Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Teori Bagi Hasil dalam Ekonomi Islam

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Ekonomi Moneter

Dosen pengampu : Hidayani, M.E

Oleh:

Kelompok 9
Lestari (2020.04.020)
Perbankan Syariah
Institut Agama Islam Al-Qur'an Al-Ittifaqiah (IAIQI)
Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan
Tahun Akademik 2022-2023

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-
Nya kami dapatmenyelesaikan Makalah yang berjudul “Teori Bagi Hasil dalam
Ekonomi Islam”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahamat bagi
kita. Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Ekonomi Moneter.

Dengan terselesainya makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan


pembelajaran yang baik bagi kita semua dalam peningkatan pengetahuan. Harapan kami
juga semoga apa yang tulis didalamnya memiliki nilai akademis yang dapat menunjang
pengetahuan akademisi kita, untuk itu mari kita menambah dan meningkatkan
pengetahuan kita demi terwujudnya bangsa Indonesia yang edukatif. Kami juga
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
lebih meningkatkan lagi pemahaman kita semua, baik terkait dengan isi maupun
sistematika dan cara penulisannya.

Indralaya, 7 November 2022

PENULIS

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... II

DAFTAR ISI ....................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 5

A. Pengertian Bagi Hasil .............................................................................. 5


B. Konsep bagi hasil ..................................................................................... 6
C. Macam-Macam bagi Hasil ....................................................................... 6
D. Sistem bagi hasil menurut bank Syariah .................................................. 12
E. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ............................................................ 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14

KESIMPULAN ................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi hasil ( profit sharing ) seperti mudharabah dan musyarakah hampir pasti
sudah ada sebelum datangnya Islam. Di Timur Tengah pra Islam , kemitraan-
kemitraan bisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalan berdampingan
dengan konsep pinjaman sistem bunga sebagai cara untuk membiayai berbagai
aktifitas ekonomi. Namun setelah kedatangan Islam, transaksi keuangan berbasis
bunga pun di larang dan semua dana harus di salurkan atas dasar profit sharing.
Teknik kemitraan bisnis, dengan menggunakan prinsip mudharabah, ini pernah di
praktikan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW. ketika bertindak sebagai mudharib
( wakil atau pihak yang di modali ) untuk istrinya, Khadijah. Hal senada juga pernah
di praktikkan oleh khalifah yang ke dua, Umar bin Khattab, Dia menginvestasikan
uang anak yatim pada para saudagar yang berdagang di jalur perdagangan antara
Madinah dan Irak. Kemitraan-kemitran bisnis berdasarkan profit sharing yang
sederhana semacan ini berlanjut dengan bentuk yang sama sekali tidak berubah
selama beberapa abad, tetapi tidak berkembang menjadi sarana untuk investasi
berskala luas yang membutuhkan pengumpulan dana besar - besaran dari banyak
penabung perorangan meskipun mazhab Hanafi, bisa saja memperluas kemitraan
Mudharabah dengan mengikuti bentuk sederhana seperti itu. Perkembangan ini
tidak terjadi sampai bermunculannya institusi-institusi keuangan Islam.
Institusi keuangan pertama kali di dirikan oleh umat muslim di luncurkan
sekitar sepuluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. pada 632 M oleh
Khalifah Umar. Ekspansi masyarakat Arab di bawah Khalifah Abu Bakar (mertua
Nabi SAW ) yang di mulai tak lama setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, di
penuhi oleh perasaan bersatu, kesamaan tujuan, dan keyakinan diri yang di
tanamkan oleh Islam. Namun demikian, hobi para pejuang badui terhadap perang
dan harta rampasan benar-benar tiada bandingannya sehingga harus di temukan

1
suatu cara untuk mendistribusikan hadiah-hadiah perang. Meskipun pasukannya
berhasil menaklukan kerajaan Byzamtium dan Persia yang merupakan dua adidaya
yang sudah mapan di wilayah itu, Umar tetap mempertahankan kehematan dan
kesederhanaan hidupnya seperti dahulu dan memiliki tujuan moral yang kuat.
Semua warga negara yang miskin harus di berikan (menurut kreteria tertentu)
pensiun tahunan yang di ambil dari ghanimah (harta rampasan) dan pendapatan
Khalifah. Institusi yang di bangun itu , yakni diwan, terilhami oleh dan meniru
birokrasi Persia, yang tujuanya adalah mendaftar semua warga umat agar dapat
memfasilitasi pendistribusian kekayaan yang di peroleh (ata ). Dana-dana umat
yang di peroleh dari wilayah-wilayah yang ditaklukan di simpan di tempat yang di
sebut baitul maal, yang merupakan kombinasi dari institusi ata dan institusi diwan.
Tugas pemimpin komunitas yang barulah untuk memastikan bahwa setiap individu
di jamin mendapatkan „bagian yang adil‟.baik muslim Arab maupun muslim non
Arab di beri bagiannya secara sama.
Pada masa-masa belakangan, beberapa eksperimen awal untuk perbankan
Islam berlangsung di Melayu pada pertengahan tahun 1940-an, di Pakistan pada
akhir 1950-an, melalui Jemaat Islami pada 1969, Egipt‟s Mit Ghamr Savings Bank
(1963-1967), dan Nasser Sosial Bank (1971). Sebagian institusi berorientasi ke
pedesaan dan kebanyakan tidak berhasil (meskipun tentu saja bukan di sebabkan
oleh orientasinya yang ke pedesaan). Misalnya, tujuan Bank Pakistan adalah
memberikan kredit tanpa bunga kepada pemilik tanah yang miskin untuk memodali
pertanian. Bank tidak membebankan bunga pinjaman dan pihak penanggung
pemilik tanah yang kaya mendepositokan uangnya di Bank ini dan tidak menerima
bunga (riba) atas deposito mereka. Bisa di asumsikan bahwa standar pengelolaan
pertanian yang lebih tinggi akan membawa kepada ekspansi laba usaha karena para
deposan bank yang memiliki tanah ikut memutuskan tentang cara pemberian
pinjaman dan persekotnya serta kepada siapa pinjaman di berikan. Namun
demikian, bank tersebut bubar setelah berjalan hanya beberapa tahun saja,
sementara utang-utangnya sebagian besar baru di lunasi pada awal 1960-an karena
para debitur bank ini melunasi utangnya kepada bank secara mencicil.

2
Di dunia Arab, pengalaman modern pertama dengan perbankan Islam adalah
melalui Mit Ghamr, Mesir, pada tahun 1963. Eksperimen ini menggabungkan
prinsip bank tabungan Jerman dengan prinsip perbankan koperasi pedesaan
menurut kerangka umum aturan permodalan Islam guna melayani mereka yang
enggan untuk di ajak menggunakan bank-bank konvensional karena alasan
keagamaan. Namun, bank ini di bentuk secara rahasia, tanpa menonjolkan kesan
Islam, karena takut di anggap sebagai bentuk fundamentalisme Islam yang di
haramkan rezim penguasa. Proyek ini di tutup, karena beberapa alasan, pada paruh
ke dua tahun 1967 dan operasinya di ambil alih oleh Bank Nasional Mesir dengan
berdasarkan bunga. Sembilan bank seperti itu di Mesir telah di ambil alih. Bank-
bank yang tidak menarik ataupun membayar bunga, yang sebagian besar di modali
dari aktivitas perdagangan dan industri secara langsung oleh bank sendiri atau
bermitra dengan pihak lain dan berbagai keuntungan dengan para deposan, pada
dasarnya lebih berfungsi sebagai lembaga investasi tabungan ketimbang sebagai
bank komersial murni.1
Konsep teoritis tentang suatu bank Islam yang menerapkan konsep bagi hasil
telah muncul pada 1940-an, namun belum dapat di wujudkan, selain karena kondisi
pada waktu itu belum memungkinkan, juga belum ada pemikiran tentang bank
Islam yang menerapkan konsep bagi hasil yang meyakinkan. Pemikiran-pemikiran
oleh para penulis yang mula-mula menyampaikan gagasan mengenai perbankan
yang berlandaskan bagi hasil ( profit sharing ) tersebut ialah Anwar Qureshi (1946),
Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Kemudian uraian yang lebih
terperinci tentang gagasan itu di tulis oleh Mawdudi pada 1950 (1961) Tulisan-
tulisan Muhammad Hamidullah yang di tulis pada 1944, 1955, 1957, dan 1962
harus pula di kategorikan sebagai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam
yang menerapkan konsep bagi hasil.

1
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Dan Prospek (Jakarta: t.tp, 2001),
21.

3
Bank swasta bebas bunga yang pertama adalah Dubai Islamic Bank yang
didirikan pada 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari beberapa negara. Pada
1977 berdiri pula dua bank bebas bunga swasta dengan nama Faisal Islamic Bank
di Mesir dan Sudan. Pada 1977 itu juga pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait
Finance House2.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan bagi hasil?
2. Bagaimana konsep bagi hasil?
3. Apa saja macam-macam bagi hasil?
4. Bagaimana sistem bagi hasil menurut ekonomi syariah?
5. Apakah perbedaan bunga dan bagi hasil?

2
Warkum Sumitro, Dasar-dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Usaha Nasional,
1996), 77

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bagi Hasil


Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit
sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit
sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu
Perusahaan". Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana
dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal
(shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib).3
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan
ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang
berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah
pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.4
Secara umum prinsip bagi hasil dalam ekonomi syariah dapat dilakukan
dalam empat akad utama yaitu, al Musyarakah, al Mudharabah, al Muzara’ah, dan
musaqolah. Walaupun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al
musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musqalah
dipergunakan khusus untuk plantation financing (pembiayaan pertanian untuk
beberapa bank islam)5.

3
Syafi’I Antoni, Bank Syariah Teori dan Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001), 90
4
Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, (Yogyakarta:UII
Press, 2004) h.18
5
Austianto, Penerapan Bagihal.asil Deposito Mudharabah di Bank syariah. (www.iaei- pusat.net

5
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau
ikatan bersama di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas
keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam
sistem koperasi syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat,
dan didalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus
ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan
porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan
harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa
adanya unsur paksaan6.
B. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil sangat berbeda sekali konsep bunga yang diterapkan oleh
sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat
dijabarkan sebagi berikut :
1. Pemilik dana menanamkan dana nya melalui intitusi keunagan yang bertindak
sebagai pengelola dana.
2. Pengelola mengelola dan-dan tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem
pool of fund (penghumpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan
dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan
menguntungkan serta memenuhui semua aspek syariah.
3. Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkungan
kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya
kesepakatan tersebut.
C. Macam-Macam Bagi Hasil
a. Teori Akad Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Akad merupakan kontrak atau perjanjian yang dibuat dua belah pihak
yang saling mengikat di antara keduanya untuk bersepakat tentang suatu hal,
syarat dan ketentuan harus dijelaskan secara terperinci oleh kedua pihak.

6
Ach. Bakhruib Muchtasib. Konsep Bagihal.asil Dalam Perbankan Syariah.(www.google.com)

6
Jika ada pelanggaran kontrak, ihak yang melanggar akan dikenakan sanksi
sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak tersebut.
Secara bahasa, Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya
melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. Mudharabah ini
disebut juga dengan qiradh atau muqaradah yang berarti al at’u (potongan)
karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan oleh
pengusaha. Istilah mudharabah telah dipopulerkan oleh ulama Iraq,
sedangkan qiradh atau muqaradhah dipopulerkan oleh ulama Hijaz dan dari
kedua istilah tersebut tidak ada perbedaan prinsip.
Secara istilah, Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak yang mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
modal sedangkan pihak lain menjadi pengelola (mudharib) dengan
pembagian keuntungan yang disepakati bersama sesuai dengan kesepakatan
yang telah disepakati, sedangkan kerugian hanya ditanggung oleh pemilik
modal, pengelola tidak menanggung kerugian material karena dia telah
menanggung kerugian lain berupa tenaga dan waktu.
Mazhab Hanafi, mudharabah adalah akad atas suatu syarikat dalam
keuntungan dengan modal harta dari satu pihak dan dengan pekerjaan
(usaha) dari pihak lain. Mazhab Maliki, Mudharabah adalah suatu
pemberian modal atau (taukil) untuk berdagang dengan mata uang tunai
yang diserahkan (kepada pengelola) dengan mendapatkan sebagian dari
keuntungan jika diketahui jumlah dan keuntungan. Mazhab Syafi’i,
Mudharabah adalah suatu akad yang memuat penyerahan modal kepada
orang lain untuk mengusahakannya dan keuntungannya dibagi anatara
mereka berdua. Mazhab Hambali, Mudharabah adalah penyerahan suaty
modal tertentu dan jelas jumlahnya atau semaknanya kepada orang yang
mengusahakannya dengan mendaptkan bagian teretentu dari
keuntungannya.
Landasan syariah yang dipakai oleh para ulama yang
mengaplikasikan mudharabah yaitu:

