Anda di halaman 1dari 6

A.

DISTRIBUSI MENURUT HADIS NABI

Rasulullah sangat menganjurkan agar umat Islam mendistribusikan sebagian


harta dan penghasilan mereka untuk membantu saudara saudara mereka yang
berkekurangan di bidang ekonomi. Distribusi yang dimaksud nabi terbagi menjadi
dua jenis, yaitu distribusi barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyampaian
barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai dan penyaluran
sebagai harta kepada orang orang yang membutuhkan sebagai wujud solidaritas
sosial. Kedua jenis distribusi tersebut mempunyai perbedaan, yang pertama bersifat
profit taking (untuk mendapat keuntungan) Yang kedua non provit taking (tidak untuk
mendapatkan laba atau keuntungan). Dalam arti, distribusi jenis pertama yang
dimaksudkan sebagai upaya untuk tersalurkan nya barang barang hasil produksi
sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas dan orang yang mendistribusikan
mendapat laba ( hasil) dari penjualan barang yang didistribusikan. Adapun distribusi
jenis kedua, orang yang menyalurkan hartanya tidak mendapat pembayaran atau
keuntungan (profit) langsung, tetapi di hari kemudian atau di akirat.

Kedua jenis distribusi tersebut sama sama dianjurkan oleh Rasulullah. Untuk
distribusi pertama misalnya, Allah melarang umat Islam menimbun barang dan tidak
mendistribusikan nya ke pasar. Penimbunan barang (ihtikar) biasanya dilakukan
dengan tujuan untuk dijual ketika barang sudah sedikit atau langka sehingga harganya
mahal. Penimbunan tersebut termasuk aktivitas ekonomi yang mengandung
kezaliman dan karenanya berdosa.
Jenis distribusi kedua dapat berupa zakat, nafkah, sedekah, Wasiat, hibah dan
sebagainya. Rasulullah sangat menganjurkan agar distribusi kategori ini dilakukan
oleh setiap muslim yang mampu. Dalam sebuah Hadis, nabi menganjurkan agar umat
Islam segera mendistribusikan sebagian hartanya sebelum datang suatu masa ketika
tidak ada orang yang mau menerimanya.

Jenis distribusi kedua tersebut bermacam-macam, antara lain sedekah,


nafaqah, zakat, warisan, udhhiyyah (kurban), infak, akikah, wakaf, wasiat, dan
musa’adah (bantuan).

 Pertama, sedekah yaitu memberikan sebagian harta kepada orang lain baik
yang pembelinya kaya ataupun tidak. Konsep sedekah, menurut Rasulullah,
ada dua yaitu pemberian harta kepada orang yang membutuhkan dan amal
amal ibadah yang lain seperti Tasbih, Takbir, Tahmid, tahlil, dan sebagainya.

Meskipun menganjurkan sedekah kategori dua, yaitu takdir, Tasbih, tahlil,


amar Ma’ruf, dan Nahi Mungkar, Rasulullah tidak mencukupkan sedekah
dengan itu. Nabi mendorong seseorang agar bersedekah dengan materi,
bahkan kalau tidak punya materi, ia dituntut bekerja agar dapat memenuhi
kebutuhan pribadi nya dan kemudian bersedekah sebagian darinya.

 Kedua, nafaqah atau nafkah yaitu sesuatu Yang diberikan seseorang kepada
orang-orang atau sesuatu yang menjadi tanggungan nya. Nafkah tersebut
ditujukan untuk enam orang, diri sendiri, istri, saudara, pembantu wanita,
Budak,dan hewan peliharaan. Seorang kepala rumah tangga berkewajiban
memberikan nafkah kepada orang-orang atau sesuatu yang menjadi
tanggungan nya.
Jika seseorang memberikan nafkah kepada orang lain, maka orang
tersebut juga akan mendapatkan nafkah dari Allah. Sesuatu yang diberikan
kepada orang lain tidaklah hilang percuma, tetapi akan mendapatkan ganti dari
Allah baik berupa pahala maupun ganti materi dalam waktu yang lain.

 Ketiga, zakat itu kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian


hartanya, untuk didistribusikan kepada kelompok tertentu. Disisi lain, zakat
adalah pajak resmi yang wajib dijalankan oleh pemerintahan Islam yang
diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya.

 Keempat, warisan, yaitu pembagian harta yang ditinggalkan oleh orang yang
sudah meninggal kepada para ahli waris nya. Pembagian harta warisan
diwajibkan berdasarkan ayat Alqur’an dan Hadis nabi. Rasulullah
memerintahkan agar harta warisan itu didistribusikan kepada pihak yang
berhak menerimanya.

 Kelima,udhiyyah yaitu kurban binatang ternak pada saat hari raya Idul Adha
dan hari Tasyrik. Rasulullah menganjurkan agar umat Islam menyembelih
hewan Kurban setelah dilaksanakan sholat ‘Id Adha dan bagi yang
menyembelihnya sebelum sholat dilaksanakan, maka hendaklah ia mengulangi
sembelihan lagi sebagai gantinya.
Hewan Kurban haruslah disembelih sesudah pelaksanaan sholat ‘id al Adha
dan jika binatang sudah di sembelii sebelumnya, maka tidak di namakan
daging Kurban tetapi daging biasa sebagaimana yang disembelih pada hari
hari lain. Karena itu, Rasulullah menganjurkan bagi orang yang terlanjur
menyembelih hewan Kurban sebelum sholat dilaksanakan agar mengulangi
kembali sembelihannya jika memang ia berkurban bukan sekedar
menyembelih biasa.
Daging Kurban yang telah disembelih oleh di boleh dimakan dalam waktu tiga
hari saja, selebihnya sebaiknya disimpan saja.

 Keenam, Infaq yaitu sedekah yang diberikan kepada orang lain jika kondisi
keuangan rumah tangganya sudah berada di atasi nisab. Jadi seorang muslim
tidak dituntut untuk mendistribusikan hartanya untuk Infaq sebelum
memenuhi kewajiban membayar zakat.
Rasulullah menganjurkan agar seorang menginfaqkan sebagian hartanya
secara ikhlas, dengan sembunyi sembunyi sehingga orang lain tidak
mengetahuinya yang diibaratkan dengan tangan kanan memberi Infaq tangan
kiri tidak mengetahui. Orang seperti ini nanti pada hari kiamat akan bersama
dengan enam golongan lain yang akan mendapatkan Naungan ketika saat itu
tidak ada Naungan kecuali Naungan Allah.

 Ketujuh, Akikah yaitu kegiatan pemotongan kambing untuk anak yang


dilahirkan, satu ekor untuk anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki laki.
Yang mengadakan Aqiqah adalah orang tua dari anak itu. Rasulullah
menganjurkan agar dilakukan Aqiqah pada seorang anak tujuh hari setelah
kelahirannya lalu dicukur dan diberi nama, karena menurutnya, anak itu
diibaratkan dengan sesuatu yang digadaikan dan penembus nya adalah akikah.

 Ke delapan, Wakaf yaitu menahan suatu benda untuk diambil manfaatnya


untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam. Berwakaf dianjurkan
oleh Islam dalam rangka untuk memberikan manfaat kepada masyarakat
Islam, misalnya Wakaf untuk tempat tempat ibadah, lembaga pendidikan,
panti Asuhan Yatim Piatu, panti Jompo, dan sebagainya.

 Ke sembilan, Wasiat yaitu pendistribusian harta kepada orang lain setelah


pemilik kartu tersebut meninggal, maksimal satu pertiga harta yang
ditinggalkan. Distribusi harta kekayaan tersebut, menurut Rasulullah
seharusnya berasal dari hasil usaha yang baik. Tidak ada gunanya memberikan
sesuatu kepada orang lain, jika sesuatu itu diperoleh dengan cara yang haram.
Sedekah, zakat, Infaq, Nafaqah, Wasiat, waris, dan sebagainya harus berasal
dari harta yang halal.

B. TUJUAN DISTRIBUSI

Sebagaimana produksi dan konsumsi, distribusi juga mempunyai tujuan.


Diantaranya tujuan distribusi yaitu:
 Pertama, menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan
dasar masyarakat seperti pada oksigen, makanan, dan minuman merupakan
kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan kalau tidak, akan terjadi kesulitan
bahkan kematian. Manusia harus terus berusaha untuk mempertahankan
kehidupannya dengan melakukan pemenuhan kebutuhan primer nya sebatas
yang dibutuhkan dan tidak berlebihan. Mereka juga harus men distribusikan
barang-barang untuk memenuhi kebutuhan ini.

 Kedua, mengurangi ketidak sama pendapatan dan kekayaan dalam


masyarakat. Apabila terjadi perbedaan ekonomi yang mencolok antara yang
kaya dan miskin akan mengakibatkan adanya sifat saling benci yang pada
akhirnya melahirkan sikap permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.
Meskipun demikian, Islam mengakui adanya perbedaan jumlah antar individu
dalam masyarakat. Karena itu, ada yang kaya dan ada pula yang miskin, tetapi
jurang Pembeda diantara mereka tidak boleh terlalu lebar sehingga
mengakibatkan integrasi sosial.

 Ketiga, untuk menyucikan jiwa dan harta dari segala bentuk kotoran lahir
ataupun batin. Kotoran ini dapat berupa sifat Kikir, Tamak, rakus, boros dan
sebagainya. Orang yang mampu mendistribusikan hartanya akan terhindar dari
sifat sifat negatif tersebut dan akan menguatkan tali Persaudaraan antar sesama
manusia. Jiwa dan hartag melakukan Dharma Disucikan melalui distribusi
harta yang diberikan kepada orang membutuhkannya.

 Keempat, untuk membangun generasi yang unggul karena generasi muda


merupakan penerus dalam sebuah kepemimpinan suatu bangsa. Dengan
ekonomi yang mapan, suatu bangsa dapat membentuk generasi yang unggul.
Islam mengajarkan agar umatnya meninggalkan generasi Yang kuat dari segi
fisik, cerdas dari segi otak, profesional dari segi kerja dan karya, dan unggul
dari segi ilmu.

 Kelima, untuk mengembangkan harta dari dua Sisi spriritual dan ekonomi.
Dari segi spiritual, akan bertambah nilai keberkahan harta dan dari segi
ekonomi, dengan adanya distribusi harta kekayaan, maka akan mendorong
terciptanya produktivitas dan harga daya beli dalam masyarakat akan
meningkat.

 Ke enam, untuk pendidikan dan pengembangan dakwah Islam melalui


ekonomi, misalnya pada pemberian zakat pada orang yang baru masuk Islam
(mualaf) sehingga lebih mantap dalam menjalankan agama Islam yang baru
dianutnya. Distribusi harta ke masjid masjid, lembaga lembaga Islam, dan
sebagainya termasuk dalam kategori ini, sehingga diharapkan kegiatan
kegiatan keislaman menjadi Samara karena ditopang dengan dana yang
memadai.

 Ketujuh, untuk terbentuknya solidaritas sosial di kalangan masyarakat. Tujuan


distribusi adalah terpenuhinya kebutuhan orang orang yang kurang mampu
sehingga tercipta solidaritas di dalam masyarakat Muslim, terbentuknya ikatan
kasih sayang diantara individu dan kelompok dalam masyarakat, terkikisnya
sebab sebab kebencian dalam masyarakat yang dapat berdampak pada
terealisasinya keamanan dan ketentraman masyarakat, serta terciptanya
keadilan dalam distribusi yang mencakup pendistribusian sumber sumber
kekayaan.

C. PRINSIP-PRINSIP DISTRIBUSI DALAM EKONOMI ISLAM


1. Prinsip Keadilan Dan Pemerataan
keadilan dalam Islam merupakan prinsip pokok dalam setiap aspek kehidupan
termasuk juga dalam aspek ekonomi. Islam menghendaki keadilan dan distribusi
pendapatan. Keadilan distribusi merupakan tujuan pembangunan yang menuntut
komitmen umat Islam untuk merealisasikan nya walaupun tidak bisa lepas dari
tingkat rata pertumbuhan riil. Keadilan distribusi tercermin pada adanya keinginan
untuk memenuhi batas minimal pendapatan riil, yaitu had Kifayah bagi setiap
orang. Islam tidak bertujuan pada terjadinya pendistribusian yang berkembang,
boleh saja terjadi selisih kekayaan dan pendapatan setelah terpenuhinya had
kifayah. Akan tetapi, kebutuhan ini memenuhi ukuran kebutuhan yang dapat
menggerakkan orang untuk bekerja.
Keadilan dalam distribusi dimaksudkan sebagai suatu kebebasan melakukan
aktivitas ekonomi yang berada dalam bingkai etika dan norma norma Islam.
Sesungguhnya kebebasan yang tidak terbatas sebagaimana dianut ekonomi
kapitalis akan mengakibatkan ketidakserasian antara pertumbuhan produk dengan
hak hak orang yang tidak mampu dalam ekonomi sehingga mempertajam jurang
pemisah antara orang orang kaya dan orang orang miskin yang pada akhirnya
akan menghancurkan tatanan sosial. Distribusi dalam ekonomi kapitalis dilakukan
dengan cara memberikan kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua
individu masyarakat, sehingga setiap individu masyarakat bebas memperoleh
kekayaan sejumlah yang ia mampu dan sesuai dengan faktor produksi yang
dimilikinya dengan tidak memperhatikan apakah pendistribusian tersebut Merata
dirasakan oleh semua individu masyarakat atau hanya bagi sebagian saja.
Prinsip keadilan dan pemerataan dalam distribusi mengandung maksud. Pertama,
kekayaan tidak boleh dipusatkan pada sekelompok orang saja, tetapi harus
menyebar kepada seluruh masyarakat. Islam menginginkan persamaan
kesempatan dalam meraih harta kekayaan, terlepas dari tingkat sosial,
kepercayaan, dan warna kulit. Kedua, hasil hasil produksi yang bersumber dari
kekayaan nasional harus dibagi secara adil. Ketiga, Islam tidak mengizinkan
tumbuhnya harta kekayaan yang melampui batas wajar apalagi jika diperoleh
dengan cara yang tidak benar. Untuk mengetahui pertumbuhan dan pemusatan
Islam melarang penimbunan harta dan memerintahkan untuk membelanjakan nya
demi kesejahteraan masyarakat.

2. Prinsip Persaudaraan dan Kasih Sayang


Konsep Persaudaraan dalam Islam menggambarkan solidaritas individu dan sosial
dalam masyarakat Islam yang tercermin dalam pola hubungan sesama muslim.
Rasa Persaudaraan harus ditanam dari hati Sanubari umat Islam sehingga tidak
terpecah belah oleh kepentingan duniawi. Distribusi harta kekayaan dalam Islam,
sesungguhnya sangat memperhatikan prinsip ini. Zakat, Wakaf, sedekah, Infaq,
nafkah, garis, dan sebagainya diberikan kepada umat Islam agar ekonomi mereka
semakin baik.
Pada masa Rosulullooh dan para sahabatnya, Persaudaraan dan kasih sayang ini
terpelihara dengan baik. Mereka saling membantu satu sama lain baik dalam
urusan agama maupun dunia, termasuk dalam urusan ekonomi.
Per Saudaraan dan kasih sayang akan memperkuat persatuan dan kesatuan umat
Islam yang kadang kadang mendapatkan hambatan dan rintangan sehingga
mereka dapat saja terpecah belah dan saling bermusuhan. Allah memerintah agar
umat Islam senantiasa berpegang Teguh dengan tali agama Allah dan tidak
bercerai-berai.
Prinsip Persaudaraan dan kasih sayang tersebut tidak berarti bahwa umat Islam
tidak boleh melakukan aktivitas ekonomi dengan Nonmuslim. Islam
memperbolehkan umatnya bertransaksi dengan siapa pun asalkan sejalan dengan
saksi Islam tanpa membedakan agama, ras, dan bangsa. Islam menganjurkan
Persaudaraan dan kasih sayang dalam distribusi agar supaya bisa menjadi kuat
baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, dan sebagainya.

3. Prinsip Solidaritas Sosial


Prinsip solidaritas sosial merupakan salah satu prinsip pokok dalam distribusi
harta kekayaan. Islam menghimbau adanya solidaritas sosial dan menggariskan
dan menentukannya dalam suatu sistem tersendiri seperti zakat, sedekah, dan lain
lain. Zakat dan sedekah merupakan lembaga keuangan penting bagi masyarakat
Muslim dan memiliki peran pokok dalam merealisasikan kepedulian sosial dan
redistribusi pendapatan antar umat Islam. Selain peran itu, zakat juga memiliki
peran penting dalam proses pembangunan ekonomi. Menurut Syawqi Ahmad
Dunya, zakat memiliki peran investasi karena mengarah langsung kepada sumber
daya pengadaan produksi manusia dalam masyarakat.
Prinsip solidaritas sosial dalam ekonomi Islam mengandung beberapa elemen
dasa, yaitu :
(a) Sumber daya alam harus dinikmati oleh semua makhluk Allah,
(b) Adanya perhatian terhadap fakir miskin terutama oleh orang orang kaya,
(c) Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya beredar di kalangan orang orang
kaya saja aku,
(d) Adanya perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang lain,
(e) Umat Islam yang tidak punya kekayaan dapat menyumbangkan tenaganya
untuk kegiatan sosial,
(f) Larangan berbuat baik karena ingin dipuji orang atau Ria,
(g) Larangan memberikan bantuan yang disertai dengan perilaku menyakiti,
(h) Distribusi zakat harus diberikan kepada orang orang yang telah disebutkan
dalam Al-Quran sebagai pihak yang berhak menerimanya
(i) Anjuran untuk Mendahulukan distribusi harta kepada orang orang yang
menjadi tanggungan kemudian kepada masyarakat
(j) Anjuran agar distribusi disertai dengan doa agar tercapai ketenangan batin dan
kestabilan ekonomi masyarakat, dan
(k) Larangan Berlebihan atau boros dalam distribusi ekonomi di kalangan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai