Anda di halaman 1dari 6

LEARNING LOG

Nama : Masyiqah Amaliyah


NIM : 20100119036
Kelas : PAI B ‘19

TEORI-TEORI EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN PAI


A. Pengertian Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antarvariabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang
mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan
pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang
berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori
merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan
fakta-fakta Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima
secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini
mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi
kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
B. Pengertian Teori Ilmu Pengetahuan
Salah satu persyaratan suatu cabang ilmu pengetahuan adalah mempunyai teori. Tak
ada ilmu pengetahuan tanpa mempunyai teori karena inti dari ilmu pengetahuan adalah teori.
Frd N. kerlinger (1986) mendefinisikan teori ilmu pengetahuan sebagai beikut: “A theory is a
set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a
systematic view of phenomena by specifying relations among variable, with the purpose of
explaining and predicting the fenomena".
Maka dari definisi ini mengemukakan tiga hal mengenai teori, yaitu:
1. Teori merupakan suatu set dalil yang terdiri dari konstruksi-konstruksi yang mempunyai
definisi dan saling terkait
2. Teori mengemukakan saling terkaitnya suatu set variable-variabel (konstrukkonstruk),
dan dalam melakukan itu, megemukakan suatu pandangan sistematik mengenai
fenomena yang dilukiskan oleh variable-variabel
3. Teori menjelaskan fenomena. Dalam melakukan hal tersebut teori menjelaskan variable
apa, berkaitan dengan variable apa, dan bagaimana variable-variabel tersebut
berhubungan. Jadi memungkinkan peneliti untuk meprediksi dari variable tertentu ke
variable lainnya.
Setiap cabang ilmu yang mandiri mempunyai banyak teori yang unik khusus untuk
cabang ilmu tersebut. Bagi suatu cabang ilmu, teori-teorinya membentuk kerangka tubuh dari
ilmu tersebut. Teori merupakan tujuan dasar dan sekaligus tujuan akhir dari kegiatan ilmu
atau keilmuan. Sebuah buku telfon bukanlah sebuah ilmu atau karya ilmiah karena tidak
didasarkan pada teori keilmuan tertentu serta tidak dapat menghasilkan teori baru. Sebuah
buku telfon hanya berfungsi menunjuk atau memberi informasi apa adanya, pada orang
tertentu, nomor tertentu, kota tertentu, atau tahun tertentu, dan tidak menunjuk pada suatu hal
yang umum, analisis, penalaran, dan sebagainya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan.
C. Fungsi Teori
1) Menjelaskan terjadinya fenomena
Teori dapat menjelaskan ilmu pengetahuan yang telah dan sedang terjadi. Misalnya,
teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena terjadinya gempa bumi dan
sunami di Aceh.
2) Memprediksi fenomena yang akan terjadi
Misalnya, para ilmuwan ilmu falak dapat menggunakan ilmu falaknya untuk
menetukan kapan terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan di Indonesia secara
tepat tiap tahunnya, bulannya, dan berapa lamagerhana akan berlansung.
3) Membimbing praktik profesi
Misalnya, agar orang dapat menjadi seorang dokter, ia harus mempelajari ilmu
kedokteran dan ilmu kesehatan di fakultas Kedokteran.
4) Mengembangkan ilmu pengetahuan
Suatu penelitian disusun hipotesis yang merupakan jawaban sementara yang disusun
berdasarkan telaah teori-teori mengenai variable yang akan diteliti sehingga hasil dari
hipotesis dapat memperkuat teori yang ada dan dapat juga memperlemah atau
meniadakan teori yang ada.
5) Kehidupan berdasarkan teori ilmu pengetahuan
Dengan adanya ilmu pengetahuan seseorang akan mengelola kehidupan mereka agar
makmur dan sejahtera dan berupaya menyelesaikan problem dengan teori ilmu
pengetahuan
Selain itu juga dapat: (1) membantu menyusun dan mensistematisasikan data maupun
pemikiran tentang data sehingga tercapai pertalian yang logis di antara aneka data yang
semulanya bersifat saling terlepas dan kecau balau. Jadi, teori, dalam hal ini, berfungsi
sebagai pedoman, bagan sistematis, atau acuan; (2) memberi suatu skema atau rencana
sementara mengenai medan yang semulanya belum dipetakan, untuk memberikan arah atau
orientasi bagi proses pemikiran keilmuan; (3) memberi petunjuk atau arahan bagi penelitian
atau penyelidikan lanjut.
Maka, terlihat jelas bahwa terdapat hubungan antara teori ilmiah dan kaidah ilmiah.
Teori ilmiah berisi proposisi-proposisi logis yang berusaha menjelaskan fenomena atau obyek
keilmuan tertentu, dengan menunjuk pada keajegan–keajegan suatu kaidah ilmiah (kaidah
keilmuan) dan juga bersifat prediktif (peramalan). Meskipun demikian, sebuah teori ilmiah
tidak pernah akan menjadi sebuah kaidah ilmiah. Teori ilmiah (teori keilmuan) hanya
mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana telah diketahui dan meungkin
menyarankan kaidah-kaidah tambahan. Teori keilmuan mencoba menerangkan sebuah kaidah
tertentu dengan mengacu pada suatu kaidah (keteraturan atau keajegan berupa hubungan
tertib) yang lebih umum.
D. Pengertian Teori Evaluasi Deskriptif dan Preskriptif
Teori Evaluasi Deskriptif dan Preskriptif merupakan konsep teori program.
Teori preskritif, memfokuskan pada apa yang harus dilakukan dalam keadaan yang
ideal dalam melaksanakan program
Teori deskriptif, memfokuskan pada penjelasan program, yaitu apa yang
sesungguhnya terjadi sepanjang program berfungsi termasuk sumber-sumber
program, aktivitas-aktivitas program, pengaruh program, akibat program dan
spesifikasi rantai asumsi yang menghubungkan asumsi sebab akibat, pengaruh yang
segera akan terjadi, dan tujuan akhir program.
Teori Belajar Deskriptif dan Teori Pembelajaran Preskriptif yaitu :
a. Teori belajar Deskriptif adalah teori yang menjelaskan tujuan dari proses belajar.
sedangkan teori pembelajaran preskriptif adalah teori yang mengutamakan tujuan
optimal dari metode pembelajaran.
b. Teori belajar deskriptif lebih mengutamakan kepada hasil, teori pembelajaran
preskriptif lebih mengutamakan pencapain tujuan. Maka variabel dalam teori
pembelajaran preskriptif pencapaian tujuan yang optimal.
c. Dalam teori belajar menghubungkan variabel untuk mengetahui belajar seseorang
dengan hasil belajar.
d. Teori belajar deskriptif yaitu memberikan hasil sedangakn teori pembelajaran
preskriptif mengutamakan tujuan.
e. Upaya teori pembelajaran dalam memberikan pengaruh terhadap orang lain supaya
terjadi teori belajar.
Maka, berikut ini, perbedaan Teori Belajar Beskriptif dan Teori Pembelajaran
Preskriptif
• Teori Belajar Deskriptif
1. Mengutamakan hasil belajar sebagai variabel yang di hubungkan dalam teori belajar
2. Menghubungkan Psikologi siswa dengan kegiatan belajar
3. Materinya terkonsep sehingga siswa mudah memahaminya
4. Sistemnya jelas dan mudah di pahami
5. Teori belajar sesuai kemampuan anak
• Teori Pembelajaran Preskriptif
1. Menggunakan metode pembelajaran dalam mencapai Tujuan belajar
2. Menghubungkan Psikologi siswa dengan kegiatan pembelajaran
3. Memberikan motivasi kepada siswa untuk giat belajar
4. Memiliki sistem tujuan yang mudah dipahami
5. Menyesuaikan dengan kerja otak
E. Teori Evaluasi Konstruktivis
Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada
proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi
pengalaman atau dengan kata lain. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk
belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk
berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta
dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan
bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif
akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh
subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan
tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep
secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Jadi, teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang
mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif
membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa
ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.
Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang
terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan
pengetahuannya. Maka, unsur-unsur terpenting dalam teori konstruktivistik, yaitu:
- Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
- Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
- Adanya lingkungan social yang kondusif
- Adanya dorongan agar siswa mandiri
- Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
g. Mencari dan menilai pendapat siswa.
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
a) Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang
sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan
ide-idenya secara lebih bebas.
b) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan
ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut,
serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c) Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah
kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi.
d) Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Demikian, dalam teori ini guru berperan untuk membantu agar proses
pengkonstruksikan pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru di tuntut untuk lebih
memahami jalan pikiran atau cara peserta didik dalam balajar. Pandangan ini mengakui
bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan
pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar
manusia secara individual. Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana
mengevaluasinya?
Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih di arahkan pada tujuan
belajar. Sedangkan pandangan Teori Belajar Konstruktivisme menggunakan goal-free
evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik.
Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak di beri informasi tentang tujuan selanjutnya.
Jika tujuan belajar di ketahui sebelum proses belajar di mulai, proses belajar dan evaluasinya
akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada
pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas
belajar siswa.
Pembelajaran dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe
obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi Teori Belajar Konstruktivisme. Hasil belajar
konstruktivistik lebih tepat di nilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang di
gunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif
bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi dalam Teori Belajar
Konstruktivisme dapat di arahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan
yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada
taksonomi Merrill, atau “strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi
Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks
yang luas dengan berbagai perspektif.
F. Peran Teori Evaluasi
1. Evaluasi sangat membutuhkan teori
Teori evaluasi dan teori ilmu social mempunyai pengaruh penting terhadap evaluasi
program modern. Para evaluator berpendapat bahwa teori adalah esensial bagi
evaluasi, akan memulai perencanaan evaluasi dengan mengembangkan teori
mengenai program yang akan di evaluasi yang dimuali dengan menelusuri analisis
kebutuhan yang menghasilkan perlu adanya suatu program untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, tujuan atau sasaran program, pemangku kepentingan yang
dilayani, layanan atau interfensi social yang dilakukan program, pengaruh program
terhadap para pemangku kepentingan, perubahan social yang terjadi.
2. Evaluasi tidak terlalu membutuhkan teori
Sejumlah pakar evaluasi ternama seperti Michael Scriven menyatakan bahwa evaluasi
kurang membutuhkan teori. Michael Scriven menyatakan bahwa evaluator mungkin
melakukan evaluasi program dengan baik tanpa mempergunakan taori evaluasi atau
teori program. Pikiran evaluator yang salah menurut Scriven bahwa dalam
melaksanakan evaluasi ia harus mempunyai logika teori evaluasi dan teori program.
Selain diatas, W. R. Shadish (1990) mengemukakan paling tidak ada enam peran dari
teori evaluasi:
a) Teori evaluasi menyediakan suatu bahadsa yang dapat dipakai para evaluator untuk
membahas evaluasi satu sama lain
b) Teori evaluasi meliputi banyak hal dalam bidang evaluasi yang menjadi perhatian
mendalam para evaluator
c) Teori evaluasi mendefinisikan tma mayoritas konferensi professional evaluasi d)
Teori menyediakan para evaluator dengan identitas berbeda dengan identitas berbeda
dengan identitas professional lainnya
d) Teori evaluasi menyediakan muka yang dikemukakan para evaluator kepada dunia
luar
e) Teori evaluasi menyediakan dasar pengetahuan yang mendefinisikan profesi evaluator
G. Komponen Teori Evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen:
1. Menentukan kriteria, standar praktik, dan pertanyaan evaluatif.
2. Mengumpukan data yang baru terjadi yang mempertimbangkan beberapa pertanyaan
seperti Siapa yang bertanggung jawab dalam pengumpulan data? Kapan data tersebut
diperoleh? Dan saran apa yang akan digunakan untuk memperoleh data?
3. Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
4. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
Kirkpatrick (1998) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam
pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan, dan
sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan atau perubahan
sikap dapat digunakan paper and pencil tast (tes tertulis) sebagai alat ukurnya, evaluasi
program untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dapat digunakan tes kinerja sebagai
alat ukurnya misalnya beberapa program umtuk meningkatkan ketermapilan berkomunikasi
secara lisan dan guru dapat mengevaluasi level kecakapan peserta didik.
Sedangkan Astin (1993) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi agar
hasilnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, ketiga komponen tersebut adalah
masukan, lingkungan sekolah dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi adalah prestasi
belajar peserta didik khususnya pada ranah kognitif saja, ranah efektif jarang diperhatikan
lembaga pendidikan walau semua menganggap hal itu penting karena sulit mengukurnya
apalagi mengevaluasi ketiga komponen tersebut diatas. Kondisi lingkungan sekolah ikut
menentukan kualitas pendidikan namun jarang dievaluasi bahkan tidak pernah dilakukan hal
ini disebabkan oleh instrumen data yang diperlukan sulit disusun dan dijaring. Kondisi
lingkungan sekolah dapat dikategorikan menjadi dua yaitu lingkungan akademik dan
lingkungan sosial, lingkungan akademik berupa kegiatan akademik yang terjadi diluar kelas
didalam sekolah sedangkan lingkungan sosial merupakan hubungan antara pendidik, peserta
didik, kepala sekolah, orang tua murid, masyarakat dan staf pendukung atau karyawan.
Lingkungan akademik dan lingkungan sosial yang sehat dan kondusif ditentukan oleh
pimpinan sekolah dengan dukungan dari warga sekolah.

Anda mungkin juga menyukai