Anda di halaman 1dari 7

PELANGGARAN – PELANGGARAN EKONOMI DALAM ISLAM

MENURUT FATWA MUI no: 40/DSN-MUI/X/2003

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 4

Dosen Pengampu:
Dr. Isma Swadjaja, M.M., CFP.

Disusun oleh:
Larasati Prameswari
NIM. 20201221137

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2020/2021
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................................2
BAB I.....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
Pembahasan..........................................................................................................................................4
2.1 Pengertian Fatwa.........................................................................................................................4
2.2 Pengertian Riba dan Bunga........................................................................................................4
2.3 Fatwa Majelis Ulama Indonesia..................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................................................6
PENUTUP.............................................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................................6
3.2 Kesimpulan..................................................................................................................................6
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berisi “Perspektif Riba Dalam Islam Menurut Fatwa
MUI (Majelis Ulama Indonesia)”
Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Agama Islam Kemuhamadiyahan
karya tulis ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta bagi penulis sendiri.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang
pelanggaran atau kesalahan apa saja yang biasa terjadi tentang ekonomi dalam Islam menurut majelis
ulama Indonesia.
Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami
sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun
melalui media internet.
Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan dari makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide/gagasan yang menambah kekayaan
intelektual bangsa
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Kata riba adalah tambahan dalam bahasa Arab. Asal kata riba adalah robaa-yarbuu yang
juga berarti berkembang. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa riba adalah tambahan nominal yang
diperoleh pemberi pinjaman dengan cara melebihkan jumlah angka pinjaman yang harus dikembalikan
oleh peminjam.
Adapun ulama dan juga penyair dari Mesir Sayyid Quthb menjelaskan lebih lanjut tentang apa itu
riba dalam bukunya yang berjudul “Tafsir Ayat-Ayat Riba”. Menurutnya, pengertian riba adalah
penambahan utang yang sudah jatuh tempo. Masih menurut Sayyid Qutb, menurutnya sifat alami pada
riba adalah berlipat ganda. Oleh sebab itu, meski tambahan yang dikenakan berjumlah sangat kecil, tetap
akan berlipat secara alami semakin bertambahnya waktu. Sayyid Qutb pun berpendapat bahwa
keberadaan riba adalah halangan dalam usaha secara aktif dan bertentangan dengan keadilan dan
persamaan.
Pembahasan yang dilakukan penulis diperoleh data bahwa bunga, baik tabungan maupun
pinjaman menurut Majelis Ulama Indonesia adalah haram, MUI memberi pilihan kepada masyarakat
khususnya umat Islam untuk menggunakan fasilitas bank Syariah. MUI menyatakan bunga bank adalah
haram dengan alasan riba, namun sumber lain yang diperoleh menyatakan bahwa riba adalah kelebihan
atas pinjaman, sehingga penulis memahami bahwa bunga tabungan berbeda dengan pinjaman, untuk itu
setatus riba tidak berlaku untuk tabungan. Maka, masalah yang akan dibahas pada makalah ini
pelanggaran ekonomi yaitu gibah dalam Islam menurut Majelis Ulama Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengetian fatwa ?
2. Apa pengertian riba dan bunga ?
3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Memahami pengetian fatwa.
2. Memahami pengertian riba dan bunga.
3. Mengetahi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang riba
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Fatwa


Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian (peristiwa), yang merupakan
bentukan dari kata al-fata (pemuda) dalam usianya, dan sebagai kata kiasan (metafora) atau (isti’arah).
Menurut Amir Syarifuddin, ifta berasal dari kata afta, yang artinya memberikan penjelasan.

2.2 Pengertian Riba dan Bunga


1. Riba adalah tambahan (ziyadh) tanpa imbalan ( ‫ ( ال ب عوض‬yang terjadi karena penangguhan
dalam pembayaran (‫ ( ادة زي ل األج‬yang diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi’ah.
Arti riba menurut Dawam Raharjo adalah tambahan secara kualitatif maupun secara kuantitatif
disertai adanya eksploitasi, gharar, dan zulm. Arti bunga adalah tambahan yang didapat oleh bank dari
debitur sebagai balas jasa karena debitur telah menggunakan uang untuk keperluan usaha. Disamping
itu, bunga dipungut oleh bank untuk menjaga stabilitas nilai uang akibat inflasi dan untuk membiayai
keperluan bank lainnya.
2. Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-
qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok
tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya
berdasarkan presentase.
Hukum Bunga (Interest)
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang termasuk salah satu
bentuk riba, dan riba haram hukumnya. 2. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik
dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya
maupun dilakukan oleh individu.

2.3 Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Interest/Fa’idah) Majelis
Ulama Indonesia:
1. Bahwa umat Islam Indonesia masih mempertanyakan status hukum bunga (interst/fa’idah) yang
dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh
lembaga keuangan, individu maupun lainnya;
2. Bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa seIndonesia pada tanggal 22 Syawwal 1424 H./16 Desember
2003 telah menfatwakan tentang status hukum bunga;
3. Bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang
bunga dimaksud untuk dijadikan pedoman.
Proses lahirnya fatwa MUI tentang bunga telah melewati beberapa kajian dalam sidang komisi
fatwa, yaitu melalui fatwa DSN MUI Tahun 2000 dan keputusan Ijtima’ ulama komisi fatwa se-
Indonesia tahun 2003. Atas dasar itu dikeluarkanlah fatwa MUI dalam rapat komisi fatwa tahun 2004
melalui keputusan MUI No. 1 Tahun 2004 tentang keharaman bunga bank. Metode yang digunakan
MUI dalam menetapkan fatwa tentang bunga adalah metode penalaran ta’lili dan masalih al-ummah
(kemaslahatan umum). Dalam penalaran ta’lili, MUI menggunakan metode qiyas karena menyamakan
bunga sebagai bentuk riba, yaitu riba nasi’ah. Sedangkan kemaslahatan umum digunakan karena
dampak dari bunga menimbulkan banyak kemudaratan atau kerugian
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
MUI menyatakan bunga bank adalah haram dengan alasan riba, namun sumber lain yang
diperoleh menyatakan bahwa riba adalah kelebihan atas pinjaman, sehingga penulis memahami bahwa
bunga tabungan berbeda dengan pinjaman, untuk itu setatus riba tidak berlaku untuk tabungan.
Keluarnya fatwa keharaman bunga/interest oleh MUI belum seluruhnya difahami oleh masyarakat,
selain itu masih banyak masyarakat yang tidak mengikuti pendapat MUI tersebut. Kondisi ini terjadi
karena masyarakat mengikuti pendapat ustadz/ulama lain yang tidak sependapat dengan MUI (baik
NU maupun Muhammadiyah).

3.2 Kesimpulan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Konsep Pemanfaatan Bunga Tabungan Bank Dalam
Tinjauan
Hukum Islam. (n.d.). Retrieved from
https://journal.bungabangsacirebon.ac.id/index.php/EcoBankers/article/view/675#:~:text=MUI
%20menyatakan%20bunga%20bank%20adalah,riba%20tidak%20berlaku%20untuk%20tabungan.
Nur, M. M. (2018). http://repository.iainpare.ac.id/2379/3/16.2300.074%20BAB%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai