Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

INSTRUMEN MONETER ISLAMI


Disusun untuk Memenuhi Tugas mata Kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu : Abdul Wahab, SEI., MSI.

Disusun Oleh :

Amanda Rizka Amalia : 2005020143


Eka Meiliya Ariyanti : 2005020077
Marliyati : 2005020057
M. Ihya ulumuddin : 2005020151
Nisrin : 19510120
Rahmawati : 2005020022
Raudatul Jannah : 2005020017

FAKULTAS STUDI ISLAM


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Ekonomi Makro Islam Dengan Judul
“Instrumen Moneter Islami”.

Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian, apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Banjarbaru, 16 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................. 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Instrumen Moneter Islam .................................................................................................. 2
1. Mazhab Pertama (Iqtishâdunâ) ....................................................................................... 2
2. Mazhab Kedua (Mainstream) ......................................................................................... 3
3. Mazhab Ketiga (Alternatif) ............................................................................................ 4
B. Aplikasi instrumen moneter islam di Indonesia ............................................................. 6
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PENUTUP ................................................................................................................................. 9
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10

ii
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar belakang
Dalam setiap penyelenggaraan Negara, pemerintah menetapkan suatu Keputusan
atau kebijakan yang Bertujuan untuk menjaga stabilitas Ekonomi, politik, system budaya,
dan Pertahanan yang di dalamnya tersirat Supaya terwujud kesejahteraan seluruh
Masyrakat. Kebijakan moneter Ditetapkan dalam rencana pembangunan Otoritas moneter
yang dalam hal ini Adalah bank sentral yaitu dengan cara Mengubah besaran moneter dan
suku Bunga serta pelaksanaannya dilakukan Oleh otoritas moneter dan system Keuangan.
Kebijakan moneter berperanSangat penting dalam perekonomian, Kehadirannya
diharapkan dapat Berfokus pada stabilitas harga dan Mendorong pertumbuhan
output.Kebijakan moneter ini merupakan Faktor penting dalam perekonomian. Namun,
perbedaan system ekonomi Yang berlaku, akan memiliki pandangan Yang berbeda
tentang kebijakan Moneter. Sistem ekonomi konvensional Memiliki pandangan yang
berbeda Tentang kebijakan moneter dengan Sistem ekonomi Islam. Sistem moneter Islam
merupakan Sub system dari system ekonomi Islam Yang tujuan yang hendak dicapai
dalam Moneter Islam diantaranya adalah untuk Mewujudkan keadilan dan
Kemashlahatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mazhab iqtishaduna?
2. Bagaimana mazhab mainstream ?
3. Bagaimana mazhab alternatif?
4. Bagaimana aplikasi instrumen moneter islam di Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami bagaimana mazhab iqtishaduna
2. Untuk memahami mazhab mainstream
3. Untuk memahami mazhab alternatif
4. Untuk memahami aplikasi instrumen moneter islam di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Instrumen Moneter Islam

1. Mazhab Pertama (Iqtishâdunâ)


Pada masa awal Islam dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijakan
moneter dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya peng
gunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan
perubahan terhadap penawaran uang (M$) melalui kebijakan diskresioner. Selain itu,
kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digu nakan di
antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman
(promissory notes) dan instrumen negosiasi (negotiable instruments) diran cang
sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan
uang.

Promissory Notes atau Bill of Exchange dapat diterbitkan untuk membeli barang
dan jasa ataupun untuk mendapatkan sejumlah dana segar, namun surat tersebut tidak
dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Kreditor dapat menjual surat tersebut akan
tetapi debitur tidak dapat menjual uang ataupun komoditi sebelum ia mene rima surat
tersebut. Karena itulah tidak ada pasar untuk jual-beli negotiable instru ments, spekulasi
dan penggunaan pasar uang menjadi tidak ada. Jadi sistem kredit tidak menciptakan
uang. Aturan-aturan tersebut memengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar
uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi'a atau aturan transaksi Islami lainnya,
pada saat komoditi dibeli saat ini sedangkan pembayarannya dilakukan kemudian, uang
yang dibayarkan atau diterima untuk mendapatkan komoditas atau jasa. Dengan kata
lain, uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan nilai tambah
bagi perekonomian. Transaksi lainnya seperti judi, riba, jual-beli superficial promissory
notes dilarang dalam Islam sehingga keseimbangan antara arus uang dan barang/jasa
dapat dipertahankan. Jika diperhatikan dengan seksama, maka tampak bahwa
perputaran uang dalam periode tertentu sama dengan nilai barang dan jasa yang
diproduksi pada rentang waktu yang sama. Instrumen lain yang digunakan pada saat ini
untuk mengatur jumlah peredaran uang serta mengatur tingkat suku bunga jangka
pendek yaitu OMO (melalui jual beli surat berharga pemerintah) jelas belum ada pada

