Anda di halaman 1dari 3

NAMA: Totos Prayitno

NIM: A1011221192

KELAS: B REGULER

SEMESTER : II (DUA)

TANGGAL: 29 MARET 2023

1.Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang
merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan. Hukum pidana dapat dibagi lagi
menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum memuat aturan-
aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang, misalnya KUHP. Sedangkan hukum pidana
khusus memuat aturan-aturan hukum pidana yang hanya berlaku bagi orang-orang tertentu atau
dalam situasi tertentu, alasan kenapa hukum pidana wajib di pelajari oleh mahasiswa hukum
universitas Tanjungpura adalah karena karena hukum pidana mengatur tentang pelanggaran dan
kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan
hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.

2. karena Hukum pidana mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan
umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan
penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan. Hukum pidana bertujuan untuk melindungi
kepentingan umum. Hukum pidana juga memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara
luas (umum).Hukum pidana bertujuan untuk melindungi masyarakat dan kepentingan umum.
Hukum pidana juga berfungsi sebagai pelindung kepentingan hukum terhadap setiap perbuatan
yang merugikan dengan sanksi berupa pidana. Dalam hal ini, kepentingan hukum diatur dalam
hukum pidana karena hukum pidana melarang perbuatan yang menyebabkan atau mengancam
kepentingan umum.

3.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pertama kali diberlakukan di seluruh wilayah
Republik Indonesia pada tanggal 20 September 1958. KUHP yang berlaku saat ini bersumber dari
hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie . Pemerintah
Indonesia mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia
Belanda menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru berdasarkan Undang- Undang
Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana sebagai wujud penyesuaian
dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.Argumen saya Terkait apa saja pembaharuan dalam KUHP Baru pada draf terbaru
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), terdapat beberapa perubahan yang
dilakukan seperti penghapusan, reformulasi, penambahan frasa maupun ayat, hingga reposisi 1
Beberapa poin perubahan pada draf terbaru RKUHP antara lain:

1. Terkait reformulasi, pemerintah menambahkan kata kepercayaan pada pasal-pasal yang mengatur
tentang agama.

2. Tambahkan satu pasal terkait tindak pidana kekerasan seksual.


3. Hapus pasal-pasal tentang penggelandangan unggas dan tenak.

4. Reposisi pada tindak pidana pencucian uang.

4.pemberlakuan ketentuan dalam KUHP harus selalu mengacu pada asas-asas hukum pidana yang
sudah saya sebutkan sebelumnya, yaitu asas legalitas, kesalahan, proporsionalitas, dan humanitas.
Dalam penerapannya, ketentuan dalam KUHP harus diinterpretasikan secara tepat dan akurat,
sehingga tidak menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Penerapan asas hukum pidana berdasarkan ketentuan yang sudah ada dalam KUHP harus
memperhatikan beberapa hal, seperti:

A.Asas Legalitas

Penerapan asas legalitas dalam hukum pidana memerlukan kejelasan dan ketegasan dalam
penentuan tindak pidana serta sanksinya. Setiap perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana
harus jelas diatur dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
untuk mencegah tindakan sewenang-wenang oleh penegak hukum dalam menjerat seseorang
dengan tuduhan yang tidak jelas atau tidak diatur dalam undang-undang.

B.Asas Kesalahan

Asas kesalahan adalah prinsip bahwa seseorang dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang
meyakinkan bahwa ia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dalam penerapannya, asas ini
harus dilakukan dengan seksama dan berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini agar
tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum dalam menetapkan seseorang sebagai
pelaku tindak pidana hanya berdasarkan praduga atau anggapan semata.

C.Asas Proporsionalitas

Asas proporsionalitas berarti hukuman yang diberikan harus sebanding dengan kesalahan yang
dilakukan. Dalam penerapannya, asas ini memerlukan kejelian dalam menentukan tingkat kejahatan
dari tindak pidana yang dilakukan serta sanksi yang diberikan. Hukuman yang diberikan harus sesuai
dengan tingkat kejahatan yang dilakukan, dan tidak boleh terlalu berat atau terlalu ringan.

D.Asas Humanitas

Asas humanitas dalam hukum pidana adalah prinsip bahwa hukuman yang diberikan tidak boleh
bersifat kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Dalam penerapannya, asas
ini memerlukan perlakuan yang adil dan manusiawi terhadap pelaku tindak pidana, termasuk saat
menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.

Penerapan asas-asas hukum pidana ini harus dilakukan secara bersama-sama dan konsisten dalam
setiap tahap penegakan hukum, mulai dari penyelidikan, penuntutan, persidangan, hingga
pelaksanaan hukuman. Hal ini untuk menjaga kepastian hukum dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari tindakan kejahatan dan kekerasan.

Ketentuan dalam KUHP juga harus diterapkan secara adil dan objektif, tanpa diskriminasi terhadap
jenis kelamin, agama, ras, dan golongan sosial tertentu. Penerapan hukum pidana harus
memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum agar dapat memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari tindakan kejahatan dan kekerasan.
Dalam hal terjadi perubahan atau amandemen terhadap ketentuan dalam KUHP, penerapannya
harus tetap memperhatikan asas-asas hukum pidana yang berlaku. Proses pengaturan dan
pemberlakuan ketentuan dalam KUHP juga harus melalui mekanisme yang demokratis dan
partisipatif, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan, seperti masyarakat sipil,
akademisi, dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan hukum pidana.

5.dapat dilihat dari kasus tersebut di mana terjadi kecelakaan lalu lintas pengendara motor yang
berinisial S.K dengan pengendara lain yang berinisial U.O.U.

U.O.U menabrak S.R dari arah belakang karena S.R menyeberang jalan tanpa memperhatikan
kendaraan di arah belakang sedangkan U.O.U mengendarai kendaraan yang melaju dari arah
belakang S.K. sebabnya adalah S.K mengendarai kendaraan dengan maksud untuk menyeberangi
jalan tanpa memperhatikan kendaraan dari arah belakang akibatnya adalah S.K ditabrak dari
belakang oleh U.O.U dengan kendaraannya, hal ini sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ("UU LLAJ").

Pasal 310 ayat (1) UU LLAJ menyatakan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor yang
menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, wajib
memberikan pertolongan, memberitahukan kepada petugas kepolisian, dan melaporkan kejadian
tersebut kepada Kepolisian atau Instansi berwenang lainnya dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam
sejak kecelakaan terjadi.

Sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 310 ayat (2) UU LLAJ adalah pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Selain itu, pasal 311 ayat (1) UU LLAJ juga menyatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang
menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, wajib
memberikan ganti rugi kepada ahli waris korban. Besarnya ganti rugi ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara pengemudi kendaraan bermotor dan ahli waris korban atau apabila tidak terjadi
kesepakatan, maka ditetapkan oleh Pengadilan.

Dalam penerapannya, pengadilan akan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti tingkat


kesalahan pengemudi kendaraan, besarnya kerugian yang diderita oleh ahli waris korban, dan
faktor-faktor lain yang dianggap relevan.

Anda mungkin juga menyukai