Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Bunga Dan Riba, Inflikasi Dalam Ekonomi islam

Di Susun Oleh:
Kelompok 7
1. Destri Arliandita (2102.05.025)
2. Masito (2020.04.026)
Mata Kuliah : Ekonomi Moneter
Dosen Pengampu : Hidayani, S.E

PROGRAM STUDI : PERBANKAN SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM
AL-QURAN AL-ITTIFAQIAH
Tahun Ajaran 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami
dapatmenyelesaikan Makalah yang berjudul ‘Bunga dan Riba, Inflikasi dalam Ekonomi Islam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam
yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahamat bagi kita. Penulis sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang menjadi tugas EKONOMI MONETER

Dengan terselesainya makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan pembelajaran yang
baik bagi kita semua dalam peningkatan pengetahuan. Harapan kami juga semoga apa yang tulis
didalamnya memiliki nilai akademis yang dapat menunjang pengetahuan akademisi kita, untuk itu
mari kita menambah dan meningkatkan pengetahuan kita demi terwujudnya bangsa Indonesia yang
edukatif. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih
meningkatkan lagi pemahaman kita semua, baik terkait dengan isi maupun sistematika dan cara
penulisannya.

Indralaya, 9 Nov 2022

PENULIS
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………….I
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………….II
C. TUJUAN…………………………………………………………………………….III
BAB II PEMBAHASAN

A. Bunga Dan Riba , Inflikasi Dalam Ekonomi Islam …………………………………..1


1. Pengertian Bunga………………………………………………………………………2-3
2. Pengertian Riba…………………………………………………………………………4-5

B. Bunga dan Riba………………………………………………………………………6

C. Dampak system Bunga dan riba Terhadap Perekonomian…………………………7-9

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN……………………………………………………………………..10
B. SARAN DAN KRITIK……………………………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebagai bagian dari hukum Islam yang mana merupakan suatu prinsip yang sangat besar dan
terdapat pijakan berupa keadilan dalam memperhatikan kemaslahatan manusia seluruhnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip agung yang diuraikan dalam makalahini, dapat diketahui bahwa
muamalah dalam jual beli tidak dapat dikeluarkan darimubah kepada haram kecuali jika ada sesuatu
yang diperingatkan, misalnya karenamenjurus kepada kedzaliman terhadap salah satu pihak, berupa
riba, kedustaan, penipuan, dengan berbagai ragamnya, ketidak tahuan dan pengecohan dengan segala
jenisnya. Semua itu adalah contoh kedzaliman terhadap salah satu pihak.Uraian dalam makalah ini
hanyalah sekedar mengantarkan pada pemahaman pembaca dan sebagai alat bantu dalam
memudahkan pembaca dalam mendapatkansuatu informasi dan referensi baru terkait permasalahan
tentang mualah.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan apanitu dampak dari bunga dan riba pada ekonomi islam?
2. Menjelaskan apa itu larangan dalam riba?
3. Apa itu suku bunga dan riba dalam ekonomi islam?
4. Bagaimana hukum riba dan bunga dalam islam?
5. Bagaimana macam macam bunga?
 

C. TUJUAN

1. Dapat mengetahui pengertian Riba?


2. Dapat memahami hukum Riba?
3. Dapat mengetahui dalil & bukti larangan Riba?
4. Dapat mengetahui macam macam bunga?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bunga Dan Riba , Inflikasi Dalam Ekonomi Islam

Dalam kehidupan seperti sekarang ini, umat Islam hampir tidak bisa menghindari diri dari
bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem bunga dalam segala aspek
kehidupannya termasuk kehidupan agamanya terutama dalam kehidupan ekonomi.

Juga tidak bisa dipungkiri bahwa negara Indoneia belum bisa lepas dari bank-bank
konvensional yang berorientasi pada bank-bank internasional dan tentunya menggunakan suku bunga
dalam berbagai transaksi, dan hingga saat ini pula masih banyak terjadi perbedaan pendapat
dikalangan para ulama muslim tentang keharaman serta kehalalan riba itu sendiri.

Riba merupakan sebagian dari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak zaman
jahiliyah hingga sekarang. Kehidupan masyarakat telah terbelenggu oleh sistem perkonomian yang
membiarkan praktek bunga berbunga. Sistem pinjam meminjam yang berlandaskan bunga ini sangat
menguntungkan kaum pemilik modal dan disisi lain telah menjerumuskan kaum dhufa pada
kemelaratan, hal ini secara keras ditentang atau dilarang oleh ajaran Islam yang dijelaskan dalam al-
Qur’an dan al-Hadits.

Pada saat ini sebagian masyarakat masih menganggap bank (konvensional) sebagai solusi
untuk membantu memecahkan masalah perekonomiannya tetapi pada kenyataannya bank tidak
membatu kepada masyarakat yang membutuhkannya tetapi malah mencekiknya atau merugikannya
dengan sistem bunga tersebut. Sehingga dari permasalahan tersebut muncullah bank yang berlabel
Islam di sana tidak ada praktik bunga tetapi yang ada hanya sistem bagi hasil.

Selanjutnya dalam kajian ini akan dibahas mengenai bunga dan riba. Apa yang dimaksud
dengan riba dan bunga? Macam-macam dari bunga dan riba, perbedaan antara bunga dan riba,
larangan riba, serta pendapat para ulama mengenai masalah bunga dan riba.

1. Pengertian Bunga

Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan
dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan pokok tersebut berdasarkan tempo waktu
yang diperhitungkan secara pasti di muka dan pada umumnya berdasarkan persentase

1
Ada beberapa pengertian lain dari bunga, diantaranya yaitu:

a. Sebagai batas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada
nasabah yang membeli atau menjual produknya.
b. Sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang
harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman.
c. Bunga adalah tambahan yang diberikan oleh bank atas simpanan atau yang di ambil oleh bank
atas hutang .

Macam-macam Bunga

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada
nasabahnya yaitu:

1) Bunga Simpanan Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau
balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga
yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan
bunga deposito.
2) Bunga Pinjaman Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau
harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai cotoh bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank
konvensional. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah
sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan
maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh
seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga

Kontroversi Bunga Yang Diharamkan

Bunga merupakan tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan


dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Kemudian apakah bunga termasuk riba, ada
dua pendapat; pertama, menurut ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga
dengan segala bentuknya termasuk kategori riba. Dan kedua, pendapat yang menyatakan
bahwa bunga tidak termasuk kategori riba.

Ada beberapa hal yang menjadi masalah kontroversial seputar bunga yang terjadi di
kalangan para tokoh Islam antara argumen terhadap pembenaran konsep bunga dikemas
dalam bentuk bersifat ilmiah dan argumen sebagai bantahan dan kritikan terhadap teori-teori
yang dikemukan kalangan yang membenarkan adanya bunga.
Pertama, pada persoalan tingkat bunga, pada tingkat yang wajar maka bunga
dibolehkan. Namun tingkat bunga wajar sangat subjektif tergantung pada waktu, tempat,
jangka waktu, jenis usaha dan skala usaha. Aspek ini juga terdapat pada ayat pelarangan riba
tahap ketiga yang terdapat pada Q.S. Ali Imran [3]: 130 merupakan ayat pertama yang
menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam. Larangan ini merujuk
kepada apa yang dipraktekkan oleh orang-orang Arab pada masa itu, dengan cara menambah
bayaran jika hutang tidak bisa dibayar ketika jatuh tempo. Perkataan berlipat ganda dalam
ayat ini merupakan ciri hutang zaman jahiliah yang senantiasa bertambah sehingga menjadi
berlipat ganda.

Kedua, adanya pembenaran unsur bunga dengan cara apa pun sebagai kompensasi
atas terjadinya inflasi dan ini merupakan pendapat umum yang diadopsi dari teori agio.
Namun argumen ini lemah ketika adanya suku bunga yang lebih tinggi dari inflasi yang
diperkirakan atau tingkat inflasi dapat mencapai nol atau negatif (deflasi).13 Justru
keberadaan bunga memicu penyebab terjadinya inflasi. Jika alasan untuk menjaga nilai uang
yang terkikis oleh inflasi maka kompensasinya tidak mesti dengan bunga tetapi dengan
instrumen lain.

Ketiga, konsep marginal utility, yaitu konsumsi menurun menurut waktu. Artinya unit
konsumsi di masa yang akan datang memiliki nilai guna yang lebih kecil dibanding dengan
nilai guna saat ini. Konsep ini muncul sebagai akibat dari proses perbandingan antara nilai
guna pada masa sekarang dengan masa yang akan datang.

Keempat, konsep yang memandang bunga sebagai sewa15 dari uang. Pendapat ini
ditentang kebanyakan pakar ekonom muslim. Sebab menurut mereka istilah sewa untuk uang
tidak relevan sebab sewa digunakan hanya untuk benda yang diambil manfaatnya tanpa
kehilangan hak kepemilikannya. Sedangkan pada kasus meminjamkan uang manfaat
diperoleh tetapi kepemilikan terhadap uang hilang.

Kelima, pembenaran bunga atas dasar darurah (dire necessity) dan h}a>jah (need).
Salah satu unsur penting dalam perekonomian adalah bank, yang di dalamnya terkandung
sistem bunga. Bunga bank (interest) yang dianggap sama dengan riba akan sulit untuk
dihentikan, karena jika bank dilarang akan menimbulkan kemacetan ekonomi.

3
2. Pengertian Riba

Riba secara bahasa bermakna al-ziyadah yaitu tambahan. Sedangkan menurut istilah teknis
riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Riba juga dapat diartikan
sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil
yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam (Ali, 2008). Menurut syari’ah riba yaitu
merujuk pada “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan pinjaman
bersama dengan jumlah pokok utang sebagai syarat pinjaman atau untuk perpanjangan waktu
pinjaman.

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Yaitu:

1. Riba utang-piutang yaitu:

a. Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berutang (muqtaridh).
b. Riba Jahiliyah Yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

2. riba jual-beli, yaitu:

a. Riba Fadhl Pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
b. Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah pinjaman juga
terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

Riba dalam Perspektif Ekonomi Banyak pendapat mengenai bunga, pertama alasan menahan diri yang
menegaskan ketika kreditor menahan diri, ia menangguhkan keinginannya memanfaatkan uangnya
sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain.

Larangan Riba

Di dalam Islam telah jelas disebutkan mengenai larangan Riba yang terdapat dalam al-Qur’an
pada empat kali penurunan wahyu yang berbeda-beda, diantaranya:

a. QS. Ar-Ruum: 39
b. QS. An-Nisa: 161
c. QS. Ali-Imran: 130-132
d. QS. Al-Baqarah: 275-281

4
Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada al-Qur’an, melainkan juga Hadis. Hal ini
sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut yang telah digariskan
melalui al-Qur’an, pelarangan riba dalam hadis lebih terperinci. “Ingatlah bahwa kamu akan
menghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarangmu mengambil
riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak
kamu. Kamu tidak akan menderita atau pun mengalami ketidakadilan.” “Diriwayatkan oleh Abu Said
al-khudri bahwa Rasulullah Saw, bersabda : “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
bayaran harus dari tangan ke tangan (cash).

Barangsiapa memberi tambahan atau menerima tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan


dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.” (HR. Muslim no.2971, dalam Kitab Al-
Masaqat). Rasulullah Saw juga mengutuk dengan menggunakan kata-kata yang sangat terang, bukan
saja mereka yang mengambil riba, tetapi mereka yang memberikan riba dan para penulis yang
mencatat transaksi atau para saksinya. Bahkan beliau menyamakan dosa orang yang mengambil riba
dengan dosa orang yang melakukan zina 36 kali lipat atau setara dengan orang yang menzinahi ibunya
sendiri

B. Bunga Dan Riba

Secara terminologi bahasa bunga berarti imbal jasa atas pinjaman uang. Yang dianggap
sebagai kompensasi bagi pemberi pinjaman atas manfaat ke depan dari uang pinjaman tersebut
apabila diinvestasikan. Dan dalam dunia perbankan tidak pernah lepas dari dua sisi utama yang
menopang kelangsungan suatu bank yaitu penghimpunan dan pembiayaan.

Dimana dari sisi penghimpunan bank memberikan kompensasi dengan suku bunga yang telah
ditentukan di awal, sedangkan dari sisi pembiayaan peminjam harus mengembalikan pokok pinjaman
dan tambahan dan sejumlah prosentase bunga yang disepakati di awal. Yang dianggap sebagai harga
yang harus dibayar. Maka dari ilustrasi tersebut, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk praktik
riba di era modern ini.

Namun Abil Al- Maududi telah menjawab atas pembenaran mereka tentang bunga, diantarnya:

1. Riba bukanlah suatu ganti rugi, karena hakikatnya uang yang dipinjamkan merupakan suatu
kelebihan dari kebutuhannya dan tidaklah menderita suatu kerugian yang harus diganti rugi
2. Bunga tidak dapat dikatakan sebagai uang sewa, karena sewa dalah bagi barang-barang yang
disiapkan dan dipelihara dengan mengeluarkan tenaga, modal dan waktu. Maka sewa tidak
diperbolehkan pada barangbarang konsumsi atau mata uang

5
3. Bunga juga bukan hak yang harus diterima karena jasa modal yang diberikan, karena pada
hakikatnya dalam mengembangkan modal tidak selamanya menghasilkan keuntungan
4. Bunga yang semakin tinggi dari penundaan batas waktu yang ditentukan, sangat tidak
berperikemanusiaan karena tidak memperdulikan nasib usaha peminjam yang belum tentu
mendapatkan untung.

Maka telah jelas bahwa bunga bank sama dengan riba. Dan mayoritas ulama telah menetapkan bahwa
sistem bunga yangn berlaku pada dunia perbankan modern ini merupakan salah satu bentuk riba yang
diharamkan. Melihat dari ulasan tentang riba di atas, Muhammad Syahrur mengajukan beberapa
pendapat tentang perbankan Islam yang harusnya menjadi prinsip dasar operasional bank Islam:

1. Mereka yang berhak menerima sedekah (zakat) tidak diberikan kredit (pinjaman) tapi diberi
hibah (sedekah)
2. Dalam kondisi tertentu, memungkinkan untuk memberi pinjaman yang bebas bunga (bagi
mereka yang pantas diberi sedekah)
3. Tidak boleh ada pinjaman (pembiayaan) yang tidak diberi tempo pembayaran sehingga
bunganya melebihi batas atas atau dua kali lipat nilai pokok.

C. Dampak Sistem Bunga dan Riba Dampaknya Terhadap Perekonomian

1.Sistem bunga

Pada awalnya, para ekonom yang tertarik dengan sistem perbankan Islam meragukan dan
kerap kali bertanya bagaimana mekanisme operasional suatu system keuangan atau perbankan bekerja
tanpa adanya variabel terpentingnya yakni bunga. Jika dilihat sekilas nampaknya bunga amat
menguntungkan dan tidak berefek apa-apa. Padahal dampak yang ditimbulkan sangat beragam
sebagaimana dianalisis para ahli.

a. Akar Penyebab Krisis Keuangan

Penerapan suku bunga sebagai alat indirect screening mechanism dalam sistem perekonomian
gagal menjalankan fungsinya. Beberapa pakar ekonomi menganalisis hal tersebut seperti
Muslehuddin, Siddiqi, Chapra, mereka menyatakan bahwa perekonomian yang tertumpu pada suku
bunga akan menyebabkan terjadinya misalokasi resources yang pada gilirannya akan mengakibatkan
ketidakstabilan perekonomian.

Di samping itu, bunga bersifat fluktuatif sehingga menyebabkan kondisi perekonomian tidak
stabil. Fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi perilaku penabung maupun investor. Ketika tingkat
bunga tinggi maka jumlah tabungan secara agregat meningkat dalam jumlah yang sangat besar.

6
Di lain pihak, tingkat bunga yang tinggi bukanlah kondisi yang baik bagi para investor untuk
melakukan investasi. Akibatnya pada waktu tingkat bunga tinggi permintaan investasi sangat rendah.
Keadaan seperti ini akan dengan sendirinya mendorong tingkat bunga turun ke tingkat yang lebih
rendah.

b. Terjadinya Decoupling Sektor Riil dan Sektor Moneter

Suku bunga juga merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan


perekonomian karena bunga merupakan instrumen yang menyebabkan ketidakseimbangan antara
sektor riil dan moneter. Sebab jika dianalisa, bagi seseorang yang mempunyai aset Rp 1 miliar, dia
dihadapkan pada dua alternatif pilihan; investasi dengan deposito di bank dengan bunga 10 persen
setahun atau investasi di sektor riil yang menjanjikan return sebesar 10 persen/tahun. Secara rasional
tentu orang tersebut akan memilih deposito karena pilihan yang kedua lebih memberikan kepastian
return dan telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan investasi di sektor riil masih ada unsur kegagalan
dan unsur uncertainty. Jadi bunga memang menciptakan jarak antara sektor keuangan dengan sektor
riil akibatnya kondisi moneter tidak mencerminkan sektor riil dan sebaliknya kondisi sektor riil juga
tidak mencerminkan kondisi moneternya.

Sementara dalam Islam tidak dikenal adanya dikotomi antara sektor moneter dengan sektor
riil. Dalam Islam, sistem bagi hasillah yang menjadi jantung sektor moneter perekonomian bukan
bunga, sebab dengan sistem bagi hasil yang dibutuhkan kecepatan peredaran atau perputaran uang
tersebut.

c. Terjadinya Konglomerasi Kekayaan dan Kesenjangan

Ekonomi Bunga sebenarnya merusak raison d’etre keadilan sosial, dan Umer Chapra
menyatakan suku bunga cenderung menjadi harga “yang menyesatkan”25 dan mencerminkan
diskriminasi antara yang kaya dan miskin.26 Yang kaya semakin berpeluang untuk mendapatkan
kredit karena tidak semua orang mampu membayar tingkat bunga pinjaman dan hanya mereka yang
mampu membayar hutang beserta bunganya saja yang punya akses ke bank dan di sinilah terjadi
diskriminasi penyaluran dana dan diskriminasi akses.

Fenomena skema di atas, sebenarnya membuktikan bahwa penerapan sistem bunga merupakan akar
semua masalah yang terjadi dan di anggap yang paling merusak tata ekonomi berkeadilan34 serta
perilaku spekulasi dalam ekonomi konvensional secara alami akan mengacaukan jalannya
pembangunan ekonomi itu sendiri.

7
Lietear dan Tarek El-Diwani menjelaskan tiga konsekwensi akibat dioperasionalkannya sistem bunga
pertama, sistem bunga memaksa ekonomi untuk seolah terus tumbuh, meskipun kondisi faktual tetap
sama/konstan. Sistem bunga merupakan pergeseran risiko sistematis sehingga selalu ada ketidakadilan
di dalamnya. Ketika semua pelaku pasar tidak mau berbagi risiko yang secara alami melekat pada
setiap bisnis maka bisa dipastikan akan ada pihak menjadi korban dari sistem tersebut. Sementara itu,
sistem kredit mendikte pasar untuk berperilaku tidak wajar. Penentuan awal suku bunga pada
dasarnya memberikan jaminan keuntungan bagi salah satu pihak terhadap peristiwa-peristiwa masa
depan yang tidak dapat diprediksi. Bunga yang ditetapkan baik tinggi maupun rendah akan memaksa
pasar untuk memberikan laba positif, sedangkan produktivitas riil bisa lebih tinggi atau lebih rendah
daripada biaya modal, sehingga usaha dapat memperoleh keuntungan atau menderita kerugian; kedua,
ini mendorong terjadinya kompetisi sengit dalam ekonomi; dan ketiga, sistem ini memberikan
peluang bagi terpusatnya kesejahteraan di tangan segelintir orang, dengan pembebanan pajak pada
kaum mayoritas. Bahkan pada tingkat global membuat perekonomian dunia selalu berada dalam
kondisi tidak stabil dan ketimpangan yang semakin dalam. Inilah yang kemudian menciptakan
perekonomian gelembung (bubble economic), suatu kondisi yang melibatkan transaksi keuangan yang
besar sekali, namun sesungguhnya tidak ada isinya karena tidak dilandasi transaksi riil yang setara.

2. Dampak Riba bagi Perekonomian dan Kehidupan Ekonomi

Setiap muslim hendaknya meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT tidak akan melarang atas
sesuatu kecuali ada kemudhratan di dalamnya. Segala sesuatu yang diperintahkan maupun dilarang
olehNya mengandung hikmah bagi manusia dan bukan sebaliknya untuk menyengsarakan. Dan salah
satunya adalah larangan terhadap praktik riba, yang sesungguhnya sudah dirasakan dampak buruk riba
pada kehidupan manusia di beberapa segi. Baik dari segi moral, peradaban, sosial maupun ekonomi.

Beberapa dampak negative yang ditimbulkan oleh riba dalam perekonomian, diantaranya:

1. Eksploitasi kekayaan peminjam, dimana bunga menjadi alat eksploitatif yang menguras
kekayaan si peminjam dan kesulitan yang dihadapi peminjam menjadi umpan empuk untuk
mencari keuntungan orang-orang kaya.
2. Monopoli sumber daya, dikarenakan adanya ketentuan suku bunga membuat pinjaman pada
perbankan memerlukan kepastian pengembalian. Sehingga dana bank banyak mengalir
kepada golongan orang kaya, sedangkan masyarakat kecil sulit mendapatkan bagian pinjaman
dari bank untuk memulai usaha.

8
3. Mis-alocation dana, dari beberapa fakta di lapangan ditemukan bahwa kredit yang didapatkan
oleh golongan kaya tidak hanya dimanfaatkan untuk investasi, melainkan bnyak yang
digunakan untuk keperluan non produktif, tidak bermanfaat bahkan spekulasi.
4. Menghambat tingkat produktifitas masyarakat, Sedangakan di lain sisi para pengusaha kecil
yang membutuhkan dana sebagai modal terbebani dengan bunga yang harus mereka bayar,
padahal tidak selamanya usaha yang dilakukan memperoleh keuntungan. Sehingga banyak
dari masyarakat kecil yang tidak berani memulai dan mengembangkan usaha karena berat
dengan risiko yang harus ditanggung.
5. Mendorong inflasi, telah dibuktikan bahwa intrumen bunga dapat meningkatkan cost of
production. Dikarenakan bunga merupakan fixed cost yang harus dibayar perusahaan yang
sedikit banyak mempengaruhi inflasi yang disebut cost push inflation.
6. Decoupling antara sektor riil dan moneter, sistem bunga telah mendorong para pemilik modal
untuk menyimpan dananya pada perbankan, pasar modal dan perdagangan surat-surat
berharga lainnya. Sehingga uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang, uang yang
seharusnya diserap untuk sektor riil justru banyak terserap pada sektor moneter.
7. Instabilitas perekonomian, sebagai puncak akibat dari sistem bunga, terbukti dengan
banyaknya krisis yang melanda negara-negara maju maupun negara berkembang.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dan dari beberapa aspek pembuktian, dinyatakan bahwa riba dengan segala macam bentuknya
termasuk bunga dalam sistem perbankan modern adalah haram. Allah jelas telah membedakan antara
jual beli dan riba, yang dianggap oleh para kaum kafir adalah sebuah kesamaan transaksi

Praktik riba dalam kehidupan masyarakat, terselubung dalam berbagai macam bentuk yang secara
garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu riba utang piutang dan jual beli. Dan dampak buruk
praktik riba ini telah dirasakan oleh masyarakat luas dari berbagai aspek, baik dari aspek moral, sosial
maupun ekonomi. Oleh karenanya perlu dilakukan pemerangan terhadap praktik-praktik yang
mengandung unsur ribawi.

Terakhir, dampak bunga terhadap perekonomian, diantaranya: akan menyebabkan krisis keuangan,
terjadinya decoupling antara sektor riil dan sektor moneter dan akan menyebabkan terjadinya
konglemerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.

B.Saran Dan Kritik

Di sini kami berharap banyak sekali kepada berbagai pihak untuk bisa ikut serta berpartisipasi atau
kepada pembaca khususnya untuk memberikan kritik dan sarannya dalam menilai sistem penyusunan
makalah dari cara penulisan, penyusunan danpenggunaan kalimat atau tata bahasa yang kami
gunakan. Agar dalam penyusunan makalah akan datang mengalami perkembangan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Saeed. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.

Al-Faizin, Abdul Wahid; Akbar, Nashr. Tafsir Ekonomi Kontemporer. Jakarta: Madani Publishing.
2010.

Al-Hifani, Muhammad Ibrahim. Tafsir Al-Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2007.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. 2003.

Arief, Yoyok Suyoto. Sistem Bebas Bunga: Sebuah Usaha Menuju Stabilitas Ekonomi. Ponorogo:
Ijtihad Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam. Vol. 7 No. 2. 2012.

At-Thobari, Abu Ja’far. Jaami’ul Bayaan fii Ta’wili-l-Qur’an. Baghdad: Ar-Risalah. 2000. Hamidy,
Mu’ammal; Manan, Imron. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni. Surabaya: PT Bina Ilmu.
1983.

Heri, Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Yogyakarta: Ekonisia. 2007.

A. Mannan, M. Islamic Economics Theory and Practice (A Comparative Study). Lahore: SH.
Muhammad Ashraf Publishers, 1991.

Ab. Ghani, Ab. Mumin & Fadillah Mansor (Penyunting). Dinamisme Kewangan Islam di
Malaysia. Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2006.

Abdul Hadi, Abu Sura’i. Bunga Bank dalam Islam. Terj. M. Thalib.

Surabaya: Al-Ikhlas, 1993

Anda mungkin juga menyukai