Anda di halaman 1dari 6

5. Pilih satu permasalahan terkait sosial, politik atau pemerintahan saat ini.

Pro Kontra pasal 240 dan pasal 241 tentang Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan
Lembaga Negara
a. Latar belakang masalah
Pada tanggal 06 desember 2022, Indonesia resmi memiliki KUHP sendiri setelah selama ini
berdiri dengan hukum peninggalan kolonial Belanda yang bernama Wetboek Van Strafrecht atau
biasa disebut Kita Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Kitab ini merupakan kitab
hukum yang digunakan Indonesia sejak tahun 1915 dan berlaku sampai saat ini.
Melalui rapat paripurna DPR RI pada tanggal 6 desember lalu, RUU KUHP yang telah lama
dirancang resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Butuh waktu yang sangat panjang bagi
Indonesia dalam merumuskan dan membahas pengganti KUHP lama yaitu sejak tahun 1958.
Salah satu hal yang menyebabkan perumusan pengganti KUHP memakan waktu lama adalah
perkembangan zaman yang begitu pesat sehingga rancangan yang dibuat oleh pemerintah harus
terus menerus direvisi dengan mengikuti kemajuan zaman.
Sebuah sejarah baru bagi Indonesia karena telah memiliki kitab hukum sendiri, namun
sayangnya RKUHP yang baru disahkan ini menuai banyak kritik dari masyarakat. Meskipun
RKUHP yang telah lama dirancang ini telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan
partisipasif, tetap saja ada beberapa pasal yang mendapat kritikan pedas dari masyarakat.
Sekurang-kurangnya, terdapat sekitar 12 pasal yang menimbulkan pro kontra di dalam
masyarakat. Contohnya adalah pasal terkait pidana korupsi yang mendapat keringanan hukuman,
pasal terkait hukuman mati, pasal penghinaan Lembaga negara, pasal unjuk rasa atau demo, dan
lain sebagainya.
Salah satu pasal yang menerima banyak pro kontra adalah pasal 240 dan 241 yang berisi
tentang tindak pidana bagi pelaku penghinaan terhadap kekuasaan umum dan Lembaga negara.
Terdapat masyarakat yang setuju dengan pasal tersebut, dan ada juga yang menentang pasal
tersebut. masyarakat terbagi ke dalam dua kubuh yang menyebabkan perdebatan ditengah-tengah
masyarakat. Pasal 240 dan 241 ini menyebutkan bahwa seseorang dapat diancam pidana
penjaran selama 4 tahun apabila menghina Lembaga pemerintah. Untuk lebih jelasnya, berikut
bunyi pasal 240 RKUHP:
(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau
lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam)
Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya
kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(3) TIndak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan
aduan pihak yang dihina.
(4) Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan
pemerintah atau Lembaga negara.
Atau untung lebih jelasnya, dalam pasal tersebut disampaikan ayat (1) penghinaan pada presiden
atau Lembaga negara di muka umum diancam pidana maksimal 1,5 tahun atau denda kategori II
(Maksimal 10.000.000). Jika penghinaan itu menyebabkan kerusuhan dalam masyarakat, maka
ancaman pidana penjaranya meningkat menjadi maskimal 3 tahun atau denda kategori IV
sebagaimana disebutkan dalam pasal tersebut.
Adapun bunyi pasal 241 adalah sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau
gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar
oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi
penghinaan terhadap pemerintah atau Lembaga negara, dengan maksud agar isi
penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya
kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan
aduan pihak yang dihina.
(4) Aduan sebagimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan
pemerintah atau Lembaga negara.
Maksud dari “menghina” dalam kedua pasal tersebut adalah tindakan yang merendahkan atau
bahkan merusak kehormatan dan citra pemerintah atau Lembaga negara, termasuk itu fitnah dan
penistaan. Kemudian maksud dari “pemerintah” dalam pasal ini adalah Presiden Republik
Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu “Lembaga negara” yang dimaksud
merupakan MPR, DPR, DPD, MA dan MK.
b. Hipotesa jalan keluar dari masalah
Pada permasalahan ini, saya menggunakan jenis hipotesa assosiatif. Hipotesa assosiatif adalah
dugaan sementara tentang adanya hubungan antar variable dalam pendapat yang mengandung
pro dan kontra terhadap masalah yang diteliti.
Rumusan Masalah Assosiatif:
1. Apa yang menjadi pro kontra di masyarakat mengenai RUU KHUP yang baru saja
disahkan terkhusus pada pasal 240 dan 241 tentang pemmberian hukuman bagi orang
yang melakukan penghinaan terhadap Kekuasaan umum dan Lembaga negara?
2. Bagaimana solusi yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah tersebut?
Hipotesa Penelitian:
1. Terdapat masyarakat yang setuju dan tidak setuju terkait dengan KUHP pasal 240 dan
241 yang baru saja disahkan.
2. Perlu dilakukan analisis pendapat masyarakat mengenai alasan mereka untuk setuju dan
tidaknya agar di temukan jalan keluar dari permasalahan tersebut.

c. Metode penelitian untuk memecahkan masalah


Pada penelitian ini, saya menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylo (1982)). Penelitian kualitatif ini
bertujuan untuk menganalisis dan mengumpulkan data-data berupa pendapat masyarakat tentang
pemberian hukuman pada pelaku penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara
yang tercantum dalam KUHP pasal 240 dan 241 yang baru saja disahkan. Dalam penelitian akan
dijelaskan apa saja hal yang menjadi pro kontra masyarakat terhadap masalah yang diteliti dan
media sosial akan menjadi wadah dalam menampung pendapat-pendapat masyarakat. Adapun
masyarakat berperan sebagai subjek dalam penelitian ini, sementara objek nya merupakan
pendapat masyarakat terhadap pasal 240 dan 241 KUHP. Saya mengumpulkan data-data terkait
penelitian ini melalui pendapat masyarakat yang ada pada Twitter, Facebook, dan Instagram.
Selain itu, saya juga mengumpulkan pendapat dari beberapa orang di sekitar saya melalui google
form sebagai pendukung dalam meneliti permasalahan tersebut.
d. Penerapan epistemology, ontology, dan aksiologi dalam pemecahan kasus tersebut
1. Epistemology
Dalam kajian epistemology, RKUHP mengenai tindak pidana bagi pelaku penghinaan
terhadap kekuasaan umum dan Lembaga negara harus ditinjau dengan cermat, teliti dan jelas.
Pendapat-pendapat masyarakat tentang RKHUP ini akan menjadi fokus utama dan pendapat-
pendapat tersebut pun harus dipertimbangkan apakah sinkron dengan maksud pemerintah dalam
menetapkan KUHP tersebut.
Masyarakat terbagi menjadi dua kubuh, yaitu setuju dengan pasal tersebut dan yang tidak
setuju dengan pasal tersebut. masyarakat yang setuju berpendapat bahwa sudah seharusnya pasal
tersebut dibuat dan disahkan karena banyak oknum-oknum yang melayangkan hinaan dengan
bebas terhadap pemerintah terutama presiden. Masyarakat menyebut kebebasan yang sebebas-
bebasnya tanpa memperhatikan adab merupakan anarki.
Lalu masyarakat yang menolak RKUHP pasal 240 dan 241 ini berpendapat bahwa
RKUHP ini merenggut kebebasan masyarakat dalam berpendapat dan mengkritik sebagaimana
yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi dan hal tersebut juga diatur
dalam pasal 28E ayat 3. Masyarakat pun merasa bahwa pemerintah masih perlu untuk dikritik
guna meningkatkan kualitas kerja kekuasaan umum dan Lembaga negara Indonesia.
2. Ontology
Dalam kajian ontology, pokok dari permasalahan RKUHP pasal 240 dan 241 akan
menjadi fokus utama dan pendapat masyarakat yang dikumpulkan dari media sosial dan juga
google form akan menjadi data yang menunjukkan inti penelitian.
