Anda di halaman 1dari 5

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PEMIKIRAN AKUNTANSI

PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN


A. Konsep Paradigma
Capra (1991) dalam bukunya Tao of Physics menyatakan bahwa paradigma
adalah asumsi dasar yang membutuhkan bukti pendukung untuk asumsi-asumsi yang
ditegakkannya, dalam menggambarkan dan mewarnai interpretasinya terhadap realita
sejarah sains. Menurut Diamastuti (2012) paradigma adalah cara pandang seseorang
mengenai suatu pokok permasalahan yang bersifat fundamental untuk memahami suatu
ilmu maupun keyakinan dasar yang menuntun seseorang untuk bertindak dalam
kehidupan sehari-hari. Ritzer (1981) menyatakan argumentasinya bahwa paradigma
adalah pandangan yang mendasar dari para ilmuwan atau peneliti mengenai apa yang
seharusnya menjadi kajian dalam ilmu pengetahuan, apa yang menjadi pertanyaannya
dan bagaimana cara menjawabnya
Sebagaimana diketahui, paradigma adalah konsep yang diperkenalkan oleh
Thomas S. Kuhn. Paradigma adalah hasil penelitian dari Thomas S. Kuhn sebagai ahli
sejarah ilmu pengetahuan. Konsep itu diperkenalkan dalam bukunya yang berjudul The
Structure of Scientific Revolutions yang terbit pertama kali pada tahun 1962. Kuhn (1962)
dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution menyatakan bahwa paradigma
adalah gabungan hasil kajian yang terdiri dari seperangkat konsep, nilai, teknik dll yang
digunakan secara bersama dalam suatu komunitas untuk menentukan keabsahan suatu
masalah berserta solusinya.
Dari beberapa pendapat diatas tentang paradigma maka dapat disimpulkan
paradigma adalah cara pandang seseorang mengenai suatu pokok permasalahan yang
bersifat fundamental untuk memahami suatu ilmu maupun keyakinan dasar yang
menuntun seorang untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
B. Pergeseran Paradigma Ilmu Pengetahuan
Pandangan tentang paradigma ilmu pengetahuan nampak akan selalu berubah
antar waktu. Suatu kelahiran paradigma yang baru tidak akan pernah terlepas dari
paradigma sebelumnya. Atau mungkin paradigma yang muncul setelah paradigma
sebelumnya sebagai paradigma yang selalu berusaha untuk memperbaiki kekurangan-
kekurang yang ada pada paradigma sebelumnya. Pergeseran paradigma akan selalu
muncul untuk mendapatkan realitas yang sebenarnya sesuai dengan masa atau waktu

Sri Wahyuni Nur – A023231007 1


MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PEMIKIRAN AKUNTANSI

yang selalu berganti sesuai dengan jaman dan peradaban yang ada di muka bumi ini.
Contoh, apakah paradigma positivis lebih baik atau buruk dari paradigma yang lainnya,
menurut penulis tergantung pada para penganutnya yang bisa memahami dan mengerti
paradigma tersebut.
Kuhn (1962) menyatakan bahwa pergeseran paradigma ilmu pengetahuan akan
menimbulkan suatu kekerasan dan dapat memicu adanya suatu revolusi. Hal ini
disebabkan penganut paradigma tersebut berusaha untuk menggoyang paradigma
sebelumnya agar mereka berada dalam paradigma yang baru. Penganut paradigma yang
baru pada masa itu berusaha untuk memusnahkan dan mengantikan paradigma
sebelumnya dengan jalan mengungkap realitas yang ada dengan menjelaskan segala
bentuk kelemahan pada paradigma sebelumnya. Untuk itu, Mulyana (2003) menyebut 2
faktor yang mendorong terjadinya pergeseran paradigma yaitu:
a. Gugatan para ilmuwan perihal daya eksploratori pendekatan kuantitatif
positivistik terhadap objek kajian
b. Laju perubahan social yang begitu cepat memerlukan pendekatan dan model studi
yang lebih kontekstual dan handal
Pergeseran paradigma tersebut akan munculkan penganut-penganut yang
mempercayai dan meyakini masing-masing paradigma yang ada. Oleh sebab itu, adanya
pergeseran paradigma menciptakan suatu pengembangan dalam paradigma ilmu
pengetahuan.
C. Perkembangan Paradigma Ilmu Pengetahuan
Setelah kita paham mengenai definisi dari ‘paradigma”, maka yang menjadi
pertanyaan saat ini adalah bagaimana seorang dapat menggembangkan suatu paradigma
ilmu. Burrel & Morgan (1979) mengembangkan aspek paradigma tersebut dalam asumsi
meta teoritikal yang mendasari kerangka referensi, model teori dan modus operandi dari
ilmuwan yang berada dalam paradigma tersebut. Semua definisi dari keempat paradigma
tersebut tidak mengindikasikan kesamaan pandangan seutuhnya karena dalam setiap
paradigma pasti terdapat ilmuwan yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Kesamaan yang bisa ditunjukkan hanya dalam konteks dasar dan asumsi, hal inilah yang
membedakan antara satu paradigma dengan paradigma yang lainnya. Sehingga Burrell &
Morgan (1979) membagi paradigma tersebut sebagai a) paradigma fungsionalis (The

Sri Wahyuni Nur – A023231007 2


MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PEMIKIRAN AKUNTANSI

functionalist paradigm), b) paradigma interpretif (The Intrepretive Paradigm), c)


paradigma radikal structuralis (The Radical Structuralist Paradigm) dan d) paradigma
radikal humanis (The Radical Humanist Paradigm).
Sedangkan Chua (1986) membagi paradigma dalam ilmu sosial menjadi 3
paradigma yaitu a) The Functionalist (Mainstream) Paradigm, b) The Interpretive
Paradigma dan c) The Critical Paradigm. Menurut Chua, pernyataan yang diungkapkan
oleh Burrell & Morgan untuk paradigma radikal humanis dengan paradigma radikal
strukturalis dapat digabungkan menjadi satu paradigma yaitu paradigma kritis (The
Critical Paradigm). Sarantakos (1993) dalam Triyuwono (2006) membagi paradigma
yang hampir sama dengan Chua (1986) yaitu 1) The Functionalist (Positivist) Paradigm,
2) The Interpretive Paradigm, 3) The Critical Paradigm. Dari beberapa ilmuwan yang
telah dijabarkan di atas, dalam mengembangkan paradigmanya, dapat dilihat bahwa pada
dasarnya paradigma tersebut sama, karena didasarkan dari 4 dimensi yang ada dalam
filsafat ilmu pengetahuan yaitu dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dimensi
aksilogis dan dimensi metodologis.
1. Dimensi Ontologi
Pada tataran dimensi ontologis, peneliti berada dalam pendekatan objektif
dan akan melihat kenyataan sebagai objek. Artinya, objek adalah sesuatu yang
berada di luar peneliti dan yang bebas dari penelitinya (value free) dan dapat diukur
secara objektif dengan menggunakan instrument. Sedangkan dalam pendekatan
subyektif, kenyataan adalah sesuatu yang ada dan dilibatkan oleh peneliti dalam
penelitiannya dan peneliti juga ikut andil dalam penelitian tersebut (not value free).
2. Dimensi Epistemologi
Peneliti dalam dimensi ini memberikan jarak yang cukup jauh dengan objek
penelitiannya untuk pendekatan objektif sehingga lebih bersifat independent.
Pendekatan objektif atau positivistic lebih menuntut penyusunan kerangka teori.
Sebaliknya untuk pendekatan subyektif atau paradigma alternatif, peneliti justru
berinteraksi dengan objek yang diteliti. Interaksi tersebut bisa berbentuk tinggal
bersama atau mengamati perilaku subjek penelitian dalam jangka waktu tertentu
dan tidak menuntut penyusunan kerangka teori sebagai persiapan awal penelitian.

Sri Wahyuni Nur – A023231007 3


MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PEMIKIRAN AKUNTANSI

3. Dimensi Aksiologi
Dalam pendekatan objektif nilai-nilai yang dianut peneliti tidak boleh
mempengaruhi penelitiannya dengan menghindari pernyataan-pernyataan yang
berkaitan dengan nilai dalam hasil penelitian dengan menggunakan bahasa yang
impersonal, sedangkan dalam pendekatan subyektif justru sebaliknya, bahasa
digunakan sebagai hubungan untuk mendekatkan antara peneliti dengan objek yang
diteliti sehingga lebih bersifat personal.
4. Dimensi Metodologis
Pendekatan objektif lebih menekankan pada logika deduktif dan teoritis dan
pengembangan hipotesis dilakukan untuk menguji hubungan sebab akibat dan
hasilnya cenderung statis. Sedangkan pendekatan subjektif lebih mengarah pada
logika induktif dengan mengandalkan interaksi dari peneliti dengan actor yang
ditunjuk dalam penelitian tersebut, sehingga lebih kaya informasi, lebih kontekstual
dalam menjelaskan teori yang ada.
D. Jenis Paradigma Ilmu Pengetahuan
1. Paradigma Positivisme
Paradigma positivisme berpandangan bahwa teori terbentuk dari seperangkat
hukum universal yang berlaku. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk
menemukan hukum-hukum tersebut.
2. Paradigma Postpositivisme
Aliran yang memperbaiki kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan
pengamatan langsung terhadap objek, dan memandang bahwa suatu hal yang
mustahil bila suatu realitas tidak dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti).
3. Paradigma Critical Theory
Aliran yang digunakan untuk mengkritik, mengubah masyarakat keseluruhan, tidak
hanya memahami dan menjelaskannya, dan berpengaruh terhadap perubahan sosial
dalam mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil.
4. Paradigma Konstruktivisme
Aliran yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan kita sendiri.
Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif dengan membuat struktur,
kategori, konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan.

Sri Wahyuni Nur – A023231007 4


MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PEMIKIRAN AKUNTANSI

REFERENSI
Burrell, G & G. Morgan. 1979. Sociological Paradigma and Organizational Analysis,
Element of the Sociology of Corporate Life. London. Heinemann.
Capra, F. 1991. Tao of Physics, London: Flamingo.
Chua, W. F. 1986. Radical Development in Accounting Thought. The Accounting Review
LXI.
Diamastuti, Erlina. 2012. Paradigma Ilmu Pengetahuan (Sebuah Telaah Kritis).
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kuhn, T.S. 1962, The Structure of Scientific Revolution. Peran Paradigma Dalam
Revolusi Sains. Edisi Terjemahan. Rosda Karya. Bandung.
Mulyana, D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. Rosda Karya. Bandung.
Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah.
RadjaGrafindo Persada. Jakarta.

Sri Wahyuni Nur – A023231007 5

Anda mungkin juga menyukai