Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN DALAM IMPLEMENTASI MORAL GENERASI MILENIAL

ERA REVOLUSI 4.0


Fikri Ahmad Faadhilah
Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Fikri.faadhilah02@gmail.com

PENDAHULUAN
Manajemen dalam Implementasi Moral Generasi Milenial di Era Revolusi 4.0
memegang peranan yang penting dalam menghadapi tantangan moral yang dihadapi oleh
generasi milenial saat ini. Era Revolusi 4.0 telah membawa perubahan yang signifikan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk nilai-nilai moral dan pandangan generasi
milenial. Generasi milenial adalah kelompok masyarakat yang lahir antara tahun 1980-an
hingga awal 2000-an, mereka tumbuh dalam periode transformasi teknologi yang pesat dan
perubahan budaya yang cepat (Aisyah & Ardiningsing, 2022). Perkembangan teknologi
digital dan akses yang luas terhadap informasi melalui internet telah mempengaruhi cara
pandang dan nilai-nilai moral generasi milenial. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang
diwarnai oleh media sosial, di mana informasi dan perspektif dapat disebarkan dengan cepat
dan luas. Hal ini telah memberikan dampak positif dan negatif pada pandangan moral
generasi milenial. Di satu sisi, generasi milenial menjadi lebih terbuka terhadap isu-isu
kebebasan individu, inklusi dan kesetaraan. Mereka juga lebih peka terhadap isu-isu
lingkungan dan perkembangan teknologi. Namun, di sisi lain, terdapat juga dampak negatif
dari perubahan ini. Ketergantungan pada teknologi dan kehidupan online dapat menyebabkan
penurunan etika dan nilai-nilai tradisional yang dianggap penting oleh generasi sebelumnya.
Generasi milenial juga dikenal dalam beberapa kasus tertentu sering menggunakan kendali
media sosial untuk memperoleh popularitas, sehingga mengorbankan moralitas dan integritas
pribadi.
Era Revolusi 4.0 telah memberikan berbagai perubahan signifikan dalam berbagai
aspek kehidupan manusia, termasuk cara generasi milenial memandang moral dan nilai-nilai.
Generasi milenial dikenal sebagai generasi yang tumbuh dalam kecanggihan teknologi dan
perubahan budaya yang cepat. Dalam konteks ini, manajemen memainkan peran penting
dalam implementasi moral di kalangan generasi milenial. Pertumbuhan teknologi yang pesat
dalam Revolusi 4.0 telah mengubah pandangan generasi milenial terhadap moral dan nilai-
nilai., manajemen moral juga harus berkembang sesuai dengan perkembangan tersebut.
Teknologi dapat digunakan sebagai alat untuk memfasilitasi implementasi dan pengawasan
moral di kalangan generasi milenial. Misalnya, dengan menggunakan platform digital,
manajer dapat mengkomunikasikan nilai-nilai moral kepada anak buahnya dan memantau
pencapaian moral dalam organisasi. Manajemen moral sangat penting dalam membentuk
karakter generasi milenial yang berkualitas (Handayani & Muliastrini, 2020). Generasi

1
milenial cenderung lebih mandiri, kritis, dan berdaya saing dalam menghadapi tantangan yang
ada. Manajemen moral yang tepat dapat membantu meningkatkan integritas, etika, dan
tanggung jawab generasi milenial dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Keterlibatan
manajemen dalam pembentukan moral generasi milenial juga bisa mencegah berbagai
masalah sosial seperti kejahatan, korupsi, dan nihilisme (Hendayani, 2019).
Manajemen moral di era Revolusi 4.0 perlu mencakup penerapan nilai-nilai moral
yang diintegrasikan dalam organisasi dan praktik manajerial. Manajer perlu menjadi teladan
bagi generasi milenial dalam menerapkan moral dalam setiap keputusan dan tindakan yang
mereka ambil. Penyusunan kode etik organisasi juga perlu dilakukan dengan melibatkan
generasi milenial agar mereka merasa memiliki dan berkomitmen terhadap nilai-nilai moral
yang dianggap penting (Sakinah & Dewi, 2021). Ada kemajuan di era kontemporer ini,
khususnya Revolusi Industri 4.0, seperti yang dilaporkan oleh Bakri (2016). Orang-orang di
seluruh dunia telah menggunakan Industri 4.0, atau internet of thinking, untuk menggerakkan
aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sejak memasuki abad ke-21, Indonesia telah
mengalami berbagai tahapan perubahan. Sebagai hasilnya, budaya asing dengan mudah
dikenali oleh masyarakat Indonesia, yang bahkan dapat menentukan tren di dalamnya.
Manajemen moral di era Revolusi 4.0 juga harus menciptakan lingkungan kerja yang
mendorong moralitas. Generasi milenial cenderung mencari tujuan yang bermakna dan
berharga dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu, manajemen harus memberikan ruang bagi
generasi milenial untuk mengembangkan potensi mereka secara moral. Ini dapat mencakup
pengembangan kurikulum atau program pelatihan yang fokus pada pengembangan karakter
dan moral generasi milenial. Banyak orang Indonesia yang tidak menyadari makna ideologi
kita, Pancasila, di era globalisasi dan revolusi industri keempat ini. Meskipun Pancasila
dikembangkan dalam jangka waktu yang sangat lama dan membutuhkan banyak pengorbanan
dalam kehidupan sehari-hari, namun tetap penting untuk menjunjung tinggi nilai-nilai luhur,
terutama yang terdapat dalam Pancasila, agar karakter bangsa tercermin di dalamnya. Maka
dari itu, Manajemen moral di era Revolusi 4.0 perlu memperhatikan pendidikan moral yang
diberikan kepada generasi milenial. Pendidikan moral yang komprehensif dapat membantu
generasi milenial memahami nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
Keterlibatan keluarga, institusi pendidikan, dan organisasi masyarakat dalam
pendidikan moral juga perlu diperhatikan dalam manajemen moral generasi milenial. Hasil
riset (Vania et al., 2021), menunjukkan bahwa manajemen dalam implementasi moral
generasi milenial di era Revolusi 4.0 membutuhkan pendekatan yang holistik dan adaptif.
Manajemen perlu memahami perubahan pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial
serta menciptakan lingkungan dan praktik manajerial yang mendukung perkembangan moral
mereka. Dalam meningkatkan nilai dan moralitas generasi milenial, manajemen dapat
memainkan peran penting dalam menciptakan masa depan yang lebih baik dan membangun
generasi yang bermoral di era Revolusi 4.0. Teknologi informasi berkembang dengan cepat
dalam revolusi industri keempat dan mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia.
Perkembangan internet of things yang merasuk ke berbagai aspek kehidupan manusia saat ini
menjadi salah satu penanda era revolusi industri 4.0. Salah satunya di sektor pendidikan.

