Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai agama yang membawa rahmat bagi alam semesta, Islam


telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
ekonomi. Salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan dalam
pendistribusian harta, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun
individu. Dalam perekonomian modern saat ini, distribusi merupakan
sektor yang terpenting dalam aktivitas perekonomian, baik distribusi
pendapatan maupun distribusi kekayaan melalui kegiatan-kegiatan
ekonomi ataupun kegiatan sosial.
Berkenaan dengan distribusi salam arti penyebaran hasil produksi
ini, Islam telah memberikan tuntunan yang wajib diikuti oleh para pelaku
ekonomi muslim. Tuntutan tersebut sacara hukum normative tertuang
dalam fiqh al-muamalah. Selain bentuk distribusi diatas ada juga model
distribusi yang bukan berkaitan dengan masalah hasil produksi melainkan
distribusi pendapatan yang lebih berorientasi pada distribusi kekayaan
karena anjuran dan kewajiban agama seperti zakat, infak, dan sedekah.
Distribusi merupakan kajian penting dan menempati posisi strategis
dalam teori ekonomi mikro baik dalam sistem ekonomi Islam maupun
konvensional sebab pembahasan distribusi ini tidak hanya berkaitan
dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial dan politik sehingga
menjadi perhatian pemikir ekonomi Islam dan konvensional sampai saat
ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Distribusi


Secara bahasa, distribusi berasal dari bahasa Inggris distribution yang
berarti penyaluran dan pembagian, yaitu penyaluran, pembagian atau
pengiriman barang atau jasa kepada beberapa orang atau tempat. Distribusi
adalah suatu proses penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari
produsen ke konsumen dan para pemakai. Penyaluran barang dan jasa kepada
konsumen dan pemakainya mempunyai peran penting dalam kegiatan
produksi dan konsumsi. Tanpa distribusi, barang atau jasa tidak akan sampai
dari produsen ke konsumen, sehingga kegiatan produksi dan konsumsi tidak
lancar. Sebagai jembatan antara produsen dan konsumen, distribusi
mempunyai peran signifikan dalam perputaran roda perekonomian
masyarakat ataupun negara.
Terdapat perbedaan antara sistem ekonomi konvensional dan sistem
ekonomi Islam dalam memaknai distribusi. Karena itu, pembahasan
mengenai pengertian dan makna distribusi tidak lepas dari konsep moral
ekonomi yang dianut. Dalam sistem kapitalisme, permasalahan distribusi
terkait dengan adanya perbedaan yang mencolok pada kepemilikan,
pendapatan dan harta peninggalan. Sistem sosialisme lebih melihat kepada
kerja sebagai dasar dari distribusi pendapatan. Hasil yang akan diperoleh
tergantung pada usaha mereka. Oleh karena itu, kapitalis dan bakat seseorang
sangatlah berpengaruh pada distribusi pendapatan. Untuk mewujudkan
kebersamaan, alokasi produksi dan cara pendistribusian kekayaan alam serta
sumber-sumber ekonomi lainnya diatur oleh negara.1
Berbeda dengan itu, Menurut Jaribah, makna distribusi dalam
ekonomi Islam tentu lebih luas lagi yaitu mencakup pengaturan kepemilikan
unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kakayaan. Di mana Islam
memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan khusus dan
meletakkan bagi masing-masing bagi keduanya kaidah-kaidah untuk

1
Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, ( Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 128.

2
mendapatkannya dan mempergunakannya, dan kaidah-kaidah untuk warisan,
hibah, dan wasiat.2
Dalam ekonomi Islam, distribusi lebih ditekankan pada penyaluran
harta kekayaan yang diberikan kepada beberapa pihak, baik individu,
masyarakat, maupun negara. Menurut Afzalur Rahman, yang dimaksud
dengan distribusi adalah suatu cara di mana kekayaan disalurkan atau
dibagikan ke beberapa faktor produksi yang memberikan kontribusi kepada
individu-individu, masyarakat maupun negara. Islam tidak memperbolehkan
distribusi barang atau jasa yang dilarang seperti bunga modal dan bunga
pinjaman yang termasuk riba, hasil pencurian, khamr, bangkai, babi, dan
sebagainya.
Ekonomi Islam memiliki kebijakan dalam distribusi pemasukan, baik
antara unsur-unsur produksi maupun antara individu masyarakat dan
kelompoknya, di samping pengembalian distribusi dalam sistem jaminan
sosial yang diatur dalam ajaran Islam. Islam menggariskan bahwa dalam harta
pribadi terdapat hak-hak orang lain yang harus ditunaikan dan ini tidak
dikenai dalam ekonomi konvensional. Sebagaimana firman Allah:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-
Dzariyat:19)
Ayat di atas menunjukkan bahwa umat Islam yang memiliki harta
tidak selayaknya menggunakan harta itu untuk pemenuhan kebutuhan pribadi
semata, sebab di dalam harta itu terdapat hak masyarakat. Bagi umat Islam
yang berharta ada kewajiban untuk mendistribusikan harta itu kepada orang
lain, khususnya mereka yang berkekurangan.3

2.2 Jenis-Jenis Distribusi dalam Islam


Jenis-jenis distribusi dalam Islam mempunyai dibagi menjadi dua, pertama,
berkenaan dengan mempertukarkan hasil-hasil produksi dan daya cipta

2
Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi: Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-kata Kunci
dalam Al-Qur’an, ( Medan :Citapustaka Media Perintis, 2012) hlm.187
3
Idri, Hadis Ekonomi, hlm. 131.

3
kepada orang lain yang membutuhkan, agar mendapat laba sebagai wujud
dari pemenuhan kebutuhan atas bisnis oriented. Kedua, adalah menyalurkan
rezeki(harta kekayaan) untuk diinfakkan (didistribusikan) atau mendermakan
sebagian harta bendanya.4
Kedua jenis distribusi tersebut sama-sama dianjurkan oleh Rasulullah. Untuk
distribusi jenis pertama, misalnya, Rasulullah melarang umat Islam
menimbun barang dan tidak mendistribusikannya ke pasar. Penimbunan
barang (ihtikar) biasanya dilakukan dengan tujuan untuk dijual ketika barang
sudah sedikit atau langka sehingga harganya mahal. Penimbunan termasuk
aktivitas ekonomi yang mengandung kezaliman dan karenanya berdosa. 5
Rasulullah bersabda:
“Dari Ma’mar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa
yang menimbun barang, maka ia bersalah ( berdosa).” (HR. Muslim)
Jenis distribusi kedua dapat berupa sedekah, nafkah, zakat, warisan, kurban,
infak, aqiqah, wakaf, wasiat, hibah, dan lain sebagainya. Rasulullah sangat
menganjurkan agar distribusi kategori ini dilakukan oleh tiap Muslim yang
mampu. Dalam sebuah Hadis, Nabi menganjurkan agar umat Islam segera
mendistribusikan sebagian hartanya sebelum datang suatu masa ketika tidak
ada orang yang mau menerimanya, sebagaimana sabdanya:
"Dari Ma’bad ibn Khalid, katanya: Aku mendengar Haritsah ibn
Wahab berkata, katanya: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Bersedekahlah, karena (suatu saat akan datang masa) di mana
seseorang berjalan untuk memberikan sedekahnya, tetapi orang yang akan
diberinya (menolak) seraya berkata,"Seandainya kamu membawanya
kemaren, niscaya aku menerimanya, tetapi kalau saat ini aku tidak
membutuhkannya." Maka tidak ada orang yang mau menerima sedekah
itu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, lafal Hadis tersebut riwayat al-Bukhari)

2.3 Tujuan Distribusi

4
Abdul Azis, Ekonomi Islam: Analisis Mikro dan Makro, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hlm.
88
5
Idri, Hadis Ekonomi, hlm. 133.

4
Sebagaimana produksi dan konsumsi, distribusi juga mempunyai
tujuan. Di antara tujuan distribusi yaitu:6
1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
Kebutuhan dasar masyarakat seperti kebutuhan pada oksige, makan dan
minuman merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan kalau
tidak, akan terjadi kesulitan bahkan kematian. Manusia harus terus
berusaha untuk mempertahankan kehidupannya dengan melakukan
pemenuhan kebutuhan primernya sebatas yang dibutuhkan dan tidak
berlebihan. Mereka juga harus mendistribusikan barang. barang untuk
memenuhi kebutuhan ini. Allah berfirman:
“Dan Dia-lah yang menjadikan tanam-tanaman yang merambat
dan tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam
rasanya, zaitun dan delima yang serupa ( bentuk dan warnanya) dan
tidak serupa ( rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan
berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebihan”(QS. Al-An'am:41).
2. Mengurangi ketidaksamaan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat.
Apabila terjadi perbedaan ekonomi yang mencolok antara yang kaya dan
miskin akan mengakibatkan adanya sifat saling benci yang pada akhirnya
melahirkan sikap permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.
Meskipun demikian, Islam mengakui adanya perbedaan jumlah harta
antar-individu dalam masyarakat. Karena itu, ada yang kaya dan ada pula
yang miskin, tetapi jurang pembeda di antara mereka tidak boleh terlalu
lebar sehingga mengakibatkan disintegrasi sosial. Allah berfirman:
“Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja
di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr:7)
3. Menyucikan jiwa dan harta dari segala bentuk kotoran lahir ataupun batin.
Kotoran ini dapat berupa sifat kikir, tamak, rakus, boros, dan sebagainya.
Orang yang mampu mendistribusikan harta akan terhindar dari sifat-sifat
negatif tersebut dan akan menguatkan tali persaudaraan antar sesama

6
Ibid, 147-148.

5
manusia. Jiwa dan harta orang yang melakukan derma disucikan melalui
distribusi harta yang diberikan kepada orang yang membutuhkannya.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
"Ambilah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan jiwa mereka" (QS. At-
Taubah:103).
4. Membangun generasi yang unggul karena generasi muda merupakan
penerus dalam sebuah kepemimpinan suatu bangsa. Dengan ekonomi yang
mapan, suatu bangsa dapat membentuk generasi yang unggul. Islam
mengajarkan agar umatnya meninggalkan generasi yang kuat dari segi
fisik, cerdas dari segi otak, profesional dari segi kerja dan karya, dan
unggul dari segi ilmu. Allah berfirman:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka" (QS. An-Nisa':9)
5. Mengembangkan harta dari dua sisi spiritual dan ekonomi.
Dari segi spiritual, akan bertambah nilai keberkahan harta dan dari segi
ekonomi, dengan adanya distribusi harta kekayaan, maka akan mendorong
terciptanya produktifitas dan daya beli dalam masyarakat akan meningkat.
6. Untuk pendidikan dan mengembangkan dakwah Islam melalui ekonomi,
misalnya pada pemberian zakat kepada orang yang baru masuk Islam
(mualaf) sehingga lebih mantap dalam menjalankan agama Islam yang
baru dianutnya. Distribusi harta ke masjid-m asjid, lembaga-lembaga
pendidikan Islam, dan sebagainya termasuk dalam kategori ini, sehingga
diharapkan kegiatan-kegiatan keislaman menjadi semarak karena ditopang
dengan dana yang memadai.
7. Membentuk solidaritas sosial di kalangan masyarakat.
Tujuan distribusi adalah terpenuhinya kebutuhan orang-orang yang kurang
mampu sehingga tercipta solidaritas di dalam masyarakat Muslim,
terbentuknya ikatan kasih sayang di antara individu dan kelompok dalam
masyarakat, terkikisnya sebab-sebab kebencian dalam masyarakat yang
dapat berdampak pada terealisasinya keamanan dan ketenteraman

6
masyarakat, serta terciptanya keadilan dalam distribusi yang mencakup
pendistribusian sumber-sumber kekayaan.

2.4 Prinsip-Prinsip Distribusi dalam Ekonomi Islam


Distribusi menempati posisi penting dalam teori ekonomi mikro Islam
karena pembahasan distribusi tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi
tetapi juga aspek sosial dan politik. Distribusi harta kekayaan merupakan
masalah yang sangat penting dalam mewujudkan pemerataan ekonomi
masyarakat. Pentingnya distribusi harta kekayaan dalam ekonomi Islam tidak
berarti tidak diperhatikannya keuntungan yang diperoleh dari produksi. Agar
distribusi memberikan signifikansi yang memadai, maka perlu diperhatikan
prinsip-prinsip distribusi sebagai berikut:7
1) Prinsip Keadilan dan Pemerataan
Keadilan dalam Islam merupakan prinsip pokok dalam setiap aspek
kehidupan termasuk juga dalam aspek ekonomi. Islam menghendaki
keadilan dalam distribusi pendapatan. Keadilan distribusi merupakan
tujuan pembangunan yang menuntut komitmen umat Islam untuk
merealisasikannya walaupun tidak bisa lepas dari tingkat rata-rata
pertumbuhan riil. Keadilan dalam distribusi dimaksudkan sebagai suatu
kebebasan melakukan aktivitas ekonomi yang berada dalam bingkai etika
dan norma-norma Islam. Sesungguhnya kebebasan yang tidak terbatas
sebagaimana dianut ekonomi kapitalis akan mengakibatkan
ketidakserasian antara pertumbuhan produksi dengan hak-hak orang-orang
yang tidak mampu dalam ekonomi sehingga mempertajam jurang pemisah
antara orang-rang kaya dan orang-orang miskin yang pada akhirnya akan
menghancurkan tatanan sosial.
Oleh karena itu Islam berusaha keras untuk menegakkan distribusi
yang adil diantara masyarakat,karena Allah sangat mengecam peredaran
harta yang hanya terkonsentrasi disegilintir orang saja (orang kaya)
sebagaimana yang tertera dalam surat Q.S Al-Hasyr:7.8 Sementara orang-

7
Ibid, hlm. 150
8
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif Maqashid
al-Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 140.

7
orang miskin hidup dalam kekurangan dan penderitaan. Sejak dini, Islam
mewajibkan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta (mal) dalam
rangka menciptakan stabilitas ekonomi di kalangan masyarakat sehingga
muncul ketenangan dan kebahagiaan bersama (QS. At-Taubah: 103),
terhindar dari segala bentuk kejahatan, kedengkian, dan kezaliman.
Demikian pula, anjuran-anjuran Islam tentang distribusi sosial yang lain
sebagaimana dijelaskan dalam perspektif Nabi di atas, yaitu sedekah,
nafaqah (nafkah), warisan, udhhiyyah (kurban), infak, aqiqah (akikah),
wakaf, wasiat, dan musaadah (bantuan) .
Prinsip keadilan dan pemerataan dalam distribusi mengandung
maksud. Pertama, kekayaan tidak boleh dipusatkan pada sekelompok
orang saja, tetapi harus menyebar kepada seluruh masyarakat. Islam
menginginkan persamaan kesempatan dalam meraih harta kekayaan,
terlepas dari tingkatan sosial, kepercayaan, dan warna kulit. Kedua, hasil-
hasil produksi yang bersumber dari kekayaan nasional harus dibagi secara
adil. Ketiga, Islam tidak mengizinkan tumbuhnya harta kekayaan yang
melampaui batas-batas yang wajar apalagi jika diperoleh dengan cara yang
tidak benar. Untuk mengetahui pertumbuhan dan pemusatan, Islam
melarang penimbunan harta dan memerintahkan untuk membelanjakannya
demi kesejahteraan masyarakat.
Konsep keadilan Islam dalam pembagian pendapatan dan kekayaan
bukanlah berarti bahwa setiap orang harus meminta imbalan sama persis
tanpa mempertimbangkan kontribusinya kepada masyarakat. Islam
membolehkan adanya perbedaan pendapatan, karena memang manusia
diciptakan tidak sama dalam watak, kemampuan dan pengabdiannya
kepada masyarakat.
Keadilan tidak berarti kesamaan secara mutlak karena
menyamaratakan antara dua hal yang berbeda seperti membedakan antara
dua hal yang sama tetapi keadilan adalah menyamakan dua hal yang sama
sesuai batas-batas persamaan dan kemiripan kondisi antar keduanya. Atau
membedakan antara dua hal yang berbeda sesuai batas-batas perbedaan
dan keterpautan kondisi antar keduanya. Ustadz Abbas Al ‘Aqqad berkata

8
bahwa “keadilan bukanlah suatu persamaan dalam hak karena persamaan
dalam hak denagn adanya perbedaan dalam kewajiban adalah kezhaliman.
Jadi yang benar adalah persamaan kesempatan dan sarana.”9
Oleh sebab itu, keadilan distribusi dalam islam merupakan (i)
jaminan standar hidup yang layak bagi setiap warga negara melalui
pelatihan yang tepat, pekerjaan yang cocok dan upah yang layak,
keamanan masyarakat dan bantuan keuangan bagi yang membutuhkan
melalui pelembagaan zakat dan (ii) penggalakan pembagian kekayaan
melalui sistema pembayaran pada tingkat orang-orang yang lemah,
membolehkan pendapatan sesuai dengan kontribusinya terhadap
masyarakat.10
2) Prinsip Persaudaraan dan Kasih Sayang
Konsep persaudaraan (ukhuwah) dalam Islam menggambarkan
Solidaritas individu dan sosial dalam masyarakat Islam yang tercermin
dalam pola hubungan sesama Muslim. Rasa persaudaraan harus
ditanamkan dalam hati umat Islam sehingga tidak terpecah belah oleh
kepentingan duniawi. Distribusi harta kekayaan dalam Islam,
sesungguhnya sangat memperhatikan prinsip ini. Zakat, wakaf, sedekah,
infak, nafkah, waris, dan sebagainya diberikan kepada umat Islam agar
ekonomi mereka semakin baik. Prinsip persaudaraan dan kasih sayang ini
digambarkan dalam firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat:10)

Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya, persaudaraan dan,


kasih sayang ini terpelihara dengan baik. Mereka saling membantu satu
sama lain baik dalam urusan agama maupun dunia, termasuk dalam urusan
ekonomi. Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai berikut:

9
Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press,
2001), hlm. 396-397
10
Abdul Azis, Ekonomi Islam, hlm. 101.

9
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi
berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada maka mereka dari bekas sujud.” ( QS. Al-Fath:29)

Persaudaraan dan kasih sayang akan memperkuat persatuan dan


kesatuan umat Islam yang kadang-kadang mendapatkan hambatan ian
rintangan sehingga mereka dapat saja terpecah belah dan saling
bermusuhan.

3) Prinsip Solidaritas Sosial


Prinsip solidaritas sosial merupakan salah satu prinsip pokok dalam
distribusi harta kekayaan. Islam menghimbau adanya solidaritas sosial dan
menggariskan dan menemukannya dalam suatu sistem tersendiri seperti
zakat, sedekah, dan lain-lain.
Prinsip solidaritas sosial dalam ekonomi Islam mengandung
beberapa elemen dasar, yaitu:
a. Sumber daya alam harus dinikmati oleh semua makhluk Allah.
b. Adanya perhatian terhadap fakir miskin ten utama oleh orang-orang
kaya.
c. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya beredar di kalangan orang-
orang kaya saja.
d. Adanya perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang lain.
e. Umat Islam yang tidak punya kekayaan dapat menyumbangkan
tenaganya untuk kegiatan sosial.
f. Larangan berbuat baik karena ingin dipuji orang (riyd’).
g. Larangan memberikan bantuan yang disertai dengan perilaku menyakiti.
h. Distribusi zakat harus diberikan kepada orang-orang yang telah
disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai pihak yang berhak menerimanya
(mustahiq zakat).
i. Anjuran untuk mendahulukan distribusi harta kepada orang-orang yang
menjadi tanggungan kemudian kepada masyarakat.

10
j. Anjuran agar distribusi disertai dengan doa agar tercapai ketenangan
batin dan kestabilan ekonomi masyarakat.
k. Larangan berlebihan (boros) dalam distribusi ekonomi di kalangan
masyarakat.

11
BAB III

KESIMPULAN

12

Anda mungkin juga menyukai