Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH EKONOMI MONETER ISLAM

“PRAKTEK KEBIJAKAN MONETER ISLAM”


(Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Moneter Islam)
Dosen Pengampu : Samsul Arifai, S.A.B., M.A

Disusun Oleh :

Kelompok 10
Nuraeni (90500119015)
Ahmad Adib Raysuni (90500119008)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Praktek Kebijakan
Moneter Islam.  Atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan terima kasih.
Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Samsul Arifai, S.A.B., M.A selaku dosen
Mata Kuliah Ekonomi Moneter Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan sesuai dengan bidang studi.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Akhir kata, tiada gading yang  tak  retak, demikin dengan makalah  ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami
selanjutnya.

Soppeng, 15 November 2021

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ii


DAFTAR ISI ...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3


A. Kebijakan Moneter Islam dalam Perspektif Mikro – Makro ...........................................3
B. Kebijakan moneter dalam sistem keuangan ganda ..........................................................6
C. Kebijakan moneter tanpa bunga .......................................................................................14
D. Kebijakan moneter Islam di Indonesia .............................................................................16
E. Praktek kebijakan moneter Islam di negara lain ..............................................................20

BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 3


A. Kesimpulan ......................................................................................................................32
B. Kritik & Saran ..................................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam setiap penyelenggaraan negara, pemerintah menetapkan suatu keputusan atau


kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, politik, sosial budaya, dan
pertahanan yang di dalamnya tersirat supaya terwujud kesejahteraan seluruh masyrakat.
Kebijakan moneter ditetapkan dalam rencana pembangunan otoritas moneter yang dalam hal
ini adalah bank sentral yaitu dengan cara mengubah besaran moneter dan suku bunga serta
pelaksanaannya dilakukan oleh otoritas moneter dan lembaga keuangan. 1 Kebijakan moneter
berperan sangat penting dalam perekonomian, kehadirannya diharapkan dapat berfokus pada
stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan output.2
Kebijakan moneter merupakan instrumen bank sentral yang sengaja dirancang
sedemikian rupa untuk memengaruhi variabel-variabel finansial, seperti suku bunga dan
tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang
baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas
harga yang pada akhirnya akan memengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu
negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan
kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Dalam hal ini, kebijakan moneter menjadi faktor penting dalam menstabilisasi siklus
perekonomian. Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat
perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya pada harga dan output, yang pada
akhirnya membawa efek multiplier pada variabel-variabel lain, seperti tenaga kerja.
Sebaliknya, sistem moneter yang unrealiable akan membawa pada masalah inflasi dan
depresi.

1
Wayan Sudirman, Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), hal.1-2

2
Adhitya Wardhono dan dkk, Perilaku Kebijakan Bank Sentral (Jawa Timur: Pustaka Abadi, 2019), hal.21
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kebijakan moneter Islam dalma perpektif mikro-makro ?


2. Apa saja kebijakan moneter dalam sistem keuangan ganda ?
3. Bagaimana Kebijakan moneter tanpa bunga ?
4. Menjelaskan bagaimana kebijakan moneter Islam di Indonesia ?
5. Bagaimana praktek kebijakan moneter Islam di negara lain ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui kebijakan moneter Islam dalma perpektif mikro-makro.


2. Untuk mengetahui kebijakan moneter dalam sistem keuangan ganda.
3. Untuk mengetahui kebijakan moneter tanpa bunga.
4. Untuk mengetahui kebijakan moneter Islam di Indonesia.
5. Untuk mengetahui praktek kebijakan moneter Islam di negara lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Moneter Islam dalam Perspektif Mikro – Makro

Kebijakan moneter Islam lebih berfokus kepada pertumbuhan sektor riil dibandingkan
dengan sektor keuangan. Sektor keuangan dianggap sebagai katalisator yang di perlukan untuk
menggerakkan sektor riil.3 Dengan penerapan kebijkan moneter Islam, setiap transaksi disektor
keuangan harus berkaitan langsung dan di landasi dengan transaksi di sektor riil, seperti investasi
dan perdagangan. Dengan demikian, Kebijakan moneter Islam tidak mengenal adanya money
multiplier seperti pada praktik kebijakan moneter konvensional.
Penerapan kebijakan ekonomi moneter Islam secara optimal diharapkan akan
memberikan berbagai dampak positif sebagai berikut :
1. Memelihara keselarasan dan keserasian sektor riil dan sektor keuangan.
2. Meningkatkan kelancaran aliran distribusi sumber uang, sehingga sektor
keuangan akan terhindar dari penumpukan uang.
3. Menghindari “penggandaan” uang tanpa adanya pertumbuhan nyata di sektor riil.
4. Meningkatkan resistensi ekonomi dan keuangan terhadap kemungkinan terjadinya
krisis.
5. Menambah saluran untuk adanya surplus dana di sektor perekonomian.
6. Memaksimalkan distribusi sumber daya dalam perekonomian.

Dalam perspektif ekonomi mikro, penerapan kebijakan moneter Islam akan turut
mengubah tata kelola dan orientasi dari para pelaku usaha di sektor keuangan, khususnya
lembaga keuangan sebagai pemain aktif dalam sektor tersebut. Menurut Hamid dan Nordin
(2002), terdapat lima landasan tata kelola dan orientasi lembaga keuangan yang di panyungi oleh
kebijakan moneter Islam. Di Bawah ini akan di jelaskan satu persatu.4
Pertama, Pemilik mutlak dari setiap harta kekayaan yang ada di bumi satu-satunya
hanyalah Allah SWT, lembaga keuangan hanya sebagai perwakilan manusia di dunia ini yang
bertugas untuk mengelolanya sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai perwakilan tentunya harus

3
Solikin M. Juhro, Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 311

4
Solikin M. Juhro, Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 312-315

3
menjaga amanah yang di berikannya dengan baik. Sesuai yang tertulis dalam Al-Quran surah Al-
An’am ayat 165 yang artinya:
“ Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dan meninggikan
sebahagian kamu atas bahagian (yang lain) beberapa derajat, supaya mengujimu tentang apa
yang diberikannya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sungguh
Dia Mahaa Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al An’aam [6]:165).
Hal ini merupakan pedoman yang harus dipegang oleh setiap pelaku dilembaga
keuangan, bahwa harta yang dikelola hakikatnya bukan miliknya, melainkan hanya titipan,
sehingga tidak dibenarkan untuk mengambil keuntungan individu dari harta titipan tersebut.
Implikasinya adalah sistem keuangan akan berjalan sesuai dengan tuntunan Islam karena para
pelaku di dalamnya menerapkan ajaran Islam sebagai pedomannya.
Kedua, Fokus utama lembaga keuangan akan terletak pada pertumbuhan sektor riil,
bukan hanya mengutamakan peningkatan di sektor keuangan. Hal ini sangat berbanding terbalik
dengan apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Dimana lemabag-lembaga keuangan saat ini lebih
mengutamakan peningkatan kuantitas di sektor keuangan dibandingkan dengan pertumbuhan
nyata di sektor riil. Kebijakan moneter Islam hadir untuk dapat menanggulangi permasalahan
praktik lembaga keuangan yang seperti ini. Melalui kebijakan moneter Islam, lemabaga
keuangan akan di dorong untuk menjalankan perannya sebagai katalisator bagi sektor riil, bukan
sekedar untuk “menggandakan” uang di sektor keuangan. Dengan demikian, akan tercipta
lingkungan perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan sosial ekonomi.
Ketiga, dengan adanya kebijakan moneter Islam, para pelaku usaha di lembaga keuangan
akan di “paksa” untuk mendorong peningkatan kontrak berbasis bagi hasil seperti Mudharabah
atau musyarakah di bandingkan dengan kontrak utang piutang. Karena dalam Islam tidak
dibenarkan untuk mengambil keuntungan dari utang, lembaga keuangan tidak akan mencapai
maksimisasi profit ketika menggunakan kontrak utang. Terlebih lagi, berutang dalam Islam
sangat tidak dianjurkan, sebagaimana yang tertuang dalam hadis Rasulullah Saw yang artinya
sebagai berikut.
“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia
berjanji maka dia mengingkarinya” (HR al-Bukhari No. 832 dan Muslim No. 1325/589).

4
Jadi, dapat disimpulkan bahwa salah satu implikasi kebijakan moneter Islam terhadap
perilaku lembaga keuangan yaitu dapat meminimalisir kegiatan utang piutang.5
Keempat, dalam rangka mendukung pertumbuhan di sektor riil, pelaku lembaga keuangan
juga harus berkontribusi untuk mendorong masyarakat agar mampu menjalankan usaha/bisnis.
Peran yang bisa lembaga keuangan lakukan yaitu dengan memberikan akses dana kepada
masyarakat. Dengan demikian, diharapkan usaha produktif disektor riil dapat meningkat. Hal ini
sejalan dengan Islam yang mengajarkan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah berasal dari
kegiatan berbisnis. Terlebih lagi, pelaku bisnis mendapatkan derajat yang cukup spesial dalam
Islam, sebagaimana hadis berikut.
“Seorang pedagang Muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama
Nabi, orang-orang Shiddiq, dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat kelak” (HR
Ibnu Majah No. 2139, Al Hakim No. 2142, dan Ad-Daraquthnj No. 17).
Berdasarkan hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku bisnis memiliki keutamaan
tersendiri, bahkan disetarakan dengan para syuhada di hari akhir. Dengan syarat bahwa pelaku
bisnis tersebut menjalankan bisnisnya dengan jujur, amanah, dan memgikuti cara-cara yang
sesuai Islam. Ketika masyarakat didorong untuk menjalankan sebuah usaha produktif, maka
secara langsung akan berdampak pada sektor riil dan pada akhirnya akan berkontribusi pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Kelima, peran lembaga keuangan tidak berhenti sebagai penyedia modal bagi pelaku
usaha, akan tetapi turut menyediakan jasa konsultasi bagi para pelaku usaha. Hal ini dikarenakan
lembaga keuangan fokus pada sektor riil, sehingga langkah – langkah yang dilakukan yaitu
berorientasi pada peningkatan produktivitas di sektor riil.
Jadi dapat di rangkum kembali bahwa dampak kebijakan moneter Islam dalam perspektif
ekonomi mikro adalah peningkatan usaha-usaha produktif di sektor riil, baik secara kuantitas
maupun kualitas. Pada perekonomian mikro akan fokus pada pengembangan individu-individu
untuk mendirikan atau mengembangkan usaha produktif di sektor riil.
Sementara itu, dalam perspektif ekonomi makro, kebijakan moneter Islam mengupayakan
untuk menekan jumlah uang yang menganggur (idle money) untuk dimanfaatkan di sektor riil.
Selain mengatur agar peredaran uang dimaksimalkan untuk pertumbuhan di sektor riil, kebijkan

5
Solikin M. Juhro, Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 313

5
moneter juga mengatur agar pengelolaan uang di sektor riil tersebut berjalan dengan baik dan
efektif untuk menghasilkan produktivitas.6
Kebijakan moneter dengan mengubah penawaran uang melalui pembiayaan mudharabah
sebagai sasaran antara kebijakan moneter akan memengaruhi variabel-variabel makro-ekonomi.
Salah satu contohnya yaitu, kebijakan moneter yang mengarah pada peningkatan penawaran
uang akan menurunkan rate of return yang kemudian berdampak pada peningkatan output.
Mekanisme dalam kebijakan moneter Islam berlangsung melalui rate of return karena ajaran
Islam melarang penggunaan instrumen suku bunga yang bersifat pre-determined. Karena dengan
diterapkannya instrumen kebijakan yang berbasiskan suku bunga disisi lain akan meningkatkan
motivasi masyarakat untuk melakukan tindakan spekulasi, khususnya pada transaksi-transaksi di
pasar derivatif. Tindakan tersebut berdampak pada terganggunya arus uang yang mengalir ke
sektor riil, sehingga perkembangan variabel-variabel makro-ekonomi seperti pertumbuhan
ekonomi dan inflasi akan turut terganggu. Penelitian Herianingrum & Syapriatama (2016)
membuktikan bahwa instrumen kebijakan moneter syariah memiliki potensi yang lebih baik
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menjaga tingkat inflasi dalam nilai yang stabil
dan rendah.7 Dengan prinsip dasar profit and loss sharing, dapat menekan biaya produksi karena
tidak ada unsur biaya yang di hasilkan dari penerapan suku bunga. Selanjutnya, kebijakan
moneter syariah yang mendorong aliran dana untuk masuk ke sektor riil dan mendorong tingkat
produksi memiliki andil dalam menjaga tingkat harga dalam kondisi yang stabil.
B. Kebijakan Moneter dalam Sistem Keuangan Ganda

Adanya industri keuangan Islam menjadikan sistem keuangan yang selama ini banyak
diterapkan di berbagai negara memiliki dua model yang berbeda (sistem keuangan ganda), yaitu
konvensional dan Islam. Industri keuangan Islam Yang telah Iahir di berbagai negara pada
umumnya dijalankan berdampingan dengan industri keuangan konvensional Yang sudah ada
jauh sebelumnya. Bahkan, industri keuangan konvensional masih menjadi benchmark dari
aplikasi industri keuangan Islam. Secara umum, tata operasional dan ketentuan aturan industri
keuangan Islam masih menjadikan industri keuangan konvensional sebagai inspirasi. Hal ini

6
Solikin M. Juhro, dkk. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 314

7
Herianingrum, S., & Syapriatama, I.2016.”Dual Monetary System and Macroeconomic Perfromance in Indonesia”. Al-Iqtishad: Jurnal Ilmu

Ekonomi Syariah (journal of Economics), 8(1), 65-80.

6
disebabkan karena sumber daya manusia yang cenderung masih sama, baik SDM di bidang
praktisi maupun regulator.
Sistem keuangan ganda muncul sejak berkembangnya industri keuangan Islam.
Perkembangan ini dominisiasi oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
industri jasa keuangan Yang sesuai dengan prinsip Islam. 8 Dengan begitu, mayoritas negara
Yang sudah menganut sistem keuangan Islam dikembangkan dengan mekanisme bottom up,
hanya minoritas yang memulai dari inisiatif Pemerintah (top down). Sebagian besar negara yang
turut menerapkan sistem keuangan Islam dimulai dari pendirian lembaga keuangan Perbankan
Islam. Bahkan hingga saat ini, perbankan Islam masih menjadi dominan dalam industri keuangan
Islam secara keseluruhan. Contoh negara yang mengoperasikan sistem keuangan ganda, yaitu
Malaysia, Arab Saudil Bahrain, Pakistan, Uni Emirat Arab, Inggris, Singapura, dan masih
banyak lagi. Khususnya di indonesia perkembangan industri keuangan Islam juga dimotori oleh
lembaga keuangan perbankan Islam. Bahkan legalitas pertama untuk industri keuangan Islam
dimulai dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU ini secara spesifik
membahas kegiatan usaha perbankan syariah, meskipun masih menggunakan diksi bank bagi
hasîl.
Urgensi perlunya didirikan dan diperkuatnya industri keuangan Islam yaitu karena
beberapa alasan berikut. Pertama, merespôns peningkatan permintaan pasar. Terjadi peningkatan
kebuțuhaîi masyarakat terhadâp transaksi dan produk keuangan yang sesuai prinsip Islam,
Dengan demikian, adanya industri keuangan Islam menjadi jawaban variasi dan inovasi di sistem
keuangan karena dorongan permintaan pasar. Kedua, merespons kebutuhan terhadap sistem
keuangan yang resisten terhadap krisis ekonomi dan keuangan, mengingat bahwa sudah beberapa
kali terjadi krisis Yang mengguncang sistem keuangan baik di tingkat nasional maupun
internasional. Dapat dikatâkan bahwa dengan adanya industri keuangan Islam mampu mencapai
kondisi sistem keuangan Islam yang lebih sehat dan kokoh.
Meskipun telah disadari urgensi dari industri keuângan îlslam, namun pelaksanaannya di
berbagai negara masih memiliki banyak tantangan dan hambatan, di antaranya industri yang
masih kecil, lingkungan industri keuangan yang belum kondusif, infrastruktur yang belum
lengkap dan memadai, serta prinsip-prinsip Islam yang 'belum ideal terlaksana dalam industri
keuangan Islam secara keseluruhan. Oleh sebab Itu, hingga saat ini volume industri keuangan

8
Solikin M. Juhro, dkk. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 315

7
Islam dalam suatu negara bersistem keuangan gânda secara umumnya masih relatif kecil
dibandingkan dengan industri keuangan kônvensionaI. Meskipun demikian, terdapat beberapa
negara di mana keuangan Islamnya khususnya perbankan Islam, sudah tergolông cukup besar.
Datą dari 'îșłamic Financial Services Înđustry Stability Report menunjukkan mârkeț share
lembagâ, perbankan Islam dari beberapa negara yang menerapkan dual banking system.
Industri keuangan Islam memegang peranan yang cukup penting dalam sistem keuangan
nasional secara keseluruhan, sehingga hal ini berpengaruh pada kcbijakan moneter yang akan
dirumuskan dan ditetapkan. Formulasi kebijakan moneter harus tepat sasaran dan mendukung
terciptanya lingkungan yang kondusif bagi pelaksanaan industri keuangan Islam. Kebijakan
moneter Islam dirumuskan dengan mempertimbangkan keselarasan dengan kebijakan moneter
konvensional, namun dengan tetap memperhatikan nilai dan prinsip Islam. Pada kasusnya di
Indonesia, bank sentral yang bertugas yaitu Bank Indonesia memegang otoritas moneter tunggal,
yang mengatur kedua sistem keuangan baik konvensional maupun Islam.
Mengingat bahwa bank sentral sebagai otoritas moneter tunggal di sistem keuangan
ganda, bank sentral harus bijaksana dalam merumuskan kebijakan moneter agar kedua bentuk
sistem keuangan tersebut dapat selaras dan tidak saling bertentangan. Strategi untuk formulasi
kebijakan harus diatur sedemikian rupa demi mencapai sistem keuangan yang mampu
memberikan kontribusi optimal bagi Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Selain
itu, bank Sentral diamanahkan oleh undang-undang untuk dapat memfasilitasi Penyediaan
instrumen moneter Islam yang dapat berperan untuk mendorong pencapaian stabilitas harga
melalui transmisi moneter yang sesuai prinsip Islam. Maka dari itu, diperlukan pemahaman dan
konsepsi yang komprehensif dengan mensinergikan aspek keuangan dan prinsip Islam.
Praktik kebijakan moneter dalam sistem keuangan ganda di berbagai negara pada
umumnya masih berada dalam satu atap otoritas yang sama, yaitu bank sentral negara masing-
masing, salah satunya di Indonesia. Baik kebijakan moneter Islam maupun kebijakan moneter
konvensional memiliki tujuan yang sama, yaitu pencapaian kestabilan harga. 9 Dalam
menjalankan operasi moneter untuk mencapai tujuan tersebut, untuk mengakomodasi kebutuhan
kedua sistem moneter baik konvensional maupun Islam, maka otoritas moneter mempertemukan
keduanya dalam satu titik yaitu pengelolaan likuiditas. Titik temu pada pengelolaan likuiditas

9
Solikin M. Juhro, dkk. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 318

8
akan memudahkan bank sentral dalam merumuskan kebijakan dengan menggunakan masing-
masing instrumen, baik konvensional maupun Islam.

Pada teorinya, kebijakan moneter konvensional maupun Islam harus dilakukan ke arah
yang sama sebagai bentuk konsistensi arah kebijakan moneter yang dilakukan otoritas terkait.
Hal ini tentu penting dilakukan untuk menghindari kebingungan persepsi masyarakat terkait arah
kebijakan moneter. Kebijakan moneter konvensional maupun kebijakan moneter Islam memiliki
kesamaan yaitu menggunakan likuiditas sebagai tools untuk pengelolaan moneter. Lembaga
yang menjadi sasaran otoritas moneter dalam mengatur pengelolaan likuiditas yaitu bank. Baik
bank konvensional maupun bank yang berjalan sesuai prinsip Islam memiliki persamaan dalam
menjalankan peran Pooling of funds. Hal tersebut menjadikan bank Islam pun tentu akan
dihadapkan pada risiko likuiditas sehingga memerlukan instrumen yang dibentuk oleh otoritas
moneter untuk mengelola likuiditasnya.
Dari sudut pandang pemangku otoritas, pengaturan likuiditas di sektor perbankan
menjadi saluran dalam rangka menjalankan operasi moneter yang kemudian memiliki target
akhir kestabilan harga. Otoritas moneter dapat melaksanakan kebijakan moneter dengan arah dan
tujuan yang sama antara kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter Islam melalui
pengaturan likuiditas di sektor perbankan. Akan tetapi, langkah yang diambil secara operasional
antara kedua kebijakan moneter tersebut tentu berbeda. Operasional kebijakan moneter Islam
dilakukan melalui pasar uang antarbank syariah (PUAS) dan pasar repo syariah. Sedangkan
untuk operasional kebijakan moneter konvensional dilakukan melaJui pasar uang antarbank
konvensional (PUAB) dan pasar repo konvensional.10
Terdapat karakteristik khas pada praktik kebijakan moneter Islam sebagai bagian dari
sistem ekonomi moneter Islam. Kebijakan moneter Islam dibangun di atas landasan pemikiran
bahwa sektor keuangan memiliki peran sebatas sebagai intermediasi keuangan dari pihak yang
surplus kepada pihak yang defisit dana di sektor usaha produktif. Sektor keuangan dalam Islam
tidak diperkenankan untuk membentuk pasar sendiri dengan jenis produknya uang, dan suku
bunga sebagai harga dari uang tersebut. Terdapatnya pasar tersendiri di sektor keuangan Yang
terpisah dari pasar barang dan jasa, menunjukkan bahwa terdapat dikotomi sektoral antara sektor

10
Solikin M. Juhro, Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 319

9
keuangan dan sektor riil. Hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip dalam ekonomi moneter
Islam.
Dengan demikian, kebijakan moneter Islam dîbențuk untuk memenuhi peran sebagai
penyedîa saluran bagî yang cukup potensial, namun sedang diam (menganggur). Dana yang
menganggur berpotensi menjadi penyebab terhambatnya aktivitas di sektor riil. Kurangnya dana
yang mengalir ke sektor riil akan menghambat produktivitas barang dan jasa di sektor riil.
Dengan begitu, tingkat Penawaran agregat akan menurun. Adanya penurunan penawaran tersebut
kemudian akan menimbulkan peningkatan harga-harga (inflasi). Oleh karena itu, kelancaran
intermediasi keuangan memiliki urgensi yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dengan tetap menjaga kestabilan harga barang-barang di pasar.
Dengan berbagai keunggulan yang dibawa öleh sistem ekonomi dan moneter İslam,
sudah sepantasnya sistem tersebut diterapkan di negara-negara, khususnya negara Muslim.
Termasuk juga dari sisi kebijakan moneternya. Akan tetapi, dengan masih kuatnya dominasi
sistem moneter konvensional, menjadikan seluruh bagian dari sistem moneter suatu negara
menjadi Islami (seperti layaknya di Pakistan dan Iran) akan menghadapi hambatan dan tantangan
yang cukup berat. Suatu negara akan melalui masa-masa transisi di mana sistem moneter İslam
dan konvensional diterapkan sekaligus dalam satu negara.
Dalam praktik pada umumnya dominansi sisi konvensional masih cukup besar, sehingga
corak sistem moneter İslam yang diterapkan masih menyesuaikan dengan sistem konvensional
yang telah ada. Misalnya saja, pada sistem moneter saat ini, suku bunga masih menjadi
instrumen kebijakan utama. Sehingga kebijakan moneter Islam cenderung menjadikan suku
bunga sebagai Benchmark dalam operasinya. Lebih lanjut, menurut Ascarya dan Yumanita
(2009) şiştem moneter İslam yang ada saat ini masih mengikuti sistem konvensional pada
bagian penggunaan fractional reserve banking system. Akan tetapi, yang penting adalah
pemanfaatan instrumen moneter isalam secara maksimal agar penawaran uang dapat mengikuti
permintaan uang.
Akan tetapi, terdapat satu perbedaan yang paling menonjol antara sistem moneter
konvensional dan Islam yang dapat diterapkan pada sistem moneter dan keuangan ganda. Pada
sisi konvensional dikenal instrumen suku bunga, sedangkan dalam Islam tidak ada instrumen
suku bunga. Akan tetapi, dalam Islam dikenal mekanisme profit loss sharing dan indeks return
sektor riil sebagai pengganti dari instrumen suku bunga. Sedangkan perbedaan-perbedaan

10
teoretis lainnya belum diterapkan secara maksimal pada negara yang menganut sistem keuangan
ganda.
Jadi, dalam era kontemporer saat ini, perbedaan antara sistem moneter Islam dan
konvensional dalam sistem moneter dan keuangan ganda, yaitu konsep profîț and loss sharing
(bagi hasil) sebagai pengganti suku bunga. Tentu saja suku bunga memiliki konsep yang sangat
berbeda dengan bagi hasil. Prinsip fundamental dari bagi hasil yaitu tingkat pengembalian yang
mengikuti hasil (return) yang sesungguhnya terjadi di sektor riil, namun dengan nisbah (tingkat
persentase bagi hasil) yang tetap. Sehingga transaksi dengan prinsip bagi hasil akan sejalan
dengan sektor riil. Sedangkan konsep suku bunga berupa persentase pasti dari sejumlah modal
awal (pre-determined return). Pergerakan nilai suku bunga pun dapat diatur oleh otoritas yang
berwenang. Dengan demikian, konsep suku bunga tidak memperhitungkan hasil sebenarnya di
sektor riil .11 Selain karena dominansi ajaran konvensional dalam sistem moneter saat ini, praktik
penerapan kebijakan moneter Islam saat ini masih belum berjalan dengan optimal dan maksimal
disebabkan oleh beberapa faktor lain sebagai berikut.12
1. Fondasi dan kerangka sistem ekonomi Islam yang belum kuat, bahkan di negara-negara
Muslim yang menerapkan dual economic system, baik dari sisi moneter, keuangan,
maupun sosialnya. Ekonomi Islam masih menjadi "bayang-bayang" dari ekonomi
konvensional, sehingga masyarakat masih skeptikal terhadap orisinalitas sistem ekonomi
Islam.
2. sektor keuangan Islam yang belum maksimal hingga saat ini. Selain itu, sektor keuangan
Islam belum memberikan sumbangsih yang signifikan pada sistem keuangan secara
nasional.
3. Perumusan sistem moneter Islam yang ideal masih dalam proses pengkajian oleh para
ahli moneter Islam. Termasuk juga bagaimana mekanisme, tools, dan instrumen moneter
Islam. Selain itu, sistem moneter Islam masih menjadi hal baru bagi praktik ekonomi
suatu negara. Sehingga belum terdapat rumus yang settle dalam penerapan kebijakan
moneter Islam.

11
Hasanah, H., Ascarya, & Achsani, N.A. 2008. “Perilaku Agregat Moneter dalam Sistem Keuangan/Perbankan Ganda di Indonesia”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 23(2) , 143 – 163.
12
Juhro, S.M., Darsono, Syarifuddin, F., Sakti, A. 2018. Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda: Teori dan praktik. Jakarta:
Tazkia Publishing

11
Kebijakan moneter Islam melalui instrumen-instrumennya memiliki tujuan untuk
meningkatkan kelancaran arus perputaran uang ke sektor riil, termasuk juga mendorong uang
yang diam untuk dapat masuk ke sektor riil. Pada masa kini pun, di negara-negara yang
menerapkan dual monetary system, kontribusi yang diberikan dari sisi moneter Islam, yaitu
mengintegrasikan sektor keuangan dan sektor sosial ekonomi Islam sebagai penguat dan
pendorong sektor riil agar tidak terjadi ketimpangan dengan sektor keuangan. Akan tetapi, tidak
dapat dipungkiri bahwa penerapan dual monetary system memiliki peluang untuk terjadinya
trade off antara sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan Islam. Terlebih lagi, pangsa
pasar keuangan Islam masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan keuangan konvensional.
Selain itu, pada dasarnya kebijakan moneter Islam bertujuan untuk menjaga supaya
mekanisme pasar terkait permintaan dan penawaran yang kemudian menghasilkan tingkat harga
pasar tidak terganggu. Jika harga yang terbentuk di pasar cenderung meningkat di atas tingkat
harga yang dapat diakses, pemerintah melalui kebijakan moneternya harus mampu mendorong
agar harga bergerak pada tingkat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Kemungkinan penyebab terjadinya peningkatan harga barang tersebut yaitu adanya
sumbatan dana dari masyarakat surplus yang mengalir ke sektor riil, sehingga sisi penawaran
barang di sektor riil akan terhambat. Pada kasus ini, kebijakan moneter memiliki peran yang
cukup penting dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Otoritas moneter sebagai pemangku
jabatan seharusnya mampu merumuskan kebijakan yang menyediakan saluran supaya dana yang
terhambat dapat mengalir dengan lancar ke sektor produktif sebagai modal untuk meningkatkan
produksi, sehingga sisi penawaran dapat kembali meningkat. Dengan demikian, ciri kebijakan
moneter dalam transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam yaitu investasi.
Selain mampu mendorong pertumbuhan penawaran barang di sektor riil, otoritas moneter
Islam juga wajib merumuskan kebijakan moneter yang dapat mendukung peningkatan
penawaran uang dalam rangka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pembiayaan yang potensial.
Hal ini dilakukan untuk mendongkrak pertumbuhan output baik pada jangka menengah maupun
jangka panjang, yang dilakukan dalam koridor kerangka kestabilan harga. Akan tetapi, perlu
diperhatikan juga agar ekspansi moneter yang dilakukan tepat sesuai porsinya, tidak kelebihan
maupun tidak kekurangan. Ekspansi kebijakan tersebut harus tepat dalam mendukung kapabilitas
dan kapasitas ekonomi untuk menawarkan barang-barang produktif, dengan begitu akan tercapai

12
kesejahteraan masyarakat secara luas seperti yang diharapkan dalam tujuan sistem ekonomi
Islam.
Dalam kebijakan moneter Islam tidak dikenal adanya tools suku bunga untuk
mengendalikan tingkat permintaan masyarakat terhadap uang seperti layaknya pada kebijakan
moneter konvensional. Selain itu, kerangka kebijakan moneter konvensional dibangun atas
pemahaman bahwa uang dianggap sebagai komoditi tersendiri sehingga dapat membentuk
pasarnya sendiri dengan suku bunga sebagai harganya. Hal ini didukung oleh sifat dasar manusia
pada ajaran konvensional, yaitu diperkenankannya manusia untuk memaksimalkan kepuasannya
terhadap uang yang dimilikinya, dan pada akhirnya sifat ini akan mendukung praktik penerapan
”penggandaan” uang melalui suku bunga. Sementara itu, dalam ajaran Islam kebijakan moneter
cukup menjalankan peran sebagai jembatan antara sektor keuangan dengan sektor ekonomi
produktif (riil) melalui investasi dan tabungan .13
Di dalam kebijakan moneter Islam, pendekatan kuantitas uang lebih sesuai daripada
pendekatan harga dengan menggunakan suku bunga sebagai tools utama dalam mekanisme
transmisi moneter. Akan tetapi, pendekatan harga dengan expected return sebagai instrumen
dalam mekanisme transmisi moneter masih diperkenankan. Sehingga yang harus diperhatikan
dalam perumusan kebijakan moneter Islam yaitu bukan tingkat suku bunga, melainkan
persediaan uang. Selain itu, kebijakan moneter Islam memiliki beberapa sasaran utama dalam
mendukung kesuksesan pelaksanaan sistem ekonomi Islam. Sasaran kebijakan moneter Islam
dapat dijelaskan sebagai berikut .14
1. Tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi.
2. Keadilan sosial-ekonomi dan distribusi kekayaan serta pendapatan yang adil dan merata.
3. Stabilitas nilai uang.

Akan tetapi, penerapan kebijakan moneter Islam tentunya mengalami hambatan yang
cukup berat, terlebih lagi di negara-negara yang sudah sejak lama hanya menerapkan sistem
moneter konvensional. Sistem moneter İslam menjadi hal yang relatif baru dalam mayoritas
negara-negara yang menerapkan dual monetary system saat ini. Hambatan yang cukup berat bagi
sistem moneter İslam dalam merumuskan kebijakan moneter İslam, yaitu lack of data terkait
pelaksanaan sistem Moneter Islam, dengan begitu akan sangat sulit untuk merumuskan
13
Juhro, S.M., Darsono, Syarifuddin, F., Sakti, A. 2018. Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda: Teori dan praktik. Jakarta:
Tazkia Publishing
14
Chapra, M. U. “Monetari Managemen in an Islamic Economy”. Islamic Economic Studies, 4(1) , 1 - 34

13
instrumen kebijakan moneter yang seperti apa yang efektif dan efisien dalam mencapai sasaran
kebijakan moneter.
Data-data terkait ekonomi Islam, khususnya moneter dan keuangan Islam memang masih
terbilang tidak cukup banyak untuk dapat dijadikan bahan analisis penentuan bagaimana
kebijakan beserta instrumen moneter Islam yang cukup efektif dan efisien. Sehingga upaya yang
dapat dilakukan dengan keterbatasan data tersebut yaitu memaksimalkan implementasi
pelaksanaan sistem moneter Islam secara konsisten. Konsistensi tersebut dapat menambah bahan
analisis untuk merumuskan kebijakan apa yang tepat dan efektif digunakan dalam sistem
moneter Islam. Contohnya dengan menerapkan secara konsisten dan maksimal kebijakan sistem
bagi hasil, zakat, dan uang logam mulia (emas dan perak). Karena jenis-jenis kebijakan tersebut
sesuai dengan tujuan-tujuan dalam kebijakan moneter Islam.
Tentunya, analisis kebijakan moneter Islam tidak bisa menggunakan bahan data-data dari
sistem moneter konvensional, terlebih lagi terdapat perbedaan karakteristik yang cukup
signifikan antara sistem bagi hasil dengan sistem suku bunga milik konvensional. Sistem bagi
hasil membutuhkan informasi terkait kinerja usaha-usaha di sektor riil, sehingga data lapangan
sangat dibutuhkan untuk mengkaji tentang kebjjakan moneter Islam yang sesuai dan efektif
untuk diterapkan.
C. Kebijakan Moneter Tanpa Bunga

Perlunya regulasi dari pemerintah berkoordinasi dengan bank sentral terkait kebijakan
moneter tanpa bunga. Pertama, menjadikan fungsi uang berjalan dengan baik di tengah
masyarakat yaitu sebagai alat pembayaran transaksi dan merefleksikan nilai suatu barang, bukan
menjadikan uang sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan. Kedua, kebijakan moneter tanpa
bunga dialihkan dengan sistem bagi hasil atau investasi ke sector riil menggunakan akad-akad
muamalah Islam. Dalam sistem ekonomi, besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor
moneter ditentukan dari hasil investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank di sektor riil. Jika
investasi dan produksi di sektor riil berjalan dengan lancar, maka return pada sector moneter
akan meningkat. Sehingga disimpulkan bahwa kondisi sektor moneter merupakan cerminan
kondisi sektor riil. Ketiga, solusi yang harus dilaksanakan sebagai sebuah kebijakan moneter
tanpa bunga adalah dengan menjadi penarikan uang yang beredar lebih diarahkan kepada sector
riil dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru berupa peningkatan produktivitas dengan cara
membuka peluang investasi riil sebagai perimbangan agar jumlah uang yang beredar bias

14
terkontrol dan stabil. Dengan kata lain, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif
transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan pendapatan,
makin besar permintaan akan uang untuk tingkatan pendapatan agregat tertentu.15
Hal ini sesuai dengan pendapat Keynes yang mendukung penurunan suku bunga
diimbangi dengan kesempatan kerja penuh (full employment). Ia mengatakan jika kesempatan
kerja penuh akibat dari investasi yang tinggi maka memerlukan penurunan tingkat bunga jauh
dibawah rata-rata. Selanjutnya, transaksi pertukaran dalam kebijakan moneter harus terfokus
pada pertukaran barang dan jasa, sehingga perputaran uang dan barang serta jasa akan menjadi
lebih balance tanpa terjadi sebuah ketimpangan dalam hubungan antara perimbangan peredaran
uang, barang dan jasa.16
Bunga tidak penting dalam perekonomian digambarkan dengan konsep Ekonomi Satu
Pulau Satu Orang, Ekonomi Satu Pulau Lima Orang, Ekonomi Satu Pulau Lima Orang dan Uang
dari Langit, Ekonomi Satu Pulau Lima Orang Uang dari Langit dan Raja, Ekonomi Banyak
Pulau Banyak Orang Banyak Uang Banyak Raja. Kelima konsep tersebut menggambarkan
model ekonomi makro dari bentuk yang paling sederhana sampai pada bentuk yang kompleks.
Konsep Ekonomi Satu Pulau Satu Orang menggambarkan bahwa orang akan mendapatkan apa
yang ia kerjakan sesuai dengan yang ia perbuat, konsep ini berkaitan dengan mengalokasikan
waktu bekerja dan waktu istirahat untuk meningkatkan utilitas. Ekonomi Satu Pulau Lima Orang,
menggambarkan tentang keadaan ekonomi yang disebt double coincidence needs yaitu
pertukaran hanya akan dapat terjadi bila ada keinginan yang cocok antara kedua pihak. Ekonomi
Satu Pulau Lima Orang dan Uang dari Langit menggambarkan tentang uang yang beredar dalam
ekonomi, kenaikan uang beredar ternyata telah meningkatkan harga masing-masing barang.
Ekonomi Satu Pulau Lima Orang, Uang dari Langit dan Raja, konsep ini menggambarkan
tentang adanya kepemimpinan dalam mengatur perekonomian yang menyangkut peredaran uang
dan Ekonomi Banyak Pulau Banyak Orang Banyak Uang Banyak Raja menggambarkan tentang
kepemimpinan yang memiliki cakupan yang luas dengan adanya pemerintah yang mengatur
peredaran uang untuk orang banyak. Ia menggambarkan sebuah model dimana pasar

15
Irwan Maulana dan Ruslan Husein Marasabessy, 2018 , kebijakan moneter tanpa bunga. Jurnal Asy-syukriyyah Vol. 19 Nomor 1 Februari

2018

16
Irwan Maulana dan Ruslan Husein Marasabessy, 2018 , kebijakan moneter tanpa bunga. Jurnal Asy-syukriyyah Vol. 19 Nomor 1 Februari

2018

15
diasumsikan kompetitif, maka real return on capital sama dengan marginal product of capital
yang diformulasikan dengan MPk = r. Secara singkat model ini merupakan contoh bagaimana
suatu model makro ekonomi yang kompleks dibangun dengan menggunakan pendekatan mikro
ekonomi, dan memberi penekanan bahwa bunga bukanlah suatu yang perlu dan penting dalam
mengembangkan suatu model ekonomi.17
Bank sentral sebagai regulator, bisa menggunakan variabel cadangan devisa, bukan suku
bunga.18 Bank sentral harus menggunakan kebijakan moneternya untuk menghasilkan suatu
pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencukupi untuk membiayai pertumbuhan potensial
dalam output selama periode menengah dan panjang, dalam kerangka harga-harga yang stabil
dan sasaran sosioekonomi lainnya. Tujuannya untuk menjamin ekspansi moneter yang pas, tidak
terlalu lambat tetapi juga tidak terlalu cepat, tetapi cukup mampu menghasilkan kesejahteraan
yang merata bagi masyarakat. Laju pertumbuhan yang dituju haruslah yang bersifat
kesinambungan, realistis serta mencakup jangka menengah dan jangka panjang.
Terakhir, peluang dalam penerapan kebijakan moneter tanpa bunga perlu dukungan
dalam pemahaman serta kesadaran masyarakat muslim yang mempunyai aturan yang sudah
digariskan dalam nash mengenai keuangan yang mungkin kebijakan moneter lebihnya berada di
tangan pemerintah sebagai regulator, yang saat ini masih mengalami hambatan dalam kebijakan
moneter yang Islami, akan tetapi kebangkitan keuangan secara syariah bukan ditentukan oleh
kebijakan makro, tetapi perindividu muslim sangat menentukan sehingga dia bukan sekedar akan
menjadi sebuah wacana, aktivitas dalam keuangan sehari-hari bahkan ia akan menjadi sebuah
inspirasi kebijakan makro khususnya di bidang moneter.
D. Kebijakan Moneter Islam di Indonesia

Peraturan perbankan syariah yang dikeluarkan pada tahun 1998 merupakan pembaruan
dari peraturan perbankan syariah pada tahun 1992 telah menjadikan pertumbuhan sangat pesat
pada perbankan syariah di Indonesia. Perkembangannya dapat dilihat dari peningkatan kantor
cabang bank syariah, jumlah unit usaha syariah oleh bank konvensional, dan dana pihak ketiga
yang tercatat di neraca bank syariah. Kondisi ini telah menjadikan Bank Indonesia menaruh
perhatian Iebih dan Iebih berhati-hati dalam perkembangan bank syariah. Bank Indonesia yang

17
Adiwarman A Karim ((2013). Bank Islam: Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal
29-41
18
Mustafa Edwin Nasution, dkk (2007). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana

16
berfungsi sebagai bank sentral terhadap bankbank komersial di Indonesia telah memberikan
beberapa instrumen tertentu kepada bank syariah, di antaranya:
1. Giro Wajib Minimum (GWM), Yang merupakan simpanan minimum bank-bank umum
dalam bentuk giro terhadap Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM ini bersifat wajib
untuk keamanan bank Selain itu, GWM memiliki peran sebagai instrumen moneter yang
berfungsi mengendalikan jumlah peredaran uang. Implementasi GWM rata-rata
merupakan kelanjutan dari rangkaian reformulasi kerangka operasional kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia sejak 2016. GWM rata-rata merupakan salah
satu instrumen kebijakan moneter yang ditujukan untuk meningkatkan fleksibilitas
pengelolaan likuiditas oleh perbankan, mendorong fungsi intermediasi perbankan, dan
mendukung upaya pendalaman pasar keuangan. Berbagai sasaran ini akan meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian. Sistem
GWM yang sebelumnya bersifatfixed (tetap), yang berarti bahwa pemenuhan seluruh
kewajiban giro wajib minimum primer harus dilakukan setiap akhir hari, diubah menjadi
pemenuhan sebagian giro wajib minimum primer secara rata-rata pada akhir periode
tertentu. pada saat ini, dari total GWM rupiah bank umum konvensional sebesar 6,5%
dari Dana Pihak Ketiga (DPK), porsi GWM rata-rata rupiah untuk bank umum
konvensional adalah 2% dari DPK (berlaku sejak 16 Juli 2018). Selanjutnya, dari total
GWM valas bank umum konvensional sebesar 8% dari DPK, porsi GWM rata-rata valas
mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK (berlaku sejak 1 Oktober 2018). Untuk bank
umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), dari total GWM rupiah sebesar 5% dari
DPK, porsi GWM rata-rata rupiah mulai diberlakukan sebesar 2% dari DPK (berlaku
sejak 1 Oktober 2018). Bank syariah memiliki dana pihak ketiga dengan jenis sebagai
berikut: (1) giro wadiah; (2) tabungan mudharabah; (3) deposito investasi mudharabah;
(4) kewajiban lainnya.
2. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (Sertifikat IMA), merupakan sebuah
instrumen yang digunakan oleh bankbank syariah yang memiliki dana berlebih dan ingin
mendapatkan keuntungan sebagai sarana penyedia dana untuk bank-bank syariah yang
kekurangan dana dengan jangka waktu perjanjian selama 90 hari.

17
3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), merupakan instrumen Bank Indonesia yang
sesuai dengan syariah Islam yang digunakan dalanx operasi pasar terbuka. Instrumen ini
dijalankan dengan menggunakan akad wadiah. SWBI juga dapat digunakan oleh
bankbank syariah yang memiliki likuiditas yang berlebih dan sebagai tempat penitipan
dana jangka pendek.

Kondisi fundamental dalam pengembangan sistem keuangan syariah yang kuat perlu
diciptakan demi kemajuan sistem keuangan syariah ke depannya. Hal ini dibangun melalui
kebebasan operasional yang menjunjung tinggi prinsip keadilan (fair treatment) serta
transparansi informasi terkait pasar (fully information). Oleh sebab itu, Islamic Development
Bank (IDB) dan Islamic Financial Services Board (IFSB) secara bersama-sama membangun
sebuah kerangka kerja (framework) yang sistematis dalam rangka mempercepat pengembangan
sistem keuangan Islam di dunia yang disebut "The Ten Year Framework for Islamic Financial
Services Industry". Kerangka tersebut diharapkan mampu memberikan panduan bagi otoritas
negara terutama negara-negara anggota TDB dalam mempersiapkan master plan dan platforms
bagi pengembangan keuangan industri keuangan Islam tersebut. Dengan tersedianya kerangka
tersebut maka pengembangan industri keuangan Islam diharapkan dapat berlangsung secara
efisien, kompetitif, tangguh' berkelanjutan, dan terintegrasi antarnegara menjadi sistem keuangan
dunia sebagai satu kesatuan.
Tujuan kebijakan moneter berbasis prinsip Islam pada dasarnya tidak berbeda dengan
tujuan kebijakan moneter yang berlaku secara urnum (konvensional) yaitu menjaga stabilitas
nilai uang dan sistem keuangan sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat
tercapai.19 Argumen ini juga diperkuat oleh pendapat terdahulu yaitu dari Ibnu Qayyim, seorang
ilmuwan Muslim yang bcrpcndapat bahwa mata uang harus memiliki nilai yang terjaga
kcstabilannya, Dengan demikian, pada praktik ekonomi yang semakin berkembang ini
diperlukan kebijakan moneter yang dapat mewujudkan tujuan ini.
Adapun perbedaan antara moneter Islam dan moneter konvensional berasal dari konsep
penggunaan uang, konsep Islam hanya menekankan motif penggunaan uang pada aspek transaksi
dan kewaspadaan. Motif spekulasi yang mendasarkan pada anggapan bahwa uang merupakan
bentuk dari komoditas dianggap melanggar prinsip Islam yaitu larangan Akselerasi likuiditas

19
Chapra, M.U. 2000.Towards a Just Monetary System. (I. A. Basri, Trans) Jakarta: Gema Insani Press.

18
yang cukup melampaui kemampuan produksi sektor riil dapat mengurangi kestabilan pada
sistem keuangan dan selanjutnya memberikan distorsi pada proses pembangunan ekonomi.
Walaupun memiliki tujuan yang sama, proses pencapaian operasi moneter memiliki
beberapa perbedaan secara teknis. Perbedaan yang mendasar yaitu dari sisi jenis instrumen.
Instrumen yang digunakan dalam kebijakan moneter Islam tidak boleh menyimpang dari
prinsipprinsip Islam, contohnya tidak diperbolehkan adanya transaksi jual Eli utang (ba'i dayn)
serta jual beli rate ofreturn berbasis suku bunga. Mengingat hal tersebut, pembentukan instrumen
moneter berdasarkan prinsip syariah menjadi sangat penting dalam perwujudan pelaksanaan
sistem moneter Islam. Instrumen moneter syariah yang dihasilkan selayaknya memiliki tingkat
kepatuhan terhadap prinsip Islam serta mempertahankan efek transmisi yang tinggi dalam
pelaksanaan kebijakan moneter.
Secara umum, inisiatif yang dilakukan mencakup pengembangan instrumen kebijakan
yang diterbitkan oleh bank sentral maupun instrumen keuangan negara. Instrumen kebijakan
yang diterbitkan oleh bank sentral mencakup penerbitan SWBI serta fasilitas repo bagi instrumen
tersebut. Sementara itu, instrumen kebijakan yang pemerintah adalah penerbitan secara reguler
Surat Berharga Syarjah Negara (SBSN). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter akan
menyusun Stock dalam jumlah tertentu yang dianggap cukup dapat menyeimbangkan jumlah
uang beredar melalui operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah. Operasi moneter yang
dilakukan juga mengikuti mekanisme ekspansi dan kontraksi sebagiamana halnya operasi
moneter yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia.
Secara jangka panjang, operasi moneter yang dilaksanakan harus dapat menyesuaikan
dengan perkembangan konsep stabilitas moneter yang selalu berkembang dari waktu ke waktu.
Agar sistem keuangan Islam dapat merefleksikan jati dirinya sebagai sistem keuangan yang
mendukung hubungan antara keseimbangan produksi dengan jumlah transaksj keuangan,
berbagai upaya harus dilakukan secara intensif sepertj penentuan indeks-indeks yang
mencerminkan real productivity Serta kaitannya dengan aktivitas keuangan. Korelasi yang kuat
antara sektor keuangan dan sektor ekonomi produktif telah menjadi tujuan davi pengembangan
sektor keuangan yang tertuang dalam road map sektor perbankan dan sektor non-bank. Adapun
langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai otoritas
moneter adalah sebagai berikut.

19
1. Memformulasi kebijakan moneter menggunakan instrumen moneter Islam yang tepat
dalam bingkai dual financial system yang memiliki satu payung otoritas yang
mengedepankan satu sinyal kebijakan yang tidak bertentangan dengan filosofi ekonomi
dan keuangan Islam. Upaya ini tentu harus diikuti pula dengan upaya lain yang sangat
memengaruhi keefektifan formulasi kebijakan ini, seperti pembentukan preferensi pelaku
dan volume industri yang memadai.
2. Melakukan formulasi kebijakan moneter yang pada awalnya terfokus pada pengendalian
uang beredar saja, kemudian menjadi fokus untuk menjaga keterkaitan antara jumlah
uang di sektor moneter dan sektor riil. Dengan begitu perumusan kebijakan moneter
dalam pencapaian stabilitas keuangan tidak terlepas dari upaya mendorong stabilitas dan
kelancaran aktivitas di sektor riil.
3. Melakukan eksplorasi keilmuan dengan mengajak para pakar moneter dalam rangka
merumuskan kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan kondisi lingkungan
keuangan yang ada di Indonesia, khususnya lingkungan dual financial system.
4. Melakukan penyesuaian pada beberapa peraturan perundangundangan agar kebijakan dan
instrumen moneter yang sesuai dengan filosofi ekonomi syariah dapat
diimplementasikan.
5. Mendorong kelengkapan infrastruktur dalam rangka optimalisasi pelaksanaan kebijakan
dan instrumen moneter Islam.
6. Melakukan upaya berbagai cara untuk meningkatkan skala industri keuangan dan
perbankan Islam dalam perekonomian negara.
7. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan dan instrumen moneter
Islam.

Langkah strategis yang dapat dilakukan dalam pengembangan konsep kebijakan moneter
Islam ialah mengkaji keterkaitan antara kebijakan moneter konvensional dengan kebijakan
moneter Islam dan mengadopsi aspek-aspek dalam kebijakan moneter konvensional yang masih
sejalan dan tidak menyimpang dari prinsip ekonomi Islam. contohnya pemilihan BI Rate
menggambarkan tingkat perkembangan inflasi yang disebabkan oleh berbagai channel kredit,
nilai tukar, dan assetpricing. Dengan semakin berkembangnya transaksi berbasis aset riil maka
porsi asset channeling menjadi semakin dominan sebagai komposisi pembentukan BI Rate. Hal
ini sejalan dengan konsep ekonomi Islam yang mengedepankan transaksi nyata di sektor riil.

20
Secara jangka menengah Bank Indonesia dapat pula melakukan kajian mengenai benchmark
sektor riil sehingga proksi mengenai perbedaan antara BIRate dan produktivitas sektor riil lebih
dapat dipahami.
E. Praktik Kebijakan Moneter Islam di Negara Lain
1. Malaysia

Industri keuangan Islam di Malaysia merupakan salah satu yang cukup mapan dan
terdepan di antara negara lain. Otoritas moneter tertinggi di Malaysia dipegang oleh Bank
Negara Malaysia (BNM). Industri keuangan Islam di Malaysia secara formal dimulai sejak
berdirinya bank Islam pertama yaitu Bank Islam Sdn. Bhd. pada tahun 1984. Pemerintah
Malaysia juga sangat mendukung perkembangan industri keuangan dan perbankan Islam dengan
memberikan beragam insentif dan memasukkan pengembangan industri ini dalam program
nasional. Insentif utama yang dilakukan pemerintah Malaysia adalah memberlakukan sistem
perpajakan yang kondusif dan mengeluarkan undang-undang khusus untuk industri keuangan
Islam yang dinamakan Islamic Financial Services Act (IFSA) pada tahun 2013.20
Malaysia masih menganut sistem keuangan ganda seperti di Indonesia. Kerangka
kebijakan moneter Malaysia telah berkembang seiring dengan perubahan lingkungan industri
keuangannya. Formulasi kebijakan moneternya pun sedikit berbeda dengan Indonesia. Beberapa
kondisi yang diberlakukan oleh otoritas moneter di Malaysia, yaitu
a) Tidak ada fasilitas khusus simpanan bagi bank komersial selain Giro Wajib Minimum
(GWM).
b) GWM tidak diberikan return.
c) Sekuritas jangka pendek seperti Islamic Treasury Bills dan Islamic BNM Notes tersedia
bagi bank-bank Islam.
d) Beberapa instrumen tersedia bagi bank-bank Islam yang ingin mendapatkan bank
sentral melalui berbagai simpanan, baik dengan akad wadiah, rahn, maupun mudharabah.
Instrumen untuk keperluan tersebut akan dijelaskan pada bagian setelah ini.

Malaysia termasuk salah satu negara di dunia yang sukses dalam mengembangkan pasar
21
uang syariah (Uddin & Halim, 2015). Pasar uang syariah merupakan bagian dari sistem
perbankan syariah. Tujuan dari pasar uang syariah ini yaitu sebagai sumber pendanaan melalui
20
Solikin M. Juhro, Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 330
21
Uddin, M.A., & Halim, A. 2015. “Islamic Monetary Policy: Is there an Alternative of Interest Rate?” MPRA Paper

21
portofolio jangka pendek bagi lembaga keuangan Islam dan sebagai saluran transmisi kebijakan
moneter Islam.
Malaysia berhasil menerapkan berbagai instrumen untuk mengatur likuiditas bank dan
lembaga keuangan lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Melalui pasar uang antarbank
syariah ini, bank-bank syariah yang berpartisipasi dalam Islamic Banking Scheme (IBS) dapat
saling melakukan pembiayaan dan peminjaman dengan cara yang efisien Pasar uang antarbank
syariah pertama kali diterapkan di Malaysia pada 3 Januari 1994 setelah sebelumnya Bank
Negara Malaysia (BNM) sebagai bank sentral negara Malaysia telah mengeluarkan panduan
mengenai pelaksanaan pasar uang antarbank syariah di Malaysia pada tanggal 18 Desember
1993. 22
Dalam menjalankan praktik pasar uang antarbank syariah, Malaysia menerapkan
beberapa instrumen moneter yang bisa digunakan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
instrumen-instrumen moneter Islam yang digunakan di Malaysia .23
a. Mudharabah Interbank Investment. Instrumen ini mencerminkan mekanisme ketika suatu
bank syariah yang mengalami defisit modal mendapatkan tambahan dana dari bank
syariah yang memiliki surplus dana (bank investor) dengan menggunakan akad
mudharabah. Jangka waktu investasi ini cenderung singkat, berkisar dari 1 hari hingga
maksimal 12 bulan. Bagi hasil didasarkan pada tingkat laba kotor selama periode
investasi, dengan persentasenya yang bisa dinegosiasikan antarkedua pihak.
b. Wadiah Acceptance. Instrumen ini memiliki mekanisme yang melibatkan lembaga bank
dan bank sentral Malaysia. Bank dapat menaruh dana surplusnya kepada BNM dengan
berlandaskan akad wadiah (titipan). BNM dapat memanfaatkan dana tersebut untuk dapat
diputarkan, namun tidak ada kewajiban untuk memberikan tingkat pengembalian (return).
Akan tetapi, jika terdapat sejumlah pengembalian, akan dianggap sebagai hibah (hadiah).
Instrumen ini sangat berperan penting untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar uang
antarbank syariah.
c. Government Investment Issue. Instrumen ini berupa surat berharga tanpa bunga yang
diterbitkan pemerintah Malaysia. Government Investment Issue (GII) pertama kali

22
Solikin M. Juhro,dkk. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (Depok: Rajawali Pers:2020) hal 331

23
BNM. (2020, Januari 27), Islamic Interbank Money Market. Retrieved from Bank Negara Malaysia: http://iimm.bnm.gov.my/index.php?

ch=4&pg=4&ac=22#2

22
dikenalkan padaJuli 1983 dengan menggunakan akad qard al-hasan. Akan tetapi, akad ini
dinilai tidak tepat digunakan sebagai instrumen yang bisa diperjualbelikan. Sehingga
pada 15 Juni tahun 2001, GII sejumlah RM 2 miliar diterbitkan dengan tenor waktu 3
tahun menggunakan akad bay al-inah. Jangka waktu GII mulai dari satu tahun atau lebih.
GII diterbitkan dengan terdapat underlying asset yang melandasi penerbitan surat
berharga tersebut. Instrumen ini ditujukan untuk membantu sumber pendanaan
pemerintah.
d. Bank Negara Monetary Notes. Instrumen ini merupakan surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Negara Malaysia. Jangka waktu dari surat berharga ini diperpanjang dari satu
tahun menjadi tiga tahun. Penerbitan surat berharga ini didasarkan pada diskon atau
kupon tergantung dari permintaan investor. Penerbitan instrumen ini juga memerlukan
underlying asset yang melandasi transaksinya.
e. Sell and Buy Back Agreement. Transaksi ini berlangsung di pasar uang syariah di mana
bank dan bank sentral sepakat untuk melaksanakan jual beli aset dengan harga yang
sudah disepakati bersama. Bank berperan sebagai penjual aset dan bank sentral sebagai
pembelinya. Kernudian, kedua belah pihak tersebut mengadakan perjanjian terpisah yang
menyatakan bahwa bank sentral akan menjual lagi asetnya kepada bank dengan harga
yang disepakati kembali. Secara ringkas, sell and buy back agreement ini adalah fasilitas
pembiayaan dari bank sentral secara overnight.
f. Cagamas Mudharabah Bonds. Instrumen ini pertama kali diperkenalkan pada 1 Maret
1994 oleh Cagamas Berhad berupa obligasi untuk memberikan pembiayaan kepada
lembaga keuangan yang menyediakan kredit perumahan syariah kepada masyarakat.
Instrumen ini menggunakan akad mudharabah antara Cagamas dan pemegang obligasi
dengan persentase bagi hasil yang telah disepakati bersama.
g. When Issue. Instrumen ini berupa transaksi jual beli surat utang sebelum surat berharga
diterbitkan. Dewan Penasihat Syariah Nasional memandang bahwa transaksi WI
diperbolehkan dengan syarat harus ada izin untuk melakukan transaksi penjualan dan
pembelian tersebut.
h. Islamic Accepted Bills. Instrumen ini diperkenalkan pada tahun 1991. Tujuan dari
instrumen ini yaitu untuk mendorong, meningkatkan, dan mempromosikan perdagangan
dalam negeri dan luar negeri. Langkahnya dengan memberikan produsen-produsen

23
Malaysia berbagai variasi skema pembiayaan perdagangan, misalnya dengan akad
murabahah dan bay ad-dyn. Akad murabahah mengacu pada penjualan produk dengan
tingkat harga yang terdiri dari biaya pokok ditambah dengan margin (keuntungan).
Sedangkan bay ad-dyn merujuk pada penjualan utang berupa pembayaran yang
ditangguhkan dari sebuah transaksi perdagangan.
i. Islamic Negotiable Instruments. Instrumen ini terdiri dari dua jenis, yaitu pertama Islamic
Negotiable Instruments ofDeposit (INID). Konsep yang digunakan dalam INID yaitu
mudharabah. Mekanismenya yaitu terdapat sejumlah dana yang didepositokan kepada
bank syariah dan dibayarkan kembali oleh bank pada waktu tertentu yang telah disepakati
dengan tambahan berupa sejumlah dividen.
Kedua, yaitu Negotiable Islamic Debt Certificate (NICDC). Transaksi ini melibatkan
penjualan aset bank syariah kepada nasabah secara tunai dengan harga yang disepakati
bersama. Selanjutnya, aset dibeli kembali dari nasabah dengan nilai pokok plus laba dan
harus diselesaikan pada tanggal yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
j. Islamic Private Debt Securities. Islamic Private Debt Securities (IPDS) telah
diperkenalkan di Malaysia sejak tahun 1990. Saat ini, IPDS yang beredar di pasar uang
syariah di Malaysia diterbitkan berdasarkan akad bay bithaman ajil, murabahah, dan
mudharabah. Akad bay bithaman ajil memiliki mekanisme sebagai berikut, lembaga
keuangan membeli aset dari peminjam dan kemudian menjual kembali aset itu dengan
harga yang lebih tinggi. Harga yang lebih tinggi ini terdiri dari biaya pokok ditambah
dengan margin (keuntungan).
k. Ar-Rahnu Agreement. Melalui instrumen ini, pemberi pinjaman akan memberikan
sejumlah dana pinjaman kepada peminjam berdasarkan akad qard al-hasan. Peminjam
akan menjaminkan sekuritasnya sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan. Tetapi,
ketika terjadi risiko gagal bayar oleh peminjam pada tanggal jatuh tempo, pemberi
pinjaman berhak untuk menjual sekuritas yang dijaminkan dan menggunakan hasil dari
penjualan sekuritas untuk menyelesaikan pinjaman. Jika ada kelebihan uang, pemberi
pinjaman harus mengembalikan dana kelebihannya kepada peminjam. BNM
menggunakan instrumen ar-rahnu agreement ini sebagai alat manajemen likuiditas untuk
operasi di pasar uang. Pengembalian dari instrumen ini berupa hadiah (hibah) dan
ditentukan berdasarkan rata-rata tingkat pasar uang antarbank syariah.

24
l. Sukuk Bank Negara Malaysia Ijarah. Sukuk ini berdasarkan pada akad ijarah. BNM
Sukuk Berhad telah didirikan untuk menerbitkan sukuk ijarah. Hasil dari penerbitan akan
digunakan untuk membeli aset Bank Negara Malaysia. Aset-aset tersebut kemudian akan
disewakan kepada Bank Negara Malaysia untuk perhitungan pembayaran sewa, yang
kemudian hasilnya akan didistribusikan kepada investor sebagai imbalan setiap
periodenya. Setelah jatuh tempo sukuk ijarah, yang akan bertepatan dengan berakhirnya
masa sewa, BNM Sukuk Berhad kemudian akan menjual aset kembali ke Bank Negara
Malaysia dengan harga yang telah ditentukan. penerbitan pertama berlangsung pada 16
Februari 2006 sebesar RM 400 juta. Bank Negara Malaysia menerbitkan instrumen ini
Secara berkala dengan besaran mulai dari RM 100 juta hingga RM 200 juta.
2. Iran

Bank sentral Iran bernama Bank Markazi Jomhouri Islami Iran atau dalam Bahasa Inggris
disebut The Central Bank oflran (CBI). CBI didirikan sejak tahun 1960. Saat ini CBI memiliki
peran untuk merancang dan mengimplementasikan kebijakan moneter, kredit, serta yang
berkaitan dengan kebijakan ekonomi umum di negara Iran. Fungsi dan tanggung jawab yang
dimiliki oleh CBI dapat dijabarkan sebagai berikut .24
a. Menerbitkan uang kertas dan uang koin.
b. Mengawasi lembaga keuangan, seperti bank dan institusi intermediasi lainnya.
c. Merumuskan dan menetapkan regulasi terkait dengan kebijakan dan transaksi pertukaran
mata uang asing.
d. Mengatur transaksi yang menggunakan alat tukar emas.
e. Merumuskan dan menetapkan regulasi terkait inflow dan outflow mata uang domestik.

Selain itu, CBI juga menjalankan peran sebagai bank dari pemerintah Iran, sehingga CBI
diamanahkan untuk menjaga neraca pemerintah dan memberikan pinjaman/kredit kepada
perusahaan milik negara Iran. Selain itu, CBI juga menjalankan fungsi seperti pinjaman kepada
bank-bank umum dan jual beli surat berharga pemerintah.
Untuk menjalankan perannya sebagai otoritas moneter, CBI menjalankan kebijakan
moneter melalui beberapa instrumen. Terdapat beberapa modifikasi yang dilakukan oleh CBI
terhadap sistem perbankan Islam agar tetap bisa kompetitif di era persaingan global ini, namun

24
CBI. (2020, April 25). Central Bank Of the Islamic Republic of Iran. https://www.cbi.ir/Page/GeneralInformation.aspx

25
dengan tetap menegakkan prinsip utama ekonomi Islam, yaitu pelarangan riba dan
ketidakpastian. Berikut ini adalah instrumen moneter sesuai prinsip Islam yang diterapkan oleh
otoritas moneter di Iran.
a) Reserve Requirement Ratio
Ketentuan rasio cadangan ini adalah antara 10% sampai dengan 30%. Biasanya
digunakan untuk menyerap kelebihan dana bank. Selain itu, hal ini dilakukan untuk
menjaga likuiditas bank-bank komersial.
b) Adjusted Open Market Operation (OMO)
Pada dasarnya OMO tidak dapat efektif digunakan pada negara dengan pasar keuangan
yang belum berkembang. Maka dari itu, diperlukan penyesuaian lebih lanjut agar dapat
efektif. Selain itu, suatu operasi yang memakai instrumen berdasarkan suku bunga (pre-
determined interest based operation) harus dihindari. Bank-bank komersial pun tidak
diperolehkan membeli obligasi pemerintah.
c) Discount Rate
Karena adanya pelarangan riba, maka instrumen jenis ini tidak digunakan seleluasa
seperti pada sistem perbankan konvensional. Namun, karena bank sentral adalah lender
ofthe last resort dan ultimate source ofliquidity, maka bank sentral seharusnya dapat
menyediakan likuiditas pada saat di mana bank-bank sangat membutuhkannya, sehingga
instrumen ini diperbolehkan.
d) Credit Ceiling
Instrumen ini digunakan untuk mengendalikan penciptaan uang dan menjaga likuiditas
oleh otoritas moneter. Instrumen ini digunakan untuk mengalokasikan dana fasilitas
kredit terhadap sektor-sektor tertentu yang dikehendaki.
e) Minimum Expected Profit Ratio of Bank dan Bank's Share of Profit in Various Contracts
Bank Sentral Iran menetapkan adanya rasio minimum expectedprofit dari bank-bank
dalam kerja sama ventura dan aktivitas mudharabah untuk setiap sektor atau lapangan
usaha.
3. Arab Saudi

Kebijakan moneter di Arab Saudi dipengaruhi Oleh harga minyak yang diproduksinya.25
Likuiditas di Arab Saudi cukup berlimpah karena harga minyak yang tinggi. Faktor penyebab
25
Al-Jasser, M., & Banafe, A. 2008. “Monetary Policy Transmission Mechanism in Saudi Arabia”. BIS paper (35), 439-442.

26
Iainnya yaitu karena peningkatan pinjaman dari bank-bank domestik kepada konsumen individu
dan bisnis. Salah satu tantangan utamanya yaitu bagaimana mengatasi terjadinya inflasi yang
cukup tinggi pada harga aset (asset Price inflation).
Kerangka kebijakan moneter di Arab Saudi erat kaitannya dengan kebijakan nilai tukar
tetapnya. Nilai tukar ini digunakan sebagai patokan nilai untuk menstabilkan nilai tukar harapan
dan menjaga stabilitas inflasi pada tingkat yang rendah. Hal ini juga diharapkan dapat
mendorong aliran modal masuk investasi dalam negeri. Sasaran utama kebijakan moneter di
Arab Saudi yaitu mengatur sistem likuiditas dan menjaga stabilitas nilai tukar riyal terhadap
dollar Amerika.
Perangkat kebijakan moneter terdiri dari sasaran kebijakan, strategi kebijakan, kerangka
operasional, mekanisme transmisi kebijakan.
a. Sasaran kebijakan moneter Arab Saudi yaitu pencapaian stabilitas harga dan nilai tukar.
b. Strategi kebijakan yaitu proses yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Peraturan Inflation Targeting Framework (ITF), nilai tukar, agregat moneter,
dan tingkat Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi bagian dari proses strategi kebijakan
moneter.
c. Kerangka operasional kebijakan moneter yaitu bertujuan untuk menentukan langkah yang
tepat agar dapat mencapai tingkat suku bunga yang diperlukan.
d. Mekanisme transmisi kebijakan moneter yaitu serangkaian proses kebijakan moneter
memberikan dampak bagi perekonomian secara umum dan sasaran kebijakan secara
khusus.

Khususnya di Arab Saudi, nilai tukar digunakan sebagai instrumen kebijakan moneter.
Selain itu, instrumen lain yang juga digunakan yaitu GWM, SAMA Bills, dan tingkat repo.
GWM yang ditetapkan oleh SAMA cenderung konstan dan tidak mengalami perubahan sejak
tahun 1980. Sedangkan SAMA Bills pertama kali digunakan pada tahun 1984. Sejak tahun itu,
SAMA menggunakan tingkat repo untuk mengatur sistem likuiditas harian dan memberikan
sinyal tingkat overnight di pasar uang. Pada akhirnya, repo rate dan reserve repo menjadi
instrumen utama yang Paling efektif dalam mengendalikan kebijakan moneter. Arab saudi
merupakan salah satu negara berkembang yang mana lebih mungkin untuk mengalami
ketidakpastian dibandingkan dengan negara industri dalam hal pasar keuangan. Maka dari itu,
dengan menerapkan rezim nilai tukar tetap, Arab Saudi mampu menekan tingkat suku bunga

27
domestik melalui adanya aliran modal masuk. Selain itu, investasi akan meningkat dengan porsi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tabungan domestik. Di bawah kebijakan nilai tukar tetap
dan substitusi aset yang hampir sempurna, kebijakan moneter tidak dapat berdiri sendiri.
Khususnya di negara Arab saudi, pendapatan dari ekspor minyak dan dampaknya terhadap
kebijakan fiskal sangat memengaruhi skema kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang diatur
oleh SAMA sebagai bank sentral Arab Saudi menjadi penting bagi sistem manajemen likuiditas
tanpa mengganggu persaingan pasar bebas. Contohnya dalam beberapa dekade terakhir saat rasio
utang pemerintah terhadap Gross Domestic Product (GDP) pertama kali meningkat dan
kemudian turun drastis, SAMA memainkan peran pentingnya sebagai bank sentral sekaligus
manajer utang pemerintah.26

4. Sudan

Bank Sentral Sudan yang dinamakan Bank of Sudan (BOS) pertama Mi menerapkan
moneter Islam pada tahun 1984. Awalnya Sudan sangat bergantung pada instrumen-instrumen
moneter konvensional, seperti tingkat suku bunga, credit ceiling, statutory liquidity ratio, dan
tingkat diskonto. Di awal penerapan instrumen tersebut sangat efektif, namun lambat laun
instrumen-instrumen tersebut mengakibatkan distorsi alokasi sumber daya bank, mengganggu
mekanisme harga, dan menurunkan tingkat kompetisi akibat penerapan batasan-batasan pada
manajemen aset bank. Pada akhirnya, Sudan memilih untuk memakai instrumen-instrumen yang
tidak menyimpang dari prinsip-prinsip Islam seperti reserve requirement dan open market
operation. Kemudian bank Sentral Sudan mengeluarkan kebijakan kepada seluruh perbankan
yang beroperasi untuk mengimplementasikan prinsip Islam dalam aktivitas di industri
perbankan.
BOS telah diamanahkan untuk menjalankan beberapa tanggung jawab utamanya, di
antaranya sebagai berikut.27
a. Memastikan stabilitas hargaj menjaga stabilitas nilai tukar domestik, menjaga efisiensi
sistem perbankan, menerbitkan mata uang domestik, dan sekaligus mengawasi peredaran
mata uang tersebut.

26
Al-Jasser, M., & Banafe, A. 2008. “Monetary Policy Transmission Mechanism in Saudi Arabia”. BIS paper (35), 439-442.
27
CBOS. (2020, April 25).Central Bank of Sudan. https:// cbos.gov.sd/en/content/vision-mission-and-core-value

28
b. Merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan moneter yang dilihat dari mekanisme
Pasar sedemikian sehingga dapat mencapai tujuan ekonomi makro nasional. Hal ini
dilakukan dengan terlebih dahulu konsultasi dan koordinasi dengan kementerian terkait.
c. Mengorganisasi, memantau, dan mengawasi bisnis perbankan dan turut mempromosikan
serta mengembangkan efisiensi perbankan demi mencapai pembangunan ekonomi dan
sosial yang seimbang.
d. Menjadi bank dari pemerintah, serta menjadi penasihat pemerintah dalam bidang moneter
dan keuangan.
e. Mematuhi pelaksanaan tugas, pencapaian tujuan, pelaksanaan kekuasaan, dan
pengawasan terhadap sistem perbankan ganda.

Dalam praktiknya, Bank of Sudan menerapkan beberapa aturan terkait instrumen dan
kebijakan moneter yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, yaitu sebagai berikut.
i. Reserve requirement; setiap bank komersial harus menyimpan cadangan dalam bentuk
simpanan di Bank of Sudan minimal 20% (10% untuk simpanan dalam mata uang asing
dan 10% dalam bentuk mata uang lokal) dari total dana simpanan masyarakat (bukan
simpanan investasi) yang dilihat dari neraca akhir bulan bank tersebut.
ii. Central Bank Musharaka Certificate (CMC); berperan sebagai sumber likuiditas bagi
sektor keuangan, baik perbankan maupun non perbankan.
iii. Ijara Certificate (Sukuk); yakni suatu jenis sekuritas yang memobilisasi simpanan jangka
pendek yang diperuntukkan untuk pembangunan proyek infrastruktur jangka panjang
yang dilakukan melalui sekuritisasi aset pemerintah berwujud seperti lapangan terbang,
jalan raya, bangunan, pabrik, sekolah, rumah sakit, pembangkit listrik, penyulingan
minyak, dan lainnya.
iv. Window pembiayaan; sebagai fasilitas yang dapat digunakan oleh bank-bank yang
mengalami kekurangan likuiditas atau membutuhkan sumber tambahan untuk
pembiayaan investasi.
v. Foreign Exchange Operation; sebagai alat Bank Sentral Sudan untuk menjaga stabilitas
nilai tukar uang.
vi. Government Musharaka Certificate (GMC); yaitu penerbitan sekuritas yang dilakukan
oleh pemerintah dalam rangka mengumpulkan dana dengan suatu pengembalian tertentu
kepada investor yang disepakati bersama. Investasi dalam bentuk kepemilikan

29
perusahaan-perusahaan publik atau pemberian pembiayaan proyek tertentu yang akan
menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
vii. Aturan-aturan kualitatif dan kuantitatif lainnya, seperti
 Ketentuan minimum 50% dari total kredit yang diberikan harus untuk daerah
pedesaan.
 Kelompok bank-bank dapat membentuk portofolio kredit untuk sektor prioritas atas
sepengetahuan Bank ofsudan.
 Kredit tidak akan diberikan kepada orang/institusi yang gagal memenuhi
kewajibannya pada sistem perbankan kecuali jika telah disetujui oleh Bank ofSudan
 Persentase tertentu akan diambil dari pendapatan bank yang gagal dalam
menyelesaikan keterlambatan pembayaran kredit nasabahnya di mana jumlah
nominalnya akan ditambahkan pada bad debt provision.
 Seluruh kredit harus dipastikan mematuhi ketentuan prinsip syariah.
 Terdapat sektor-sektor tertentu yang menjadi prioritas untuk diberikan kredit. Sektor
tersebut meliputi pertanian, perindustrian, pertambangan dan energi, transportasi dan
pergudangan, ekspor, profesional, pengrajin, usaha mikro dan kecil, perumahan
rakyat, dan investasi pada pasar saham. Minimal 90% dari dana kredit bank harus
dialokasikan untuk sektor prioritas tersebut dan sisanya dialokasikan untuk sektor
non-prioritas.
 Margin keuntungan minimum untuk akad murabahah berkisar antara 10%-50%,
ditentukan berdasarkan jenis sektor dan mata uang yang digunakan.
5. Bahrain

Bank Sentral Bahrain atau Central Bank of Bahrain (CBB) termasuk lembaga publik di
Bahrain yang didirikan pada 6 September 2006. Sebelum pembentukan CBB pada 2006, terdapat
Bahrain Monetary Agency (BMA) yang bertugas sebagai otoritas sektor keuangan Bahrain.
BMA ini didirikan tahun 1973 yang pada awalnya diberi tanggung jawab untuk mengatur sektor
perbankan Bahrain, dan pada 2002 diberikan tambahan tugas untuk mengatur asuransi dan pasar
modal di Bahrain.
Sama seperti Malaysia dan Indonesia, Bahrain juga memberlakukan sistem keuangan
ganda. Central Bank ofBahrain (CBB) memainkan peran sebagai otoritas moneter. Selain itu,
CBB mengatur instrumen obligasi jangka pendek dan jangka panjang milik pemerintah, seperti

30
treasury bills, sukuk salam, dan sukuk ijarah. Pelaksanaan tugas ini melalui koordinasi dengan
Kementerian Keuangan Bahrain. Hal yang cukup menonjol dari instrumen moneter Islam di
Bahrain adalah kepemilikan instrumen-instrumen tersebut dipegang oleh pemerintah. Hal ini
tentu meringankan beban moneter yang biasanya ditanggung oleh otoritas moneter. Di bawah ini
akan dijelaskan mengenai instrumen moneter Islam yang diterapkan di Bahrain.
a. Giro Wajib Minimum (GWM). Seperti halnya di negara lain, instrumen GWM juga
diterapkan di Bahrain. Hal ini dilakukan demi menjaga jumlah uang beredar dan menjaga
likuiditas bank-bank komersial.
b. Operasi Pasar Terbuka (Orr). Instrumen yang dapat digunakan untuk melaksanakan
praktik OPT yaitu dapat dijelaskan di bawah ini.
 Islamic Sukuk Liquidity Instrument (ISLI); yaitu sell/buyback sukuk (Islamic bond)
yang menggunakan akad ijarah dengan teknis transaksi menggunakan mata uang
lokal.
 Sukuk Salam; yaitu sukuk yang diterbitkan pemerintah dengan menggunakan
mekanisme jual beli salam paralel dan memiliki tenor 3 bulan. Penerbitan sukuk ini
harus dilandasi dengan underlying asset.
 Sukuk Ijarah; yaitu sukuk yang juga diterbitkan oleh pemerintah dengan menerapkan
akad ijarah muntahiyyah bittamlik (IMBT).
c. Fasilitas Wakalah CBB. Instrumen ini pertama kali diterbitkan pada Maret 2015.
Perjanjian instrumen ini tclah dikembangkan dan telah memenuhi standar kontrak dari
International Islamic Financial Market (IIFM). Instrumen ini menjadi peluang investasi
bagi bank-bank umum syariah yang ingin menginvestasikan kelebihan likuiditasnya
kepada CBB, dengan jangka waktu overnight maupun I minggu. Bank umum syariah
menyepakati perjanjian dengan menkgunakan akad wakalah di mana CBB sebagai agen
(wakil) untuk menginvestasikan uang milik bank umum syariah (muwakkit). Perjanjian
ini menjadikan Ivakil berhak untuk menginvestasikan dana muwakkil dalam portofolio
investasi, misalnya berupa sukuk internasional baik dalam dolar Amerika maupun dinar
Bahrain. Tingkat keuntungan yang diharapkan dari instrumen ini diputuskan oleh
Monetary Policy Committee di CBB. Dan tingkat keuntungan ini akan diumumkan setiap
harinya di situs resmi milik CBB.

31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kebijakan moneter Islam lebih berfokus kepada pertumbuhan sektor riil dibandingkan
dengan sektor keuangan. Sektor keuangan dianggap sebagai katalisator yang di perlukan untuk
menggerakkan sektor riil. Dan kebijakan moneter Islam tidak mengenal adanya money multiplier
seperti pada praktik kebijakan moneter konvensional. Dengan menerapan kebijakan ekonomi
moneter Islam secara optimal diharapkan akan memberikan berbagai dampak positif yaitu,
memelihara keselarasan dan keserasian sektor riil dan sektor keuangan, meningkatkan
kelancaran aliran distribusi sumber uang, sehingga sektor keuangan akan terhindar dari
penumpukan uang, menghindari “penggandaan” uang tanpa adanya pertumbuhan nyata di sektor
riil, meningkatkan resistensi ekonomi dan keuangan terhadap kemungkinan terjadinya krisis,
menambah saluran untuk adanya surplus dana di sektor perekonomian, memaksimalkan
distribusi sumber daya dalam perekonomian.
B. Kritik & Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Sebagai manusia, kami pun tak luput
dari kesalahan dan tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan. Tapi, semoga saja yang kita
pelajari ini bermanfaat, dengan harapan bisa menambah Pengetahuan dan Keilmuan bagi kita
semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk menjadi koreksi
kedepan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adhitya Wardhono dan dkk, Perilaku Kebijakan Bank Sentral (Jawa Timur: Pustaka Abadi,
2019), hal.21
Adiwarman A Karim ((2013). Bank Islam: Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Hal 29-41
Al-Jasser, M., & Banafe, A. 2008. “Monetary Policy Transmission Mechanism in Saudi Arabia”.
BIS paper (35), 439-442.
BNM. (2020, Januari 27), Islamic Interbank Money Market. Retrieved from Bank Negara
Malaysia: http://iimm.bnm.gov.my/index.php?ch=4&pg=4&ac=22#2
CBI. (2020, April 25). Central Bank Of the Islamic Republic of Iran.
https://www.cbi.ir/Page/GeneralInformation.aspx
CBOS. (2020, April 25).Central Bank of Sudan. https:// cbos.gov.sd/en/content/vision-mission-
and-core-value
Chapra, M. U. “Monetari Managemen in an Islamic Economy”. Islamic Economic Studies, 4(1) ,
1 – 34
Chapra, M.U. 2000.Towards a Just Monetary System. (I. A. Basri, Trans) Jakarta: Gema Insani
Press.
Hasanah, H., Ascarya, & Achsani, N.A. 2008. “Perilaku Agregat Moneter dalam Sistem
Keuangan/Perbankan Ganda di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 23(2) ,
143 – 163.

33
Herianingrum, S., & Syapriatama, I.2016.”Dual Monetary System and Macroeconomic
Perfromance in Indonesia”. Al-Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (journal of
Economics), 8(1), 65-80.
Irwan Maulana dan Ruslan Husein Marasabessy, 2018 , kebijakan moneter tanpa bunga. Jurnal
Asy-syukriyyah Vol. 19 Nomor 1 Februari 2018
Juhro, S.M., Darsono, Syarifuddin, F., Sakti, A. 2018. Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem
Keuangan Ganda: Teori dan praktik. Jakarta: Tazkia Publishing
Mustafa Edwin Nasution, dkk (2007). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana

Solikin M. Juhro, Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar
(Depok: Rajawali Pers:2020)
Uddin, M.A., & Halim, A. 2015. “Islamic Monetary Policy: Is there an Alternative of Interest
Rate?” MPRA Paper
Wayan Sudirman, Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana,
2011), hal.1-2

34

Anda mungkin juga menyukai