2
Untuk itu, ada dua hal yang perlu dilakukan: 1) merevitalisasi kurikulum; dan 2)
menggunakan teknologi informasi secara tepat. Penetrasi Revolusi Industri 4.0 ke dalam
sistem pendidikan, menurut Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
menuntut adanya perbaikan kurikulum dengan meningkatkan tingkat kompetensi siswa,
termasuk (Yusnaini, 2019): 1) Menerapkan pemikiran kritis 2) Orisinalitas dan daya cipta 3)
Keterampilan komunikasi dan sosial 4) Kerja sama dan kerja tim.
Selain itu, implementasi moral juga memerlukan komunikasi yang efektif. Manajemen
harus mampu mengkomunikasikan nilai-nilai moral yang dianggap penting kepada generasi
milenial dengan cara yang relevan dan memotivasi. Hal ini dapat dilakukan melalui
penggunaan teknologi, seperti platform digital atau aplikasi khusus yang dapat menjadi alat
untuk menyampaikan nilai-nilai moral secara efektif dan memantau perubahan perilaku
generasi milenial. Tantangan lain yang dihadapi oleh manajemen dalam implementasi moral
generasi milenial adalah menciptakan lingkungan kerja yang mendorong moralitas. Generasi
milenial cenderung mencari tujuan yang bermakna dan bernilai dalam pekerjaan mereka. Oleh
karena itu, manajemen harus menciptakan lingkungan kerja yang mendorong nilai-nilai moral
dan memberikan ruang bagi generasi milenial untuk mengembangkan potensi mereka secara
moral. Maka, Ini dapat mencakup program pelatihan khusus yang fokus pada pengembangan
karakter dan moral generasi milenial. Dalam menjalankan peran mereka, manajemen juga
perlu bekerja sama dengan pihak lain seperti keluarga, institusi pendidikan, dan organisasi
masyarakat untuk memastikan pendidikan moral yang komprehensif. Keterlibatan pihak lain
ini penting karena moralitas tidak hanya terbentuk di tempat kerja, tetapi juga dalam konteks
sosial dan budaya yang lebih luas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam Revolusi 4.0, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyajikan
tantangan baru dalam hal etika dan moral. Generasi milenial harus mampu memahami
kekuatan teknologi ini untuk keuntungan mereka sendiri dan juga untuk kebaikan masyarakat.
Manajemen moral dalam Revolusi 4.0 melibatkan kesadaran, pemahaman, dan pengaplikasian
nilai-nilai moral dalam penggunaan teknologi dan interaksi sosial. Generasi milenial perlu
memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya moral dalam Revolusi 4.0 untuk
menghindari dampak negatif yang mungkin timbul. teknologi telah mengubah cara kita hidup,
bekerja, dan berinteraksi. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT),
dan big data analytics mempengaruhi banyak aspek kehidupan kita. Namun, perkembangan
ini juga menimbulkan pertanyaan etis tentang bagaimana teknologi ini digunakan dan
bagaimana mereka berdampak pada masyarakat dan individu (Priyanto, 2020). Selain itu,
manajemen moral dalam perkembangan revolusi 4.0 juga harus memahami bahwa generasi
milenial memiliki orientasi pada hasil yang cepat dan pemenuhan diri. Mereka ingin bekerja
di tempat yang memberikan ruang kreativitas dan kesempatan untuk berkembang secara
personal maupun profesional. Oleh karena itu, manajemen perlu menciptakan lingkungan
kerja yang mendukung perkembangan generasi milenial dengan memberikan kebebasan
berkreasi dan kesempatan untuk mengambil peran aktif dalam pengambilan keputusan.

3
Keterlibatan adalah salah satu nilai yang penting bagi generasi milenial. Manajemen
harus memperhatikan kebutuhan mereka untuk terlibat dalam pengambilan keputusan dan
memberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam perusahaan (Fakhriyah et al., 2021). Hal
ini dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan partisipatif dalam pengambilan
keputusan, seperti melibatkan generasi milenial dalam tim proyek dan menjadi mentor bagi
mereka. Dalam mengimplementasikan moral generasi milenial, manajemen juga harus
memberikan perhatian pada nilai-nilai etika dan integritas. Mereka perlu mengedukasi dan
memberikan pelatihan kepada generasi milenial mengenai pentingnya etika dalam berbisnis
dan menjunjung tinggi integritas dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan workshop, seminar, atau program pelatihan lainnya (D.
Ramadhan et al., 2021). Dan juga, manajemen juga harus menjadi contoh yang baik dalam
menjalankan nilai-nilai moral. Mereka harus menyadari bahwa generasi milenial termotivasi
oleh pemimpin yang jujur, transparan, dan memiliki integritas. Manajemen harus
mengimplementasikan moral di semua lini perusahaan, mulai dari pimpinan hingga karyawan,
agar generasi milenial dapat melihat dan mengikuti contoh yang baik dalam menjalani
kehidupan dan karir mereka.

