Anda di halaman 1dari 20

BUNGA BANK DAN RIBA

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Masailul Fiqhiyah
Alhadisah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar

Dosen Pengampu:

Dr. H. Syamsuri, S.S., M.A.

Oleh :

Kelompok IV

Wardah Islamiyah (20100119046)

Muh. Nur Abdillah Sahir (20100119053)

Suriana (20100119055)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt. Karena
atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan selama mestinya, meskipun dalam bentuk yang sederhana dan masih
memerlukan perbaikan secara berkelanjutan.

Shalawat serta salam tidak lupa pula penulis haturkan kepada junjungan
Nabi besar Muhammad saw. Adapun keberadaan isi makalah ini yang berjudul
“Bunga Bank dan Riba” dalam memenuhi tugas mata kuliah Masailul Fiqhiyah
Alhadisah. Terlepas dari kesalahan bahwa keberadaan makalah ini merupakan
tugas yang penulis harus selesaikan, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi siapapun yang membutuhkan.

Karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis
harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, jualah kami mengembalikan segalanya dan semoga makalah
ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya.

AamiinYaaRobbalAalamiin

Samata, 4 April 2022

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4

A. Pengertian Bunga Bank dan Riba ....................................................... 4

B. Pandangan Ulama Tentang Bunga Bank............................................. 6

C. Jenis-jenis Riba ................................................................................... 9

D. Dasar Pelarangan Riba ...................................................................... 11

E. Prinsip-prinsip Riba .......................................................................... 14

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15

A. Kesimpulan ....................................................................................... 15

B. Saran .................................................................................................. 16

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak bisa dipungkiri, sejak dunia memasuki era globalisasi, kehidupan

kaum muslimin menjadi semakin carut marut, khususnya di bidang perekonomian.

Masyarakat tak lagi memperdulikan antara halal dan haram. Berlakunya sistem

ekonomi berbasis kapitalisme saat ini hanya berorientasi pada kepentingan pribadi,

di mana kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi dilakukan semata-mata untuk


meraup profit sebesar-besarnya tanpa mengindahkan syariat agama, sebut saja

praktik bunga dalam bank. Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai

wacana yang hidup di masyarakat dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank

konvensional merupakan sesuatu yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun 2003 lalu.

Namun, wacana ini masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan beragam

argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak

sama dengan riba. Walaupun al-Qur’an dan hadits sudah sangat jelas bahwa bunga

itu riba dan riba hukumnya adalah haram.

Besarnya perhatian dan titik tekan Islam terhadap sistem transaksi yang

menggunakan bunga dan dianggap riba menjadikan masyarakat dan para ahli

ekonom sering lupa hukum larangan riba, sesungguhnya merupakan kajian klasik

yang menjadi bahan diskusi bagi kaum agamawan monoteisme dan agama samawi.

Artinya selain Islam, Yahudi dan Agama Nasrani sesungguhnya terlebih dahulu dan

sudah sangat paham dengan konsep dan bentuk pelarangan riba.

Persoalan-persoalan yang masih memerlukan pemecahan ialah ketika

pengertian riba dihadapkan pada persoalan bank, di satu pihak bunga bank kriteria
riba, tetapi disisi lain kehadiran perbankan sangat diperlukan dalam rangka

1
2

meningkatkan perekonomian umat Islam yang umumnya masih di bawah garis

kelayakan, apalagi bila dikaitkan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada

umumnya.

Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang membahas dan menjelaskan

mengenai perbuatan riba, halal tidaknya riba pun terdapat dalam al-Qur’an. Namun

dalam dunia Islam, penafsiran ayat-ayat al-Qur’an mengenai larangan praktek riba

merupakan hal yang sangat kontroversial, sebagian kaum muslimin memberikan

pendapat dan kesimpulan yang berbeda mengenai penafsiran ayat al-Qur’an tentang

riba. Allah swt berfirman dalam QS al-Baqarah/2:279

‫س ا َ ْم َوا ِل ُك ٖۚ ْم‬
ُ ‫س ْو ِل ٖۚه َوا ِْن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُء ْو‬
ُ ‫ّٰللا َو َر‬ ٍ ‫فَا ِْن لَّ ْم تَ ْفعَلُ ْوا فَأْذَنُ ْوا ِب َح ْر‬
ِ ‫ب ِمنَ ه‬
ْ ُ ‫َظ ِل ُم ْونَ َو ََل ت‬
َ‫ظلَ ُم ْون‬ ْ ‫ََل ت‬

Terjemahnya:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Bunga Bank dan Riba?

2. Bagaimana Pandangan Ulama tentang Bunga Bank?

3. Apa saja Jenis-jenis Riba?

4. Bagaimana Dasar Pelarangan Riba?

5. Apa saja Prinsip-prinsip Riba?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui pengertian Bunga Bank dan Riba

2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Ulama tentang Bunga Bank

1
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV Toha Putra,1995),
h. 47.
3

3. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Riba

4. Untuk Mengetahui Dasar Pelarangan Riba

5. Untuk Mengetahui Prinsip-prinsip Riba


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunga Bank dan Riba

1. Pengertian Bunga Bank

Bunga bank (bank interest) adalah sejumlah imbalan yang diberikan oleh

bank kepada nasabah atas dana yang disimpan di bank yang dihitung sebesar

persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka waktu simpanan ataupun

tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan bank kepada
debiturnya. Dengan kata lain, bunga bank merupakan balas jasa yang diberikan oleh

bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual

sebuah produknya. Selain hal tersebut bunga juga dapat diartikan harga yang harus

dibayar kepada seorang nasabah yang memiliki sebuah simpanan dengan harus

dibayar oleh nasabah bank yaitu nasabah yang memperoleh pinjaman.2

Dalam melakukan kegiatan perbankan sehari-hari terdapat dua macam

bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu sebagai berikut:

a. Bunga simpanan

Bunga ini merupakan bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau

sebagai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Arti dari bunga

simpanan tersebut adalah harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya seperti

jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.

b. Bunga pinjaman

Maksud dari bunga ini adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam

atau harga yang harus dibayar oleh seorang nasabah peminjam kepada bank. Seperti

bunga kredit.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah; Deskripsi dan Ilustrasi
2

(Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h. 21.

4
5

Perlu kita ketahui dua macam bunga ini merupakan sebuah komponen

utama faktor dari biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan

biaya yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman adalah

pendapatan yang diterima dari nasabah. Bunga simpanan dan bunga pinjaman

mempunyai keterkaitan yang masing-masing saling mempengaruhi. Contohnya

adalah bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga akan

terpengaruh ikut naik dan juga sebaliknya.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan

pendapatan bagi bank konvensional. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman

saling mempengaruhi satu sama lainnya. Ketika bunga simpanan tinggi, maka

secara otomatis bunga pinjaman ikut naik dan demikian pula sebaliknya. Bunga

bank termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam.

Riba bisa saja terjadi pada pinjaman yang bersifat konsumtif, maupun pinjaman

yang bersifat produktif dan pada hakikatnya riba dalam bunga bank memberatkan

peminjam.

2. Pengertian Riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan), yaitu tambahan dari harta

pokok atau modal. Dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti

“tumbuh” dan “membesar.” Adapun secara umum, riba dalam istilah syar’i adalah

pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam

secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.3

Ibnu al-Arabi al-Maliki, dalam kitabnya Ahkam al-Qur’an, menjelaskan

bahwa pengertian riba secara bahasa adalah tambahan (ziyadah), namun yang

dimaksud riba dalam ayat al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa

3
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Waqaf, 2002), h.
43-44.
6

adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.4 Yang

dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau

komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti

transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.

Istilah riba pertama kalinya diketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan

pada masa awal risalah kenabian di Makkah, kemungkinan besar pada tahun

keempat. Hal ini berdasarkan pada awal turunnya ayat tentang riba. Para mufassir

klasik berpendapat, bahwa makna riba di sini adalah pemberian. Berdasarkan

interpretasi ini, menurut Azhari (w. 370 H/ 980 M) dan Ibnu Mansur (w. 711 H/

1331M) riba terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang tidak dilarang.

Namun dalam kenyataannya istilah riba hanya dipakai untuk memaknai

pembebanan hutang atas nilai pokok yang dipinjamkan. Sedangkan dalam istilah

al-Jurjani mendefinisikan riba dengan “kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa

ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang

membuat akad/transaksi.”5

B. Pandangan Ulama tentang Hukum Bunga Bank

Para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum bunga bank.

Pertama, sebagian ulama, seperti Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu

Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya

haram, karena termasuk riba. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama

Islam, meliputi: Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-

Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

4
Ibnu al-Arabi al-Maliki, Ahkam al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H/ 1988 M), juz 2,
h. 113.
5
Abdullah Saed, Menyoal Bank Syariah, Terj. Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina 2006),
h. 37-38.
7

Adapun dalil diharamkannya riba adalah firman Allah swt dalam QS al-

Baqarah/2:275:

ِ ‫ّٰللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم‬


‫الر َبا‬ َّ ‫َوأ َ َح َّل‬
Terjemahnya:

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Dan hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Jabir bin

Abdillah:

ِ ‫سلَّ َم آ ِك َل‬
ُ‫الر َبا َو ُم ْو ِكلَهُ َو َكا ِت َبه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫ لَعَنَ َر‬:َ‫ع ْن َجا ِب ٍر قَال‬ َ
‫س َواء‬َ ‫َوشَا ِهدَ ْي ِه َوقَا َل ُه ْم‬
Terjemahnya:
“Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah saw melaknat orang yang memakan
(mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang
menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR.
Muslim, nomor 2994).
Kedua, sebagian ulama kontemporer lainnya, seperti Syekh Ali Jum’ah,

Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan

Mahmud Syaltut, menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak

termasuk riba. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Majma’ al-Buhus

al-Islamiyyah tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28 November 2002

M.

Mereka berpegangan pada firman Allah swt QS an-Nisa/4:29

‫ع ْن‬
َ ً ‫ارة‬ ِ ‫َياأ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْال َب‬
َ ‫اط ِل إِ ََّل أ َ ْن تَ ُكونَ ِت َج‬
‫اض ِم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫ت ََر‬
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara

yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah
8

menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan yang berjalan dengan saling

ridha. Karenanya, keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi untuk

menentukan besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank,

dibenarkan dalam Islam.

Di samping itu, mereka juga beralasan bahwa jika bunga bank itu haram

maka tambahan atas pokok pinjaman itu juga haram, sekalipun tambahan itu tidak

disyaratkan ketika akad. Akan tetapi, tambahan dimaksud hukumnya boleh, maka

bunga bank juga boleh, karena tidak ada beda antara bunga bank dan tambahan atas

pokok pinjaman tersebut.

Di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:

ِ ُ‫ار ْاْل َ ْم َوا ِل لَدَى ْالبُنُ ْو ِك الَّ ِت ْي ت ُ َح ِدد‬


‫الر ْب َح أ َ ِو العَا ِئدَ ُمقَدَّ ًما َح ََلل‬ َ ‫إِ َّن ا ْس ِت ْث َم‬
‫س ِب ِه‬َ ْ ‫عا َو ََل َبأ‬ ً ‫ش َْر‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan
keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak
apa-apa.”6
Pada Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, terdapat tiga

pendapat tentang hukum bunga bank: Pertama, pendapat yang mempersamakan

antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram.

Kedua, pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga

hukumnya adalah boleh. Ketiga, pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya

syubhat. Meski begitu, Munas memandang perlu untuk mencari jalan keluar

menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam.

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa hukum bunga bank merupakan

masalah khilafiyah. Ada ulama yang mengharamkannya karena termasuk riba, dan

ada ulama yang membolehkannya, karena tidak menganggapnya sebagai riba.

Tetapi mereka semua sepakat bahwa riba hukumnya haram.

6
Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat (Kairo: Al-Azhar Press, 1992), h. 134-158.
9

Terhadap masalah khilafiyah seperti ini, prinsip saling toleransi dan saling

menghormati harus dikedepankan. Sebab, masing-masing kelompok ulama telah

mencurahkan tenaga dalam berijtihad menemukan hukum masalah tersebut, dan

pada akhirnya pendapat mereka tetap berbeda.7

Karenanya, seorang Muslim diberi kebebasan untuk memilih pendapat

sesuai dengan kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan bunga bank

itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat ulama yang membolehkannya.

Sedangkan jika hatinya ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang

mengharamkannya. Rasulullah saw bersabda:

‫اْل ْث ُم َما َحاكَ فِي ال َّن ْف ِس‬


ِ ْ ‫ َو‬،‫ب‬ُ ‫اط َمأ َ َّن إِلَ ْي ِه ْالقَ ْل‬
ْ ‫س َو‬ ْ ‫ال ِب ُّر َما‬
ُ ‫اط َمأ َ َّن إِلَ ْي ِه ال َّن ْف‬
َ‫اس َوأ َ ْفت ُ ْوك‬
ُ ‫صد ِْر َوإِ ْن أ َ ْفتَاكَ ال َّن‬ َّ ‫َوت ََردَّدَ فِي ال‬
Terjemahnya:
"Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan
dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak
orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan." (HR. Ahmad)
C. Jenis-jenis Riba

Secara umum, riba diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu riba utang

piutang dan riba jual beli. Riba utang piutang dibagi menjadi riba qard dan riba

jahiliyah. Sedangkan riba jual beli dibagi menjadi riba fadhl dan riba nasi‟ah.8

1. Riba Fadl (riba jual beli)

Jenis riba ini termasuk pada proses pertukaran barang sejenis, namun

takaran dan kadarnya berbeda dan barang yang ditukarkan termasuk jenis ribawi.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

7
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/ragam-pendapat-ulama-tentang-hukum-bunga-
bank-rDsVp
8
Muhammad Arifin Baderi, Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syariah (Jawa Barat:
Rumah Ilmu, 2003), h. 13
10

‫ير َوالتَّ ْم ُر‬ َّ ‫ير ِبال‬


ِ ‫ش ِع‬ ُ ‫ش ِع‬ َّ ‫ض ِة َو ْالب ُُّر ِب ْالب ُِر َوال‬
َّ ‫ضةُ ِب ْال ِف‬َّ ‫ب َو ْال ِف‬ ِ ‫َب ِبالذَّ َه‬ ُ ‫الذَّه‬
‫ت َه ِذ ِه‬ْ َ‫اختَلَف‬
ْ ‫س َواءٍ َيدًا ِب َي ٍد فَإِذَا‬ َ ‫س َوا ًء ِب‬َ ‫ح ِم ْثَلً ِب ِم ْث ٍل‬ ِ ‫ِبالتَّ ْم ِر َو ْال ِم ْل ُح ِب ْال ِم ْل‬
‫ْف ِش ْئت ُ ْم إِذَا َكانَ َيدًا ِب َي ٍد‬ َ ‫َاف فَ ِبيعُوا َكي‬ ُ ‫صن‬ ْ َ ‫اْل‬
Terjemahnya:
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual
dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma
dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran
atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi
berbeda, maka silahkan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus
dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)
2. Riba an-nasi’ah

Bentuk riba ini yaitu penangguhan, penyerahan atau penerimaan jenis

barang ribawi dengan barang ribawi lainnya. Dalam nasi’ah muncul karena adanya

perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang

diserahkan kemudian.9

Yang dimaksud dengan barang ribawi adalah

a. Emas dan perak, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

b. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, jagung serta bahan makanan

tambahan seperti lauk-pauk, sayur-sayuran dan buah-buahan.10

3. Riba al-yaad

Riba al-Yaad atau riba jahiliyah merupakan tambahan hutang yang harus

dibayar jika yang berhutang tidak mampu membayar hutang pada waktu yang telah

ditentukan.11

4. Riba qardh

9
Kementrian Agama Republik Indonesia Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
Direkotrat Urusan Agama Islam dan Pembinan Syariah Tahun 2013, (Jakarta: Oktober 2013), h.
12.
10
Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Bank syariah: Konsep, Produk, dan
Implementasi Operasional (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 40.
11
Edi wibowo dan untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah (Bogor
Selatan: Ghalia Indonesia, 2005) h. 56.
11

Qardh menambahkan atau melebihi tertentu yang disyaratkan pada

seseorang yang hendak berhutang berupa uang atau modal.12

D. Dasar Hukum Pelarangan Riba

Hukum riba adalah haram dan termasuk dari dosa besar karena akan

menyebabkan kesengsaraan kaum dhuafa, menzalimi orang miskin, eksploitasi si

kaya pada si miskin, menutup pintu sedekah dan kebajikan serta membunuh rasa

empati antar manusia yang berbeda strata sosial ekonominya.

Ajaran Islam memuat secara jelas tentang bunga atau riba. Seseorang yang

memakan riba sangat dikutuk dan diingatkan akan diancam dengan siksa neraka.

Disebutkan bahwa riba merupakan perbuatan orang-orang yang tidak beriman, dan

sebagai ujian bagi orang-13orang yang beriman untuk meninggalkannya.

Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan.

Seperti firman Allah dalam QS an-Nisa/4/29

ٍ ‫ع ْن ت ََر‬
‫اض‬ َ ً ‫ارة‬ ٰٓ َّ ‫اط ِل ا‬
َ ‫َِل ا َ ْن تَ ُك ْونَ ِت َج‬ ِ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَأ ْ ُكلُ ْٰٓوا ا َ ْم َوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْال َب‬
‫ّٰللاَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ‫س ُك ْم ۗ ا َِّن ه‬ َ ُ‫ِم ْن ُك ْم ۗ َو ََل تَ ْقتُلُ ْٰٓوا ا َ ْنف‬
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu saling memakan harta sesamamu
diantara kamu dengan cara yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu.”14
Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan usahanya

dengan jalan riba. Maka diharamkanlah sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang

Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.

12
Adiwarman Karim dan Oni Sahroni, Riba Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 5-6.
13
Sumar’in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 22.
14
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h.83.
12

Larangan riba yang terdapat dalam Al-Quran tidak diturunkan secara sekaligus,

akan tetapi diturunkan dalam empat tahap:

Tahap pertama, penolakan terhadap anggapan bahwa riba merupakan adalah upaya

menolong mereka yang memerlukan sebagai perbuatan taqarrub (mendekatkan diri) kepada

Allah swt, sebagaimana dijelaskan dalam QS ar-Rum/30:39

‫ّٰللا َٖۚو َما ٰٓ ٰاتَ ْيت ُ ْم ِم ْن‬


ِ ‫اس فَ ََل َي ْرب ُْوا ِع ْندَ ه‬ ِ ‫َو َما ٰٓ ٰاتَ ْيت ُ ْم ِم ْن ِربًا ِل َي ْرب َُو ۠ا فِ ْٰٓي ا َ ْم َوا ِل ال َّن‬
ٰٰۤ ُ
ْ ‫ول ِٕىكَ ُه ُم ْال ُم‬
َ‫ض ِعفُ ْون‬ ِ ‫زَ ٰكوةٍ ت ُ ِر ْيد ُْونَ َوجْ هَ ه‬
‫ّٰللا فَا‬
Terjemahnya:
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, maka yang
berbuat demikian itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”15
Tahap kedua, dalam ayat ini mulai dijelaskan bahwa riba diharamkan dalam hukum

agama-agama terdahulu sebagaimana dijelaskan dalam QS an-Nisa/4/160-161

‫س ِبي ِل‬َ ‫ع ْن‬ َ ‫ص ِد ِه ْم‬ ْ َّ‫ت أ ُ ِحل‬


َ ‫ت لَ ُه ْم َو ِب‬ ٍ ‫ط ِي َبا‬ َ ‫ظ ْل ٍم ِمنَ الَّذِينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ ُ ‫فَ ِب‬
ِ ‫اس ِب ْال َب‬
‫اط ِل َوأ َ ْعتَ ْدنَا‬ ِ ‫ع ْنهُ َوأ َ ْك ِل ِه ْم أ َ ْم َوا َل ال َّن‬
َ ‫الر َبا َوقَ ْد نُ ُهوا‬ ِ ‫يرا َوأ َ ْخ ِذ ِه ُم‬ً ‫ّٰللا َك ِث‬
ِ َّ
َ ‫ِل ْل َكافِ ِرينَ ِم ْن ُه ْم‬
‫عذَابًا أ َ ِلي ًما‬
Terjemahnya:
“Karena kezhaliman orang-orang yahudi. Kami haramkan bagi mereka
memakan makanan yang baik-baik yang (dahulunya) pernah dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah,
dan karena mereka menjalankan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang memakan harta orang dengan cara yang tidak sah (bathil). Kami
sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka siksa yang pedih.”16
Tahap ketiga, pada tahap ini praktek riba mulai dilarang sebagaimana firman

Allah swt dalam QS al-Imran/3:130

َ‫ّٰللا لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْو ٖۚن‬


َ ‫ضعَفَةً َّۖواتَّقُوا ه‬
ٰ ‫ضعَافًا ُّم‬ ِ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ ‫الر ٰب ٰٓوا ا‬
Terjemahnya:

15
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 408.
16
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 103.
13

“Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”17
Abdul Aziz al-Matruk dalam bukunya ar-Riba wa Muamalat alMashrafiyyah fii

Nadzri Ash-Shariah yang dikutip oleh Muhammad Syafii Antoni, menegaskan: Adapun

yang dimaksud dengan surah Ali Imran ayat 130 di atas adalah termasuk redaksi berlipat

ganda dan penggunanaanya sebagai dalil, sama sekali tidak bermakna bahwa riba harus

sedemikian banyak. Ayat ini menegaskan mengenai karakteristik riba secara umum,

bahwasanya riba mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat ganda sesuai

dengan berjalannya waktu. Dengan demikian, redaksi berlipat ganda ini menjadi sifat

umum dari riba dalam terminologi syara.32

Tahap keempat, tahap terakhir pelarangan riba dipertegas lagi dengan melakukan

pelarangan keras, barang siapa yang mempraktekkan riba akan diperangi oleh Allah dan

Rasulnya sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Baqarah/2:278-279.33

‫الر ٰب ٰٓوا ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ُّمؤْ ِم ِنيْنَ فَا ِْن لَّ ْم‬
ِ َ‫ي ِمن‬ َ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا ه‬
َ ‫ّٰللا َوذَ ُر ْوا َما َب ِق‬
َ‫َظ ِل ُم ْون‬ْ ‫س ا َ ْم َوا ِل ُك ٖۚ ْم ََل ت‬
ُ ‫س ْو ِل ٖۚه َوا ِْن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُء ْو‬
ُ ‫ّٰللا َو َر‬
ِ ‫ب ِمنَ ه‬ٍ ‫تَ ْفعَلُ ْوا فَأْذَنُ ْوا ِب َح ْر‬
ْ ُ ‫َو ََل ت‬
َ‫ظلَ ُم ْون‬
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan
sisa-sisa riba yang belum dipungut jika kamu beriman. Jika kamu tidak
melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika
kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Dan Kamu tidak berbuat
zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).
Pelarangan riba juga di sebutkan dalam HR. Bukhari dan Muslim:

ُ‫الر َبا َو ُمو ِكلَهُ َو َكا ِت َبه‬


ِ ‫سلَ ْم آ ِك َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَى للا‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫ع ْن َجا ِب ٍر قَا َل لَعَنَ َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ َ
َ ‫َوشَا ِهدَ ْي ِه َوقَا َل ُه ْم‬
‫س َواء‬
Terjemahnya:

17
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 66.
14

Dari Jabir beliau berkata: “Rasulullah Saw melaknat pemakan, wakil, penulis
dan dua saksi transaksi riba. Mereka sama saja.18
E. Prinsip-prinsip Riba

Prinsip-prinsip untuk menentukan adanya riba di dalam transaksi kredit

atau barter yang diambil dari sabda Rasulullah saw.

1. Pertukaran barang yang sama jenis dan nilainya, tetapi berbeda jumlahnya,

baik secara kredit maupun tunai dan mengandung unsur riba.

2. Pertukaran barang yang sama jenis dan jumlahnya, tetapi berbeda nilainya atau

harganya dan dilakukan secara kredit serta mengandung unsur riba. Pertukaran

semacam ini akan terbebas dari unsur riba apabila dijalankan dari tangan ke

tangan secara tunai.

3. Pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai dan kualitasnya, baik secara kredit

dari tangan ke tangan, terbebas dari riba, sehingga diperbolehkan.

4. Pertukaran barang yang sama nilainya dan harganya tetapi berbeda jenis dan

kualitasnya, serta dilakukan secara kredit dan mengandung unsur riba. Tetapi,

apabila transaksi ini dilakukan dari tangan ke tangan secara tunai maka

terbebas dari riba.19

18
Muhammad ibn Isma’il Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibn
Katsir, 1407 H/ 1987 M), juz. 2, h. 321.
19
Sumar’in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, h. 28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunga bank (bank interest) adalah sejumlah imbalan yang diberikan oleh

bank kepada nasabah atas dana yang disimpan di bank yang dihitung sebesar

persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka waktu simpanan ataupun

tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan bank kepada

debiturnya. Dengan kata lain, bunga bank merupakan balas jasa yang diberikan oleh

bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual

sebuah produknya. Selain hal tersebut bunga juga dapat diartikan harga yang harus

dibayar kepada seorang nasabah yang memiliki sebuah simpanan dengan harus

dibayar oleh nasabah bank yaitu nasabah yang memperoleh pinjaman.

Riba dalam istilah syar’i adalah pengambilan tambahan, baik dalam

transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan

prinsip muamalah dalam Islam.

Hukum bunga bank merupakan masalah khilafiyah. Ada ulama yang

mengharamkannya karena termasuk riba, dan ada ulama yang membolehkannya,

karena tidak menganggapnya sebagai riba. Tetapi mereka semua sepakat bahwa

riba hukumnya haram.

Terhadap masalah khilafiyah seperti ini, prinsip saling toleransi dan saling

menghormati harus dikedepankan. Sebab, masing-masing kelompok ulama telah

mencurahkan tenaga dalam berijtihad menemukan hukum masalah tersebut, dan

pada akhirnya pendapat mereka tetap berbeda.

Karenanya, seorang Muslim diberi kebebasan untuk memilih pendapat

sesuai dengan kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan bunga bank

itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat ulama yang membolehkannya.

15
16

Sedangkan jika hatinya ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang

mengharamkannya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan pembaca
dapat menyampaikan kritik dan juga sarannya terhadap hasil penulisan makalah
kami.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV Toha
Putra,1995.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah; Deskripsi dan Ilustrasi,
Yogyakarta: Ekonisia, 2003.
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Waqaf,
2002.
Al-maiki, Ibnu al-Arabi. Ahkam al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H/ 1988 M.
Saed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah, Terj. Arif Maftuhin, Jakarta: Paramadina
2006.
Mar’i, Ali Ahmad. Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Kairo: Al-Azhar Press, 1992.
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/ragam-pendapat-ulama-tentang-hukum-
bunga-bank-rDsVp
Baderi, Muhammad Arifin. Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syariah, Jawa
Barat: Rumah Ilmu, 2003.
Kementrian Agama Republik Indonesia Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam Direkotrat Urusan Agama Islam dan Pembinan Syariah Tahun 2013,
Jakarta: Oktober 2013.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Bank syariah: Konsep, Produk, dan
Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003.
Untung Hendy Widodo danEdi wibowo. Mengapa Memilih Bank Syariah, Bogor
Selatan: Ghalia Indonesia, 2005.
Oni Sahroni dan Adiwarman Karim. Riba Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi
Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Sumar’in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
h. 22.
Abu Abdillah al-Bukhari, Muhammad ibn Isma’il. Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar
Ibn Katsir, 1407 H/ 1987 M.

17

Anda mungkin juga menyukai