Secara ontology, akan diungkapkan beberapa hal yang menjadi pembahasan utama dari masalah
yang diteliti, yaitu sebagai berikut:
 Mengapa pengesahan RKUHP pasal 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap
Kekuasaan Umum dan Lembaga Pemerintah menuai pro kontra?
 Apakah masyarakat setuju atau tidak terkait hukuman yang dijatuhkan pada pelaku
penghinaan kekuasaan umum dan Lembaga negara?
 Apa saja solusi untuk mengatasi pro kontra dalam masyarakat terkait RKUHP pasal 240
dan 241 tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, saya telah mengumpulkan dan merangkum
beberapa pendapat dan pemikiran masyarakat terkait pengesahan RKUHP pasal 240 dan 241,
yang saya temukan di media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram.
 RKUHP ini menjadi permasalahan karena dianggap tidak relevan bagi masyarakat di
negara yang menjunjung tinggi ‘demokrasi’. Setiap warga negara memiliki hak untuk
berpendapat yang sejajar dan setara, lalu mengapa pemerintah merasa terancam setelah
menerima kritik dan pendapat?
 Pasal RKUHP dianggap termasuk bentuk penghinaan terhadap rakyat.
 Pasal 240 dan 241 mengancam kebebasan berekpresi dan kriminalisasi aktivis.
 RKUHP pasal 240-241 “Hina pemerintah di medsos bisa terancam 4 tahun penjara”
banyak yang kontra padahal menghina bukan bagian dari demokrasi.
 RKUHP ini memang penting mengingat banyak sekali oknum yang melakukan
penghinaan pada pemerintah yang sebenarnya sangat melenceng dari kata ‘kritik’.
Contohnya, ketika terdapat perbedaan pendapat antara masyarakat dengan keputusan
presiden, banyak oknum yang membuat foto-foto presiden menjadi meme dan
kesempatan untuk menghina. Bahkan tidak jarang juga, hinaan itu sampai terlontar pada
keluarga pemerintah yang sama sekali tidak berhubungan dengan masyarakat.
Selain itu, saya juga mengumpulkan pendapat masyarakat disekitar saya untuk mengetahui
respon mereka terhadap pengesahan RKUHP pasal 240-241 ini. Berikut adalah hasil yang saya
dapatkan dari kuesioner google form yang dibagikan pada teman-teman saya untuk mendapat
data mengenai tanggapan mereka terhadap pengesahan pasal 240 dan 241 ini.

Dari hasil kuesioner diatas, terdapat 34 orang yang memberi tanggapan tentang tindak pidana
bagi pelaku penghinaan kekuasaan umum dan Lembaga negara. Terdapat 76,5% responden yang
setuju dengan pengesahan tersebut dan 23,5% responden tidak setuju dengan pengesahan KUHP
tersebut. berbagi pendapat dikemukakan sebagai bentuk pro kontra yang memang benar-benar
terjadi dalam masyarakat akibat pengesahan RKUHP ini.
Berikut ini merupakan ringkasan beberapa pendapat dari responden yang mengisi
kuesioner terkait pengesahan RKUHP pasal 240 dan 241:
1. Setuju Agar masyarakat tidak sewenang-wenang melakukan penghinaan terhadap
kekusaan hukum dan lembaga negara.
2. setuju jika di imbangi dengan bisa kritik akan lembaga negara atau kebebasan
berpendapat.
3. Setuju karena penghinaan tidak dapat dibenarkan, ditolerir, dan merusak moral serta
tidak berperikemanusiaan.
4. Tidak setuju terhadap RUU KUHP tersebut dan terdapat dua alasan untuk mendukung
argumen saya, yaitu (1) Rancangan tersebut tentunya merampas hak setiap masyarakat
untuk berbicara dan menyatakan pendapat, dimana hal tersebut sudah diatur dalam
pasal 28E ayat (3), (2) Pemerintah perlu untuk dimonitoring dan diberi kritik serta
saran. Agar kedepannya kualitas pemerintahan di Indonesia bisa menjadi lebih baik
lagi.
5. Tidak setuju karena pasal ini berpotensi untuk pemerintahan sebagai alat pembumgkan
suara public yang membuat masyarakat tidak dapat bereskpresi secara sah dan
konstitusi.
6. Tidak setuju karena masyarakat perlu mengkritik pemerintah untuk meningkatkan
kualitas kinerja pemerintah di Indonesia.
Setelah meneliti dan menelaah berbagai pendapat masyarakat, saya memiliki pandangan
bahwa adanya perbedaan perspektik antara masyarakat dengan pemerintah dalam
menyimpulkan maksud dan tujuan dari pasal ini.
Menghina dan memberi kritik merupakan dua hal yang sangat berbeda. Kritik adalah hak
berekspresi dan hak demokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat
dengan tutur yang baik. Jadi, pada dasarnya kita harus menggarisbawahi kata menghina
karena bagaimanapun hinaan, fitnah dan penistaan itu bukan bagian dari kritik. Adapun yang
dimaksud dengan “pemerintah” dalam pasal ini adalah Presiden Republik Indonesia yang
dibantu oleh wakil presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu “Lembaga negara” yang dimaksud merupakan
MPR, DPR, DPD, MA dan MK.
Untuk menghindari misinterpretasi antara masyarakat dengan Lembaga pemerintah dan juga
sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah perlu melakukan sosialisi politik
bukan hanya mengenai pasal 240 dan 241, namun juga semua pasal yang menimbulkan pro
kontra. Lembaga pemerintah harus benar-benar menyampaikan dan menjelaskan dengan sejelas-
jelasnya pada masyarakat detail dan ketentuan pasal-pasal baru yang telah di sahkan.
3. Aksiologi
Pengesahan RKUHP Indonesia menjadi hal yang telah diimpikan bangsa Indonesia sejak
lama. Berdiri dengan KUHP sendiri setelah melewati waktu yang panjang merupakan salah satu
pencapaian bagi NKRI yang perlu dibanggakan. Sebelum mengesahkan rancangan-rancangan
KUHP menjadi KUHP, Lembaga pemerintah perlu melakukan sosialisasi politik sampai ke
masyarakat awam agar tidak terjadi miskomunikasi. Lembaga pemerintah perlu dengan sungguh-
sungguh meninjau pendapat masyarakat dan menelaah alasan-alasan yang dikemukakan
masyarakat terkait RKUHP yang ingin disahkan mengingat bahwa Indonesia merupakan negara
Komunikasi.
Pengesahan RKUHP yang menuai pro kontra dalam masyarakat karena pemerintah dan
masyarakat mengalami misinterpretasi. Pasal 240-241 KUHP yang baru disahkan harusnya
mendapat respon yang positif karena jika ditelaah, hal ini baik untuk sistem pemerintahan
Indonesia. Lembaga pemerintah semestinya dengan spesifik dan detail menjelaskan maskud dan
tujuan mengapa pasal 240-241 ini bisa disahkan. Masyarakat pun perlu memahami secara
mendalam maksud dan tujuan pasal 240-241 ini sebelum mengemukakan pendapatnya masing-
masing.
e. Kesimpulan’
Dari hasil analisis dan telaah yang telah saya lakukan dalam permasalahan ini, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengesahan RKUHP pada tanggal 06 desember 2022 menjadi sejarah baru bagi bangsa
Indonesia karena pada akhirnya Indonesia akan berdiri dengan KUHP sendiri dan
bukan KUHP pemberian negara lain.
2. Dalam RUKHP pasal 240 dan 241 berisi tentang hukuman pidan untuk pelaku
penghinaan kekuasaan umum dan Lembaga pemerintah dan penghinaan tersebut
dilakukan dengan sengaja dimuka umum maupun media sosial.
3. Penting melakukan sosialisasi politik tentang RKUHP yang disahkan secara mendetail
agar tidak terjadi misinterpretasi antara masyarakat dan Lembaga pemerintah.
4. Masyarakat perlu memahami dahulu tentang RKUHP yang disahkan sebelum
melakukan protes dan membawanya ke ranah public hingga menimbulkan
permasalahan yang cukup serius.

Anda mungkin juga menyukai