Dampak Revolusi 4.0 Terhadap Pandangan Dan Nilai-Nilai Moral


Generasi Milenial
Revolusi Industri 4.0 telah mengubah kehidupan manusia dengan adanya
perkembangan teknologi digital yang pesat. Dalam revolusi ini, generasi milenial, yang
merupakan generasi yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996, berada di garis depan
perkembangan teknologi. Dampak revolusi 4.0 terhadap pandangan dan nilai-nilai moral
generasi milenial sangat signifikan (Nuraini & Wahjoedi, 2023). Salah satu dampak revolusi
4.0 terhadap generasi milenial adalah perubahan gaya hidup. Menurut Dr. Lisa Berkman,
seorang profesor di Harvard T.H. Chan School of Public Health, perkembangan teknologi
digital, seperti media sosial, telah mengubah cara generasi milenial berinteraksi dengan orang
lain dan menghabiskan waktu (Hendayani, 2019). Mereka lebih cenderung menghabiskan
waktu di depan layar dan mengurangi interaksi tatap muka. Hal ini dapat memengaruhi
kemampuan mereka dalam membangun hubungan sosial yang sehat dan dalam memahami
nilai-nilai moral dalam hubungan interpersonal. Selain itu, revolusi 4.0 juga membawa
perubahan dalam cara generasi milenial memperoleh informasi. Pada era Revolusi Industri
4.0, informasi tersedia dengan mudah melalui internet dan platform media sosial. Dr. Susan
Greenfield, seorang profesor neuroscience di Universitas Oxford, menyatakan bahwa akses
mudah terhadap informasi dapat menyebabkan generasi milenial kehilangan kemampuan
kritis untuk menganalisis dan memilah informasi yang benar dan akurat.
Karena moralitas sering kali membutuhkan pemahaman dan pertimbangan yang
mendalam, hal ini mungkin berdampak pada keyakinan moral mereka (Wijoyo et al., 2020).
Tempat kerja sedang mengalami perubahan sebagai akibat dari Revolusi 4.0. Tempat kerja
generasi milenial lebih bervariasi dan dinamis dari sebelumnya. Mereka memiliki mobilitas
yang tinggi dan lebih melek teknologi. Setiap generasi akan mendapatkan keuntungan dari
perkembangan teknologi, namun hanya mereka yang dapat beradaptasi yang dapat
mengendalikannya. Ini termasuk generasi Milenial, yang lahir di era teknologi yang
berlimpah. Secara logika, mereka akan beradaptasi dengan cepat untuk memastikan bahwa
teknologi membantu mereka dalam melakukan pekerjaan mereka, tetapi seiring berjalannya
waktu, telah terjadi distorsi persepsi dalam penggunaannya, sehingga untuk mengetahui
4
keadaan masalah yang dihadapi generasi Milenial di era revolusi industri diperlukan
pemahaman atau penilaian terhadap masalah tersebut. 4.0. Menurut Prof. Dr. Hartmut Rosa,
seorang sosiolog dari Universitas Friedrichshafen, revolusi 4.0 mengakibatkan pekerjaan
menjadi lebih tidak stabil dan sering kali generasi milenial harus beradaptasi dengan
perubahan yang cepat (Hendayani, 2019). Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi pandangan
moral mereka, karena mereka dapat mengalami tekanan dan tidak memiliki waktu yang cukup
untuk merefleksikan nilai-nilai moral dalam tindakan mereka. Bagi generasi milenial,
revolusi 4.0 juga membawa tantangan dalam hal nilai-nilai moral. Pertarungan antara
individualisme dan kolektivisme adalah salah satunya. Sherry Turkle, seorang akademisi di
Massachusetts Institute of Technology, menyatakan bahwa budaya di mana generasi milenial
dibesarkan mempromosikan individualisme dan fokus ke dalam ( tidak mau dikeluarkan
secara maksimal). Terlebih, kemampuan mereka untuk mengunggah dan membagikan
pencapaian mereka kepada dunia berkat konektivitas digital memicu persaingan dan
keinginan untuk mendapatkan pengakuan individu.
Prinsip-prinsip moral seperti empati dan kepedulian terhadap orang lain mungkin akan
terpengaruh. Namun, revolusi 4.0 juga menawarkan kesempatan bagi generasi milenial untuk
mengembangkan nilai-nilai moral dan perspektif yang lebih inklusif dan mengglobal. Mereka
dapat berkomunikasi dengan orang-orang dari budaya dan kelompok lain secara online. Selain
itu, generasi milenial dapat memperluas perspektif moral mereka dan memahami keragaman
nilai dalam masyarakat global dengan memiliki akses yang lebih mudah terhadap informasi
dan terlibat dalam lebih banyak wacana dengan sudut pandang yang berbeda. (Sakinah &
Dewi, 2021).
Ciri-ciri masyarakat sebelum dan sesudah terhubung ke internet adalah sebagai
berikut:
Masyarakat Citizen Masyarakat Netizen
Memperoleh pengetahuan Menemukan informasi
melalui percakapan dan melalui pencarian online
obrolan dengan tetangga
Hanya di dalam
Konektivitas dan jaringan
lingkungan atau di antara
global yang memungkinkan
kenalan atau keluarga seseorang untuk
berkomunikasi dengan pihak
berwenang atau bahkan
selebriti
Pembicaraan berlangsung Misalnya, di ruang nyata.
dalam pengaturan fisik, Rapat digital digunakan
seperti pada pertemuan untuk diskusi selama rapat
atau pertemuan. (obrolan grup, forum, mailist,
dll.)
Tabel 1.1 Perbandingan antara Masyarakat Citizen dengan Masyarakat Netizen
Sebagai hasilnya, perkembangan psikologis generasi milenial dapat dilihat dari
penggunaan teknologi internet, jaringan, dan media sosial untuk pertemuan dan pengumpulan
informasi. Hal ini berbeda dengan aspek sosial masyarakat, yang menekankan interaksi tatap
muka untuk membina hubungan komunikasi yang lebih baik, seperti yang dikatakan oleh
Zemke dkk. (2013). Generasi milenial menginginkan pertemuan yang dilakukan melalui
teknologi dan lebih suka menggunakannya untuk berkomunikasi. Michael Laitman menyoroti
pentingnya pendidikan nilai-nilai moral ketika membahas bagaimana revolusi 4.0 telah
5
mempengaruhi pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial. Dia percaya bahwa
mengajarkan prinsip-prinsip moral yang lebih tinggi kepada generasi milenial seperti
menghormati satu sama lain, mempertimbangkan kebutuhan orang lain, dan pelestarian
lingkungan sangatlah penting. (Maghfiroh & Sholeh, n.d.). Mereka dapat mengembangkan
karakter moral yang kuat dan pandangan moral dengan bantuan pendidikan nilai-nilai moral
ini, membantu mereka mengatasi efek negatif dari revolusi 4.0. Kemampuan generasi milenial
untuk menjalankan fungsi sosialnya terkait erat dengan lingkungannya. Keberfungsian ini
memandang generasi milenial secara keseluruhan (sistem sosial dan jaringan sosial) dalam hal
memenuhi kebutuhan dasarnya, menjalankan peran sosial, dan mengelola stres. Ketiga aspek
ini saling berhubungan dan bekerja sama untuk membentuk kapasitas generasi milenial dalam
menjalankan fungsi sosialnya. Temuan penelitian (Taspcott, 2008; Suryadi, 2015; dan
Oktavianus, 2017) menguatkan hal ini. Generasi milenial sangat bergantung pada kerja sama
tim ketika mereka masih muda. Generasi milenial akan menjadi individu yang lebih
termotivasi untuk bekerja dalam kelompok seiring bertambahnya usia. lebih-lebih pada saat
keadaan darurat. Generasi milenial akan lebih berjiwa petualang, mampu mengambil
keputusan, dan mampu menjadi pemimpin yang kuat saat mereka mencapai usia paruh baya.
Generasi milenial akan menjadi generasi lansia yang dapat mengkritik dan memberikan
kontribusi kepada masyarakat saat mereka menjadi tua. Media sosial memiliki dampak yang
signifikan terhadap bagaimana generasi milenial berfungsi. Menurut Harlock (1978), media
sosial berdampak pada bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri dan dapat membantu
orang mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri, dan kemampuan untuk
melihat diri mereka sendiri dalam kehidupan nyata. Media sosial juga dapat secara akurat
mengevaluasi hubungan interpersonal, yang mendorong penyesuaian sosial yang positif.

Menurut (Asyari, 2019), pendekatan pendidikan dengan media sosial yang


komprehensif disarankan untuk mencapai hal ini. Perkembangan fisik, emosional, intelektual,
dan moral harus ditekankan dalam pendidikan, menurutnya. Untuk memastikan bahwa
generasi milenial memiliki dasar moral yang kuat, pendidikan moral harus diberikan sejak
usia dini dan dipertahankan dari waktu ke waktu. Pengaruh lingkungan terhadap pola pikir
generasi milenial perlu diperhatikan dengan sangat serius karena, di mata mereka, lingkungan
terbagi menjadi dua kategori: citizen dan nitizen. Karena mereka menghabiskan begitu
banyak waktu secara online, netizen generasi milenial yang terpengaruh oleh internet
memiliki kecenderungan untuk menjadi penyendiri. Kesepian adalah hasil dari hal ini. Untuk
mendukung ambisi dan tujuan mereka, seseorang di usia dewasa awal harus membangun
hubungan dekat dengan banyak individu. Ini adalah periode ketika individu membangun
hubungan yang intim satu sama lain. Namun demikian, karena dampak dari proses keintiman
dan sosialisasi tidak berjalan dengan baik di internet. Seseorang, terutama remaja atau dewasa
muda, dapat menjadi kecanduan internet karena pengaruhnya. Saat ini, gangguan bermain
game internet banyak terjadi di negara-negara Asia. Kecanduan internet gaming disorder
bermanifestasi sebagai gejala seperti kehilangan minat pada hobi dan kehilangan kontrol diri.
Sikap negatif generasi milenial dapat diubah oleh faktor lingkungan dari tiga sudut pandang:
pertama, dengan mengevaluasi penampilan mereka, yang mengharuskan mereka untuk
berhenti menggunakan media sosial secara teratur; kedua, dengan mengevaluasi perilaku
mereka. Dengan penekanan pada penampilan, generasi milenial berusaha untuk meningkatkan
aktualisasi diri mereka di dunia nyata sebagai upaya untuk mendapatkan kembali kepercayaan
diri mereka. Ketiga, generasi milenial tidak lagi mengkategorikan status sosial berdasarkan
klasifikasi diri mereka sendiri mereka sendiri di dunia digital. Hal ini merupakan salah satu
inisiatif untuk meningkatkan kepercayaan diri dan perasaan (Harahap & Adeni, 2020).
Dengan demikian, dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap prinsip-prinsip moral dan
6
pandangan dunia generasi milenial merupakan fenomena yang memiliki banyak segi dan
rumit. Bagi generasi milenial, revolusi ini menawarkan peluang dan tantangan dalam hal
memperkuat keyakinan moral mereka.

Manajemen Dapat Berperan Sebagai Fasilitator Dalam Membentuk


Karakter
Teknologi digital telah mengubah wajah praktik keagamaan dan sosial secara
signifikan di era modern ini . Kemajuan teknologi telah memberikan umat beragama berbagai
sarana baru yang memudahkan mereka untuk beribadah, belajar, dan berkomunikasi dalam
konteks agama. Penggunaan aplikasi, media sosial, dan platform online telah mengubah cara
umat Islam berinteraksi dengan agama mereka. Pertama, di antara sumber daya yang paling
membantu bagi umat Muslim di seluruh dunia sekarang adalah aplikasi keagamaan. Muslim
Pro, Quran Companion, dan Athan Pro adalah beberapa contoh aplikasi dengan fitur-fitur
yang mendukung umat Islam dalam menjalankan kewajiban agamanya. Sebagai contoh,
Muslim Pro menawarkan waktu salat yang tepat, petunjuk arah kiblat, dan bahkan terjemahan
Al-Quran dalam berbagai bahasa. Umat Muslim kini dapat dengan mudah melaksanakan salat
tepat waktu meskipun mereka tinggal jauh dari masjid. Media sosial juga telah berkembang
menjadi instrumen penting untuk komunikasi Islam dan berbagi informasi. Umat Islam dapat
terlibat dalam wacana keagamaan, bertukar kutipan Alquran, dan mengikuti akun akademisi
terkemuka yang menyebarkan pendapat dan ceramah mereka di situs media sosial seperti
Facebook, Twitter, dan Instagram. Media sosial juga memungkinkan umat Islam untuk
berpartisipasi dalam diskusi global tentang isu-isu agama dan sosial yang relevan.
Namun, ada juga kesulitan yang terkait dengan transisi ini. Umat Islam harus
memastikan bahwa penggunaan teknologi mereka menjunjung tinggi moral dan prinsip-
prinsip agama. Misalnya, mereka harus mengikuti hukum kesopanan dalam Islam dan berhati-
hati saat berinteraksi dengan lawan jenis di media sosial. Selain itu, ketika menggunakan
teknologi untuk mempelajari agama, sangat penting untuk memilih sumber-sumber yang
dapat dipercaya dan sesuai dengan sudut pandang Islam yang akurat. Hambatan teknologi
juga perlu diperhatikan, seperti koneksi internet yang tidak menentu dan keterbatasan akses di
beberapa negara. Selain itu, ketika menggunakan aplikasi dan platform online yang berpotensi
mengumpulkan data pribadi, ada risiko privasi yang harus dipertimbangkan. Terlebih adanya
potensi ekstremisme adalah kekhawatiran signifikan lainnya. Teknologi digital dapat menjadi
senjata bagi radikalisme dan pemikiran ekstrem. Media sosial dan platform online lainnya
dengan mudah digunakan oleh kelompok-kelompok ekstremis untuk merekrut anggota,
memobilisasi pendukung, dan menyebarkan propaganda. Untuk menghentikan penyebaran
ideologi ekstrem di kalangan generasi milenial yang rentan, hal ini merupakan tantangan
serius yang membutuhkan tindakan tegas. Memastikan generasi milenial menggunakan
teknologi secara bertanggung jawab dalam lingkungan religius adalah masalah lain.
Menghabiskan terlalu banyak waktu online dapat mengurangi waktu yang didedikasikan
untuk beribadah dan meningkatkan pengetahuan agama. Ini berarti bahwa menggabungkan
teknologi ke dalam praktik keagamaan rutin perlu dilakukan dengan cara yang seimbang.
Maka dari sini sinilah, manajemen memiliki peran yang sangat penting dalam
membentuk karakter, integritas, dan etika generasi milenial di era teknologi dan perubahan
budaya yang pesat. Pendekatan yang efektif dari manajemen dapat memfasilitasi generasi
milenial dalam mengembangkan karakter yang kuat, integritas yang tinggi, dan etika yang
baik dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka. Pertama-tama, manajemen harus
menyadari pentingnya pengembangan karakter generasi milenial. Menurut Prof. Dr. Angela
Duckworth, seorang psikolog dari Universitas Pennsylvania, karakter merupakan kombinasi
7
dari sifat kepribadian, nilai-nilai moral, dan sikap yang dapat mempengaruhi keberhasilan
seseorang dalam berbagai aspek kehidupan. Manajemen dapat berperan sebagai fasilitator
dalam membentuk karakter generasi milenial dengan menciptakan lingkungan yang
mendukung pengembangan karakter yang positif (Rahmat et al., 2017). Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan peluang untuk berkembang secara personal, seperti mentoring,
pelatihan, dan penugasan yang menantang. Integritas juga merupakan nilai yang penting
dalam generasi milenial. Menurut (Rahman A, 2022), menyatakan bahwa integritas
melibatkan konsistensi antara nilai-nilai yang dipercaya dengan tindakan yang dilakukan.
Manajemen dapat membantu membentuk integritas generasi milenial dengan memberikan
contoh yang baik dalam tindakan mereka sendiri. Manajer harus menjunjung tinggi nilai-nilai
etika dan menjalankan prinsip-prinsip integritas dalam pengambilan keputusan dan dalam
interaksi mereka dengan anggota tim. Selain itu, manajemen dapat memperkuat integritas
dengan mengkomunikasikan dan mendorong nilai-nilai etika di tempat kerja. Dalam era
teknologi dan perubahan budaya yang pesat, manajemen juga perlu memperhatikan etika
generasi milenial.
Dr. Elaine Englehardt, seorang profesor filosofi dari University of Utah, menjelaskan
bahwa generasi milenial seringkali dihadapkan pada situasi etis yang kompleks. Mereka
berinteraksi dengan teknologi dan platform media sosial yang dapat memunculkan isu-isu etis
seperti pembajakan informasi, privasi, dan penyebaran berita palsu. Manajemen harus
mengedukasi dan mempromosikan kesadaran tentang etika digital dan mengembangkan
kebijakan yang mendukung praktik etis di tempat kerja. Akan tetapi, tidak hanya sebatas
untuk mengembanngkan. Selebihnya untuk bisa memberikan sebuah contoh dalam sehari-
hari. Supaya orang yang ada disekitar nya bisa terinfluence akan sikap yang sedang dilakukan
(Nastiti et al., 2022). Dalam membentuk karakter, integritas, dan etika generasi milenial,
manajemen juga dapat menggunakan pendekatan partisipatif. Partisipasi memungkinkan
individu merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan mereka.
Manajemen dapat melibatkan generasi milenial dalam proses pengambilan keputusan dan
memberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam merumuskan nilai-nilai etika yang akan
diterapkan dalam organisasi. Dengan melibatkan generasi milenial secara aktif, manajemen
dapat membangun rasa memiliki dan memperkuat komitmen mereka terhadap karakter,
integritas, dan etika yang baik (Vania et al., 2021).
Selain itu, manajemen dapat berperan sebagai contoh yang baik dalam membangun
karakter, integritas, dan etika generasi milenial. David M. Mayer, seorang pakar manajemen
dan organisasi dari Universitas Michigan, menyatakan bahwa kepemimpinan yang beretika
dan bermoral memiliki dampak yang baik terhadap perilaku pekerja (Asyari, 2019). Untuk
melibatkan generasi milenial dalam lingkungan kerja yang jujur, transparan, dan adil,
manajemen harus menjunjung tinggi konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Generasi
milenial akan terpengaruh secara positif dan terinspirasi untuk menjadi orang yang bermoral
oleh para pemimpin yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral. Manajemen memiliki alat
tambahan dengan menggunakan pendekatan penghargaan dan pengakuan untuk membantu
membentuk moral, etika, dan karakter generasi milenial. Edward L. Deci, seorang psikolog
dari University of Rochester, menyatakan bahwa insentif dan pengakuan atas perbuatan dan
usaha yang baik dapat memacu generasi milenial untuk terus meningkatkan kualitas diri.
Etika, moralitas, dan integritas (Y. L. Ramadhan, 2022). Prestasi dan tindakan yang
menjunjung tinggi standar moral yang diinginkan dapat dihargai dengan tepat oleh
manajemen. Hal ini dapat menumbuhkan lingkungan kerja yang positif dan memotivasi
generasi milenial untuk terus berusaha menjadi pribadi yang bermoral. Oleh dari itu,
Manajemen harus menyadari pentingnya pengembangan karakter dan menciptakan
lingkungan yang mendukung pengembangan karakter generasi milenial. Selain itu, integritas
8
juga merupakan nilai penting yang harus ditanamkan dan dipraktikkan oleh manajemen secara
konsisten. Manajemen juga harus memperhatikan isu-isu etis yang dihadapi oleh generasi
milenial dalam era teknologi yang maju ini. Selain itu, pendekatan partisipatif dapat
melibatkan generasi milenial dalam pengambilan keputusan dan memberikan rasa memiliki
terhadap nilai-nilai etika yang akan diterapkan (Riyanto et al., 2023). Manajemen juga harus
menjadi contoh yang baik dalam mempraktikkan nilai-nilai etika dan integritas yang
diinginkan. Penghargaan dan pengakuan yang tepat dapat menjadi motivasi bagi generasi
milenial untuk terus mengembangkan karakter, integritas, dan etika mereka.
Dalam keseluruhan, manajemen memiliki peran signifikan dalam membentuk
karakter, integritas, dan etika generasi milenial. Dengan pendekatan yang tepat, manajemen
dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan dan penerapan nilai-nilai
moral yang baik pada generasi milenial. Ini akan membantu mereka dalam menghadapi
tantangan teknologi dan perubahan budaya yang cepat dengan memiliki karakter yang kuat,
integritas yang tinggi, dan etika yang baik dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.

Pendekatan Holistik Dalam Manajemen Moral


Pendekatan holistik dalam manajemen moral merupakan pendekatan yang melibatkan
aspek fisik, emosional, intelektual, dan spiritual dalam membentuk dan mengatasi tantangan
moral generasi milenial di era Revolusi 4.0. Pendekatan ini memandang moral sebagai
sesuatu yang kompleks dan melibatkan seluruh kehidupan individu. Jon Kabat-Zinn, seorang
profesor dan pendiri Klinik Pengurangan Stres dan Pusat Kesadaran di Fakultas Kedokteran
Universitas Massachusetts, Amerika Serikat. Dalam konteks Revolusi 4.0, generasi milenial
sering kali menghadapi ekspektasi yang tinggi, stres, dan tekanan saat menghadapi dilema
moral (Ridho et al., 2022). Dengan mengambil pendekatan yang komprehensif, manajemen
moral dapat menginstruksikan generasi milenial tentang cara meningkatkan kesadaran mereka
melalui teknik-teknik seperti kesadaran atau meditasi. Generasi milenial yang memiliki
tingkat kesadaran yang tinggi dapat berpikir lebih dalam, membuat keputusan yang lebih
matang, dan memasukkan prinsip-prinsip moral ke dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu,
pendekatan holistik memasukkan komponen emosional ke dalam manajemen moral. Psikolog
dan penulis buku Prof. Daniel Goleman menyoroti nilai pengembangan kecerdasan emosional
saat menghadapi dilema moral. Generasi milenial sering terpapar dengan teknologi digital
dalam revolusi 4.0, yang dapat menyebabkan reaksi emosional yang kuat seperti iri hati,
jengkel, dan marah (Laoli & Siahaan, 2023). Melalui latihan pengaturan emosi dan
pemahaman menyeluruh tentang bagaimana emosi memengaruhi keputusan moral mereka,
manajemen moral yang holistik dapat membantu generasi milenial dalam mengembangkan
kecerdasan emosional dengan mengajarkan mereka cara mengelola emosi secara bertanggung
jawab (Nuraini & Wahjoedi, 2023).
Dimensi spiritual juga dipertimbangkan dalam pendekatan holistik untuk manajemen
moral. Ronald Inglehart menekankan pentingnya dimensi spiritual dalam menjawab tantangan
moral generasi milenial dalam konteks Revolusi 4.0. Inglehart berfokus pada hubungan antara
nilai-nilai individu dan perubahan sosial. Generasi milenial sering merasa kosong secara
spiritual dan mengalami disorientasi moral di dunia yang digerakkan oleh teknologi dan
materialisme. Dengan mengeksplorasi nilai-nilai spiritual seperti keyakinan agama, praktik
kehidupan yang bermakna, atau refleksi diri yang mendalam, manajemen moral holistik dapat
membantu generasi milenial menemukan makna dan tujuan hidup mereka (Pratiwi et al.,
2015). Generasi milenial dapat membuat keputusan moral dan berperilaku bermoral dengan
mengembangkan sisi spiritual yang kuat. Elemen-elemen praktis yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari generasi milenial juga merupakan bagian dari pendekatan holistik
9
terhadap manajemen moral. Kolumnis dan penulis buku tentang moralitas modern, David
Brooks, menyoroti pentingnya manajemen moral yang komprehensif yang berpusat pada
tindakan praktis dan nyata. Generasi milenial harus memiliki fondasi moral yang kuat yang
dapat mereka jalani untuk menavigasi tantangan moral di era Revolusi 4.0. Etika kerja,
tanggung jawab sosial, dan pola pikir yang sadar lingkungan hanyalah beberapa prinsip dan
praktik praktis yang dapat ditawarkan oleh manajemen moral holistik (Mustofa, 2020).
Berdasarkan interpretasi penulis terhadap pendapat para ahli, penulis dapat
mengatakan bahwa, dalam konteks Revolusi 4.0, pendekatan manajemen moral yang
komprehensif dan menyeluruh merupakan cara terbaik untuk mengatasi masalah moral
generasi milenial. Komponen fisik, emosional, intelektual, dan spiritual semuanya tercakup
dalam pendekatan ini untuk membentuk dan membimbing moral generasi milenial.
Pendekatan holistik ini mengakui pentingnya mengembangkan keadaan kesadaran yang
mendalam, kecerdasan emosional, perkembangan intelektual, dan pertumbuhan spiritual
dalam manajemen moral. Melalui pendekatan ini, generasi milenial dapat memperkuat
karakter mereka, menghadapi stres dan tantangan moral yang kompleks, dan mengambil
keputusan berdasarkan nilai-nilai moral yang kokoh. Manajemen moral holistik juga
menekankan pentingnya menghubungkan aspek praktis dengan teori moralitas. Generasi
milenial dapat memasukkan prinsip-prinsip moral ke dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
lingkungan pribadi maupun profesional dengan diberikan pedoman dan strategi khusus.
Pendekatan holistik ini mengakui aspek emosional, spiritual, dan praktis dari moralitas di
samping komponen intelektualnya. Generasi milenial membutuhkan kompas moral yang kuat
dan praktik gaya hidup praktis di dunia yang semakin terhubung dan kompleks (Jannah &
Setiawan, 2022).
Maka dari itulah, pendekatan holistik dalam manajemen moral memberikan landasan
yang kokoh dalam mengatasi tantangan moral generasi milenial di era Revolusi 4.0. Melalui
integrasi aspek fisik, emosional, intelektual, dan spiritual, generasi milenial dapat
mengembangkan karakter, mengelola emosi, memahami nilai-nilai moral kompleks, dan
mengambil tindakan yang konsisten dengan nilai-nilai etis. Pendekatan ini juga menekankan
pentingnya praktik moral yang konkret dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks era yang
terus berubah, manajemen moral holistik menawarkan kerangka kerja yang komprehensif dan
praktis dalam membawa generasi milenial menuju moralitas yang baik.

KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas yang sudah dijelaskan oleh penulis, maka bisa diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Pendekatan fisik dalam manajemen moral mencakup pemahaman tentang dampak
teknologi terhadap gaya hidup generasi milenial. Dengan memahami perubahan gaya
hidup yang dihasilkan oleh revolusi 4.0, manajemen dapat memberikan panduan
praktis tentang penggunaan teknologi secara seimbang. Hal ini termasuk memastikan
generasi milenial dapat membangun hubungan interpersonal yang sehat, meskipun
pengaruh media sosial dan teknologi digital. Penggunaan teknologi yang bertanggung
jawab juga termasuk pemilihan sumber informasi yang dapat dipercaya dan
memahami risiko privasi yang mungkin timbul.
b. Aspek emosional juga menjadi fokus penting dalam manajemen moral holistik.
Teknologi sering kali memicu reaksi emosional yang kuat, seperti rasa iri hati, jengkel,
atau marah. Manajemen moral harus memberikan pendekatan untuk membantu
10
generasi milenial mengelola emosi mereka dengan baik. Ini dapat melibatkan latihan
pengaturan emosi, kesadaran diri, dan pemahaman mendalam tentang bagaimana
emosi dapat memengaruhi keputusan moral.
c. Pendekatan holistik juga mencakup aspek intelektual. Generasi milenial perlu
dilibatkan dalam pendidikan etika dan integritas. Manajemen dapat menyelenggarakan
workshop, seminar, atau program pelatihan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang etika dalam berbisnis dan menjunjung tinggi integritas dalam tugas-
tugas mereka. Pendidikan ini harus berkelanjutan dan mencakup isu-isu etis yang
muncul dalam penggunaan teknologi.
d. Dampak revolusi 4.0 terhadap pandangan dan nilai-nilai moral generasi milenial
mencakup perubahan gaya hidup, cara memperoleh informasi, dan tantangan dalam
nilai-nilai moral. Generasi ini dihadapkan pada pertarungan antara individualisme dan
kolektivisme. Meskipun terdapat risiko, revolusi 4.0 juga menawarkan kesempatan
bagi generasi milenial untuk mengembangkan nilai-nilai moral yang inklusif dan
mengglobal.
e. Dalam mengatasi dampak tersebut, manajemen memiliki peran strategis. Mereka perlu
memahami kebutuhan generasi milenial untuk terlibat dalam pengambilan keputusan,
memberikan lingkungan kerja yang mendukung perkembangan mereka, dan
membimbing mereka dalam menghadapi dilema moral. Pendidikan nilai-nilai moral,
baik melalui workshop atau melibatkan generasi milenial dalam tim proyek, dapat
membantu membangun moral yang kuat.
f. Manajemen moral yang holistik bukan hanya tentang memberikan panduan praktis,
tetapi juga tentang membimbing generasi milenial dalam mengembangkan karakter
yang kuat, integritas yang tinggi, dan etika yang baik. Melalui pendekatan ini, generasi
milenial dapat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, memahami dampak
teknologi dengan bijak, dan berkontribusi pada masyarakat dengan nilai-nilai moral
yang kokoh. Manajemen moral yang holistik adalah kunci untuk membentuk generasi
milenial yang siap menghadapi tantangan kompleks dalam era revolusi 4.0.

DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, W. R. (2011). Faktor Penghambat Pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM): Studi di Kabupaten Banyumas (Artikel web).

Aisyah, M., & Ardiningsing, T. A. (2022). Pengaruh Persepsi Risiko Dan Dukungan
Pemerintah Terhadap Minat Penggunaan Mobile Banking: Peran Pemediasi Persepsi
Kegunaan. Jurnal Fokus Manajemen Bisnis.
http://www.journal2.uad.ac.id/index.php/fokus/article/view/5987

Arsini, Y., Yoana, L., & Prastami, Y. (2023). Peranan Guru Sebagai Model dalam
Pembentukan Karakter Peserta Didik. MUDABBIR Journal Reserch and Education
Studies, 3(2), 27-35.

Asyari, F. (2019). Tantangan Guru Pai Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 Dalam
Meningkatkan Akhlaq Siswa Di Smk Pancasila Kubu Raya Kalimantan Barat. Muslim

11
Heritage, 4(2). https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v4i2.1779

Basrowi. 2006. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Kediri: Jenggala Pustaka Utama.

Budiman, H., Seminar, K. B., & Saptono, I. T. (2020). Formulasi Strategi Pengembangan
Digital Banking (Studi Kasus Bank Abc). Jurnal Aplikasi Bisnis Dan Manajemen, 6(3),
489–500. https://doi.org/10.17358/jabm.6.3.489

Endang R Winarti. 2005. Usulan Penelitian Tindakan Kelas: Penerapan Pembelajaran


Kooperatif dengan Memanfaatkan Media Kartu dan Poster dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di SD Sekaran 01 Semarang.
Semarang: Unnes.

Faizin, I. (2017). LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN DAN TANTANGAN GLOBAL.


Journal of Chemical Information and Modeling, 8(9), 1–58.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Fakhriyah, F., Rusilowati, A., & ... (2021). Mengembangkan kemampuan argumentasi ilmiah
calon guru sekolah dasar sebagai bentuk penguatan keterampilan abad 21. Prosiding
Seminar …. https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/view/847

Familia. Nata, A. (2018). Pendidikan Islam Di Era Milenial. Conciencia, 18(1), 10–28.
https://doi.org/10.19109/conciencia.v18i1.2436

Fauziatun, N. (2021). A. Implementasi Microsoft Teams for Education. Tesis Program Studi
Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.

Febry (2015). Konsep Diri Pengguna Aktif Jejaring Sosial Path (Studi Deskriptif Kualitatif
Terhadap Konsep Diri Siswa SMA Santo Bellarminus Bekasi Sebagai Pengguna Aktif
Jejaring Sosial Path). Ejurnal. Universitas Atma jaya Yogyakarta.

Gazali, E. (2018). Pesantren Di Antara Generasi Alfa Dan Tantangan Dunia Pendidikan Era
Revolusi Industri 4.0. Oasis, 2(2), 94–109.

Giarti, S., & Astuti, S. (2016). Implementasi Tqm Melalui Pelatihan Model in House Training
Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Sd. Scholaria : Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan, 6(2), 80. https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2016.v6.i2.p80-91
Gunawan. (2015). Percikan Pemikiran Pendidikan Islam: Antologi Konfigurasi
Pendidikan Masa Depan (Gunawan, Ed.; Cet. I). Rajawali Pers.

12
Hairani, L. (2013). Korupsi di Kementerian Pendidikan Capai Rp 700 M. Tempo.Co, 485097.

Handayani, N. N. L., & Muliastrini, N. K. E. (2020). Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era
Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar). Prosodong Seminar Nasional IAHN-
TP Palangka Raya, 0, 1–14. https://prosiding.iahntp.ac.id

Harahap, M. A., & Adeni, S. (2020). Tren Penggunaan Media Sosial Selama Pandemi Di
Indonesia. Jurnal Professional FIS UNIVED, 7(2), 13–23.

Harsanti, Maulana. Hubungan Kohesvitas Dan Kepercayaan Diri Pada Pria Dewasa Awal
Anggota Klub Mobil. Jurnal Gunadharma.

Harususilo, Y. E. (2019, December 4). Skor PISA Terbaru Indonesia, Ini 5 PR Besar
Pendidikan pada Era Nadiem Makarim. Kompas.id.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/04/13002801/skor-pisa-terbaruindonesia-ini-5-
pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all Hasanah, S. I. (2014). Sumber
belajar matematika dari lingkungan alam sekitar berbasis pondok pesantren. Interaksi,
9(1), 28–31.

Hendayani, M. (2019). Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0. Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 7(2), 183. https://doi.org/10.36667/jppi.v7i2.368

Hurlock, E.B. (1993). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang


kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Jannah, D. F., & Setiawan, R. (2022). Evaluasi Implementasi Program PAUD Holistik
Integratif. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(6), 7163–7172.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i6.2970

Jarkasih, S. (2019). Education Answers the Millennial Challenge. 374–378.


https://doi.org/10.2991/icas-19.2019.7

Junanah, M. I. S. (2021). Studi Pemikiran Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Syekh Abdullah


Mubarok Bin Nur Muhammad Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter Di
Indonesia.

Khoeriyah, I. N. (2019). Integrasi Islam dan Sains dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMA Sains Al-Quran Yogyakarta [UIN Sunan Kalijaga]. In UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

13
Koesoema, D. A. (2010). Pendidikan Karakter: Stategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta: Grasindo.

Kurniawan, S. (2019). Tantangan Abad 21 bagi Madrasah di Indonesia. Intizar, 25(1), 5568.
https://doi.org/10.19109/intizar.v25i1.3242

Laoli, A. E. J., & Siahaan, E. M. (2023). Hubungan Intensitas Bermain Game Online dengan
Tingkat Stres pada Remaja Kota Medan. Innovative: Journal Of Social Science ….
http://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/3447

Latif, L. (2016). Pemikiran Imam Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Lince, R. (2016). Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru Dalam Menghadapi Tantangan


Di Era Digital. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Guru (Ting), VIII(November), 164179.

Maghfiroh, N., & Sholeh, M. (n.d.). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus
Merdeka Dalam Menghadapi Era Disrupsi Dan Era Society 5.0. Ejournal.Unesa.Ac.Id.
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inspirasi-manajemen-pendidikan/article/view/
44137

Marquardt, M. J. (2002), Building the Learning Organization

Masruroh, N. dan Umiarso. (2011). Modernisasi Pendidikan Islam – Ala Azyumardi Azra.
Jakarta: Arruz Media.

Mulyadi, B. (2014). Model Pendidikan Karakter Dalam Masyarakat Jepang. Izumi, 3(1), 69.
https://doi.org/10.14710/izumi.3.1.69-80

Mumtahanah, N. (2014). Penggunaan Media Visual Dalam Pembelajaran PAI. AL HIKMAH


Jurnal Studi Keislaman, Volume 4, Nomor 1, Maret 2014, 4.

Mustofa, M. K. (2020). Implementasi Nilai Pendidikan Keagamaan Islam Multikultural


Dalam Merawat Budaya Damai Di Pondok Pesantren Ngalah Pasuruan. Universitas
Islam Malang.

Narwanti, S. (2011). Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai dalam Mata Pelajaran.

Nastiti, F. E., Ni’mal ’abdu, A. R., & Kajian, J. (2022). Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi era society 5.0. Edcomtech, 5(1), 61–66.

14
Nata, H. A. (2019). Pembaruan pendidikan islam di indonesia. Prenada Media.

Nu’man, M. (2016). Pembelajaran Matematika Dalam Perspektif Alquran. JPM : Jurnal


Pendidikan Matematika, 2(1), 39. https://doi.org/10.33474/jpm.v2i1.205 Prabowo, D.
(2019, November 1). Menag Fachrul Razi Singgung soal Korupsi, Ini 4 Kasus di
Kemenag Halaman all. Kompas.Com, 1–3.

Nuraini, F., & Wahjoedi, W. (2023). Pengaruh modernitas individu dan pemanfaatan teknologi
informasi terhadap minat berwirausaha generasi z pada siswa SMA di Kota Malang.
Jurnal Pendidikan Ekonomi. http://journal2.um.ac.id/index.php/jpe/article/view/32785

Palo Alto, CA: Davies-Black Mulyono, Sugeng dan Kresnaini, Enlik. (2015). Memetakan
Perubahan Organisasi dalam Desain Learning Organization pada Usaha Kecil Menengah
di Kota Malang. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 18(1): 101-118

Pratiwi, I., Moeliono, N., S1, P., Bisnis, A., Komunikasi, F., Bisnis, D., & Telkom, U. (2015).
Pengaruh Celebrity Endorser Maudy Ayunda Terhadap Minat Beli Produk Teh Javana
(Studi Pada Masyarakat Di Kota Bandung). E-Proceeding of Management, 2(3), 3576–
3585.

Priatmoko, S. (2018). Urgensi Pendidikan Islam Dalam Keluarga. Ta’lim, 11(1), 117.
https://doi.org/10.32505/at.v11i1.531

Priyanto, A. (2020). Pendidikan Islam dalam Era Revolusi Industri 4.0. J-PAI: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 6(2), 80–89. https://doi.org/10.18860/jpai.v6i2.9072

Rahman A. (2022). Moderasi Beragama: Implementasi Refleksi Generasi Milenial yang


Bijaksana. Jurnal Fakultas Ilmu Keislaman, 3(1), 46–52.

Rahman, A. (2019). Pendidikan Islam di Era Revolusi Industri 4.0. Komojoyo Press.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3376797

Rahmat, N., Sepriadi, S., & Daliana, R. (2017). Pembentukan Karakter Disiplin Siswa
Melalui Guru Kelas Di Sd Negeri 3 Rejosari Kabupaten Oku Timur. JMKSP (Jurnal
Manajemen, Kepemimpinan, Dan Supervisi Pendidikan), 2(2).
https://doi.org/10.31851/jmksp.v2i2.1471

Ramadhan, D., Yahya, E. S., & ... (2021). Analisis Loyalitas Wisatawan Studio Alam PAL 16
Cikole Lembang. … Research Workshop and ….
https://jurnal.polban.ac.id/ojs-3.1.2/proceeding/article/view/2885/2236
15
Ramadhan, Y. L. (2022). Pendidikan Karakter Persepektif Thomas Lickona. 1–71.

Ramadhan, Y. L. (2022). Pendidikan Karakter Persepektif Thomas Lickona (Analisis Nilai


Religius Dalam Buku Educating For Character) (Master's thesis, Jakarta: FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta).

Ridho, A., Wardhana, K. E., Yuliana, A. S., & ... (2022). Implementasi Pendidikan
Multikutural Berbasis Teknologi Dalam Menghadapi Era Society 5.0. EDUCASIA:
Jurnal …. http://educasia.or.id/index.php/educasia/article/view/131

Rivai, Veithzal. (2004). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan, Cetakan
Pertama. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Riyanto, F., Astuti, S. D., Mahmud, M., & ... (2023). Hard Skill Sebagai Faktor Dominan
Kesiapan Kerja Di Era Industri 4.0. Jurnal Nusantara ….
https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/manajemen/article/view/18676

Sakinah, R. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Karakter
Dasar Para Generasi Muda Dalam Menghadapi Era Revolusi Industrial 4.0. Jurnal
Kewarganegaraan, 5(1), 152–167. https://doi.org/10.31316/jk.v5i1.1432

Samir, Alfin dan Larso, Dwi. (2011). Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
UKM Catering di Kota Bandung. Jurnal Manajemen Teknologi. 10 (2).

Soleh, Soemirat. (2008). Dasar-Dasar Public Relation. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.

Thoha, Miftah. (2010). Kepimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Press.

Tinneke, M. Tumbel., Liando, Daud., Rumawas,

Vania, A. S., Dewi, D. A., Robi’ah, F., Nugraha, I. F. C., & Furnamasari, Y. F. (2021).
Revitalisasi Pancasila dalam Memfilter Dampak Globalisasi dan Era Revolusi Industri
4.0. Jurnal Basicedu, 5(6), 5227–5233. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1612

Wehelmina. (2015). Pengaruh Kepimpinan dan Learning Organization Terhadap Kepuasan


Kerja Karyawan. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum. 2(2):24-35.

Yusuf, A. I. (2023). Penguatan karakter pelajar: perspektif merdeka belajar pada Era Post
Truth.

16

Anda mungkin juga menyukai