Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PARADIGMA KOMUNIKASI

Dosen Matakuliah :

Alex Sobur, Drs., M.Si

Disusun Oleh :

Argya Fauzan

Dewa Irawan Rustam

Edo Ilham Gumelar

Tardha Widara Rochmansyah

Universitas Islam Bandung

Fakultas Ilmu Komunikasi

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan yang maha
esa atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “PARADIGMA KOMUNIKASI” ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi
yang disusun oleh Bapak Alex Sobur. Drs., M.Si

Makalah ini berisi tentang menjelaskan Paradigma Komunikasi. Dalam


penyusunannya kami melibatkan berbagai sumber, baik dari dalam internet maupun
luar internet. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih atas segala dukungan
yang telah diberikan untuk menyelesaikan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis
sebagai manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak
kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna. Karenanya kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Besar harapan penulis makalah ini bisa menjadi inspirasi atau sarana
pembantu masyarakat.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Bandung, Oktober 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah

BAB II : PEMBAHASAN

a. Pengertian Teori dan Paradigma


b. Konstruk Teori
1. Teori Illmu
2. Temuan Substantif Mendasar
3. Hukum-hukum Keteraturan
4. Konstruk Teori Model Korespondensi
5. Konstruk Teori Model Koherensi
6. Konstruk Teori Model Pragmatis
7. Konstruk Teori Iluminasi
c. Konstruk Paradigma
1. Paradigma Cartesian- Newtonian
2. Paradigma Holistik-Dialogis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya suatu teori dirumuskan untuk menjelaskan sebuah fenomena
yang ada. Bangunan suatu teori yang merupakan abstrak dari sejumlah konsep
yang telah disepakatkan dalam definisi-definisi akan mengalami perkembangan, dan
perkembangan itu akan terjadi apabila teori sudah tidak relevan dan kurang
berfungsi untuk mengatasi masalah. Jika suatu teori ingin diakui sebagai ilmiah, teori
ini cocok (compatible) dengan teori-teori lain yang telah diakui sebelumnya. Dan jika
suatu teori memiliki kesimpulan prediktif yang berbeda dengan teori lainnya, maka
salah satu di antara kedua teori tersebut salah.
Penerimaan suatu teori di dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa teori
tersebut memiliki kebenaran mutlak. Setiap teori selalu sudah dipengaruhi oleh
pengandaian-pengandaian dan metode dari para ilmuwan yang telah
merumuskannya. Kemampuan suatu teori untuk memprediksi apa yang akan terjadi
merupakan kriteria bagi validitas teori tersebut. Semakin prediksi dari teori tersebut
dapat dibuktikan, semakin besar pula teori tersebut akan diterima di dalam
komunitas ilmiah. Ketika suatu bentuk teori telah dianggap mapan di dalam
komunitas ilmiah, maka hampir semua ilmuwan dalam komunitas ilmiah tersebut
menggunakan teori yang mapan itu didalam penelitian mereka. Teori yang mapan
dan dominan itu disebut oleh Kuhn sebagai paradigma.
Paradigma adalah cara pandang atau kerangka berfikir yang berdasarkan dari
fakta atau gejala diinterpretasi dan dipahami. Para ilmuwan bekerja dalam kerangka
seperangkat aturan yang sudah dirumuskan secara jelas berdasarkan paradigma
dalam bidang tertentu, sehingga pada dasarnya solusinya sudah dapat diantisipasi
terlebih dahulu. Jika dalam proses kegiatannya menimbulkan hasil yang tidak
diharapkan, atau penyimpangan dari paradigma yang telah disusun oleh Kuhn
disebut sebagai anomali.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pembuat makalah mengemukakan beberapa


permasalahan sebagai berikut :

Bagaimana pengertian teori dan paradigma?

Bagaimana konstruk teori?

Bagaimana Konstruk paradigma?

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/contoh-makalah-filsafat-teori-dan-
paradigma/
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori dan Paradigma

Kata ‘teori” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theorea, yang
berarti melihat, theoros yang berarti pengamatan. sedangkan pengertian teori
menurut terminologi memiliki beberapa pengertian seperti yang dikemukakan oleh
ilmuwan sebagai berikut:

Kerlinger, mengemukakan bahwa teori adalah suatu kumpulan variabel yang


saling berhubungan, definisi-definisi, proposisi-proposisi yang memberikan
pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menspesifikasikan relasi-
relasi yang ada di antara beragam variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan
fenomena yang ada”.

Cooper and Schindler (2003), mengemukakan bahwa, A theory is a set


systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are advanced to
explain and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, defininisi
dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Teori menurut Sugiyono adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan
seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara
umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation),
meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.

Berdasarkan pengertian teori tersebut dapat kita mengemukakan bahwa teori


memiliki komponen-komponen yang terdiri atas: Konsep, fakta, fenomena, defenisi,
proposisi dan variabel.

Kata “paradigma” berasal dari bahasa Yunani yaitu paradeigma yang berarti
contoh, tasrif, model. Paradigma ini dapat pula berarti: 1. Cara memandang sesuatu,
2. Dalam ilmu pengetahuan berarti model, pola, ideal. Dari model-model ini
fenomena yang dipandang, diperjelas, 3. Totalitas premis-premis teoritis dan
metodologis yang menentukan atau mendefenisikan suatu studi ilmiah konkret, 4
Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-
problem riset.

Menurut Nasim Butt (1996) suatu paradigma merupakan teori-teori yang berhasil
secara empiris yang pada mulanya diterima dan dikembangkan dalam sebuah tradisi
penelitian sampai kemudian ditumbangkan oleh paradigma yang lebih progresif
secara empiris.

Di dalam penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan


antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah
rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk
merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang
akan digunakan.

Menurut Husain Heriyanto paradigma adalah seperangkat asumsi-asumsi teoritis


umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama
oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.

Menurut AF. Saifuddin setiap paradigma mengandung teori-teori yang memiliki


logika, prosedur metodologi dan implikasi teoritis sehingga tidak relevan bila suatu
paradigma diperbandingkan apalagi dipertentangkan dengan paradigma yang lain
(lihat Kuhn, 1978). Kritik terhadap suatu paradigma harus berlangsung dalam
paradigma itu sendiri, tidak dari pandangan paradigma yang lain. Dalam bahasa
awam, seekor ular tidak akan sama dengan seekor harimau, maka tidak beralasan
untuk memperbandingkan keduanya apalagi mempertentangkan atau
memperdebatkannya.
B. Konstruk Teori

Bangunan teori adalah abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam
definisi-definisi. Konsep sebagai abstraksi dari banyak empiri yang telah ditemukan
kesamaan umumnya dan kepilahannya dari yang lain atau abstraksi dengan cara
menemukan sejumlah esensi pada suatu kasus, dan dilakukan berkelanjutan pada
kasus-kasus lainnya, dapat dikonstruksikan lebih jauh menjadi proposisi atau
pernyataan, dengan membuat kombinasi dari dua konsep atau lebih. Bangunan-
bangunan teori tersebut antara lain:

1. Teori Ilmu

Teori ilmu memiliki dua kutub arti teori. Kutub pertama adalah teori sebagai
hukum eksprimen muncul beragam, mulai dari hasil eksprimen tersebut meluas ke
hasil observasi fisik seperti teori tentang panas bumi. Kutub kedua adalah hukum
sebagai kalkulus formal dapat muncul beragam pula, mulai dari yang dekat dengan
kutub pertama seperti teori sebagai eksplanasi fisik misalnya teori Galileo tentang
peredaran planet pada porosnya, teori sinar memancar melengkung bila lewat
medan gravitasi. Selanjutnya teori sebagai interpretasi terarah atas observasi seperti
teori sosial statis dan sosial dinamis dari August Comte dan pada ujung kutub kedua
adalah teori sebagai prediksi logik; dengan sifatnya berlaku umum dan diprediksikan
berlaku kapan pun dahulu dan yang akan datang, seperti teori evolusi dari Darwin,
teori relativitas dari Einstein yang memberikan penjelasan alternatif tentang sumber
energi yang memungkinkan matahari menghasilkan energi begitu besar dalam
waktu yang cukup lama.

2. Temuan Substantif Mendasar

Temuan-temuan atas bukti empirik dapat dijadikan tesis substantif, dan diramu
dengan konsep lain dapat dikonstruk menjadi teori substantif. Asumsi keberlakuan
tesis substantif tersebut ada pada banyak kasus yang sama di tempat dan waktu
yang berbeda.

Temuan huruf baca hirogliph Mesir, huruf baca kanji Jepang dan Cina adalah
simbol-simbol untuk benda-benda Huruf baca lebih maju tampil sebagai simbol-
simbol ucapan. Angka-angka Romawi dan Latin adalah simbol-simbol, seperti X
adalah simbol dari 10, L = 50, M = 100, dan seterusnya. Huruf tulis yang kita
gunakan adalah huruf Latin. Jika angka ilmu pengetahuan yang kita gunakan adalah
angka latin, bagaimana matematika dan ilmu eksakta lain akan dapat dikembangkan
dengan huruf-huruf symbol X,L,M, dan lainnya. Angka arab yang kita gunakan dalam
berilmu pengetahuan sekarang ini bukan representasi simbol, melainkan
representasi placed value. Sama-sama angka 5 dengan letak berbeda, berbeda
nilainya. Contoh: 5.555.55. Itu merupakan temuan teori substantif mendasar.

Demikian pula persepsi ilmuwan tentang atom, berkembang. Dari partikel yang
terkecil, sampai ditemukannya unsur radioaktif pada atom, dan ditemukannya unsur-
unsur electron yang berputar mengorbit pada proton yang mempunyai kekuatan
magnetik. Kemudian pada tahun 1937 diketemukan neutron, semacam proton, tetapi
tidak mempunyai kekuatan magnetik. Berat neutron beragam dan inilah yang
menyebabkan atom satu beda beratnya dengan atom yang lain. Temuan teori atom
ini merupakan temuan ilmiah substantif mendasar.

3. Hukum-hukum Keteraturan

a. Hukum Keteraturan Alam

Alam semesta ini memiliki keteraturan yang memiliki determinasi yang cukup
tinggi. Ilmu pengetahuan alam biasa disebut hard science, karena segala proses
alam yang berupa benda anorganik sampai organik dan hubungan satu dengan
lainnya dapat dieksplanasikan dan diprediksikan relatif tepat. Kata relatif tepat
memiliki dua makna : pertama, bila teori yang kita gunakan untuk membuat
eksplanasi atau prediksi sudah lebih baik, dan yang kedua, bila variabel yang ikut
berperan lebih terpantau. Menurut al-Kindi ketertiban alam ini, baik susunan,
interaksi, relasi bagian dengan bagiannya, ketundukan suatu bagian pada bagian
lainnya, dan kekukuhan strukturnya di atas landasan prinsip yang terbaik bagi
proses penyatuan, perpisahan, dan muncul serta lenyapnya sesuatu dalam alam,
mengindikasikan adanya pengaturan yang mantap dan kebijakan yang kukuh.
Tentu ada Pengatur Yang Maha Bijaksana dibalik semua ini, yaitu Allah SWT.
b. Hukum Keteraturan Hidup Manusia

Hidup manusia itu memiliki keragaman yang sangat luas. Ada yang lebih suka
kerja keras dan yang lain menyukai hidup santai, ada yang tampil ulet meski selalu
gagal, yang lain mudah putus asa, ada yang berteguh pada prinsip dan sukses
dalam hidup, yang lain berteguh pada prinsip, dan tergilas habis. Kehidupan
manusia mengikuti sunnatullah, mengikuti hukum yang sifatnya indeterminate.
Mampu membaca kapan harus teguh pada prinsip, kapan diam dan kapan berbicara
dalam nada bagaimana, dia akan sukses beramar ma’ruf nahi mungkar. Manusia
mempunyai kemampuan untuk memilih yang baik, dan menghindari yang tidak baik.
Dataran baik tersebut dapat berada pada dataran kehidupan pragmatik sampai pada
dataran moral human ataupun moral religious. Memilih kerja yang mempunyai
prospek untuk menghidupi keluarga, merupakan kebebasan memilih manusia
dengan konsekuensi ditempuhnya keteraturan sunnatullah; harus tekun bekerja dan
berupaya berprestasi di dunia kerjanya. Untuk diterima kepemimpinannya, seorang
pemimpin perlu berupaya menjadi shiddiq, amanah, dan maksum. Kedaan demikian
berkenan dengan pemikiran Ibnu Bajjah yang membagi perbuatan manusia kepada
perbuatan manusiawi, yaitu perbuatan yang didorong oleh kehendak/kemauan yang
dihasilkan oleh pertimbangan pemikiran, dan perbuatan hewani yaitu perbuatan
instingtif sebagaimana terdapat pada hewan, muncul karena dorongan insting dan
bukan dorongan pemikiran.

