Anda di halaman 1dari 12

CRITICAL JURNAL REVIEW

RASIONALISME DAN EMPIRISME


Kontribusi dan Dampaknya Pada Perkembangan Filsafat Matematika
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen : Andi Ilmi Utami Irawan, M.I.P

Disusun oleh :
1. Dea Anggraini (223020703088)
2. Kevin Yodihel Dalin Sari (223020703109)
3. Christina Rodame Hutasoit (223020703096)
KELAS A
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
OKTOBER 2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Defenisi Critical Jurnal Review
Critical Jurnal Review atau biasa disingkat CJR merupakan sebuah kegiatan yang
dilakukan untuk mengulas sebuah jurnal agar mahasiswa/I atau orang yang melakukan CJR
dapat mengetahui dan memahami terkait isi sebuah jurnal dengan melakukan evaluasi
(penaksiran atau penilaian). Mengkritik jurnal (Critical Jurnal Review) dilakukan dengan
menelaah apa saja keunggulan dan kelemahan sebuah jurnal, mencari hal menarik dan
bagaimana jurnal tersebut berpengaruh pada pola pikir pembaca.
Mengkritik jurnal bermanfaat untuk melatih kemampuan kita dalam mengulas,
mengevaluasi dan menganalisis kajian sebuah jurnal. Kegiatan mengkritik jurnal dapat dilakukan
hanya apabila sudah membaca serta memahami keseluruhan isi jurnal. Dengan demikian, kita
dapat menilai, mengkritik, dan juga membandingkannya dengan jurnal karya orang lain ataupun
jurnal lain karya penulis yang sama terkait kelebihan dan kekurangan jurnal tersebut. Dalam
menulis sebuah critical review, kita dapat menyampaikan pendapat termasuk saran dan kritik
terhadap sebuah jurnal setelah mengetahui kualitas dari jurnal tersebut.
Critical review jurnal juga diharapkan menjadi salah satu sarana untuk menumbuhkan
minat baca mahasiswa/i yang di era sekarang sudah sangat menurun. Penulis harus membaca
berkali-kali dan memahami betul isi sebuah jurnal agar dapat memadankan hasil reviewnya
dengan karya jurnal yang dikritik. Hasil dari kritikal jurnal ini juga bermanfaat bagi orang lain
yang butuh refrensi jurnal atau buku dengan memperhatikan hasil dari review yang dilakukan.
2. Tujuan Critical Jurnal Review
Tujuan dari mengkritik jurnal adalah mengulas secara rinci dan mendalam terkait isi
jurnal yang ingin dikritik. Dalam arti, kita akan mendapat pengetahuan tentang identitas jurnal,
rincian jurnal, kelebihan dan kekurangan jurnal secara keseluruhan yang ditinjau dari berbagai
aspek. Selain daripada itu, mengkritik jurnal juga bertujuan untuk melatih kemampuan menelaah
dan mengulas, menambah pengetahuan, menambah minat baca, serta mengasah kemampuan kita
dalam memberi saran dan kritik sesuai dengan realita.
Pada critical review ini juga penulis akan melakukan perbandingan antara jurnal yang
akan dikritik dengan beberapa jurnal lain untuk mendapatkan hasil review dari proses berpikir
kritis dan realistis. Tujuan dasar penulis melakukan critical jurnal review ini adalah untuk
menyelesaikan sebuah tugas mahasiswa/i yang merupakan poin penting untuk mendapat nilai
dalam mata kuliah filsafat ilmu.
3. Manfaat Critical Review Jurnal
Seperti dijelaskan pada defenisi dan tujuan critical review jurnal sebelumnya, bisa kita
tarik banyak manfaat dan guna dari mengkritik jurnal ini. Penulis yang merupakan mahasiswa/i
jurusan ilmu pemerintahan perlu mengetahui bagaimana sistematika mengkritik sebuah jurnal
karena memiliki banyak manfaat yang akan berguna selama perkuliahan. Dengan melakukan
critical jurnal review, mahasiswa/i diharapkan akan memiliki modal yang kuat dalam menulis
sebuah jurnal sesuai kaidah dan aturan yang berlaku pada penelitian, misalnya jurnal penelitian
untuk penulisan skripsi yang akan datang. Jurnal yang akan dikritik pada kali ini merupakan
sebuah jurnal yang terkait dengan mata kuliah Filsafat Ilmu. Jurnal yang berjudul “Rasionalisme
dan Empirisme-Kontribusi dan Dampaknya Pada Perkembangan Filsafat Matematika” dijadikan
bahan untuk melalukan critical review jurnal karena akan memberi pengetahuan pada
mahasiswa/i yang berkaitan dengan mata kuliah filsafat ilmu, dimana ilmu tersebut akan
berguna dalam pembelajaran filsafat ilmu nantinya.
BAB II
RINGKASAN JURNAL
IDENTITAS JURNAL UTAMA
Judul Jurnal : RASIONALISME DAN EMPIRISME-Kontribusi dan
Dampaknya Pada Perkembangan Filsafat Matematika
Jurnal : Eksplorasi Historiografi Gorontalo
Volume dan Halaman : Volume 8, Nomor 1
No ISSN : 1693-9034
Tahun : 2011
Penulis : Tedy Machmud

LATAR BELAKANG
Rasionalisme dan Empirisme merupakan dua aliran filsafat yang mengkaji tentang
pengetahuan dan kebenaran. Kedua aliran ini berdampak dan berkontribusi terhadap
perkembangan filsafat matematika.Terdapat perbedaan dan persamaan dari dua aliran ini.
Perbedaannya adalah Rasionalisme percaya bahwa akal adalah sumber utama pengetahuan
sedangkan empirisme percaya bahwa hanya pengalaman indrawi yang membawa pengetahuan
sejati, bukan melalui penalaran murni. Tetapi terdapat pula kesamaan dan kesepakatan dalam
pernyataan filosofis tentang matematika. Baik kaum rasionalis maupun empiris memandang
matematika sebagai ilmu yang berhubungan dengan besaran-besaran fisik, atau objek-objek yang
diperluas, dimana objek-objek tersebut dialami secara empirik. Kaum empiris dan rasionalis juga
sepakat bahwa setelah idea-idea yang relevan didapatkan, maka pemerolehan pengetahuan
matematis akan bersifat independent dari sebarang pengalaman yang lebih lanjut.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk menganalisis dua aliran filsafat yaitu
rasionalisme dan empirisme. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi kontribusi dan
dampak dua aliran filsafat ini pada perkembangan filsafat matematika.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana dampak dan kontribusi aliran filsafat rasionalisme dan empirisme terhadap
perkembangan filsafat matematika?
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jurnal ini mengkaji tentang 2 hal, yakni (1) pengertian rasionalisme dan empirisme, (2)
Perbedaan dan kesamaan rasionalisme dan empirisme, serta kontribusi dan dampaknya pada
perkembangan filsafat matematika.
1. Pengertian, Perbedaan dan Persamaan Rasionalisme dan Empirisme
a. Pengertian Rasionalisme
Rasionalisme pertama kali muncul pada abad 17 yang disebut-sebut sebagai datangnya
abad ‘kelahiran kembali nalar (ratio, reason) manusia’, atau dalam istilah asing disebut ‘the age
of renaissance’. Paham rasionalisme sebenarnya sudah pernah diutarakan oleh beberapa ahli
filsafat pada zaman Yunani kuno , seperti Pythagoras. Namun rasionalisme lebih kontemporer
dengan nama-nama ahli pikir yang hidup diabad ke-17, seperti Renie Descartes (1596-1650) dari
Perancis, Baruch Spinoza (1632-1677) dari Belanda, dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)
dari Jerman. Ketiganya berpendapat untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan kebenaran
tentang alam semesta dapat dilakukan lewat penalaran yang dituntun oleh logika sebagai langkah
dasar.
Ditinjau dari etimologisnya, rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism
yang berakar dari kata latin ratio yang artinya “akal”. Rasionalisme adalah sebuah pandangan
yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran (A. R.
Lacey). Sementara secara terminologis, rasionalisme dipandang sebagai aliran yang berpegang
pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Rasionalisme memandang
pengalaman hanya sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Aliran ini yakin bahwa segala
kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan
manusia tidak didapat dari pengalaman, namun segala ide yang muncul itu pada dasarnya sudah
ada dalam pikirannya manusia sejak dulu. Kaum rasionalis mempunyai pemikiran bahwa
pemikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan
nyata. Menurut mereka prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya
pengalaman itu ditinjau dari prinsip yang disebutkan kaum rasionalis ini.
Contoh dari pemikiran kaum rasionalis ini adalah lilin yang dipanaskan akan mencair dan
berubah bentuk (Descartes). Lilin yang sebelum dan sesudah dicairkan tetap disebut sebuah lilin
meski telah mengalami perubahan bentuk. Descartes beranggapan bahwa akal kita mampu
menangkap ide secara jernih tanpa terpengaruh gejala luar yang ditampilkan lilin. Descartes
merupakan salah satu rasionalis yang menyeleraskan antara akal dan iman. Ia berpendapat bahwa
Tuhan yang memberikan manusia ide karena kalau tidak, keberadaan ide itu tidak akan bisa
dijelaskan. Kaum rasionalis menganggap Tuhan sebagai “Matematikawan Agung” karena
menciptakan dunia dengan meletakkan dasar-dasar rasional, ratio, berupa struktur matematis
yang wajib ditemukan oleh akal pikiran manusia itu sendiri.
b. Pengertian Empirisme
Secara epistemologis, Empirisme berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan
experience yang berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia
yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Empirisme adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial
didasarkan pada pengalaman yang menggunakan indra. Secara terminologis, empirisme memiliki
beberapa arti seperti: Doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam
pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi inovasi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman indrawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal. Francis Bacon (1210-1292), Thomas Hobbes (1588-1679) dan
John Locke (1632-1704) merupakan beberapa ahli yang mengembangkan aliran empirisme.
Kaum aliran empiris berpendapat bahwa pengembangan sebuah sistem pengetahuan
mempunyai peluang besar untuk benar jika dilakukan dengan pengalaman walaupun hasil
pastinya tidak mutlak. “tunjukkan hal itu pada saya” adalah perkataan yang akan keluar dari
mulut seorang yang berpikiran empiris jika kita mengatakan keberadaan sesuatu. Kaum empiris
hanya akan yakin pada pengalamannya sendiri. Contoh simplenya adalah jika kita mengatakan
ada harimau dikamar mandi, seorang yang beraliran empirisme akan meminta penjelasan kita
terkait bagaimana dapat sampai pada kesimpulan tersebut. dia kemudian akan memeriksa
kebenaran pernyataan kita dengan cara melihat harimau tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
Terdapat beberapa ajaran pokok empirisme yaitu sebagai berikut
 Pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi melalui penggabungan pengalaman
 Pengalaman indrawi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan
 Semua pengetahuan bergantung pada data indrawi
 Semua pengetahuan turun secara langsung (kecuali beberapa kebenaran defisional logika
dan matematika
 Akal budi tidak dapat memberi pengetahuan tanpa pengalaman indrawi melainkan akal
budi berperan dalam mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman
 Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.
David Hume (1711-1776) merupakan salah satu tokoh empirisme yang terkenal pada abad
17. Ia mengakumulasikan pemikiran empirisnya dalam sebuah ungkapan singkat yaitu I never
catch my self at any time without a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap
pengalaman saya) lewat sebuah karyanya yang berjudul “Encuiry Concercing Humen
Understanding” (1748). Hume menjelaskan lewat pemikirannya bahwa pengetahuan terangkai
dari pengalaman melalui suatu intuisi dalam diri manusia (impression) dan kemudian menjadi
