Anda di halaman 1dari 6

NEGARA DEMOKRASI BERDASARKAN

HUKUM DAN HAM

OLEH :

 Nurazizah Aris
 Rifky Agustian
 Irwansyah
 Firman Andika

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT


TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan dengan mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Isu mengenai demokrasi akan selalu berhubungan dengan isu
mengenai hak asasi manusia. Perjuangan menegakkan demokrasi merupakan upaya umat
manusia dalam rangka menjamin dan melindungi hak asasinya, karena demokrasi merupakan
salah satu sistem politik yang memberi penghargaan atas hak dasar manusia. Demokrasi
bukanlah hanya sebatas hak sipil dan politik rakyat, namun dalam perkembangannya
demokrasi juga terkait erat dengan sejauh mana terjaminnya hak-hak ekonomi dan sosial
budaya dari rakyatnya. Dengan demikian hak asasi manusia akan terwujud dan terjamin oleh
negara yang demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara
mampu menjamin tegaknya hak asasi manusia.
I PEMBAHASAN

A. Negara Demokrasi Berdasarkan Hukum


Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa, “Negara Indonesia ialah
Negara hukum .” Ketentuan mengenai negara hukum ini secara tegas tercantum dalam
rumusan UUD RIS Tahun 1949 dan UUDS Tahun 1950, tetapi tidak tercantum secara
eksplisit dalam Pasal UUD 1945. UUD 1945 hanya menyebutkan dianutnya prinsip
Negara hukum ini dalam penjelasanya, yang dengan menyatakan bahwa Indonesia
menganut paham Negara hukum atau “Rechstaat” bukan “Machstaat” atau Negara
kekuasaan. Dalam perubahan (amandemen) keempat pada tahun 2002 , konsepsi
Negara hukum atau Rechstaat yang sebelumnya hanya tercantum dalam penjelasan
itu, baru dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Jimly Asshiddiqie lebih jauh lagi menguraikan bahwa dalam konsep Negara
hukum tersebut , diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika
kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik atau ekonomi. Karena itu, jargon
yang biasa digunakan untuk menyebut prinsip Negara hukum adalah “the rule of law,
not a man”. Semula rezim pemerintahan yang dipraktekkan dalam sejarah umat
manusia adalah prinsip “rule of man”, yaitu kekuasaan pemerintahan sepenuhnya
ditangan orang kuat. Prinsip ini kemudian berubah menjadi “rule by law”, dimana
manusia mulai memperhitungkan pengtingnya peranan hukum sebagai alat
kekuasaan. Baru pada tahap perkembangan terakhir ini, pada pokoknya,yang disebut
sebagai pemerintahan adalah hukumitu sendiri sebagai satu system. Sedangkan ,orang
per orang yang menjalankan hukum itu hanya bertindak sebagai “wayang” dari
skenario sistem yang mengaturnya.
Dalam sejarah modern, gagasan Negara hukum itu sendiri dibangun dengan
mengembangkan perangkat hukum sebagai system yang fungsional dan berkeadilan,
denga menata supra dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang
tertib dan teratur, sertamembangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan
impersonal dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.
Negara Hukum yang berlandaskan pada sistem demokrasi dapat disebut
sebagai negara demokratis, sebagai perkembangan lebih lanjut dari demokrasi
konstitusional. Disebutkan negara hukum demokrasi karena di dalamnya
mengakomodasi prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam
azas legalitas, ditegaskan bahwa: Pembatasan kebebasan warga negara harus
ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan peraturan umum.
Pemerintahan berdasarkan undang-undang. Pemerintah hanya memiliki kewenangan
yang secara tegas diberikan oleh UUD atau UU lainnya.Undang-undang secara umum
harus memberikan jaminan terhadap warga negara dari tindakan yang sewenang-
wenang. Kewenangan pemerintah tidak boleh dipusatkan pada satu lembaga, tetapi
harus dibagi-bagi pada organ-organ yang berbeda agar saling mengawasai yang
bermaksudkan untuk menjaga keseimbangan. Begitu pula dalam prinsip-prinsip
demokrasi. Kekuasaan politik tertinggi dalam suatu Negara dalam masyarakat
diputuskan oleh badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan umum. Organ-
organ pemerintah dalam menjalankan fungsinya sedikit banyak tergantung secara
politik yaitu kepada lembaga perwakilan. Karena itu Pemerintah harus dapat dikontrol
dan rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan. Keputusan-keputusan
penting, yaitu undang-undang, diambil bersama-sama dengan perwakilan rakyat yang
dipilih berdasarkan pemilihan umum yang bebas dan rahasia. Hasil dari pemilihan
umum diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan rakyat dan untuk pengisian
pejabat-pejabat pemerintahan. Siapapun yang memiliki kepentingan yang dilanggar
oleh tindakan penguasa, harus diberi kesempatan untuk membela kepentingannya.
Intinya, demokrasi tidak bisa dibiarkan jalan sendiri tanpa dibarengi dengan koridor
hukum.

B. Negara Demokrasi Berdasarkan HAM


Seperti pada hak asasi manusia, adalah nilai dan martabat manusia yang
menjustifikasi kedua prinsip dasar demokrasi tersebut. Sejatinya setiap manusialah
yang menentukan apa yang baik bagi hidupnya. Persis karena itu pula dalam
kapasitasnya sebagai warga negara, ia berhak untuk ikut memutuskan urusan-urusan
kolektif yang mempengaruhi hidup mereka. Sebaliknya, negara harus akuntabel pada
warga negaranya.
Hak untuk turut menentukan urusan kolektif ini dimiliki oleh semua warga negara
dengan martabat kemanusiaan yang sama. Di dalam masyarakat yang sederhana
dengan jumlah anggota yang kecil, maka proses itu biasa dilakukan secara langsung.
Sedangkan dalam masyarakat yang besar dan kompleks, hal itu dilakukan secara tidak
langsung – melalui perwakilan.
Untuk merealisasikan kedua prinsip dasar demokrasi itu secara efektif dibutuhkan
kerangka kerja hak asasi. Jaminan hak-hak atas kebebasan berkeyakinan, bergerak,
berekspresi, berkumpul dan berorganisasi merupakan syarat yang diperlukan bagi
warga agar suara dan keterlibatan mereka dalam urusan-urusan publik efektif. Hak
asasi memberdayakan warga negara ketika mereka secara kolektif berkumpul untuk
menyelesaikan problem-problem mereka, atau untuk melindungi dan
memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka, atau dalam meyakinkan sesama
warga negara dalam mempengaruhi kebijakan negara. Hak-hak untuk bebas dari
penyiksaan, penangkapan secara semena-mena dan proses hukum yang berkeadilan
memberi jaminan tiadanya kesewenang-wenangan atas diri warga.
Kesetaraan politik yang diekpresikan dalam diktum „satu orang satu suara‟
mensyaratkan adanya kesempatan yang sama dari setiap warga untuk mengendalikan
proses pengambilan keputusan pada persoalan-persoalan yang mempengaruhi hidup
mereka. Prinsip ini mensyaratkan sikap non-diskriminatif, yang merupakan norma
dasar dari hak asasi; yaitu bahwa setiap manusia memiliki hak dan kebebasan yang
sama. Hal ini antara lain diakui dalam International Bill of Human Rights (DUHAM,
Kovenan Internasional Hak Sipil Politik, Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya) yang menyatakan bahwa setiap manusia tidak dapat diperlakukan secara
diskriminatif berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat
dan keyakinan politik, asal usul, kelahiran dan status lainnya. Norma ini memberi
dasar bagi kesetaraan politik warga negara dalam melaksanakan kendali atas
persoalan-persoalan kolektif mereka.

C. Negara Demokrasi Berdasarkan Hukum Dan HAM


Pentingnya hak asasi bagi demokrasi tidak hanya berlaku pada hak-hak sipil
politik namun juga pada hak-hak sosial ekonomi. Jika demokrasi lebih banyak dilihat
berelasi dengan hak-hak sipil dan politik, karena hak-hak ini yang paling nyata
memiliki hubungan pada proses pengambilan keputusan dan proses-proses
partisipatoris. Namun, hak itu mungkin tidak mempunyai banyak arti bagi seorang ibu
yang bersama putra putirnya kelaparan atau tidak memiliki tempat tinggal yang layak.
Mereka memerlukan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dan
pengembangan diri tersebut. Hak-hak sosial ekonomi seperti pendidikan, pangan dan
pekerjaan memberi kemampuan warga untuk menggunakan hak-hak sipil politik.
Jaminan hak-hak sosial ekonomi perlu bagi demokrasi agar warga negara
memiliki kapasitas atau sumber daya yang cukup untuk menggunakan kebebasan dan
hak-hak sipil politik tersebut dan pada gilirannya untuk terlibat mengendalikan
urusan-urusan kolektif. Hak-hak sosial ekonomi memberi kapasitas warga negara
untuk menjadi agen demokrasi. Lihatlah petani sebagai contoh.
Pelanggaran hak-hak petani selama berpuluh-puluh tahun atas tanah dan reformasi
agraria, sebagaimana yang dilindungi oleh pasal 11 Konvensi MInternasional Hak
Ekonomi Sosial Budaya [KIESB] telah mengurangi efektifitas petani dalam
berpartisipasi dalam urusan publik terutama yang menyangkut kepentingan mereka.
[Deklarasi Petani, 2002] Kedua, tiadanya jaminan atas hak sosial ekonomi akan
menghilangkan kualitas hidup publik. Ketiga, tiadanya pemenuhan hak-hak sosial
ekonomi akan menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya sikap-sikap intoleransi dan
kebijakan-kebijakan yang represif. Hal ini berarti terkikisnya institusi-institusi
demokrasi.
Sebagai negara hukum, dalam penjabaran hak asasi manusia, negara Indonesia
mengacu pada Pancasila dan UUD 1945. Perspektif Pancasila dan UUD 1945
terhadap hak asasi manusia harus dilakukan secara menyeluruh sebagai suatu sistem
yang di dalamnya memuat ruang gerak kehidupan kenegaraan yang bukan saja saling
bergantung, tetapi juga saling memberikan kontribusi.
Dari ketiga ciri yang melekat pada suatu negara hukum, maka akan nampak jelas,
jika pemerintahan suatu negara memberikan pernyataan bahwa negaranya adalah
negara hukum, maka negara tersebut harus memiliki ketiga ciri tersebut. Oleh karena
itu untuk mengetahui apakah suatu negara dapat dikategorikan sebagai suatu negara
hukum atau tidak dapat ditelusuri dari unsur-unsur yang melekat padanya. Demikian
juga dalam kaitannya dengan hak asasi manusia yang merupakan salah satu ciri dari
negara hukum sebagaimana disebutkan sebelumnya, perlindungan terhadap hak asasi
manusia atau tidak daapt ditelusuri unsur-unsur yang terdapat dalam negara hukum
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai