Anda di halaman 1dari 9

DINAMIKA KEBEBASAN BEREKSPRESI: ANTARA IDEALISME DAN

REALITA DI NEGERI KONSTITUSI DEMOKRASI INDONESIA

JOURNALISM FESTIVAL PERSPEKTIF 2023

OLEH
FARID FAHLEVI
2001101010056
PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2023
Salah satu indikator dari negara yang bersifat demokratis yaitu adanya
jaminan penegakan berbagai hak asasi warga negaranya melalui konstitusi.
Kedudukan konstitusi harus bersifat supreme dan mengikat bagi semua kalangan baik
kepentingan mayoritas ataupun minoritas. Pada saat yang sama, pemerintah juga
berwenang memberikan pagar-pagar pembatas bagi keleluasaan HAM dalam
menjalankan aktivitas politik demi kesejahteraan bersama.

Praktik bernegara dengan mengedepankan aspek-aspek demokraktis dan


konstitusi sebagai pijakan hukum tertinggi sudah lazim ditemukan. Bahkan, arus
demokratisasi (wave of democratization) seperti yang dikemukan oleh Samuel P.
Huntington telah merebak pada tatanan negara-negara global secara masif pasca
1990-an, dalam berkomitmen untuk mengadopsi prinsip-prinsip demokratis atau
sekadar klaim belaka melakukannya. Namun, peran hukum internasional saat ini telah
meluas terhadap internal pemerintahan negara agar mendorong penegakan hak asasi
manusia di sejumlah negara. Hal ini didukung dengan keberadaaan internasional
seperti Universal Declaration of Human Rights, International Covenant on Civil
and Political Rights, maupun International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights. Lebih lanjut, transisi demokrasi ini semakin gencar dilakukan
terlihat dari komitmen PBB dalam menyediakan buku panduan umum berisi
standarisasi internasional untuk memasukkan bill of rights yang menjamin hak-hak
konstitusional warga negara terhadap negara-negara baru atau negara yang ingin
menerapkan demokrasi.

Indonesia dan Demokrasi

Indonesia sebagai salah satu negara berlandasan pada konstitusi dan


menitikberatkan kedaulatan kepada rakyat. Hal ini tertuang jelas dalam ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa Tahun 1945 pasal 1 ayat (1):
“Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik”, serta tertuang
dalam ayat (2): “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Kedaulatan di tangan rakyat menunjukkan bahwa Indonesia
secara utuh menganut sistem demokasi dalam menjalankan roda pemerintahannya
dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau dalam kata lain rakyat dalam
sistem pemerintah mengambil andil yang besar dalam pemerintahan. Indonesia juga
merupakan negara yang berbentuk republik sehingga negara ini diselengarakan
berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat yang dalam penerapannya dilakukan secara
demokratis yang dibentuk melalui pemilu atau pemilihan umum.

Implikasi dari kedaulatan rakyat ini maka rakyat diposisikan sebagai


pemegang kekuasaan tertinggi berhak mengawasi setiap regulasi dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah haruslah merujuk kepada tujuan awal negara yakni
mensejahterakan kehidupan rakyat sehingga dalam mewujudkan hal ini tidak boleh
adanya pembatasan hak-hak konstitusional rakyat terkhususnya hak kebebasan
berpendapat sebagaimana yang tercantum pada pasal 28 dan pasal 28 E ayat (3)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu pilar utama dalam hak dasar
warga negara dalam negara demokrasi. Secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kebebasan berpendapat (freedom of speech) berasal dari dua kata
yakni, bebas (kebebasan) yang diartikan sebagai keadaan merdeka atau bebas,
sedangkan pendapat atau berpendapat yakni ide atau gagasan seseorang tentang
sesuatu. Dengan demikian, secara keseluruhan kebebasan berpendapat diartikan
sebagai suatu kemerdekaan bagi seseorang untuk mengeluarkan ide atau gagasan
tentang suatu hal, wujudnya dapat diliat dari seberapa aspirasi mereka miliki dapat
tersalurkan dengan baik tanpa adanya upaya-upaya pembatasan yang dilakukan oleh
otoritas.

Hal ini penting sebagaimana yang dikatakan oleh Wojciech Sadurski yakni
dalam pemerintahan demokratis, rakyat harus diberikan kebebasan untuk memperoleh
sejumlah informasi yang mempengaruhi keputusan kolektif dan perlindungan absolut
untuk menilai dan kontrol terhadap kinerja dari pemerintahan sehingga kebebasan
ekpresif memiliki dimensi politik yang mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan
politik serta gagasan kritis. Hak ini juga digunakan sebagai pintu bagi kebebasan
berkumpul, berserikat dan hak dalam pemilu yang akan melahirkan keberlangsungan
bagi hak-hak dasar lainnya, baik itu ekonomi-politik, maupun sosial dan budaya
lainnya. Namun dalam praktiknya, kebebasan berpendapat sering mengalami
penafsiran ganda melalui pasal-pasal karet sehingga pada akhirnya menyebabkan
pelanggaran ham itu sendiri.

Dinamika Kebebasan Ekspresi di Indonesia

Paradigma perjalanan demokrasi di Indonesia telah mengalami perjalanan


yang amat panjang sejak awal kemerdekaan terwujud di Indonesia. Hal ini terlihat
dari model demokrasi yang diusung di zaman orde lama dan orde baru yakni
demokrasi terpimpin dan demokrasi pancasila. Namun, alih-alih ingin mewujudkan
demokrastis, justru kedua model yang ditawarkan oleh dua rezim tersebut
memunculkan sistem otoriter yang membatasi kebebasan masyarakat untuk dapat
menyuarakan aspirasi dan kepentingan politik. Kondisi yang tentunya sangat
membelenggu gagasan kritis masyarakat untuk dapat terhubung langsung terhadap
aspek pembangunan dan tata kelola pemerintahan. Hingga pada masa kejatuhan rezim
orde baru yang menandakan awal dari reformasi, timbulah tuntutan nyata akan
revolusi penegakan HAM di Indonesia yang lebih baik sehingga kesempatan untuk
dapat menyampaikan pendapat dengan baik melalui tulisan ataupun lisan, dapat
berpartisipasi dalam pemerintahan dan kemudian dapat berorganisasi. Kondisi ini
setidaknya lebih baik dari periode rezim sebelumnya dan semakin menuju arah yang
lebih baik walaupun dalam implementasinya belum begitu optimal.

Dewasa ini terlihat di Indonesia terlihat adanya stagnasi atau penurunan


semangat dalam mewujudkan demokrasi dan ini tercermin dari predikat ‘negara
dengan demokrasi yang lemah (flawed democracy) oleh indeks demokrasi keluaran
The Economist Intelligence Unit pada tahun 2019. Pemerintah dinilai terlalu anti
kritik dan kerap kali menggunakan aparat hukum sebagai tangan kanan pemerintah
untuk membungkam suara rakyat yang semakin masif dan kreatif. Bahkan,
pembungkaman dilakukan sebelum suara rakyat tersebut disuarakan. Survei yang
dilakukan oleh Indikator menunjukkan sebanyak 57,7% masyarakat setuju bahwa
aparat pemerintah semakin semena-mena dalam menangkap warga yang dinilai tidak
sejalan dengan pandangan politik dengan pemerintah. Tercatat sejak Januari 2021
telah terjadi sedikitnya 26 kasus pembatasan kebebasan berekspresi yang mencakup
seperti: penghapusan mural, persekusi pembuatan konten, penangkapan warga atas
kritik yang diberlakukan selama PPKM, penangkapan terkait UU ITE, hingga
penangkapann yang dilakukan aparat negara terhadap warga yang membentangkan
poster yang digunakan sebagai sarana penyampaian aspirasi kepada presiden
Indonesia. Hingga pada saat ini masi kerap kita temui adanya kesulitan dalam upaya
penyampaian pendapat yang akan dilakukan oleh rakyat terkait kebijakan yang
dilakukan pemerintahan tahun 2022

Lebih lanjut, berdasarkan survei terkait kebebasan berpendapat dan


berekspresi oleh Komnas HAM bersama dengan Litbang Kompas di 34 provinsi di
Indonesia pada tahun 2020 menunjukkan hasil sebanyak 36% responden merasa tidak
bebas menyampaikan ekspresi di media sosial. Lalu, 66% responden khawatir akan
keamanan akun atau data pribadi mereka rentan diretas atau disalahgunakan.
Kemudian, sebanyak 29% responden menilai bahwa mengkritik pemerintah adalah
isu paling tidak bebas untuk dinyatakan dan diekspresikan. Terakhir, sebanyak 80%
responden khawatir bahwa dalam keadaan tertentu, pemerintah dengan seketika atau
akan menyalahgunakan kekuasaannya untuk membatasi kebebasan berpendapat dan
berekspresi. Pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak terlepas dari
isu-isu besar yang menjadi perhatian public seperti kasus TWK, KPK, pembahasan
Omnibus Law, korupsi, kritik terhadap institusi atau lembaga negara, penanganan
pandemi, RUU KHUP dan RUU Kesehatan baru-baru ini.

Kondisi di atas menunjukkan adanya kekhawatiran akan ancaman yang


dirasakan oleh rakyat terhadap kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat di
ruang publik. Semakin sulit aspirasi tersalurkan, semakin sulit demonstrasi terlaksana
ditambah aparat yang semakin agresif, maka kinerja demokrasi akan semakin
tertekan. Lebih lanjut, Koordinator Kontra Fatia Maulidiyanti menyatakan bahwa
“Pemerintahan Joko Widodo masih alergi dengan kritikan-kritikan yang disampaikan
oleh warganya. Hal ini kontradiktif dengan pernyataan presiden untuk
mempersilahkan kritik, tapi tidak menjamin ruang dan bentuk ekspresi kritik warga
negara” dalam keterangan tertulis pada 14 September 2021 silam.

Sejauh Mana Pembatasan Kebebasan Berekspresi Dan Berpendapat

Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi maka segala hal yang
membatasi kebebasan ekspresi dan berpendapat di ruang publik harus dihindari
karena pemerintah harus selalu siap menerima kritik dan saran dari pemegang
kedaulatan tertinggi yaitu rakyat. Pemerintah hanya berhak membatasi kebebasan hak
tersebut dengan mempertimbangkan indikator sesuai dengan prinsip-prinsip
Johannesburg, ada beberapa prinsip dalam pembatasan hak dasar kebebasan
berekspresi, yaitu: 1) Adanya ketentuan hukum yang jelas dan aksesibel, 2) Tujuan
yang jelas dan sah, 3) Kaitan dengan kepentingan keamanan nasional, 4) Kesesuaian
dengan prinsip-prinsip demokrasi, 5) Keadaan darurat dan kewajiban hukum
internasional dan 6) Tidak ada diskriminasi

Kesimpulan

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu indikator keberhasilan sistem


pemerintahan yang berdaulat serta demokrasi yang sesungguhnya, kembali lagi
bahwa rakyat menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di suatu negara maka pendapat
mereka sudah seharusnya didengar dan dijamin perlindungannya, bentuk dari adanya
kebebasan berpendapat ini tidak hanya terbatas pada lisan atau ucapan semata.
Melainkan juga melalui tulisan, buku, diskusi, maupun kegiatan pers, karena pada
dasarnya setiap warga negara secara sah dapat mengemukakan apa yang ada dalam
pikirannya baik itu berupa pendapat atau pandangan maupun kritikan. Namun,
pengekspresian tetap juga harus mempertimbangkan rambu-rambu norma sosial dan
budaya yang ada. Dengan demikian, hak akan kebebasan berpendapat dapat
tersalurkan dengan baik tanpa merugikan hak dasar masyarakat lainnya sehingga
dapat memupuk rasa persaudaraan dan kerukunan bersama.
Daftar Pustaka