pengetahuan. Kaum empirisme sangat menekankan dan meyakini bahwa sumber dari segala
pengetahuan adalah pengalaman. Hume juga menganut prinsip epistomogis layaknya filosof
empirisme lain yang berbunyi “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang artinya
“tidak ada satupun ada dalam pikiran yang terlebih dahulu terdapat pada datau-data indrawi.”
Hume berpendapat pikiran kita bekerja berdasarkan tiga prinsip pertautan ide. (1) prinsip
kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada dibenak kita dengan kenyataan di luar.
(2) prinsip kedekatan yaitu bila kita berpikir tentang rumah, maka pemikiran kita juga
menggunakan prinsip kedekatan yaitu tentang adanya jendela, pintu, atap dan perabot sesuai
dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman indrawi sebelumnya. (3) prinsip
sebab akibat yaitu apabila dalam benak kita terlintas luka, maka kita akan berpikir juga sampai
ke rasa sakit yang diakibatkannya. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak ada yang menambah
pengetahuan kita tentang dunia, baik itu kebenaran melalui matematika, logika dan geometri.
Pengetahuan hanya dapat bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara aposteoiori.
c. Perbedaan dan Persamaan Rasionalisme dan Empirisme
Berdasar pada Kartasasmita (2009:32), perbedaan rasionalisme dan empirisme terletak
pada penalaran pada idea-idea. Kaum rasionalis berpendapat bahwa daya pikir manusia
merupakan alat Tangguh untuk penalaran sehingga manusia dapat bernalar secara langsung
tentang ‘eksistensi murni’. Di sisi lain, kaum empiris berpandangan bahwa idea-idea matematis
hanya diperoleh lewat pengalaman sehingga mereka tidak percaya pada ‘eksistensi murni’
substansial yang melandasi objek-objek yang tampak.
Matematika menjadi sarana yang menunjukkan persamaan dan kesamaan pandangan
antara kaum rasionalis dan kaum empiris. Kedua aliran ini memandang matematika berhubungan
dengan besaran-besaran fisik, atau objek-objek yang diperluas dialami secara empirik. Seorang
empiris dan rasionalis akan sepakat setelah idea-idea yang relevan didapatkan, maka
pemerolehan pengetahuan matematis akan bersifat independent dari sebarang pengalaman yang
lebih lanjut. Kesamaan dari pandangan-pandangan tersebut yaitu bahwa kebenaran-kebenaran
matematis adalah apriori, di sisi lain perbedaan utamanya terletak pada sejauh mana pengalaman
indrawi diperlukan untuk memperoleh atau memahami idea-idea yang relevan dan untuk
mempelajarinya.
2. Kontribusi dan Dampak Rasionalisme & Empirisme Pada Perkembangan Filsafat
Matematika
Immanuel Kant merupakan seorang filsuf yang membuat sintesis atas rasionalisme dan
empirisme karena perdebatan antara kaum kedua aliran ini. Pengetahuan matematikan dibagi
menjadi dua sisi, yaitu “superverse” (pengetahuan Apriori) dan “Subserve” (hasil dari sintesis
pengalaman indrawi). Kant mencoba meletakkan dasar epistemologis bagi matematika untuk
menjamin kalau matematika dapat dipandang sebagai ilmu, yaitu dengan menjadikan matematika
sebagai pengetahuan apriori untuk memperoleh kebenaran matematika. Ia berpendapat bahwa
pengetahuan dari matematika diperoleh melalui bentuk apriori dari sensibilitas kita yang
memungkinkan diperolehnya pengalaman indrawi. Kant mengatakan Matematika merupakan
hasil penalaran murni dan sepenuhnya merupakan sintesa-sintesa. Matematika dibangun berdasar
pada konsep-konsep yang intuitif, matematika murni dan intuisi murni.
Kant membuat ilustrasi tentang prosedur penting dalam geometri, yang menghasilkan
pemikiran bahwa proposisi sintetis bersandar pada intuisi langsung dan intuisi itu harus murni
atau ditentukan secara apriori. Ia menyimpulkan bahwa dasar matematika sesungguhnya adalah
intuisi murni. Kant mengacu pada standard Euklidean yaitu bukti bahwa jumlah sudut dalam
sebuah segitiga adalah 1800. Menurut pandangan Kant, analisis konseptual tidak menghasilkan
pengetahuan baru dan hanya mengungkapkkan apa yang tersirat dalam konsep. Hal ini
digunakan sebagai bahan banding matematika menghasilkan pengetahuan baru. Intuisi kita
menghasilkan kelompok objek yang menunjukkan konsep-konsep bersangkutan.
KESIMPULAN
Rasionalisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa akal merupakan sumber
pengetahuan dan kebenaran. Aliran ini meyakini jika segala pengetahuan atau idea tidak didapat
dari pengalaman, melainkan segala idea yang muncul dalam pemikiran pada dasarnya telah ada.
Empirisme merupakan aliran filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan berdasar dari
pengalaman indrawi. Perbedaan kedua ide ini terlihat jelas, yaitu rasionalisme yang
mengandalkan pemikiran atau eksistensi murni, sementara empirisme meyakini idea-idea
matematis hanya diperoleh lewat pengalaman indrawi. Kemudian persamaan dan kesamaan
pandangan rasionalis dan empiris ditunjukkan lewat matematika. Keduanya berpandangan bahwa
kebenaran-kebenaran matematis adalah apriori, dan di sisi lain memiliki perbedaan utama yaitu
sejauh mana pengalaman indrawi diperlukan untuk memperoleh dan mempelajari idea-ide yang
relevan.
Immanuel Kant menjadi tokoh yang menghubungkan rasionalisme dan empirisme lewat
sintesisnya, dimana matematika dibagi ke dalam dua sisi, yaitu sisi subserve (hasil dari sintesis
pengalaman indrawi dan superverse (pengetahuan apriori). Ia mengatakan bahwa pengetahuan
dalam matematika dapat dicari dengan menggunakan paham rasionalisme dan empirisme ini.
Kedua aliran ini berperan penting dalam perkembangan matematika karena dijadikan sebagai
dasar untuk mencari sumber pengetahuan dalam matematika.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Kelebihan Jurnal
a. Topik yang dibahas dalam Jurnal sangat jelas, yaitu tentang apa itu rasionalisme dan
empirisme serta bagaimana dampak keduanya dalam perkembangan matematika.
b. Pembahasan dalam jurnal sangat rinci, mulai dari pengertian Rasionalisme dan
Empirisme berdasar epistemologis dan terminologis, tokoh-tokoh yang
mengembangkannya sampai pada contoh pemikiran kedua aliran ini. Dijelaskan juga
dengan rinci mengenai perbedaan dan persamaan kedua aliran ini serta kontribusi dan
dampaknya pada perkembangan matematika.
c.
d.
e.
2. Kekurangan Jurnal
a. Bahasa yang digunakan dalam jurnal agak rumit sehingga sedikit sulit dipahami dan
harus dibaca beberapa kali.
b. Sistematika penulisan jurnal kurang lengkap yaitu tidak mencantumkan metodologi yang
digunakan pada penelitian serta tidak melampirkan kesimpulan dalam jurnal tersebut.
c.
d.
e.
IDENTITAS JURNAL PEMBANDING 1
Judul Jurnal :
Jenis Jurnal :
Volume dan Halaman :
Penulis :

KELEBIHAN JURNAL





KEKURANGAN JURNAL



IDENTITAS JURNAL PEMBANDING 2
Judul Jurnal :
Jenis Jurnal :
Volume dan Halaman :
Penulis :

KELEBIHAN JURNAL





KEKURANGAN JURNAL




IDENTITAS JURNAL PEMBANDING 3
Judul Jurnal :
Jenis Jurnal :
Volume dan Halaman :
Penulis :

KELEBIHAN JURNAL





KEKURANGAN JURNAL




BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai