Disusun Oleh :
Kelompok 14
Wulan Ramadhani
Dosen Pengampu :
Prodi :
Semester VIII
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat-Nya lah
kami bias menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Islam Abad
XII-XIII (H) / 18-19 M”.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
1. M. UMER CHAPRA
c. Barangkali dapat diasumsikan bahwa kecuali dalam keadaan resesi tak aka
nada pemegang dana yang cukup irasional untuk menyimpan sisa uangnya
setelah dikurangi oleh keperluan-keperluan transaksi dan berjaga-jaga
selama ia dapat menggunakan sisanya yang menganggur untuk melakukan
investasi pada asset bagi hasil untuk menggantikan paling tidak sebagian
efek erosive zakat dan inflasi, sejauh dimungkinkan dalam sebuah
perekonomian Islam.
d. Laju keuntungan berbeda dari laju suku bunga tidak akan ditentukan di
depan. Satu-satunya yang akan ditentukan di depan adalah rasio bagi hasil,
ini tidak akan mengalami fluktuasi, seperti halnya suku bunga karena akan
didasarkan pada konvensi ekonomi dan social, dan setiap ada perubahan di
dalamnya akan terjadi lewat tekanan kekuatan- kekuatan pasar sesudah
terjadi negosiasi yang cukup lama.
2. Sumber-Sumber Ekspansi Moneter Islam
Kalangan ekonom sepakat bahwa defisit fiskal dapat atau bahkan mungkin sudah
menjadi sumber penting bagi ekspansi moneter. Berbagai upaya pemerintah untuk
menggali sektor riil dengan tingkat kecepatan yang melebihi stabilitas harga yang dapat
dicapai, dapat menimbulkan peningkatan defisit fiskal dan mempercepat penawaran
uang sehingga menambah laju inflasi. Bahkan, di Negara-negara industri utama,
besarnya defisit fiskal telah menjadi penyebab utama kegagalan untuk memenuhi target
suplai uang. Ini cenderung memberikan beban yang tidak proporsional kepada
kebijakan moneter dalam rangka memerangi inflasi. Meskipun demikian sebagaimana
yang dinyatakan oleh para ekonom yang tergabung dalam Economists Advisory Group
Bussiness Research Study (EAGRS) “Makin besar ketergantungan sektor pemerintah
kepada sistem perbankan, makin berat bagi bank sentral untuk melakukan suatu
kebijakan moneter yang konsisten”.
Karena itu, kalau tidak ingin kebijakan moneter menjadi kurang efektif atau
terlalu restriktif, harus ada koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk
merealisasikan tujuan-tujuan nasional. Ini perlunya suatu kebijakan fiskal yang
noninflasioner dan realistis di Negara-negara Islam. Oleh karena itu, suatu pemerintahan
Islam yang bersungguh-sungguh ingin mewujudkan tujuan-tujuan perekonomian Islam
harus menjalankan suatu kebijakan fiskal yang konsisten dengan tujuan-tujuannya. Ini
lebih penting karena umumnya pasar uang di negara Islam relatif terbelakang sementara
kebijakan moneter kurang efektif dalam meregulasi suplai uang sebagaimana yang dapat
dilakukan oleh kebijakan fiskal. Ini bukan berarti dengan sendirinya meniadakan defisit
fiskal melainkan menegaskan bahwa defisit tetap diperbolehkan hanya sejauh
diperlukan untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang yang berkesinambungan dan
kesejahteraan dalam kerangka harga yang stabil.
b. Penciptaan Kredit Bank Komersial
a. Target pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun bank sentral harus menentukan
pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.
Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam
sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat
pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga
keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran
dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama
dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrumen
kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.
b. Public share of demand deposit (uang giral). Dalam jumlah tertentu demand
deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah
untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.1
1
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani. 2000). Hlm. 10
2. MONZER KAFH
Damaskus adalah negara kelahiran Monzer kahf, beliau lahir pada tahun
1940 di ibu kota suriah tersebut. Damaskus selain negara kelahiran juga sebagai
negara pendidikan Beliau. Monzer kahf menyelesaikan sekolah dasar dan
menengah di damaskus, kemudian mengmabil gelar sarjana BA dalam
perdagangan dari universitas damaskus pada bulan juni tahun 1962. (Sriwahyuni,
2017). Kafh langsung memperoleh pengharaan dari presiden syiria sebagai
lulusan terbaik. Lalu tahun 1975, kahf meraih gelar Ph.D. Untuk ilmu ekonomi
spesialisasi ekonomi internasional dari University of Utah, Salt Lake City, USA.
Selain itu, Kahf juga pernah mengikuti kuliah in formal yaitu, Training and
knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di Syria. Pada
tahun 1968, kahf telah menjadi akuntan publik yang sudah bersertifikat. Lalu
kemudian 2005, Monzer kahf menjadi seorang guru besar ekonomi Islam dan
perbankan di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking,
Universitas Yarmouk di Jordan.(Muhammad Ainul Yaqin, 2019)
9. Dari tahun 1995 hingga 1999, Monzer Kahfi adalah seorang ekonom
peneliti senior di Institut Studi Islam dan Pelatihan Bank Pembangunan
Islam (IDB) yang berada diJeddah ,ArabSaudi.
10. Monzer Kahf adalah profesor lulusan ekonomi dan perbankan Islam yang
mengajar ekonomi Islam di Universitas Yarmouk di Yordania dari 2004-
2005.
11. Monzer Kahf adalah konsultan, trainer dan pendidik perbankan, keuangan
dan ekonomi syariah yang telah menyelenggarakan private training di
California, USA sejak 1999.
1. Perlu dikembangkan suatu disiplin ilmu yang mempelajari apa yang secara
umum digambarkan sebagai subjek ilmu ekonomi secara universal.
2. Tidak perlu menambahkan kata sifat “Islam” pada ekonomi. Penambahan
semacam ini tidak diwajibkan oleh agama Islam, dan para ulama Islam
tidak melakukannya ketika memimpin peradaban. Penambahan ini juga
menyesatkan karena menunjukkan bahwa "hukum" ekonomi Islam tidak
universal dan umum bagi semua manusia. Selain itu, penambahan "Islam"
ke dalam ilmu ekonomi dapat dibatasi, terutama karena kata Islam
mempersempit ruang lingkup disiplin ilmu tersebut menjadi dalil-dalil
yang mengandung nilai-nilai Islam.
3. Tragedi peristiwa sejarah yang menghalangi umat Islam untuk bangkit dari
peradaban manusia dalam beberapa abad terakhir, mengakibatkan
keterbatasan ekonomi dalam pandangan budaya Yahudi.
4. Kajian sistem ekonomi Islam harus mencakup “what should be” dan
dampaknya terhadap variabel-variabel dan hubungannya dalam ekonomi
Islam. Dampak ini harus dianalisis dalam terang teori ekonomi universal
dan humanistik, bebas dari ide-ide yang terbentuk sebelumnya.
5. Istilah ekonomi Islam secara longgar dibenarkan sebagai sub-cabang dari
ekonomi konvensional yang berkaitan dengan sistem ekonomi Islam dan
dampaknya terhadap variabel dan keputusan ekonomi.
Kahfi mengakui bahwa ada perbedaan antara ekonom Islam dan ekonom
tradisional dalam sistem nilai yang mereka dukung, tetapi mereka sering
tersembunyi. Hubungan antara ilmu-ilmu sosial, termasuk ekonomi, ekonomi, dan
nilai-nilai sosial, pribadi, dan ideologis tidak dapat dipisahkan. Karena persepsi
ideologis mereka, ekonom Islam biasanya lebih jelas tentang konteks ideologis.
2. Pemikiran Monzer Kahf
Menurut firman Allah yang ditulis dalam Surah Al-Baqarah pada ayat 215,
menjelaskan dalam kalam-Nya. Yang Artinya: “ Mereka bertanya tentang apa
yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan
hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anakyatim,orang-
orangmiskindanorang-orangyangsedangdalamperjalanan". Dan apa saja
kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
Menurut Monzer Kahf, seorang pria muslim adalah orang yang memiliki
tujuan menciptakan masyarakat yang sejahtera dan adil serta seimbang, cerdas
sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Umat Islam adalah umat yang memilik
banyak sekali pelajaran mulai dari norma, adat, dan etika. Pertama, tauhidnya
mengilhami keyakinan bahwa Allah memiliki hak untuk mengatur kehidupan
manusia. Kedua, selain memaksimalkan kepuasan penggunaan barang, pastikan
barang tersebut legal atau ilegal, dan tidak merugikan masyarakat. Ketiga, umat
Islam selalu immaterial, selalu memperhatikan nasehat dan perintah syariat Islam
untuk kemaslahatan orangorang di sekitarnya.
3. MUHAMMAD IQBAL
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India pada 9 November 1877 dan
meninggal di Lahore pada 21 April 1938 pada umur 61 tahun. Beliau dikenal sebagai
Allama Iqbal, seorang penyair, politisi, dan filsuf besar pada abad ke 20. Iqbal dikenal
sebagai Shaire-e Mushriq yang berarti penyair dari Afganistan ia terkenal sebagai Iqbal-
e Lahori (iqbal dari Lahore), dan sangat dihargai atas karya-karya berbahasa Persia nya.
Iqbal adalah seorang putra dari keluarga yang berlatar belakang dari sebuah
Kasta Brahma Kasymir yang telah memeluk Islam sejak tiga abad sebelum ia dilahirkan.
Iqbal memulai pendidikan pada masa kanak-kanaknya pada ayahnya. Setelah itu iqbal
dimasukkan di Scottish Mission School, Sialkot.
Selepas dari sekolah menengah, pada tahun 1893, Iqbal memperoleh beasiswa ke
perguruan tinggi, pada tahun 1985 Iqbal menyelesaikan pelajarannya di Scottish dan
pergi ke Lahore. Government College dan berguru kepada Sir Thomas Arnold, seorang
orientalis asal Inggris yang ketika itu menjabat sebagai guru besar, Arnold mendorong
Iqbal untuk lebih jauh melanjutkan pendidikannya di Eropa 129. Pada tahun 1905 Iqbal
pun akhirnya berangkat ke Inggris.
2
A. Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Bagaskara, 2012) hlm. 13
Ia melihat kelemahan dari sistem kapitalis dan komunis. Dan ia mengambil sikap
yang lebih baik dengan bersumber kepada Al-Qur'an dan al-hadith. Menurutnya,
semangat kapitalis, yaitu memupuk modal sebagai nilai dasar sistem ini dan
bertentangan dengan semangat Islam. Demikian juga, semangat komunis banyak
melakukan pemaksaan kepada masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Iqbal memperhatikan terhadap petani, buruh dan masyarakat lemah lainnya. Ia
menganggap semangat kapitalis yang selalu mengeksploitasi menjadi asing bagi Islam.
Merupakan aspek yang mendapat perhatian besar dari Iqbal, dan ia menyatakan
bahwa negara memiliki tugas yang besar untuk mewujudkan keadilan sosial ini. Zakat
yang hukumnya wajib dalam Islam, dipandang memiliki posisi yang strategis bagi
penciptaan masyarakat yang adil.
3. Peranan Negara
Menurut Muhammad Iqbal negara dipandang Islam, ialah suatu usaha mengubah
dasar-dasar pemikiran menjadi kekuatan ruang waktu, suatu cita-cita mewujudkan
dasar-dasar pemikiran dalam suatu organisasi, hanya dalam pengertian inilah bahwa
negara dalam Islam adalah teokrasi. Menurut Iqbal teokrasi adalah pemerintahan yang
berdasarkan tauhid dan menerapkan nilai-nilai (prinsip-prinsip) persamaan,
kesetiakawanan dan kebebasan yang terkandung di dalam tauhid.3
3
Muhammad Iqbal, Sistem Politik Islam, (Jakarta:Lentera Baristama, 2001) hlm. 160
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Umer Chapra adalah seorang pemikir ekonomi islam abad modern. Beliau
sangat berperan dalam perkembangan ekonomi islam. Ide-ide cemerlangnya banyak
tertuang dalam karangan-karangannya. Umer Chapra mendefinisikan ekonomi islam
sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan
manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama
dengan muqasid, tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan
ketidakseimbangan makro ekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan
solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.
3. Peranan Negara
B. SARAN
Adapun saran yang penulis berikan kepada pembaca agar pembaca dapat lebih
memahami mengenai Pemikiran Ekonomi Islam Abad XII-XIII (H) / 18-19 M.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap kepada para pembaca agar
dapat memberikan kritikan maupun masukan positif demi penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani. 2000).
A. Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Bagaskara, 2012)
Muhammad Iqbal, Sistem Politik Islam, (Jakarta:Lentera Baristama, 2001)
.