Anda di halaman 1dari 6

POTRET GENERASI MILENIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.

Arisandi Kaharudin ( B02220147 )


Fakultas Ilmu Komputer Program Studi Ilmu Komputer
Universitas Muhammadiyah Bima
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi saat ini banyak memberikan pengaruh pada banyak aspek
kehidupan masyarakat, teknologi tidak hanya membantu masyarakat dalam bidang pekerjaan tetapi
sudah menjadi kebutuhan yang sangat diperlukan dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Kemajuan teknologi merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan, karena kemajuan
teknologi akan berlangsung seiring dengan perkembangan manusia dan ilmu pengetahuan, revolusi
industri 4.0 menuntut manusia untuk melangkah ke dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Revolusi Industri 4.0 secara mendasar telah mengubah cara orang berpikir, hidup, dan
berinteraksi satu sama lain. Era ini akan mengganggu berbagai aktivitas manusia dalam berbagai
interaksi sosialnya.

Dalam survei APJII 1, mayoritas pengguna internet sebesar 72,41% masih dari masyarakat
perkotaan. Kegunaannya telah berkembang lebih jauh, tidak hanya untuk berkomunikasi tetapi juga
untuk membeli barang, memesan transportasi, menjalankan bisnis dan pekerjaan. Di usia yang masih
muda, banyak inovasi internet yang tidak dapat dipisahkan dari keseharian anak muda saat ini. Tak
kurang 49,52% pengguna internet Tanah Air berusia antara 19 hingga 34 tahun. Kelompok ini
melegitimasi profesi baru di dunia maya, seperti Selebgram (selebriti Instagram) dan YouTuber
(pembuat) konten YouTube). Di urutan kedua, hingga 29,55% pengguna Internet Indonesia berusia
antara 35 dan 54 tahun. Kelompok ini termasuk dalam kelompok usia produktif dan mudah
beradaptasi dengan perubahan. Remaja berusia 13 hingga 18 tahun menempati posisi ketiga dengan
16,68%. Terakhir, hanya 4,24% orang tua berusia di atas 54 tahun yang menggunakan Internet.

Perilaku dan kebiasaan generasi muda usia 18 sampai 40 tahun memiliki tingkat antusias
yang cukup tinggi dalam menggunakan teknologi, namun mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.
interaksi, mencari informasi lebih mudah, dan yang kedua adalah pengaruh negatif, orang akan
menjadi egois, perilaku instan dan interaksi dengan lingkungan sekitar menjadi sangat buruk.

Erving Goffman mengungkapkan bahwa setiap pengguna internet di media sosial


menggunakan metafora dramatis untuk menjelaskan bagaimana para pelaku interaksi di dunia maya
memperlakukan satu sama lain. Dengan pemikiran ini, orang dapat membuat identitas sebanyak
mungkin berdasarkan peran yang mereka ambil dan inginkan di era teknologi ini, terlepas dari
lingkungan mereka. Menurut Larry dan Richard E. Potter, jejaring sosial juga membawa perubahan
drastis bagi perkembangan anak muda/generasi muda khususnya dalam kehidupan sosial, pertama-
tama, kehadiran jejaring sosial masyarakat tanpa disadari membawa pada perubahan keyakinan,
nilai, dan sikap. Mengenai kepercayaan (trust), jejaring sosial memiliki kemampuan untuk mengubah
perilaku orang berdasarkan keyakinan dan keyakinannya. Media sosial juga memiliki kemampuan
untuk memodifikasi nilai-nilai yang dibawa oleh masyarakat, yang kemudian diubah oleh
kehadirannya. Sedangkan dari segi sikap (keyakinan), media sosial mengubah cara orang
berkomunikasi.

Kedua, pandangan dunia. Media sosial mengubah cara orang melihat dunia. Mereka tidak lagi
melihat dengan kacamata sempit, tetapi penglihatan lebar. Fokusnya telah bergeser, terutama pada
anak muda yang biasa dikenal dengan generasi milenial.

Ketiga, organisasi sosial (social organization). Milenial memandang organisasi sosial bukan
sebagai organisasi formal yang nyata, tetapi sebagai organisasi virtual dengan keterikatan yang
lemah. Sedangkan dalam organisasi yang dibangun oleh jejaring sosial, setiap anggota merasa peduli
dan bertanggung jawab terhadap organisasi sosial tersebut.
Keempat, sifat manusia (human nature). Sifat manusia adalah karakter yang dimiliki oleh
manusia. Sifat manusia yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari latar
belakang budayanya. Jejaring sosial mengubah perilaku seseorang khususnya generasi muda, karena
“diri” dijadikan sebagai “pusat” dari segala aktivitas di jejaring sosial, yang sering muncul adalah
kebiasaan mencari uang untuk diri sendiri, menginginkan lebih dari orang lain dan tidak dihormati.
lainnya.

Dalam penelitian Suryadi (2017), penelitian yang dilakukan oleh Lita Mucharom, manajemen
human capital Austria oleh Step Mitra Selaras, diterbitkan, menunjukkan bahwa milenial adalah orang
yang bekerja untuk dapat menerapkan Gunakan kreativitasnya dan temukan lingkungan kerja yang
nyaman dan menyenangkan . . Mereka tidak bekerja terlalu serius, karena bekerja bukan untuk
menghidupi atau menghidupi keluarga seperti yang dilakukan generasi sebelumnya. Mereka sangat
paham teknologi dan lebih banyak berinteraksi melalui Skype, Whatsapp, Twitter, Facebook, bahkan
dengan rekan kantor. Mereka juga selalu ingin tampil beda dan mendominasi dunia kerja dan
masalah yang dihadapi dunia milenium adalah gejolak emosi, pergaulan bebas, pornografi,
ketidaksabaran dan lebih banyak individualisme di tempat kerja dunia nyata.

Oleh karena itu, dari penjelasan generasi milenial dapat kita lihat potensi dan
permasalahannya sebelum era teknologi revolusi industri 4.0. maka artikel ini akan membahas
biososial milenial usia 18-40 berdasarkan analisis oleh Zastrow (2007), meliputi Nature of Customer
Problems, Function, Dynamic Client's effort to work on the Problem (Motivasi lansia menghadapi
masalahnya), faktor lingkungan yang terlibat dan sumber daya yang tersedia/diperlukan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh era revolusi industri 4.0 terhadap berbagai generasi saat ini ?
2. Apa yang mendasari pentingnya berbagai generasi saat ini untuk terus mengikuti
perkembangan zaman ?
3. Bagaimana peran aktif media sosial dan berbagai generasi saat ini dalam menghadapi era
revolusi industri 4.0 yang berlangsung saat ini ?
4. Bagaimana perilaku yang timbul dari berbagai generasi dalam menghadapi era revolusi
industri 4.0 ?

C. TUJUAN
1. Memberikan wawasan terhadap generasi milenial untuk lebih siap menghadapi era
revolusi industri 4.0
2. Menjelaskan dampak positif dan negative media sosial di era revolusi industry 4.0
3. Sebagai media pembelajaran untuk generasi milenial dalam menghadapi tantangan di era
revolusi industry 4.0
4. Menciptakan pola pikir baru bagi generasi milenial dalam menghadapi tantangan era
revolusi industry 4.0

D. MANFAAT
1. Menambah wawasan terhadap generasi milenial terhadap era revolusi industry 4.0
2. Generasi milenial akan mampu membedakan dampak positif dan negative media sosial di
era revolusi industry 4.0 saat ini
3. Generasi milenial dapat belajar dan memberikan solusi terhadap tantangan di era revolusi
industry 4.0 saat ini
4. Menciptakan mindset terbaru dalam hal mengahdapi tantangan di era revolusi industry
4.0 yang berlangsung saat ini
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sifat permasalahan klien/kondisi

Perkembangan teknologi akan menguntungkan setiap generasi, namun hanya generasi


adaptif yang mampu menguasai teknologi, termasuk generasi milenial, generasi milenial yang lahir
dalam keadaan setiap teknologi teknologi, secara logika mereka akan cepat beradaptasi. bahwa
teknologi akan membantu kaum milenial dalam melakukan pekerjaannya, namun seiring berjalannya
waktu ada kesalahpahaman tentang penggunaan teknologi, sehingga diperlukan pemahaman tentang
masalah atau penilaian untuk melihat dan mengetahui menggambarkan kondisi bermasalah yang
dihadapi kaum milenial di era revolusi industri 4.0. Ilmu lingkungan sosial perilaku manusia
menganggap asesmen sebagai alat untuk mengetahui sifat dan keadaan masalah klien, salah satunya
berkaitan dengan aspek psikososial.

D. Taspcott (2008), dalam bukunya Grown Up Digital, membagi demografi penduduk menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut: (1) Pre Baby Boom, lahir tahun 1945 atau sebelumnya; (2) The
Baby Boom, lahir dari tahun 1946 hingga 1964; (3) The Baby Bust, lahir dari tahun 1965 hingga
1976, adalah Generasi X; (4) Gema baby boom, lahir antara 1977 dan 1997, sebagai generasi
milenial; (5) Generasi Net, lahir dari tahun 1998 sampai dengan 2009, dengan nama Generasi Z; dan
(5) Generasi Alpha, lahir tahun 2010, adalah Generasi A (Taspcott, 2008). Milenial dikenal sebagai
Milenial, atau milenial, lahir antara tahun 1977 dan 1998. Generasi Milenial pada tahun 2008 berkisar
antara usia 21 hingga 29 tahun. Mereka telah berinteraksi dengan teknologi sejak lahir. Generasi ini
banyak menggunakan teknologi komunikasi instan, seperti: e-mail, SMS (Short Message Service),
instant messaging dan media sosial lainnya seperti FaceBook dan Twitter. Apalagi generasi ini juga
sangat menggemari game online.

Generasi Y memiliki ciri-ciri sebagai berikut: percaya diri, optimis, ekspresif, bebas dan
menyukai tantangan (Oktavianus, 2017). Namun, Generasi Y digambarkan oleh Bambang Suryadi
(2015) sebagai berikut: “Terbuka terhadap hal-hal baru dan selalu ingin berbeda dari yang lain.
Mereka benar-benar menggunakan kreativitasnya untuk menciptakan sesuatu yang baru. Generasi ini
menyukai suasana kerja yang santai dan dapat melakukan banyak tugas (multi-tasking). Mereka
memahami masalah gaya dan cepat beradaptasi dengan teknologi. Sayangnya, generasi ini sangat
mudah bosan dan loyalitas mereka terhadap pekerjaan agak kurang.

Secara fisik & mental generasi milenial kemungkinan merupakan generasi yg mengalami
kesehatan lebih tidak baik pada usia paruh baya, dibandingkan orang tua mereka/Generasi baby
boomers. Penelitian (Healty Foundation:2017) mengungkapkan bahwa perkara pekerjaan, hubungan,
& tempat tinggal tangga yg kini menghipnotis orang-orang berusia 20-an & 30- an menjadi faktor yg
bisa mengakibatkan risiko lebih tinggi buat mengalami beberapa gangguan misalnya kanker,
diabetes, & penyakit jantung pada lalu hari. Secara keseluruhan, tren ini berkaitan menggunakan
stres jangka panjang, kecemasan, depresi atau kualitas hayati yg lebih rendah. Laporan tadi pula
menemukan bahwa generasi milenial merupakan generasi pertama yg menerima uang lebih sedikit
daripada orang tua mereka dalam usia mereka. Hal ini sebagaimana dikemukakan sang (Andri:2010)
generasi milenial paling poly mengalami tekanan kehidupan & pekerjaan, pola revolusi industry 4.0
menuntut perusahaan bekerja lebih cepat dan syarat perekonomian yg kurang stabil & faktor asupan
kuliner sebagai faktor yg berpengaruh pada kesehatan mental para generasi milenial, generasi ini
lebih cenderung Self Centered & ingin sebagai sentra perhatian, sebenarnya syarat itu ditentukan
sang perkembangan media umum, pada Jurnal Psychological mengungkapkan bahwa gangguan
mental dikalangan milenial terjadi dampak tingginya perilaku perfeksionis, generasi milenial melihat
bahwa perfeksionis menjadi orientasi utama, kesempurnaan atau tekanan pada media umum akan
menghipnotis status sosial sebagai akibatnya mereka mengalami multidimensional perfectioisme atau
sebuah tekanan buat menerima standart lebih tinggi.
Aspek Psikologis, sosial serta spiritual generasi milenial di masa revolusi industry 4.0 sangat
sangat dipengaruhi oleh teknologi media sosial, penjelasan diatas sedikit memberi gambaran
bagaimana perkembangan diri milenial ditandai dengan self-disclosure/ keterbukaan diri. Menurut
Anderson, ada tujuh tanda kematangan psikologis orang dewasa awal/Generasi Milenial yaitu
berorientasi pada tugas, memiliki tujuan yang jelas serta kebiasaan kerja yang efisien, mengendalikan
perasaan pribadi, bersikap objektif, menerima kritik dan saran, bertanggungjawab terhadap usaha
pribadi dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Berikut karakteristik masyarakat baik sebelum maupun sesudah bersentuhan dengan


internet:

Masyarakat Citizen Masyarakat Netizen

Memperoleh informasi Memperoleh informasi


dari obrolan dan diskusi dari hasil berselancar
dengan orang terdekat di internet

Konektivitas dan jaringan Konektivitas dan


sebatas lingkungan jaringan hingga ke
sekitar atau seluruh dunia (global),
keluarga/sahabat yang bisa terhubung dengan
dikenal artis atau pejabat
sekalipun
Diskusi dilakukan dalam
Diskusi dilakukan lewat
ruang nyata misalnya
pertemuan digital
dalam suatu
(group chatting, forum,
rapat/pertemuan
mailist, dsb)

