Anda di halaman 1dari 4

RKUHP BERMASALAH TAK JELAS ARAH

Oleh : Chairul Agung Tunny

Rancangan kitab undang-undang hukum pidana atau RKUHP menjadi hal urgent
untuk dilakukan sebuah perbaikan . melihat bagaimana produk hukum pidana
yang masih belum maksimal dalam pengaturan maupun penegakkannya
dilapangan, maka perbaikan-perbaikan harus dilakukan . bahkan menurut wakil
mentri hukum dan HAM dan HAM sendiri mengatakan bahwa, KUHP yang saat
ini berlaku penuh dengan ketidakpastian.

Apakah RKUHP yang sekarang sudah disahkan dapat menjamin kepastian


pengaturan, penegakan ,maupun implementasinya di lapangan?

Berikut Pasal-Pasal RKUHP yang Bermaslah :

1. Pasal 218 RKUHP


Pasal ini mengenai kritik kepada presiden dan wakil presiden. Pasal ini
sangat rawan disalahtafsirkan oleh aparat penegak hukum guna
membungkam kritik terhadap penguasa. Bahkan tahun 2021 kemarin
sebelum RKUHP disahkan, telah banyak pihak-pihak yang terkena kasus
penghinaan kepada penguasa, padahal yang mereka kritisi adalah mengnai
kebijakan serta kinerja aparat negara.
Berikut bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP
“Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat
dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3(tiga) tahun 6(enam) bulan atau pidaana denda
paling banyak kategori IV”
2. Pasal 219 RKUHP
“Setiap orang yang menyiarkan ,mempertunjukan , atau menempelkan
tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan
rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan
sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau
harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud
agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana
panjang paling lama 4 tahun 6 bulan
3. Pasal 240 RKUHP
Dalam pasal ini menyatakan bahwa seseorang bisa diancam pidana penjara
3 tahun jika menghina pemerintah di media sosial. Pasal ini dapat
berpotensi mengkriminasi siapapun yang melayangkan ketidakpuasan
mereka terhadap kinerja pemerintah. Pemerintah seolah antikrtik dan
kembali membangunkan masa orba.
Berikut bunyi pasal 240 RKUHP
“Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap
pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam
masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun”
4. Pasal 273 RKUHP
Dalam pasal ini mengatur mengenai demonstrasi yang akan dilakukan.
Dengan adanya pasal ini juga akan menyulitkan kepada para mahasiswa
maupun masyarakat yang akan melakukan aksi demonstrasi. Padahal
unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian
pendapat di muka bumi umum yang dijamin oleh undang-undang
Berikut bunyi pasal 273 RKUHP
“ setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang
berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan
umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan
umum, menimbulkan keonaran, atau hura-hura dalam masyarakat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atauu pidana
denda paling banyak kategori II”
Delik di atas berubah dari yang diatur dalam UU Nomor 9 tahun 1998
tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Sebab
dalam UU 9/1998, demonstrasi tanpa izin cukup dikenakan dnegan
tindakan administrasi yaitu pembubaran. Oleh karena itu hal ini sangat
berbahaya. Sebab demonstrasi yang biasa dilakukan adalah secara spontan
sebagai bentuk aksi kekecewaan kepada kinerja pemerintah.
Memang benar bahwa dengan adanya RKUHP ini telah mewujudkan suatu
kepastian hukum. Khususnya kepastian bagi para penguasa agar dapat
berkuasa tanpa adanya suara-suara yang dapat mengancam kursi jabatan.
Jika perubahan mengarah ke pemerintah yang antikritik sehingga dapat
membatasi rakyatnya sehinga dapat membatasi rakyatnya sendiri bersuara,
maka Indonesia mau jadi apa..?
Apakah negara kita akan kembali ke masa orba?
Sejak keran demokrasi terbuka pasca reformasi 1998, kebebasan
berekpresi dan mengeluarkan pendapat menjadi hal yang lumrah dan tak
lagi dikebiri. Kritikan pedas yang mengarah kepada penghinaan kepala
negara pun tak lagi termasuk kategori kriminal , dengan adanya keputusan
mahkama konstitusi yang mencabut pasal 134,136, dan 137 kita-kitab
undang-undang hukum pidana terhadap presiden. Namun sekarang,
pemerintah justru menghidupkan kembali pasal tersbeut.
Berdasarkan hal tersebut maka, Badan Eksekutif Mahasiswa Univeristas
Muhammadiyah Malang (BEM UMM) menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Untuk menghapus pasal 218 mengenai penghinaan terhadap presiden
dna wakil presiden karena hal tersbeut sudah menjadi sebuah
konsekuensi sebagai pemimpin . pasal 218 ini juga sangat bertentangan
dengan aturan hukum dan kosntitusi yang telah dipercayakan kepada
MK,karena sebelumnya pasal penghinaan terhadap presiden telah
dihapuskan oleh MK. Selain itu, dri sisi aturan hukum juga sudah
sangat jelas, perbedaan anatara kritik dan hinaan atau fitnah. Dengan
demikian, sudah sangat tidak perlu dan tidak relevan lagi pasal
penghinaan presiden tersebut dihidupkan kembali . sebab, bila teap
dihidupkan, akan menjadi senjata pemerintah untuk beriskap otoriter
layaknya yang terjadi pada er sebelum reformasi .
Kesimpulan :

Dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia , budaya
masyarakat harus terbiasa dengan segala bentuk kritik dan perbedaan pandangan
bahkan perdebatan diruang publik. Kritik merupakan bentuk dari sikap seseorang
ataupun komunal yang dilindungi oleh hukum pidana, kritik lebih tepatnya
merupakan bentuk yang dilakukan seseorang dalam memberikan pendapat
terhadap orang lain dalam koridor perbauatan seseorang, perbuatanlah yang
dikritik dengan dasar fakta dan data tapi tidak menyerang pribadi. Sedangkan
penghinaan merupakan perbuatan yang dilakukan, baik itu pendapat, surat
maupun pada ruang media sosial yang menyerang pribadi seseoorang atau
lembaga KUHP mengakomodir bentuk dari penghinaan pribadi. melalui Pasal
310-315, begitupula penghinan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yaitu pada
Pasal 134-139, yang kemudian juga dimasukkan dalam RKUHP pada Pasal 218-
219, ditambahkan diluar KUHP dan RKUHP, UU ITE pun juga sudah mengatur
terkait delik diruang media sosial, dengan demikian secara tegas dan jelas hukum
pidana masuk untuk mengontrol kebebasan dan menjaga hak setiap warga negara,
dengan perbedaan yang jelas antara kritik dan penghinaan ini tentu diharapkan
budaya masyarakat akan terbentuk dengan

Referensi :

BEMU ,UMM,2022. ”RKUHP, Dengan Sederet Pasal Yang Kontroversi”


https://bemu.umm.ac.id/id/berita/rkuhp-dengan-sederet-pasal-yang-
kontroversi.html

Anda mungkin juga menyukai