Anda di halaman 1dari 7

Sub Materi Kelompok 8 Metodologi Penelitian

A. Pengertian Landasan Teori


Landasan teori merupakan sebuah konsep dengan pernyataan yang sistematis atau
tertata rapi karena landasan teori ini nantinya akan menjadi landasan yang kuat di
dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Arti lain dari landasan teori
merupakan seperangkat definisi, konsep. proposisi yang telah disusun rapi dah
sistematika mengenai berbagai variabel di dalam sebuah penelitian. Landasan teori ini
akan menjadi dasar yang kuat di dalam penelitian yang akan dilakukan. Oleh sebab
itu, dengan adanya landasan teori dan terciptanya landasan tersebut dengan baik,
maka penelitian akan menjadi salah satu hal yang penting karena landasan teorinya
jelas, sistematis, dan baik yang kemudian jadi dasar atas penelitian tersebut.
Selain itu, landasan teori juga sering dianggap jadi bagian paling penting dari sebuah
penelitian yang memuat tentang berbagai teori dan berbagai hasil penelitian yang
berasal dari studi kepustakaan yang memiliki fungsi sebagai kerangka teori untuk
menyelesaikan pekerjaan yaitu penelitian.
Sehingga secara umum, landasan teori yang memiliki kerangka tersebut berisi
mengenai beberapa konsep lengkap dengan definisi dan berbagai referensi yang akan
digunakan sebagai literatur atau rujukan ilmiah yang relevan dengan teori yang
digunakan untuk menyelesaikan studi atau penelitian tersebut.
Selanjutnya, kerangka di dalam landasan teori tersebut memuat mengenai konsep
serta definisi dan referensi untuk literatur ilmiah yang relevan dan teori yang
digunakan untuk studi dan penelitian. Kerangka tersebut harus menunjukkan
pemahaman mengenai teori dan konsep yang relevan dengan topik penelitian yang
berhubungan dengan bidang pengetahuan penelitian.
Menurut Sugiyono, landasan teori adalah dasar riset yang perlu ditegakkan agar
penelitian memiliki dasar yang kokoh dan bukan sekadar perbuatan coba-coba
atau trial and error.
Menurut Moleong, landasan teori didefinisikan sebagai seperangkat proposisi yang
terintegrasi secara sintaksis (mengikuti aturan tertentu yang menghubungkan secara
logis dengan data yang diamati) dan berperan sebagai wahana untuk meramalkan dan
menjelaskan fenomena yang diamati.

B. Fungsi dan Tujuan Landasan Teori


Fungsi landasan teori meliputi:
1. Menyusun dan meringkas terkait pengetahuan pada suatu bidang tertentu.
2. Sebagai peristiwa atau fenomena yang sedang terjadi dan kemudian dibuat
sebagai keterangan sementara di dalam penelitian.
3. Sebagai kegiatan dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang baru mengenai
apa saja yang ada pada sebuah tulisan.
Selain fungsi, landasan teori juga memiliki tujuan penting sehingga teori tersebut
tercipta dan dimasukkan ke dalam penelitian. Tujuan dari landasan teori antara
lain:
1. Teori digunakan untuk menjelaskan mengenai hal yang terkait atas perilaku dan
sikap di dalam penelitian.
2. Teori juga diperlukan sebagai poin akhir pada sebuah kegiatan penelitian.
Artinya, peneliti di sini akan menjalankan kegiatan penelitiannya secara induktif.
3. Menggunakan perspektif teoretis sebagai panduan umum dalam kegiatan meneliti
yang di dalamnya terkait gender, ras, kelas, dan lain sebagainya.
4. Beberapa penelitian jenis kualitatif tidak selalu menerapkan teori yang terlalu
eksplisit.
5. Teori ini bertujuan untuk menemukan suatu hal baru dan digunakan untuk
menyempurnakan penemuan sebelumnya.

C. Teori dalam Penelitian Kualitatif


Teori dalam penelitian kualitatif merupakan teori perspektif yang berguna untuk
membuat bermacammacam pertanyaaan. Dalam riset penelitian kualitatif teori
berfungsi untuk mengarahkan peneliti dalam bertanya mengumpulkan informasi dan
analisis informasi tersebut. Teori dalam penelitian kualitatif yang berbentuk holistik,
jumlah teori yang wajib dimiliki oleh peneliti kualitatif jauh lebih banyak
dibandingkan kuantitatif, karena sesuai dengan fenomena yang berkembang di
lapangan. Peneliti kualitatif harus menguasai semua teori sehingga wawasannya akan
menjadi lebih luas dan akan menjadi penelitian yang baik. Peneliti kualitatif dituntut
sanggup memahami seluruh teori yang dipelajari. (Metodologi Penelitian ---
Syafrida Hafni Sahir)
Teori kualitatif ini memiliki tujuan yang berbeda-beda di antaranya:
1. Dalam penelitian kualitatif, landasan teori yang digunakan sebagai penjelasan
atas perilaku dan sikap tertentu yang dilengkapi dengan variabel, konstrak, dan
hipotesis penelitian,
Ppeneliti sering menggunakan perspektif teoretis sebagai panduan untuk meneliti
gender, kelas, ras, dan lainnya,
2. Teori yang digunakan sebagai akhir penelitian sehingga penerapannya secara
induktif berdasarkan data, kemudian ke tema umum, dan menuju teori tertentu,
3. Beberapa penilaian kualitatif tidak menggunakan teori yang terlalu eksplisit.

D. Pengertian Paradigma Penelitian


Penelitian pada hakekatnya merupakan wahana untuk menentukan kebenaran atau
untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran itu dapat
dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui modelmodel
tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Selanjutnya Bogdan dan
Biklen (1982;32) menyebutkan bahwa paradigma penelitian adalah "kumpulan
longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dalam penelitian". Secara singkat dapat dikatakan bahwa
paradigma penelitian adalah "seperangkat keyakinan yang didasarkan atas asumsi
tertentu yang disebut aksioma" (FPS IKIP Bandung; 1988: 16 dan L. Moleong; 1989:
32). Terdapat banyak paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah
scientific paradigm (paradigma keilmuan atau paradigma ilmiah) dan naturalistic
paradigm atau (paradigma alamiah). Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan
positivisme sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan post-
positivism sebagaimana yang diuraikan di atas. (PARADIGMA PENELITIAN
Hamzah B. Uno)
Semua disiplin penelitian dilakukan dalam sebuah paradigma.Paradigma penelitian
dipahami sebagai keyakinan dasar di mana teori akan di bangun, yang secara
fundamental mempengaruhi bagaimana peneliti melihat dunia dan menentukan
perspektif dan bentuk pemahaman tentang bagaimana hal-hal yang saling terkait
(Ihwan Susila, 2015). Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut
paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif
dan penelitian kualitatif. Dari segi peristilahan para ahli nampak menggunakan istilah
atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal yang sama. Secara
konsep, paradigma adalah asumsi-asumsi dasar yang diyakini ilmuwan dan
menentukan cara dia memandang gejala yang ditelaahnya. Ia dapat meliputi kode etik,
maupun pandangan dunia, yang mempengaruhi jalan pikiran dan perilaku ilmuwan
dalam berolah ilmu (Sulaiman, 2018). Menurut Ritzer, paradigma membantu
merumuskan tentang apa dan bagaimana persoalan harus dipelajari dan mesti dijawab
(George Ritzer, 2009) Menurut Creswell, 1998 dalam Emzir 2010, alasan seseorang
melakukan penelitian kualitatif antara lain: karena hakikat dari pertanyaan penelitian.
Dalam studi kualitatif, pertanyaan penelitian sering dimulai dengan bagaimana atau
apa. Dengan demikian, permulaan tersebut memaksa masuk kedalam topik yang
mendeskripsikan apa yang sedang berlangsung. Penelitian interpretip tidak
mendefinisikan variabel dependen dan indepennt, tetapi fokus hanya pada
kompleksitas perilaku manusia yang muncul (Emzir, 2010). Sejak dari Thomas Kuhn
kemudian berkembang. Menurut Masterman, Kuhn menggunakan konsep paradigma
sekurang-kurangnya dalam 21 cara yang berlainan. Paradigma menggolongkan,
menetapkan, dan menghubungkan eksamplar, teori, metode, dan instrumen yang ada
di dalamnya. Menurut Kuhn, perjalanan dimulai dari paradigma lama pada normal
sains, lalu dalam perjalannya muncul anomali, yang kemudian melahirkan krisis, lalu
terjadi revolusi sains, hingga muncul teori baru. Penggunaan paradigma dalam
perkembangannya berlangsung secara berbeda. Konsep ini 4 bisa tidak konsisten,
sehingga dalam berbagai keterangan berubah konteks dan arti. Menurut Bryman,
dialektika berlangsung dari Kuhn, Guba dan Lincoln, hingga Ritzer. Kuhn dipandang
sebagai titik awal ide tentang paradigma, yang memberi pengaruh dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan ide Kuhn, Guba dan Lincoln kemudian
mempertajam dalam menuju penelitian baik kualitatif dan kuantitatif (Sulaiman,
2018). Ada dua pandangan besar dalam kegiatan penelitian yang menyangkut metode
yaitu pandangan positivistik dan non positivistik. Dalam paham positivistik, segala
sesuatu atau gejala itu dapat diukur secara positif atau pasti sehingga dapat
dikuantifikasikan. Hal tersebut tidak hanya berlaku dalam ilmu alam saja, tetapi juga
pada ilmu sosial. Dalam ilmu alam, paham positivistik tersebut tidak banyak menemui
kendala karena objeknya adalah materi atau benda. Tetapi ketika diterapkan pada ilmu
sosial, maka bukan saja sulit dilakukan, tetapi juga banyak ditentang oleh ilmuwan-
ilmuwan sosial. Penganut paham positivistik tersebut berpendapat bahwa segala
sesuatu itu tidak boleh melebihi fakta. Dalam paham non-positivistik, kebenaran tidak
hanya berhenti pada fakta, melainkan apa makna di balik fakta tersebut. Dalam ilmu
sosial, di mana kajiannya adalah manusia bukannya benda, maka pandangannya lebih
didominasi oleh pandangan non-positivistik. Dalam konsepsi ini, paham positivistik
diidentifikasikan dengan kegiatan riset kuantitatif, sedangkan paham non-positivistik
diidentifikasikan sebagai kegiatan riset kualitatif. Namun demikian, perbedaan paham
tersebut berdampak positif terutama dijadikan sebagai ajang dialog dalam rangka
untuk mengembangkan keilmuan baik sosial maupun alam, untuk saling melengkapi
kedua paradigma tersebut. Pada awal perkembangan riset kualitatif, terjadi
pertentangan yang sangat tajam dengan riset kuantitatif, yang sebelumnya secara kuat
telah menguasai kegiatan penelitian di segala bidang ilmu. Pada mulanya riset
kualitatif dipandang sebagai kegiatan yang tidak bisa dipercaya dan dipandang tidak
ilmiah. Perdebatan panjang dan saling menyerang telah terjadi dalam waktu yang
cukup lama. Dengan menunjukkan kekuatanya masing-masing, pertentangan tersebut
telah berkembang dan mendudukkan posisi penelitian kualitatif menjadi berbeda,
yaitu sebagai pendekatan yang diakui oleh sebagian besar pakar penelitian dan para
ilmuan sebagai suatu alternatif metodologi penelitian yang bisa digunakan. Pada saat
ini kedua paradigma penelitian tersebut telah dinyatakan sama kedudukannya, dan
bahkan bisa saling membantu untuk memperkuat hasil penelitian. Perdebatan secara
resmi sudah tidak lagi terdapat pada artikel jurnal penelitian di dunia. Perdebatan
sudah dipandang berakhir. Namun banyak yang 5 menyayangkan berakhirnya
perdebatan tersebut, karena ternyata perdebatan tersebut mempunyai dampak positif
terutama dalam meningkatkan kemantapan paradigma penelitian kualitatif. Dalam
menanggapi perkembangan pengetahuan manusia, Auguste Comte sebagai tokoh
positivisme telah merumuskan adanya tiga jaman yaitu jaman teologis, metafisis, dan
positif. Dalam jaman teologis diyakini adanya kuasa adi kodrati yang mengatur gerak
dan fungsi semua gejala alam ini. Kuasa tersebut berada pada tingkat yang lebih
tinggi daripada makhluk insani. Jaman ini dinyatakan terbagi menjadi tiga periode
yaitu animisme, politeisme, dan monoteisme. Pada jaman metafisis, kuasa adi kodrati
tersebut telah digantikan dengan konsep-konsep abstrak, seperti halnya “kodrat”, dan
“penyebab”. Selanjutnya pada jaman positif, manusia telah membatasi diri pada fakta
yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan
dengan menggunakan kemampuan rasionya. Atas dasar itu perkembangan ilmu
pengetahuan juga terbagi menjadi tiga, yang pada awalnya bersifat teologis, kemudian
berkembangan menjadi metafisis, dan selanjutnya dianggap mencapai kematangan
positif. Jaman positif ini berkaitan dengan berkembangnya faham positifisme, yang
menyatakan bahwa pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta, karena ilmu
pengetahuan bersifat faktual. Dilihat dari sejarah jaman keyakinan yang mendasari
perkembangan ilmu menjelaskan bahwa jaman yang satu digantikan oleh jaman
berikutnya, sebagai hasil perkembangan kesadaran manusia dengan pola pikirnya
mengenai kenyataan yang ada di alam kehidupan manusia ini. Dalam kenyataan
selanjutnya, sampai dengan saat ini perkembangan jaman tersebut tidak berakhir
sampai pada positivisme, karena dewasa ini sudah berkembanga faham baru yang
mulai meninggalkan positivisme dan menyajikan keyakinan dengan warna yang
berbeda, dan memulai jaman baru yang disebut jaman pascapositivisme. Dengan
demikian perkembangan jaman keilmuan dinyatakan terdiri dari tiga jaman yakni
jaman prapositivisme, positivisme, dan pascapositivisme. Perkembangan penelitian,
baik dalam ilmu kealaman maupun ilmu sosial, selama ini telah melewati sejumlah
jaman paradigma, dengan periode-periode dimana seperangkat kepercayaan dasar
tertentu membimbing para peneliti dalam cara-cara yang sangat berbeda-beda. Setiap
jaman (prapositivisme, positivisme, dan pascapositivisme) memiliki seperangkat
keyakinan dasar yang unik, merupakan prinsip metefisis, yang harus dipercaya dan
digunakan sebagai petunjuk bagi setiap aksi atau aktivitas. 6 Penelitian kualitatif pada
hakikatnya lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai instrumen.
Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa dalam pendekatan kualitatif peneliti
seyogianya memanfaatkan diri sebagai instrumen, karena instrumen nonmanusia sulit
digunakan secara luwes untuk menangkap berbagai realitas dan interaksi yang terjadi.
Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan
segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh
informan dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi
melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang
berkembang dalam dunia dan lingkungan informan (Mohammad Mulyadi, 2011).
(PENDEKATAN KUALITATIF PARADIGMA, EPISTIMOLOGI, TEORI
DAN APLIKASI Atim Syaiful Bakhri Yusuf Rizal Hanubun)

E. Paradigma Penelitian Kualitatif


Penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami sebuah fenomena atau kejadian
secara mendalam dengan peneliti sebagai instrument utama dan harus cerdas dalam
menafsirkan, mengartikan, memaknai dan menginterprestasikan data yang di dapatkan
menjadi sebuah jawaban atas permasalahan dalam sebuah penelitian. Selain itu,
paradigma penelitian kualitatif juga memandang realitas sosial sebagai suatu yang
utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan memiliki hubungan yan bersifat interaktif.
Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan salah satu jenis
penelitian yang proses penelitiannya menghasilkan data deskriptif dari sesuatu yang
diteliti. Penelitian kualitatif juga menupakan sebuah model penelitian yang
menempatkan manusia sebagai subjek utam dalam suatu perostiwa sosial, sehingga
sebagai subjek manusia memiliki kebebasan untuk berfikir dan menetukan pilihan
atas dasar sistem yang di yakini. Paradigma penelitian jenis ini lebih menekankan
pada proses penelitian dibandingkan dengan hasil karena proses menjadi hal yang
harus diperhatikan, dimana peneliti menempatkan diri seobjektif mungkin agar data
yang dikumpulkan menjadi data yang mampu di pertanggungjwabkan. Adapun
pendekatan yang di pakai paradigma penelitian kualitatif yaitu, diantaranya:
1. Pendekatan fenomologi
Menurut Bogdan dan Biklen seorang peneliti berusaha memahami makna dari
suatu peristiwa dan bagaimana peristiwa tersebut pengaruhya dengan manusia
dalam kondisi dan situasi tertentu. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang
melibatkan peran peneliti untuk memahami arti dari peristiwa yang terjadi dan
mencari tahu pengaruh hal tersebut dengan objek utama. Berikut merupakan
karakteristik dari pendekatan fenomologi:
a. Tidak membuat asumsi-asumsi terkait hal yang dianggap berarti oleh objek
penelitian utama, yaitu manusia.
b. Berfikir dengan tenang agar lebih mudah mendapakatkan kebenaran dari apa
yang diteliti.
c. Melakukan penelitian lebih dalam terhadap manusia sebagai objek utama,
yang di utamakan pada perilaku manusia.
d. Banyak cara yang dapat menafsirkan setiap pengalaman dari setiap individu
melalui interaksi yang akan menimbulkan sebuah makna menjadi sebuah
realita.
e. Peneliti menggunakan pandangan dari subjek yang diteliti.

2. Pendekatan interaksi simbolik

Merupakan sebuah pendekatan yang beranggapan bahwa manusia membentuk


makna melaui proses komunikasi dan berfokus pada konsep diri dan persepsi
yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu lainnya. Berikut
merupakan poko pikiran dari pendekatan tersebut:

a. Pengalaman manusia di jembatani oleh pemaknaan terhadap suatu peristiwa


yang dialami.

b. Manusia sebagai objek utama bertindak bukan atas dasar reaksi atau respon
yang telah ditentukan sebelumnya, melainkan berdasarkan pendefinisian
yang melibatkan peneliti dalam proses interprestasi dan pendefinisian
tersebut melalui observasi partisipan.

c. Interaksi yang terjadi bukan sebuah kegiatan yang terjadi tanpa di sengaja
dan bukan pula kegiatan yang diatur.

d. Interaksi simbolik menjadi paradigma yang menjelaskan secara konseptual.

e. Pendekatan ini dapat digunakan dalam situasi dan kondisi yang bersifat
khusus.

f. Pendekatan ini juga memandang susunan diri sebagai hal yang penting.

3. Pendekatan etnometodologi

Merupakan pendekatan yang melibatkan orang-orang yang berada dalam berbagai


situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat dan lebih berfokus pada bidang
kajian yang diteliti. Jelasnya etnometodologi bukanlah metode yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan menunjuk pada permasalahan
apa yang akan diteliti dan bertujuan untuk mempelajari bagaimana anggota
masyarakat dalam melakukan interaksi sosial.

Anda mungkin juga menyukai