7
I. Al-Quran
Dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT. (QS. al-Muzammil ayat 20). Apabila
telah dituaikan shalat bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah
karunia AllahSWT (QS. al-Jumuah ayat 10). Tidak ada dosa (halangan)
bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu (QS. al-baqarah ayat 198).
II. Al-Hadits
Dari Shalih Bin Suhaib ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda, tiga
hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum denga teppung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah). Sebagai
mana dijelasakan dalam ketentuan pasal 1 angka 5 peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 bahwa yang dimaksud dengan
Mudharabah ialah penanaman dana dari pemilik dana shahibul maal
kepada pengelola dana mudharib untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi
profit and loss sharing atau metode bagi pendapatan revenue sharing
antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya. Kemudian penjelasan atas pasal 3 peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/19/PBI2007 menjelaskan pula bahwa yang
dimaksud dengan Mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari
pemilik dana shahibul maal kepada pengelola dana mudharib untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
2. Macam-Macam Mudharabah
1. Mudharabah Muthlaqah.
Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana shahibul
maal memberikan kebebasan kepada pengelodela dana (mudharib) dalam
mengelola investasinya (PAPSI,2003). Dalam Mudharabah Muthlaqah,

8
pengusaha bebas mengelola modal dengan jenis usaha apa saja yang
menurutnya akan mendatangkan keuntungan dan ditempat mana saja
yang dia inguinkan. Dalam implementasinya Mudharabah Muthlaqah
tidak diartikan kebebasan yang tanpa batas, karena tetap memperhatikan
syarat-syarat yang lain yang diperbolehkan dalam islam, misalnya tidak
boleh membiayai proyrk atau investasi yang dilarang oleh islam.
2. Mudharabah Muqayyadah.
Mudharabah muqayyadah merupakan akad kerja sama antara dua
pihak yang mana shahibul maal menginvestasikan dananya kepada
mudharib, dan memberi batasan atau penggunaan dana yang
diinvestasikannya. Batasnya antara lain tentang:
I. Tempat dan cara berinvestasi.
II. Jenis investasi.
III. Objek investasi
IV. Jangka waktu
Dalam Mudharabah Muqayyadah, pengusaha harus mengikuti
syarat-syarat dan batasan-batasan yang dibuat oleh pemilik modal.
Misalnya, harus berdagang dengan jenis barang tertentu, dan membeli
barang kepada orang tertentu. Dengan kata lain ditentukan line of trade,
line of industry, atau line of service yang akan dikerjakan dan
ditentukan dari siapa barang-barang tersebut akan dibeli.
3. Prinsip-Prinsip Mudharabah
Prinsip-prinsip mudharabah secara khusus dibagi menjadi lima yaitu:
1. Prinsip berbagi keuntungan di antara pihak-pihak yang melakukan
akad mudharabah, dalam akad mudharabah, laba bersih harus dibagi
antara shaibul maal dan mudharib berdasarkan suatu proporsi yang
adil sebagaimana telah disepakati sebelumnya dan secara eksplisit
telah disebutkan dalam perjanjian mudharabah. Pembagian laba tidak
boleh dilakukan sebelum kerugian yang ada ditutupi dan ekuitas
shaibul maal sepenuhnya dikembalikan.

9
2. Kedua, prinsip berbagi kerugian di antara pihak-pihak yang berakad,
dalam mudharabah, asas keseimbangan dan keadilan terletak pada
pembagian kerugian di antara pihak-pihak yang berakad, kerugian
finansial seluruhnya dibebankan kepada pihak pemilik modal, kecuali
terbukti ada kelalaian, kesalahan, atau kecurangan yang dilakukan
mudharib (pengelola), sementara itu, pihak mudharib (pengelola)
menanggung kerugian berupa waktu, tenaga, dan jerih payah yang
dilakukan. Dia tidak memperoleh apapun dari kerja kerasnya.
3. prinsip kejelasan dalam mudharabah, masalah jumlah modal yang
akan diberikan shaibul maal, persentase keuntungan yang akan
dibagikan, syarat-syarat yang dikehendaki masing-masing pihak, dan
jangka waktu perjanjian harus disebutkan dengan tegas dan jelas,
kejelasan merupakan prinsip yang harus ada dalam akad ini, untuk itu
perjanjian tertulis harus dilaksanakan dalam akad mudharabah.
4. prinsip kepercayaan dan amanah, masalah kepercayaan, terutama dari
pihak pemilik modal merupakan unsur penentu terjadinya akad
mudharabah. Jika tidak ada kepercayaan dari shaibul maal maka
transaksi mudharabah tidak akan terjadi. Untuk itu, shaibul maal dapat
mengakhiri perjanjian mudharabah secara sepihak apabila tidak
memiliki kepercayaan lagi kepada mudharib. Kepercayaan ini harus
diimbangi dengan sikap amanah dari pihak pengelola.
5. prinsip kehati-hatian, sikap hati-hati merupakan prinsip yang penting
dan mendasar dalam akad mudharabah. Jika sikap hati-hati tidak
dimiliki pengelola, maka usahanya akan mengalami kerugian, di
samping akan kehilangan keuntungan finansial, kerugian waktu,
tenaga, dan jerih payah yang telah didedikasikannya, dia juga akan
kehilangan keepercayaan.
4. Rukun Mudharabah

10
Rukun mudharabah adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk dapat
terlaksananya akad mudharabah. Menurut jumhur ulama, ada tiga rukun
mudharabah antara lain :
1. Dua orang yang berakad yaitu pengelola modal (mudharib) dan orang
yang mempunyai modal (shahibul maal).
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri atas modal
(maal), kerja, keuntungan.
3. Shighat yakni serah (ijab) dan terima (kabul). Sedangkan menurut
Mazhab hanafiyah, rukun mudharabah hanya satu ijab (ungkapan
penyerahan modal) dan qabul (ungkapan menerima modal dan
ungkapan persetujuan kedua belah pihak).
b. Al Musyarakah
1. Pengertian Al Musyarakah
Al musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal / expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan di tangguang bersama sesuai dengan kesepakatan.
Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Manan mengatakan
musyarakah adalah hubungan kemitraan antara perusahaan dengan konsumen
untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik perusahaan maupun
konsumen memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan
menyetujui suatu keuntungan yang ditetapkan sebelumnya, lebih lanjut
Manan mengatakan bahwa sistem ini juga didasarkan atas prinsip untuk
mengurangi kemungkinan partisipasi yang menjerumus kepada kemitraan
akhir oleh konsumen dengan diberikannya hak pada perusahaan pada mitra

11
usaha untuk membayar kembali saham perusahaan secara sekaligus ataupun
berangsur-angsur dari sebagian pendapatan bersih operasinya.
D. Sistem Bagi Hasil Menurut Ekonomi Syari’ah
1. Pendekatan profit sharing (bagi laba).
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.
Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.Profit secara istilah adalah
perbedaan yang timbul ketika total pendapatan suatu perusahaan lebih besar dari
biaya total. Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi biaya-
biaya yag dikeluarkan untuk memperoleh pendapata tersebut.
2. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yag
diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa
(services) yang dihasilkan dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian
antara jumlah out put yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan
harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Perhitungan menurut
pendapatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang
diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan
biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari syafi’I yang
mengataka bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai
biaya, baik di dalam keadaan menetap maupun berpergian (diperjalanan) karena
mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak
mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan
mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul maal. Sedangkan untuk profit
sharing diterapka berdasarkan pendapat Abu hanifah, Malik, yang mengatakan
bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila

12
perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu untuk biaya makan, pakaian dan
sebagainya7.

E. Perbedaan Bunga Dan Bagi Hasil


Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga Bagi Hasil

Tidak terdapat risk atau return Berdasarkan risk dan return sharing.
balesnya bunga ditentukan pada saat Besarnya nisbah bagi hasil disepakati
akad. Jadi, terdapat asumsi pemakian pada saat akad dibuat dengan
dana pasti mendapatkan keuntungan berpedoman pada kemungkinan
adanya resiko untuk rugi.

Besarnya bunga berdasarkan Besaran nisbah bagi hasil berdasarkan


presentase atas modal (pokok presentase atas keuntungan yang
pinjaman). Besaran bunga biasanya diperoleh. Besaran nisbah bagi hasil
lebih ditentukan berdasarkan tingkat disepakati lebih didasarkan atas
bunga pasar (market interest rate) konstribusi masing-masing pihak,
prospek peroleh keuntungan dan
tingkat resiko yang mungkin terjadi.

Pembayaran bunga tetap sebagai mana Jumlah nominal bagi hasil akan
dalam perjanjian, tidak terpengaruh berfluktuasi sesuai dengan
pada hasil riil dari pemanfaatan dana keuntungan riil dari pemanfaatan dana

Eksistensi bunga diragukan oleh Eksistensinya berdasarkan nilai-nilai


hampir semua agama samawi, para keadilan yang bersumber dari syariah
pemikir besar bahkan ekonom. islam.

7
Wiroso,Penghimpun Dana dan Distribusihal.asil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT. Grasindo,
2005)hal.11

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep bagi hasil dalam aplikasi Lemabga Keuangan Syariah merupakan salah
satu kontribusi Syariat Islam dalam perekonomian umat dan menjadi salah satu alternatif
masyarakat bisnis, yang di wujudkan dalam sebuah lembaga keuangan Syariah yang
berdasar pada hukum Islam. Dalam Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga
dalam mekanisme lembaga keuangan Syariah tidak menerapkan sistem bunga, karena
bunga itu sedikit atau banyak termasuk riba dan riba adalah hukumnya haram.
Konsep bagi hasil adalah kerja sama antara dua pihak dalam mejalankan usaha.
Yang terdiri atas pihak pengusaha dan pemberi modal, yang mana kedua duanya berhak
atas hasil usaha yang mereka jalankan. Karena tidak ada yang dapat memastikan berapa
keuntungan yang akan di dapat, maka pembagian hasil di nyatakan dalam bentuk
prosentase bagi hasil (Nisbah). Kapan keuntungan akan di bagikan tergantung dari
perjanjian dan jenis usaha yang di jalankan, pembagian keuntungan itu di lakukan
setidaknya dalam satu siklus usaha, namun demkian tidak ada yang dapat memastikan
bahwasanya usaha itu akan selalu untung, konsep bagi hasil di dasarkan pada hasil nyata
usaha yang di lakukan oleh pengusaha, untung atau rugi itu hal biasa dalam berusaha.
Secara historis bagi hasil (profit sharing) sudah ada sebelum datangnya Islam,
bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri mempraktikkan teknik kemitraan seperti ini. yang
kemudian kemitraan-kemitraan bisnis berdasarkan bagi hasil seperti ini terus berlanjut
dan berkembang hingga sekarang.

14
DAFTAR PUSTAKA
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Dan Prospek.
Jakarta: t.tp, 2001.
al-A'dhami, Muhammad Dhiya al-Rahman. al-Minah al-Kubro Syarhun wa Takhrijun li
al-Sunan al-Sughra, Riyadh, Maktabah al-Ruyd, 10020.
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
2001.
al-A'dhami, Muhammad Dhiya al-Rahman. al-Minah al-Kubro Syarhun wa Takhrijun li
al-Sunan al-Sughra, Riyadh, Maktabah al-Ruyd, 10020.
al-Baghdady, ABu 'Ubaid al-Qasim bin SAlam biin Abd ALlah al-Harwy. Kitab al-
Amwal. Beirut: Dar al-Fikr, 1983.
al-Bukhary, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah. ABu 'Abd Allah, Shahih
al-Bukhary, Riyadh: Dar Thauq al-Najat, 1442.
Muhamad, Metodologi penelitian Pemikiran Ekonomi Islam. yogyakarta: Uji Press.
2002.
al-Naisabury, Muslim bin al-Hajaj Abu al-Hasan al-Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut: Dar
Ihya al-Turat al-'Araby, t.th.
al-Qazwainy, Ibn Majah Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibn Majah. Beirut:
Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, 1002.
Sumitro, Warkum. Dasar-dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia. Surabaya: Usaha
Nasional, 1996.
al-Tabrani, Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Matir al-Lahmi al-Syami, Abu al-Qasim.
Musnad al-Syamiyin. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1984

15

Anda mungkin juga menyukai