A. Pengertian Teori Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antarvariabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan. Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika. B. Pengertian Teori Ilmu Pengetahuan Salah satu persyaratan suatu cabang ilmu pengetahuan adalah mempunyai teori. Tak ada ilmu pengetahuan tanpa mempunyai teori karena inti dari ilmu pengetahuan adalah teori. Frd N. kerlinger (1986) mendefinisikan teori ilmu pengetahuan sebagai beikut: “A theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variable, with the purpose of explaining and predicting the fenomena". Maka dari definisi ini mengemukakan tiga hal mengenai teori, yaitu: 1. Teori merupakan suatu set dalil yang terdiri dari konstruksi-konstruksi yang mempunyai definisi dan saling terkait 2. Teori mengemukakan saling terkaitnya suatu set variable-variabel (konstrukkonstruk), dan dalam melakukan itu, megemukakan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena yang dilukiskan oleh variable-variabel 3. Teori menjelaskan fenomena. Dalam melakukan hal tersebut teori menjelaskan variable apa, berkaitan dengan variable apa, dan bagaimana variable-variabel tersebut berhubungan. Jadi memungkinkan peneliti untuk meprediksi dari variable tertentu ke variable lainnya. Setiap cabang ilmu yang mandiri mempunyai banyak teori yang unik khusus untuk cabang ilmu tersebut. Bagi suatu cabang ilmu, teori-teorinya membentuk kerangka tubuh dari ilmu tersebut. Teori merupakan tujuan dasar dan sekaligus tujuan akhir dari kegiatan ilmu atau keilmuan. Sebuah buku telfon bukanlah sebuah ilmu atau karya ilmiah karena tidak didasarkan pada teori keilmuan tertentu serta tidak dapat menghasilkan teori baru. Sebuah buku telfon hanya berfungsi menunjuk atau memberi informasi apa adanya, pada orang tertentu, nomor tertentu, kota tertentu, atau tahun tertentu, dan tidak menunjuk pada suatu hal yang umum, analisis, penalaran, dan sebagainya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan. C. Fungsi Teori 1) Menjelaskan terjadinya fenomena Teori dapat menjelaskan ilmu pengetahuan yang telah dan sedang terjadi. Misalnya, teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena terjadinya gempa bumi dan sunami di Aceh. 2) Memprediksi fenomena yang akan terjadi Misalnya, para ilmuwan ilmu falak dapat menggunakan ilmu falaknya untuk menetukan kapan terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan di Indonesia secara tepat tiap tahunnya, bulannya, dan berapa lamagerhana akan berlansung. 3) Membimbing praktik profesi Misalnya, agar orang dapat menjadi seorang dokter, ia harus mempelajari ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan di fakultas Kedokteran. 4) Mengembangkan ilmu pengetahuan Suatu penelitian disusun hipotesis yang merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan telaah teori-teori mengenai variable yang akan diteliti sehingga hasil dari hipotesis dapat memperkuat teori yang ada dan dapat juga memperlemah atau meniadakan teori yang ada. 5) Kehidupan berdasarkan teori ilmu pengetahuan Dengan adanya ilmu pengetahuan seseorang akan mengelola kehidupan mereka agar makmur dan sejahtera dan berupaya menyelesaikan problem dengan teori ilmu pengetahuan Selain itu juga dapat: (1) membantu menyusun dan mensistematisasikan data maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai pertalian yang logis di antara aneka data yang semulanya bersifat saling terlepas dan kecau balau. Jadi, teori, dalam hal ini, berfungsi sebagai pedoman, bagan sistematis, atau acuan; (2) memberi suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semulanya belum dipetakan, untuk memberikan arah atau orientasi bagi proses pemikiran keilmuan; (3) memberi petunjuk atau arahan bagi penelitian atau penyelidikan lanjut. Maka, terlihat jelas bahwa terdapat hubungan antara teori ilmiah dan kaidah ilmiah. Teori ilmiah berisi proposisi-proposisi logis yang berusaha menjelaskan fenomena atau obyek keilmuan tertentu, dengan menunjuk pada keajegan–keajegan suatu kaidah ilmiah (kaidah keilmuan) dan juga bersifat prediktif (peramalan). Meskipun demikian, sebuah teori ilmiah tidak pernah akan menjadi sebuah kaidah ilmiah. Teori ilmiah (teori keilmuan) hanya mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana telah diketahui dan meungkin menyarankan kaidah-kaidah tambahan. Teori keilmuan mencoba menerangkan sebuah kaidah tertentu dengan mengacu pada suatu kaidah (keteraturan atau keajegan berupa hubungan tertib) yang lebih umum. D. Pengertian Teori Evaluasi Deskriptif dan Preskriptif Teori Evaluasi Deskriptif dan Preskriptif merupakan konsep teori program. Teori preskritif, memfokuskan pada apa yang harus dilakukan dalam keadaan yang ideal dalam melaksanakan program Teori deskriptif, memfokuskan pada penjelasan program, yaitu apa yang sesungguhnya terjadi sepanjang program berfungsi termasuk sumber-sumber program, aktivitas-aktivitas program, pengaruh program, akibat program dan spesifikasi rantai asumsi yang menghubungkan asumsi sebab akibat, pengaruh yang segera akan terjadi, dan tujuan akhir program. Teori Belajar Deskriptif dan Teori Pembelajaran Preskriptif yaitu : a. Teori belajar Deskriptif adalah teori yang menjelaskan tujuan dari proses belajar. sedangkan teori pembelajaran preskriptif adalah teori yang mengutamakan tujuan optimal dari metode pembelajaran. b. Teori belajar deskriptif lebih mengutamakan kepada hasil, teori pembelajaran preskriptif lebih mengutamakan pencapain tujuan. Maka variabel dalam teori pembelajaran preskriptif pencapaian tujuan yang optimal. c. Dalam teori belajar menghubungkan variabel untuk mengetahui belajar seseorang dengan hasil belajar. d. Teori belajar deskriptif yaitu memberikan hasil sedangakn teori pembelajaran preskriptif mengutamakan tujuan. e. Upaya teori pembelajaran dalam memberikan pengaruh terhadap orang lain supaya terjadi teori belajar. Maka, berikut ini, perbedaan Teori Belajar Beskriptif dan Teori Pembelajaran Preskriptif • Teori Belajar Deskriptif 1. Mengutamakan hasil belajar sebagai variabel yang di hubungkan dalam teori belajar 2. Menghubungkan Psikologi siswa dengan kegiatan belajar 3. Materinya terkonsep sehingga siswa mudah memahaminya 4. Sistemnya jelas dan mudah di pahami 5. Teori belajar sesuai kemampuan anak • Teori Pembelajaran Preskriptif 1. Menggunakan metode pembelajaran dalam mencapai Tujuan belajar 2. Menghubungkan Psikologi siswa dengan kegiatan pembelajaran 3. Memberikan motivasi kepada siswa untuk giat belajar 4. Memiliki sistem tujuan yang mudah dipahami 5. Menyesuaikan dengan kerja otak E. Teori Evaluasi Konstruktivis Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut: 1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. 3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap. 4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. 5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. Jadi, teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya. Maka, unsur-unsur terpenting dalam teori konstruktivistik, yaitu: - Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa - Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna - Adanya lingkungan social yang kondusif - Adanya dorongan agar siswa mandiri - Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah Secara garis besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri. b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar. c. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah. d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar. e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa. f. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan. g. Mencari dan menilai pendapat siswa. h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran : a) Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas. b) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan. c) Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi. d) Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola. Demikian, dalam teori ini guru berperan untuk membantu agar proses pengkonstruksikan pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru di tuntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara peserta didik dalam balajar. Pandangan ini mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual. Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana mengevaluasinya? Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih di arahkan pada tujuan belajar. Sedangkan pandangan Teori Belajar Konstruktivisme menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak di beri informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar di ketahui sebelum proses belajar di mulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa. Pembelajaran dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi Teori Belajar Konstruktivisme. Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat di nilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang di gunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi dalam Teori Belajar Konstruktivisme dapat di arahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merrill, atau “strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif. F. Peran Teori Evaluasi 1. Evaluasi sangat membutuhkan teori Teori evaluasi dan teori ilmu social mempunyai pengaruh penting terhadap evaluasi program modern. Para evaluator berpendapat bahwa teori adalah esensial bagi evaluasi, akan memulai perencanaan evaluasi dengan mengembangkan teori mengenai program yang akan di evaluasi yang dimuali dengan menelusuri analisis kebutuhan yang menghasilkan perlu adanya suatu program untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tujuan atau sasaran program, pemangku kepentingan yang dilayani, layanan atau interfensi social yang dilakukan program, pengaruh program terhadap para pemangku kepentingan, perubahan social yang terjadi. 2. Evaluasi tidak terlalu membutuhkan teori Sejumlah pakar evaluasi ternama seperti Michael Scriven menyatakan bahwa evaluasi kurang membutuhkan teori. Michael Scriven menyatakan bahwa evaluator mungkin melakukan evaluasi program dengan baik tanpa mempergunakan taori evaluasi atau teori program. Pikiran evaluator yang salah menurut Scriven bahwa dalam melaksanakan evaluasi ia harus mempunyai logika teori evaluasi dan teori program. Selain diatas, W. R. Shadish (1990) mengemukakan paling tidak ada enam peran dari teori evaluasi: a) Teori evaluasi menyediakan suatu bahadsa yang dapat dipakai para evaluator untuk membahas evaluasi satu sama lain b) Teori evaluasi meliputi banyak hal dalam bidang evaluasi yang menjadi perhatian mendalam para evaluator c) Teori evaluasi mendefinisikan tma mayoritas konferensi professional evaluasi d) Teori menyediakan para evaluator dengan identitas berbeda dengan identitas berbeda dengan identitas professional lainnya d) Teori evaluasi menyediakan muka yang dikemukakan para evaluator kepada dunia luar e) Teori evaluasi menyediakan dasar pengetahuan yang mendefinisikan profesi evaluator G. Komponen Teori Evaluasi Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen: 1. Menentukan kriteria, standar praktik, dan pertanyaan evaluatif. 2. Mengumpukan data yang baru terjadi yang mempertimbangkan beberapa pertanyaan seperti Siapa yang bertanggung jawab dalam pengumpulan data? Kapan data tersebut diperoleh? Dan saran apa yang akan digunakan untuk memperoleh data? 3. Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar. 4. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan Kirkpatrick (1998) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan atau perubahan sikap dapat digunakan paper and pencil tast (tes tertulis) sebagai alat ukurnya, evaluasi program untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dapat digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya misalnya beberapa program umtuk meningkatkan ketermapilan berkomunikasi secara lisan dan guru dapat mengevaluasi level kecakapan peserta didik. Sedangkan Astin (1993) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi agar hasilnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, ketiga komponen tersebut adalah masukan, lingkungan sekolah dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi adalah prestasi belajar peserta didik khususnya pada ranah kognitif saja, ranah efektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan walau semua menganggap hal itu penting karena sulit mengukurnya apalagi mengevaluasi ketiga komponen tersebut diatas. Kondisi lingkungan sekolah ikut menentukan kualitas pendidikan namun jarang dievaluasi bahkan tidak pernah dilakukan hal ini disebabkan oleh instrumen data yang diperlukan sulit disusun dan dijaring. Kondisi lingkungan sekolah dapat dikategorikan menjadi dua yaitu lingkungan akademik dan lingkungan sosial, lingkungan akademik berupa kegiatan akademik yang terjadi diluar kelas didalam sekolah sedangkan lingkungan sosial merupakan hubungan antara pendidik, peserta didik, kepala sekolah, orang tua murid, masyarakat dan staf pendukung atau karyawan. Lingkungan akademik dan lingkungan sosial yang sehat dan kondusif ditentukan oleh pimpinan sekolah dengan dukungan dari warga sekolah.