan pemerintah untuk menafsirkan dan
mengeksekusi apa yang dianggap "tindakan tidak
menyenangkan", sehingga dapat digunakan untuk mengekang
kebebasan berpendapat dan menindas hak asasi manusia. Selain
itu, pasal ini juga dapat menimbulkan situasi yang tidak pasti
dan membingungkan mengenai batasan-batasan apa yang
dianggap sebagai tindakan tidak menyenangkan dan siapa yang
bertanggung jawab dalam menetapkan batasan tersebut.
Para kritikus mengatakan bahwa pasal ini rentan digunakan
untuk membatasi kebebasan berekspresi dan menghambat hak
asasi manusia, terutama dalam konteks kegiatan protes,
demonstrasi, atau unjuk rasa yang merupakan hak
konstitusional masyarakat. Kritikus juga mengatakan bahwa
pasal ini dapat memperparah situasi konflik sosial dan merusak
citra Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi
demokrasi dan hak asasi manusia.

d) Adanya kajian mendalam terhadap RUU KUHP baru sebelum


disahkan menjadi undang-undang untuk memastikan standar
keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan yang sesuai dengan
tujuan negara dan masyarakat
Perlunya kajian mendalam terhadap RUU KUHP baru
sebelum disahkan menjadi undang-undang sangat penting
untuk memastikan standar keadilan, kemanusiaan, dan
kemajuan yang sesuai dengan tujuan negara dan masyarakat.
Kajian tersebut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa RUU
KUHP baru dapat memberikan perlindungan yang memadai
bagi hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat.
Kajian yang dilakukan harus mencakup aspek-aspek seperti
kesesuaian dengan hukum dan norma internasional, efektivitas
dan efisiensi penegakan hukum, keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta kontribusi terhadap pembangunan sosial dan
ekonomi. Hal ini juga perlu melibatkan berbagai pihak yang
terkait, termasuk ahli hukum, masyarakat sipil, dan masyarakat
luas.
Proses kajian yang baik harus memperhatikan prinsip-
prinsip demokrasi, keterbukaan, dan akuntabilitas, sehingga
masyarakat dapat memahami dan memberikan masukan
terhadap proses pembahasan RUU KUHP baru. Dalam proses
kajian ini, pemerintah perlu memberikan ruang partisipasi yang
memadai bagi masyarakat, sehingga mereka dapat memberikan
masukan dan menjadi bagian dari proses pembentukan produk
hukum yang lebih baik.

D. Kesimpulan dan Saran

Pasal tentang penghinaan presiden dalam RUU KUHP baru telah


menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis hak asasi manusia dan
organisasi sipil bahwa pasal ini dapat digunakan untuk membatasi
kebebasan berpendapat dan melanggar hak asasi manusia.

Dalam hal ini, pasal ini dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk
menekan kebebasan berpendapat dan menyensor opini masyarakat,
yang pada gilirannya dapat melanggar hak asasi manusia. Pasal ini
dapat memberikan kekuasaan besar bagi aparat penegak hukum dan
pemerintah untuk menafsirkan dan mengeksekusi apa yang dianggap
"tindakan tidak menyenangkan", sehingga dapat digunakan untuk
mengekang kebebasan berpendapat dan menindas hak asasi manusia.

Selain itu, pasal ini juga dapat menimbulkan situasi yang tidak
pasti dan membingungkan mengenai batasan-batasan apa yang
dianggap sebagai tindakan tidak menyenangkan dan siapa yang
bertanggung jawab dalam menetapkan batasan tersebut.

E. Daftar Pustaka

Faturochman, A., & Muhtadi, A. (2020). Politik Hukum Penghapusan


Hukuman Mati: Studi Kasus Indonesia. Jurnal Ilmiah Kajian
Hukum, 4(1), 1-11.

Widodo, R. P. (2018). Hukuman Mati dalam Perspektif Hukum


Pidana: Tinjauan Terhadap Kebijakan Negara dan
Perlindungan Hak Asasi Manusia. Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM, 25(4), 711-731.
Fauzi, A. (2019). Dampak Pasal Penghinaan Presiden Terhadap
Kebebasan Berpendapat.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol30388/dampak-
pasal-penghinaan-presiden-terhadap-kebebasan-berpendapat/

Amnesty International. (2019). Indonesia: New Draft Penal Code


Threatens Freedom of Expression.
https://www.amnesty.org/en/latest/news/2019/02/indonesia-
new-draft-penal-code-threatens-freedom-of-expression/

Safitri, I. (2019). Menyoal Pasal Tindakan Tidak Menyenangkan


dalam RUU KUHP.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol31129/menyoal-
pasal-tindakan-tidak-menyenangkan-dalam-ruu-kuhp/

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (2019).


Nota Keberatan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RKUHP).
https://www.kontras.org/2019/07/16/nota-keberatan-terhadap-
rancangan-kitab-undang-undang-hukum-pidana-rkuhp/

Hukumonline. (2018). DPR Sahkan RUU KUHP dan RUU KUHAP


Jadi Prolegnas Prioritas.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a6b2d1e53f6c/dp
r-sahkan-ruu-kuhp-dan-ruu-kuhap-jadi-prolegnas-prioritas/

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (2019).


Nota Keberatan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RKUHP).
https://www.kontras.org/2019/07/16/nota-keberatan-terhadap-
rancangan-kitab-undang-undang-hukum-pidana-rkuhp/

Anda mungkin juga menyukai