Komnas HAM Republik Indonesia. (2022, Desember 21). Kekhawatiran


Masyarakat di Ruang Publik, Ancaman Bagi Kebebasan Berpendapat dan
Berekspresi di Indonesia. Retrieved from komnasham.go.id:
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2022/12/21/2294/kekhawatiran-
masyarakat-di-ruang-publik-ancaman-bagi-kebebasan-berpendapat-dan-
berekspresi-di-indonesia.html
Huntington, Samuel P., “Democracy’s Third Wave”, Journal of Democracy, Vol. 2,
No. 2, 1991.

The Economist Intelligence Unit, Democracy Index 2018: Me Too? Political


Participation, Protest and Democracy,
https://www.eiu.com/topic/democracyindex.

Sadurski, Wojciech, Freedom of Speech and its Limits, Boston: Kluwer Academic
Publishers, 1999.

Aulia, Y. (2019). Aktualisasi Kebebasan Berpendapat di Negara Demokrasi yang


Lemah: Perbandingan Indonesia dan Singapura. Padjadjaran Law Review, 7(2),
1-14.

Febrianasari, S. A. (2022). KEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM


PERSPEKTIF KEDAULATAN RAKYAT. Souvereignty, 1(2), 238-246.

Melina, C. (2018). Kebebasan Berekspresi di Era Demokrasi: Catatan Penegakan


Hak Asasi Manusia. Lex Scientia Law Review, 2(2), 189-198.
CURRICULUM VITAE

Data Pribadi
Nama : Farid Fahlevi
NIM : 2001101010056
Tempat/ Tanggal Lahir : Banda Aceh, 4 Maret 2002
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Fakultas/ Prodi/ Semester : Ekonomi Bisnis/ Ekonomi Pembangunan/ VI
Universitas : Universitas Syiah Kuala
Alamat Universitas : Jl. Teuku Nyak Arief No.441, Kopelma Darussalam,
Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh 23111
IPK Terakhir : 3.90
Agama : Islam
Tinggi/ Berat Badan : 175 cm/ 70 kg
Golongan Darah :O
Status Perkawinan : Belum kawin
Kewarganegaraan : WNI
Alamat rumah : Jl. Soekarno-Hatta, Lrg. Meunasah, Komplek Griya
Lavender No 2, Gp Lampeout, Kec Bandar Raya, Kota
Banda Aceh
Email : faridfahlevi0@gmail.com
Telepon : 0852-9278-9056

Riwayat Pendidikan
 MIN Teladan Kota Banda Aceh (Sekarang MIN 7)
 SMPN 3 Kota Banda Aceh
 SMAN 1 Kota Banda Aceh (Jurusan IPA)
Publikasi
 Optimalisasi Sektor Migas di Aceh Melalui Transformasi Digital di Era
Revolusi Industri 4.0 (UnimalNews, 20 Januari 2022)
 Peningkatan Kesadaran masyarakat dalam berinvestasi pasar modal melalui
sekolah pasar modal di gampong lamgapang (Jurnal Pengabdian Aceh, Vol 3,
No 1, Hal 91-96, 2023)

Prestasi Akademik
 Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Ilmiah Se Aceh Universitas Malikussaleh
dan Premier Oli Andaman (Nov 2021)
 Top 20 Lomba Esai Nasional Opinia Writers and Creators Festival 2021 (Nov
2021)
 Juara 2 Infografis Nasional Journival Event 2021 (Des 2021)
 1st Runner Up Business Plan Competition HMTP Edupreneur Festival
Universitas Negeri Jakarta (Agustus 2022)
 Juara 2 National Business Plan IEFEST 1 2022 (Nov 2022)
 Juara 1 National Business Case IEFEST 1 2022 (Nov 2022)

Demikianlah riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan dapat
dibuktikan kebenarannya
Banda Aceh, 6 Agustus 2023
Hormat Saya

Farid Fahlevi

Anda mungkin juga menyukai