2. Keberfungsian sosial

Fungsi sosial generasi Milenial terikat dengan lingkungannya, yang menganggap generasi
Milenial sebagai keseluruhan (sistem sosial dan jaringan sosial) dalam memenuhi kebutuhan dasar
mereka, kinerja peran sosial dan kemampuan untuk mengatasi tekanan (shock dan stres). ,
kemampuan kaum milenial dalam menjalankan fungsi sosialnya. Hal ini didukung oleh temuan
penelitian (Taspcott, 2008; Suryadi, 2015; dan Oktavianus, 2017) bahwa generasi Milenial di semua
tahapan kehidupannya juga sangat bervariasi. Di usia yang masih muda, generasi millennial ini
sangat bergantung pada kolaborasi kelompok. Saat mereka mulai dewasa, generasi milenial akan
menjadi lebih antusias dalam hal kerja tim. Seiring bertambahnya usia, generasi milenial akan
menjadi kelompok orang tua yang mampu berkontribusi dan mengkritisi masyarakat.

Peran media sosial sangat mempengaruhi aktivitas generasi milenial, media sosial
mempengaruhi pandangan konsep diri seperti yang dikemukakan oleh Harlock (1978), individu dapat
mengembangkan rasa percaya diri, percaya diri dan kemampuan berkembang dalam melihat realitas.
Selain itu, dapat mengevaluasi hubungan dengan orang lain dengan benar, yang mendorong
penyesuaian sosial yang baik. Konsep diri ini terlalu luas untuk mencakup dan memaknai seluruh
pengalaman seseorang, jika mereka dapat menerima diri mereka juga dapat menerima orang lain.
David G. Myres (2013) membahas aspek-aspek yang mendukung konsep diri seseorang, aspek-aspek
tersebut adalah konsep diri, kesadaran diri, harga diri dalam kehidupan sosial yang mempengaruhi
seseorang (konsep diri), diri sosial.

Pengetahuan diri, atau pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang segala aspek dirinya
yang dimiliki dan berkembang menuju identitas diri, hal ini sesuai dengan penelitian Pamela et al
(2016) yang menyatakan bahwa diri sejati dan diri ideal muncul. Di media sosial, ada diri ideal yang
jauh berbeda dari diri mereka yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
menikmati keberadaan diri ideal meskipun itu tidak benar, menghabiskan lebih banyak waktu di
media sosial. Selain itu, pandangan Shelley E. Taylor (1997) tentang pengetahuan diri adalah skema
pengalaman masa lalu yang telah mengecewakan orang dan membantu mereka membuat keputusan
dan memandu pilihan mereka untuk masa depan. Inilah pengalaman milenial menampilkan diri
sebagai orang sukses, cerdas, dan rendah hati di media sosial (Feist & Feist 2009).

3. Motivasi Generasi Milenial dalam menghadapi masalahnya

Masalah yang sering dihadapi generasi milenial adalah krisis kepercayaan diri, revolusi
industri membutuhkan pemikiran cepat, pengetahuan dan pemenuhan diri, yang dapat dilihat di
jejaring sosial, sehingga beberapa milenial mau tidak mau ikut dalam perkembangan ini. Berkat
Revolusi Industri 4.0, setiap orang memiliki alasan untuk menampilkan diri secara berbeda. Ada satu
sisi di mana seseorang mungkin ingin melihat diri mereka sebagai ideal atau bahkan mendekati
sempurna, tetapi di sisi lain, seseorang mungkin menemukan dirinya ideal dalam arti kata yang
berlawanan. Aspek-aspek tersebut ditunjukkan melalui persiapan seperti orang yang tampil di atas
panggung dalam sebuah pertunjukan.

Kontrol kesan yang terlihat di latar depan dapat ditemukan dengan jelas akun media sosial
generasi milenial. Krisis kepercayaan diri, ketika seseorang tidak mampu mengendalikan kesan
melalui panggung depan, padahal sebenarnya ia memiliki kondisi sehari-hari yang memiliki
kemungkinan untuk menjauhkan diri dari kenyataan dilihat sebagai pribadi di jejaring sosial yang
banyak orang. melihat. Maka generasi milenial perlu mendapatkan pemahaman tentang manajemen
emosi.

Hasil penelitian Bambang (2015) menunjukkan bahwa ketika dihadapkan pada masalah,
generasi milenial tidak segera mencari bantuan dari konselor atau psikolog, tetapi melihat ke pihak
terdekat, seperti teman sebaya dan orang tua, yang di satu sisi , memiliki peran seperti pendeta ,
ustadz dan tokoh masyarakat telah mempengaruhi proses pemecahan masalah selama ribuan tahun
dan generasi

Anda mungkin juga menyukai