c. Hukum Keteraturan Rekayasa Teknologi

Keteraturan alam yang determinate, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


keteraturan substantif dan ketraturan esensial. Seperti Pohon mangga golek akan
berbuah mangga golek. Ketika ilmuwan berupaya menemukan esensi rasa enak
pada mangga, menemukan esensi buah banyak pada mangga, dan menemukan
esensi pohon mangga yang tahan penyakit, ilmuwan berupaya membuat rekayasa
agar dapat diciptakan pohon mangga baru manalagi yang enak buahnya, banyak
buahnya, dan pohonnya tahan penyakit, di sini nampak bahwa ilmuwan mencoba
menemukan keteraturan esensial pada benda organik. Produk teknologi merupakan
produk kombinasi antara pemahaman ilmuwan tentang keteraturan esensial yang
determinate dengan upaya rekayasa kreatif manusia mengikuti hukum keteraturan
sunnatullah.
4. Konstruk Teori Model Korespondensi

Konstruk berfikir korespondensi adalah bahwa kebenaran sesuatu dibuktikan


dengan cara menemukan relasi relevan dengan sesuatu yang lain. Tampilan
korespondensi tersebut beragam mulai dari korelasi, kausal, kontributif, sampai
mutual. Konstruk berfikir statistik kuantitatif dan juga pendekatan positifistik
menggunakan cara ini. (Menurut Bertand Russel suatu pernyataan benar jika materi
pengetahuan yang dikandung oleh pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan/cocok) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu. Misalnya, jika
ada seseorang yang mengatakan “ Ibu kota republik Indonesia adalah Jakarta” maka
pernyataan itu benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta objektif.

5. Konstruk Teori Model Koherensi

Konstruk teori model koherensi merentang dari koheren dalam makna rasional
sampai dalam makna moral. Konstruk koheren dalam makna rasional adalah
kesesuaian sesuatu dengan skema rasional tertentu, termasuk juga kesesuaian
sesuatu dengan kebenaran obyektif rasional.

Aristoteles dalam teori koherensi memberikan standar kebenaran dengan cara


deduktif, yaitu kebenaran yang didasarkan pada kriteria koherensi yang dapat
diungkap bahwa berdasarkan teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Bila kita menganggap benar bahwa “semua manusia pasti mati”
adalah pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si fulan adalah seorang
manusia dan si Fulan pasti mati” adalah benar pula. Sebab pernyataan kedua
adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Konstruk berfikir koherensi kedua adalah yang dilandaskan kepada kebenaran


moral dan nilai. Sesuatu dipandang sebagai benar bila sesuai dengan moral
tertentu. Moral dalam maknanya yang luas menyangkut masalah: right or wrong,
truth or false, justice or unfair, human or inhuman dan lainnya. Hal ini terkait dengan
kehidupan budi yang terjelma dalam proses penilaian itu merupakan ciri manusia
yang terpenting dalam kehidupan individu, masyarakat dan kebudayaan, sebagai
makhluk yang berkelakuan.
6. Konstruk Teori Model Pragmatis

Konstruk teori model Pragmatis berupaya mengkonstruk teorinya dari konsep-


konsep, pernyataan-pernyataan yang bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
atau tidak. Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak; Artinya suatu
pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau implikasinya mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kaum pragmatis berpaling pada
metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang
dianggap fungsional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Agama
bisa dianggap benar karena memberikan ketenangan pada jiwa dan ketertiban
dalam masyarakat. Para ilmuan yang menganut azas ini tetap menggunakan suatu
teori tertentu selama teori itu mendatangkan manfaat.

7. Konstruk Teori Iluminasi

Teori Iluminasi menurut Mehdi Ha’iri Yazdi adalah pengetahuan yang semua
hubungannya berada dalam kerangka dirinya sendiri, sehingga seluruh anatomi
gagasan tersebut bisa dipandang benar tanpa membutuhkan hubungan eksterior.
Artinya hubungan mengetahui, dalam bentuk pengetahuan tersebut adalah
hubungan swaobjek tanpa campur tangan koneksi dengan objek eksternal.

Selanjutnya Iluminasi oleh Yazdi disebut sebagai ilmu hudhuri yaitu pengetahuan
dengan kehadiran karena ia ditandai oleh keadaan neotic dan memiliki objek imanen
yang menjadikannya pengetahuan swaobjek. Ilmu hudhuri tidak memiliki objek diluar
dirinya, tetapi objek itu sendiri ada adalah objek subjektif yang ada pada dirinya.
Oleh sebagian sufi, iluminasi itu adalah pengetahuan diri tentang diri yang berasal
dari penyinaran dan anugerah Tuhan yang digambarkan dengan berbagai ungkapan
dan keadaan. Ada yang menyebutkannya dengan terbukanya hijab antara dirinya
dengan Tuhan, sehingga pengatahuan dan rahasianya dapat diketahui. Ada yang
mengungkapkan dengan rasa cinta yang sangat dalam sehingga antara dia dan
Tuhan tidak ada rahasia lagi. Pengetahuan Tuhan adalah pengetahuannya. Dan ada
yang menyatakan dengan kesatuan kesadaran.
C. Konstruk Paradigma

Para ilmuwan dalam kegiatan ilmiahnya membangun paradigma atas berbagai


konsep, asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum dalam tatanan tertentu,
menyederhanakan yang kompleks yang dapat diterima umum. Di bawah ini
dikemukakan beberapa paradigma antara lain:

1. Paradigma Cartesian- Newtonian

Paradigma ini dicanangkan oleh Rene Descartes (1596-1650) dan Isaac Newton
(1642-1727). Penggunaan istilah paradigma dalam frase “paradigma Cartesian-
Newtonian” mengacu kepada pengertian generik yang diturunkan oleh Thomas
Kuhn, yang dalam masterpiece-nya The structure of Scientific Revolutinons (1970)
Kuhn menggunakan istilah paradigma untuk banyak arti, seperti matriks disipliner,
model, atau pola berpikir, dan pandangan-dunia kaum ilmuwan. Namun pengertian
umum yang lebih banyak dipakai paradigma berarti seperangkat asumsi-asumsi
teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara
bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah. Istilah paradigma dalam frase
paradigma Cartesian-Newtonian digunakan dalam makna yang lebih luas yang tidak
hanya berlaku pada komunitas ilmiah melainkan bekerja pada masyarakat modern
seperti pada umumnya. Paradigma dalam hal ini berarti suatu pandangan-dunia
(world view) atau cara pandang yang dianut secara pervasif dan terkandung di
dalamnya asumsi-asumsi ontologis dan epistemologis tertentu, visi realitas, dan
sistem nilai.

Selanjutnya Paradigma Cartesian-Newtonian mengandung dua komponen


utama, yaitu prinsip-prinsip dasar dan kesadaran intersubjektif. Prinsip-prinsip dasar
itu adalah asumsi-asumsi teoritis yang mengacu kepada sistem metafisis, ontologis,
dan epistemologis tertentu. Sedang kesadaran intersubjektif adalah kesadaran
kolektif terhadap prinsip-prinsip dasar itu yang dianut secara bersama sedemikian
sehingga dapat melangsungkan komunikasi yang memiliki frame of reference yang
sama. Misalnya, konsep ‘maju’ (progress) yang sesuai dengan paradigma Cartesian-
Newtonian adalah bertambahnya kepemilikan dan pengusaan manusia terhadap
alam. Pengertian konsep ‘maju’ seperti itu telah menjadi kesadaran kolektif yang
memungkinkannya komunikasi berlangsung antar manusia modern sedemikian
rupa, sehingga bangsa yang mampu mengeksploitasi alam melalui industri
disepakati untuk digolongkan sebagai bangsa maju atau Dunia Pertama.

2. Paradigma Holistik-Dialogis

Paradigma holistik-dialogis adalah merupakan paradigma alternatif karena


tuntutan pandangan dunia baru dalam upaya memahami fenomena-fenomena global
secara lebih baik, tepat dan sesuai. Pandangan dunia baru itu merupakan
paradigma alternatif terhadap paradigma Cartesian-Newtonian yang dualisme dan
lebih menguasai kesadaran manusia modern dalam kurun waktu tiga ratus tahun
terakhir.

Dengan munculnya gagasan orisinal dari Shadr al-Din al-Shirazi yang lebih
popular dengan nama Mulla Shadra (1572-1641), filsuf Persia yang hidup sezaman
dengan Descartes yaitu gerak trans-substansial (trans-substansial motion, harakat
al-jawhariyyah). Gagasan ini dicetuskan setelah melalui analisis ontologis-metafisis
yang mendalam terhadap eksistensial dan realitas. Ontologis Mulla Shadra memiliki
banyak kesamaan dengan Filsafat proses atau filsafat organisme Alfred North
Whitehead (1815-1974), dapat dianggap sebagai upaya transformasi gerak trans-
substansial kedalam sistim kosmologi yang dinamis. Whitehead telah
mengintroduksi data-data perkembangan sains modern sebagai bagian yang integral
dalam sistem filsafatnya, khususnya pandangan kosmologisnya, sehingga lebih
memperkaya pemahaman terhadap dinamika realitas.

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/contoh-makalah-filsafat-teori-dan-
paradigma/

Anda mungkin juga menyukai