2
masa awal perkembangan Islam. Selain itu, jelas tindakan menaikkan atau menurunkan
tingkat suku bunga tersebut bertentangan dengan ajaran Islam karena adanya larangan
yang berkenaan dengan riba dalam Islam itu sendiri.Sistem yang diterapkan oleh
pemerintah yang berhubungan dengan konsumsi, tabungan, dan investasi, serta
perdagangan telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan
moneter. Pada satu sisi sistem ini menjamin keseimbangan uang dan barang/jasa dan
pada sisi lainnya mencegah penggunaan tabungan untuk tujuan selain menciptakan
kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat. Tambahan pula, adanya imbalan pahala
dari Allah Swt. untuk usaha dan bentuk kegiatan perekonomian lainnya menambahkan
nilai dari kegiatan ini di mata kaum Muslimin. Alquran menggambarkan perhatian
kaum Muslimin untuk penggunaan sumber daya yang telah disediakan oleh Allah Swt.
sehingga memperluas pandangan kaum Muslimin untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan perekonomian. Hal tersebut lebih memotivasi kaum Muslimin untuk
berpartisipasi dalam kegiatan investasi dan menyalurkan kekayaan yang dimiliki untuk
hal-hal yang tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui qard hasan, infaq,
dan waqaf.

2. Mazhab Kedua (Mainstream)


Tujuan kebijakan moneter yang diberlakukan oleh pemerintah adalah maksi
misasi sumber daya (resources) yang ada agar dapat dialokasikan pada kegiatan
perekonomian yang produktif. Di dalam Alquran sudah jelas bahwa kita dilarang untuk
melakukan penumpukan uang (money hoarding) yang pada akhirnya akan menjadikan
uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Kekayaan yang iddle tersebut akan menjadikan sumber
dana yang pada awalnya bersifat produktif menjadi tidak pro duktif. Oleh sebab itu,
mazhab kedua ini merancang sebuah instrumen kebijakan yang ditujukan untuk
memengaruhi besar kecilnya permintaan uang (MD) agar dapat dialokasikan pada
peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan.Telah dijelaskan pada
bagian-bagian sebelumnya bahwa permintaan dalam Islam dikelompokkan dalam dua
motif, yaitu motif transaksi (transaction motive) dan motif berjaga-jaga (precautionary
motive). Semakin banyak uang yang idle, maka berarti per mintaan uang untuk berjaga-
jaga (MDPr) semakin besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap
uang yang idle berbanding terbalik dengan permintaan uang untuk berjaga-jaga. Dues

3
of idle fund adalah instrumen kebijakan yang dikenakan pada semua aset produktif
yang idle. Apabila permintaan uang yang ditujukan untuk berjaga-jaga meningkat
(MD1), prec maka usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengembalikan permintaan
uang (MP) pada titik keseimbangan (equilibrium) adalah dengan cara meningkatkan
dues of idle fund. Semakin tinggi dues of idle fund yang dikenakan terhadap uang yang
idle akan menyebabkan masyarakat enggan untuk tetap menyimpan uang yang idle
tersebut. Konsekuensinya masyarakat yang mempunyai uang idle akan secara sukarela
mengalokasikan kekayaannya pada investasi yang sifatnya produktif.

Instrumen dues of idle fund juga dapat digunakan untuk memengaruhi


Permintaan Agregatif (AD). Kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan Permintaan
Agregatif (AD) atau untuk mendorong laju pertumbuhan pendapatan nasional dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan dues of idle fund. Peningkatan dues of idle fund
akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditujukan untuk penimbunan
uang/aset yang produktif kepada tujuan penggunaan uang yang akan meningkatkan
produktivitas uang tersebut di sektor riil, sehingga investasi akan meningkat.
Peningkatan investasi tentu saja akan berdampak pada peningkatan Permintaan
Agregatif (AD), sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat
pendapatan nasional yang lebih tinggi.

3. Mazhab Ketiga (Alternatif)


Mazhab ketiga ini sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran ilmiah
dari Dr M.A. Choudhury. Sistem yang kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab
ini adalah syuratiq process yaitu di mana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas
moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi
keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan dalam bentuk
instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan kebijakan di sektor
riil. Menurut pemikiran yang ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah
repeated games in game theory di mana bentuk kurva penawaran dan permintaan uang
adalah seperti tambang yang melilit dan ber-slope positif sebagai akibat dari know
ledge induced process dan information sharing yang amat baik. Untuk lebih jelasnya
marilah kita telaah ilustrasi grafis sebagai berikut:

4
Bagaimanakah bisa begitu? Jika kita ingat kembali bahwa mazhab ini menga
takan bahwa keseimbangan yang terjadi di sektor moneter adalah derivasi dari
keseimbangan yang terjadi di sektor riil, ditambah pula bahwa kebijakan sektor moneter
adalah harmonisasi dengan kebijakan di sektor riil. Lebih jelasnya, marilah kita
perhatikan ilustrasi grafis sebagai berikut.

Jadi, pergeseran dan pergerakan Permintaan Agregatif (AD) dan Penawaran


Agregatif (AS) akan menghasilkan pergeseran dan pergerakan Permintaan Uang (MD)
yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan kebijakan moneter yang diim
plementasikan dengan instrumen-instrumen moneter sehingga terjadi pergeseran dan
pergerakan Penawaran Uang (M°). Hal ini jika melihat pada teori ekonomi
konvensionalnya adalah apa yang dinamakan dengan Dynamic Equilibrium.

5
B. Aplikasi instrumen moneter islam di Indonesia

Peraturan perbankan syariah yang dikeluarkan pada tahun 1998 yang menggan
tikan peraturan perbankan syariah tahun 1992 telah memungkinkan perkembangan
perbankan syariah dengan sangat cepat. Berkembangnya jumlah cabang dari bank syariah
baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah dari bank umum
konvensional, serta meningkatnya kemampuan dalam menyerap dana masyarakat yang
terlihat dari dana simpanan pihak ketiga yang tertera di neraca bank bank syariah tersebut.
Hal tersebut mengharuskan Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk lebih menaruh
perhatian dan lebih hati-hati dalam menjalankan fungsinya pengawasannya sebagai bank
sentral yang bertugas mengawasi bank-bank umum yang ada di bawahnya sekaligus
dengan tidak mengganggu momentum pertumbuhan bank bank syariah tersebut. BI dalam
menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah
mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut:

1. Giro Wajib Minimum (GWM)


Biasanya dinamakan Statutory Reserve Requirement, yaitu simpanan minimum
bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI
berdasarkan persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM ini adalah kewajiban
bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan
(prudential banking) serta juga mem punyai peran sebagai instrumen moneter yang
berfungsi mengendalikan jumlah peredaran uang.

Dalam pelaksanaannya GWM ini besarannya adalah 5% dari dana pihak ketiga
yang berbentuk IDR (Rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang
asing. Jumlah tersebut dihitung dari rata-rata harian dalam satu masa laporan untuk
periode dua masa laporan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga yang dimaksud di
sini adalah dalam bentuk:

 Giro Wadiah;
 Tabungan Mudharabah;
 Deposito Investasi Mudharabah;
 Kewajiban lainnya.

6
Dana pihak ketiga bank dalam IDR ini tidak termasuk dana yang diterima oleh
bank dari Bank Indonesia (BI) dan BPR. Sedangkan dana pihak ketiga dalam mata uang
asing meliputi kewajiban dalam mata uang asing kepada pihak ketiga termasuk bank
dan Bank Indonesia (BI) yang terdiri dari:

a) Giro Wadiah;
b) Deposito Investasi Mudharabah;
c) Kewajiban lainnya. Adapun kesalahan dan keterlambatan dalam penyampaian
laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan GWM ini dikenakan denda
oleh Bank Indonesia (BI). Sedangkan untuk bank yang melakukan pelanggaran
GWM ini dikenakan sangsi baik kekurangan dari minimum maupun kekurangan
negatif;

2. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (Sertifikat IMA)


Sertifikat IMA adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah
yang ke lebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak sebagai sarana
penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana.

Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah
dengan format dan ketentuan standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).
Pemindahtanganan Sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana
pertama saja, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan
memindahtangankan kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu. Pembayaran
akan dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan bagi
hasil (yang dibayarkan awal bulan beri kutnya dengan nota kredit melalui kliring, bilyet
giro Bank Indonesia (BI), atau transfer elektronik).

3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)


SWBI adalah instrumen Bank Indonesia (BI) yang sesuai dengan syariah Islam
yang digunakan dalam OMO. Selain itu, SWBI ini juga dapat digunakan oleh bank-
bank syariah yang mempunyai kele bihan likuiditas sebagai sarana penitipan dana
jangka pendek.

7
Dalam operasionalnya, SWBI ini mempunyai suatu nilai nominal minimum
Rp500 juta dengan jangka waktu yang dinyatakan dalam hari (misalnya: 7 hari, 14 hari,
30 hari). Pembayaran dan pelunasan SWBI adalah melalui debet/kredit rekening giro
bank yang ada di Bank Indonesia (BI). Jika jatuh tempo dana akan dikembalikan
beserta bonus yang ditentukan berdasarkan parameter Sertifikat IMA.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi islam
sebagai yaitu: Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang absolut,
Manusia merupakan pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya,
Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah, dan oleh
karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian
kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung, Kekayaan tidak boleh
ditumpuk terus atau ditimbun, Kekayaan harus diputar, Menghilangkan jurang perbedaan
antara individu dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan, dan
Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk
bagi anggota masyarakat yang miskin.

Instrumen moneter keuangan syariah adalah hukum syariah. Tujuan kebijakan


moneter yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaimana
tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

9
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman Azwar. 2017. Ekonomi Makro Islam. Depok: Rajawali Pers

10

Anda mungkin juga menyukai