Anda di halaman 1dari 9

Defenisi Distribusi dan Keutamaan Distribusi dalam Perilaku Ekonomi

Disusun oleh :
Amirul Mukminin (2110101043)
Taufiqul Kamal (2110101043)
Edrizal Wahdi (2110101043)

Dosen Pengampu :
Pak Isa as

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TAZKIA
BOGOR

2023
1. Pendahuluan

Dalam studi ekonomi, distribusi merujuk pada cara bagaimana sumber daya,
pendapatan, kekayaan, atau barang dan jasa didistribusikan di antara individu, kelompok,
atau wilayah dalam suatu masyarakat. Distribusi ini menjadi topik penting dalam analisis
perilaku ekonomi karena mempengaruhi tingkat kesetaraan, kesejahteraan sosial, dan
keadilan dalam suatu sistem ekonomi.
Distribusi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk distribusi pendapatan,
distribusi kekayaan, dan distribusi sumber daya. Distribusi pendapatan, misalnya, mengacu
pada cara pendapatan yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dibagi antara individu-individu
yang ada di dalamnya. Distribusi kekayaan berkaitan dengan pembagian kepemilikan aset
dan kekayaan, sedangkan distribusi sumber daya melibatkan alokasi sumber daya yang
terbatas, seperti tanah, tenaga kerja, dan modal, di antara berbagai sektor atau industri.
Keutamaan distribusi dalam perilaku ekonomi adalah pentingnya menjaga
keseimbangan dan keadilan dalam sistem ekonomi. Distribusi yang adil dapat mendorong
kesetaraan dan mengurangi kesenjangan sosial, sementara distribusi yang tidak adil dapat
menyebabkan ketimpangan yang merugikan bagi masyarakat.
Salah satu keutamaan distribusi adalah mempromosikan keadilan sosial. Ketika
distribusi pendapatan dan kekayaan adil, kesempatan yang setara terbuka bagi individu-
individu untuk mencapai keberhasilan ekonomi. Hal ini memungkinkan akses yang lebih baik
terhadap pendidikan, perumahan, perawatan kesehatan, dan kesempatan ekonomi lainnya,
yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, distribusi yang baik juga dapat mengurangi risiko konflik sosial. Ketika
ketimpangan ekonomi menjadi sangat besar, kesenjangan yang tajam antara individu atau
kelompok dapat memicu ketegangan sosial, ketidakpuasan, dan ketidakstabilan politik.
Dalam situasi ini, distribusi yang lebih merata dapat membantu mengurangi ketegangan
sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis.
Dalam hal ekonomi makro, distribusi yang adil juga dapat memperkuat daya beli dan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Ketika pendapatan
didistribusikan secara merata, masyarakat memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
mengakses barang dan jasa, sehingga meningkatkan permintaan agregat dan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam kesimpulannya, distribusi memiliki peran yang sangat penting dalam perilaku
ekonomi. Keutamaan distribusi meliputi aspek keadilan sosial, pengurangan risiko konflik
sosial, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting
bagi kebijakan ekonomi dan tindakan individu untuk memperhatikan distribusi yang adil agar
dapat mencapai kesetaraan, kesejahteraan sosial, dan keadilan dalam sistem ekonomi.
2. Defenisi Distribusi
Distribusi secara eksplisit telah dijelaskan Allah swt. dalam Alquran sebagai
berikut: “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat
dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-
Baqarah: 3). “Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada RasulNya
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,untuk Rasul, kaum
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. AlHasyr: 7).
Selain itu, dikemukakan pula bahwa segala apa yang ada di langit ataupun di
bumi adalah milik Allah swt. Akan tetapi semuanya kembali pada bagaimana manusia
mengelola sumber daya alam tersebut. Lebih jauh lagi bagaimana sebuah negara
mampu mengelolanya, untuk selanjutnya mendistribusikan kembali pada masyarakat.
Di samping adanya partisipasi dari masyarakat untuk mengelola sumber daya
yang ada, negarapun memiliki peranan yang penting dalam mengalokasikan dan
mendistribusikan pendapatan yang ada pada masyarakatnya (Karim, 1992: 85, 93).
Senada dengan pendapat di atas, Afzalur Rahman mengemukakan bahwa untuk
mencapai keadilan ekonomi yang ideal dalam masyarakat, Islam menawarkan suatu
gagasan yang sarat nilai dan menumbuhkan semangat di antara penganutnya. Gagasan
tersebut adalah bahwa bantuan ekonomi kepada sesama, dengan niat mencari keridaan
Allah semata, merupakan tabungan yang nyata dan kekal, yang akan dipetik hasilnya
di akhirat kelak (Rahman, 1995: 96). Adapun maksud distribusi ditinjau dari segi
bahasa adalah proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan, di
antaranya sering kali melalui perantara (Collins, 1994: 162). Definisi yang
dikemukakan Collins di atas memiliki kajian yang sempit apabila dikaitkan dengan
topik kajian dalam tulisan ini. Hal ini disebabkan definisi tersebut cenderung
mangarah pada perilaku ekonomi yang bersifat individual. Namun dari definisi di atas
dapat ditarik perpaduan, di mana dalam distribusi terdapat sebuah proses pendapatan
dan pengeluaran dari sumber daya yang dimiliki oleh negara (mencakup “prinsip take
and give”) 1
Distribusi merupakan kegiatan penyampaian produk sampai ke tangan si
pemakai atau konsumen pada waktu yang tepat. Saluran distribusi sangat diperlukan
karena produsen menghasilkan produk dengan memberikan kegunaan bentuk bagi
konsumen setelah sampai ke tangannya.2
Dalam aktivitas ekonomi secara sederhana distribusi diartikan segala kegiatan
penyaluran barang atau jasa dari tangan konsumen. Aktivitas distribusi harus dilakukan
secara benar dan tepat sasaran agar barang dan jasa atau pendapatan yang dihasilkan
produsen dapat sampai ke tangan konsumen atau yang membutuhkan.3
1
Madnasir, Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam,lampung: IAIN Raden Intan, 2011, h.57
2
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, h.233
3
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam,Jakarta: Gema Insani Press, 2000, h 150.
Sistem ekonomi pasar (kapitalis) menggunakan asas bahwa penyelesaian kemiskinan
dalam suatu negara dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri dan memberikan
kebebasan bagi penduduk untuk mengambil hasil produksi (kekayaan) sebanyak yang mereka
produksi untuk negara. Dengan terpecahkannya kemiskinan dalam negeri, maka terpecah
pula masalah kemiskinan individu sebab perhatian mereka pada produksi dapat memecah
masalah kemiskinan mereka. Maka solusi yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan
masyarakat adalah meningkatkan produksi.
Dengan demikian, ekonomi hanya difokuskan pada penyediaan alat untuk memuaskan
kebutuhan masyarakat secara makro dengan cara menaikkan tingkat produksi dan
meningkatkan pendapatan nasional (national income), sebab dengan banyaknya pendapatan
nasional maka seketika itu terjadilah pendistribusian pendapatan dengan cara memberikan
kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat sehingga setiap
individu dibiarkan bebas memperoleh kakayaan sejumlah yang dia mampu sesuai dengan
faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Asas distribusi yang diterapkan oleh sistem ekonomi
pasar (kapitalis) ini pada akhirnya berdampak pada realita bahwa yang menjadi penguasa
sebenarnya adalah para kapitalis (pemilik modal dan konglomerat). Oleh karena itu, hal yang
wajar jika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selalu berpihak kepada para
pemilik modal atau konglomerat dan selalu mengorbankan kepentingan rakyat sehingga
terjadilah ketimpangan (ketidakadilan) pendistribusian pendapatan dan kekayaan. Berbeda
dengan kapitalisme yang memfokuskan pada individualisme, sosialisme beranggapan bahwa
pemilikan bersama merupakan cara hidup yang paling baik, dengan sedikit hak milik pribadi
atau tidak ada hak milik sama sekali. Sosialisme tidak menyukai adanya hak milik pribadi
karena hak milik pribadi membuat manusia egois dan menghancurkan keselarasan
masyarakat yang alami. Sosialisme menginginkan pengorganisasian produksi oleh negara
sebagai saran untuk menghapus kemiskinan dan penghisapan orang kecil. Sosialisme
menyerukan persamaan hak bagi semua lapisan, golongan, dan kelas masyarakat dalam
menikmati kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Sosialisme menginginkan pembagian
keadilan dalam ekonomi. Tugas negara adalah mengamankan sebanyak mungkin faktor
produksi untuk kesejahteraan seluruh rakyat, dan bukan terpusat pada kesejahteraan pribadi.
Sosialisme menganggap bahwa negara adalah lembaga di atas masyarakat yang mengatur
masyarakat tanpa pamrih. Sosialisme menganggap bahwa kapitalisme memiliki sifat yang
jahat, yaitu: kapitalisme menghasilkan sistem kelas; kapitalisme adalah sistem yang tidak
efisien; dan kapitalisme merusak sifat manusia karena cenderung membuat orang berlaku
kompetitif, tamak, egois, dan kejam. Nilai-nilai utama dalam sosialisme adalah kesamaan,
kerja sama, dan 36 Profit : Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan kasih sayang. Produksi
dilakukan atas dasar kegunaan dan bukan untuk mencari keuntungan semata-mata.
Persaingan yang kompetitif digantikan dengan perencanaan. Setiap orang bekerja demi
komunitas dan memberi kontribusi pada kebaikan bersama sehingga muncul kepedulian
terhadap orang lain.
Senada dengan beberapa uraian di atas, menyangkut prinsip keadilan dan pemerataan
distribusi, Yusuf Qard}a>wi> mengemukakan bahwa perbedaan pendapatan dan pemerataan
kesempatan itu termasuk pula dalam prinsip keadilan. Selanjutnya Qard}a>wi>
mengemukakan beberapa faktor yang turut mempengaruhi proses pendistribusian perbedaan
pendapatan. Faktor tersebut adakalanya merupakan karunia yang diberikan Allah tanpa
adanya campur tangan manusia, adakalanya merupakan nilai usaha yang dilakukan seseorang
(Qard}a>wi>, 1995: 398). Sumber pendapatan negara, khususnya dalam ekonomi Islam,
lebih banyak ditinjau dari aspek sejarah. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pokok
pembahasan yang banyak berlaku di masa awal-awal berkembangnya Islam dan masa-masa
pemerintahan khulafaurrasyidin (Salama, 1995: 115 ; Lihat pula dalam Zarqa, 1995: 191-
204).
Sebelum membahas lebih jauh tentang pembahasan yang menyangkut tentang
“keadilan”, perlu penjelasan sekilas tentang pola distribusi yang pernah diterapkan oleh Umar
ibn Khattab. Dalam hal distribusi yang berkenaan dengan harta bergerak, Umar
melaksanakan hukum Allah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Ia mengambil
seperlimanya (khumus), dan membagikan empat perlima (4/5) lainnya kepada masingmasing
tentara yang turut membela panji Islam (ikut perang). Akan tetapi berkenaan dengan tanah-
tanah pertanian, Umar berpendapat bahwa tanahtanah itu harus disita dan tidak dibagi-
bagikan. Tanah pertanian tersebut dibiarkan seolah-olah merupakan milik negara di tangan
pemilik aslinya (warga setempat). Kemudian mereka ini dikenai pajak (khara>j).
Hasil pajaknya dibagi-bagikan kepada seluruh masyarakat muslim setelah disisihkan
untuk gaji tentara yang ditempatkan di pos-pos pertahanan -seperti Basrah dan Kufah di Iraq-
dan negeri-negeri yang terbebaskan. Tentara pendudukan yang tinggal di sana tentu
memerlukan ongkos. Karenanya jika tanah-tanah itu habis dibagikan, tentu akan muncul
masalah seputar logistik buat para tentara itu. Sayang, kebanyakan sahabat menolak pendapat
Umar tersebut (Madjid, 2000: 392-393).
Pendistribusian kekayaan negara haruslah dilaksanakan dengan beberapa
pertimbangan yang matang dan penuh dengan perhitungan. Sehingga konsep keadilan yang
dicita-citakan dapat benar-benar terwujud dan dirasakan oleh masyarakat. Hal tersebut sedikit
dapat membentengi peredaran kekayaan di kalangan tertentu saja. Menurut Mannan,
beberapa aspek pembayaran dalam sistem ekonomi Islam, meliputi zakat, jizyah (pajak yang
dikenakan pada non muslim sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan negara Islam
pada mereka guna melindungi kehidupannya, harta bendanya dan lain sebagainya. Secara
tegas Mannan membandingkan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara zakat dan jizyah,
di mana zakat dipungut dari kaum muslim, sementara jizyah dan rika>z dipungut dari
nonmuslim. Akan tetapi bukan berarti zakat merupakan pajak religius -meminjam istilah
Mannan-, sementara jizyah dan kharaj merupakan pajak sekuler. Hal ini disebabkan negara
Islam tidaklah dikategorikan sebagai negara sekuler.Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali,
sebagaimana dikutip oleh Mannan, pajak ini dianggap sebagai zakat, sementara kaum Hanafi
lebih condong mengkategorikan persoalan di atas sebagai harta rampasan perang (Mannan,
1993: 247-256).
TEORI

Menurut Afzalurrahman4 distribusi adalah suatu cara di mana kekayaan disalurkan ke


beberapa faktor produksi yang memberikan kontribusi kepada individu, masyarakat, dan
negara. Sejalan dengan prinsip pertukaran (exchange), antara lain seseorang memperoleh
pendapatan yang wajar dan adil sesuai dengan kinerja dan kontribusi yang diberikan.
Distribusi yang didasarkan atas kebutuhan (need), seseorang memperoleh upah karena
pekerjaannya dibutuhkan oleh pihak lain. Satu pihak membutuhkan materi untuk dapat
memenuhi kebutuhan keluarga dan pihak lain membutuhkan tenaga kerja sebagai faktor
produksi.

4
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jld 1. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1995. hlm. 215- 217

Kekuasaan (power) juga berperan penting di mana seseorang yang memiliki


kekuasaan atau otoritas cenderung mendapatkan lebih banyak karena ada kemudahan akses.
Untuk itu, ketiga kriteria tersebut hendaknya lebih mengarah pada sistem sosial dan nilai
etika (social system and ethical values) yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian,
pemerataan distribusi merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan keadilan, di mana
Islam menghendaki kesamaan pada manusia dalam memperoleh peluang untuk mendapatkan
harta kekayaan tanpa memandang status sosial.
FUNGSI DISTRIBUSI
Adapun fungsi utama distribusi adalah:
1 Pengangkutan (Transportasi)
2 Penjualan (Selling)
3 Pembelian (Buying)
4 Penyimpanan (Stooring)
5 Pembakuan Standar Kualitas Barang
6 Penanggung Risiko
JENIS JENIS DISTRIBUSI
Tujuan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh individu atau lembaga ialah sebagai berikut:
1. Menyampaikan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen. Barang atau jasa
produksi tidak akan ada artinya bila tetap berada di tempat produsen. Barang atau jasa
tersebut akan bermanfaat bagi konsumen yang membutuhkan setelah ada kegiatan distribusi.
2. Mempercepat sampainya hasil produsen kepada konsumen. Tidak semua barang atau jasa
yang dibutuhkan konsumen dapat dibeli secara langsung dari produsen. Ada barang barang
atau jasa jasa tertentu yang memerlukan kegiatan penyaluran atau distribusi dari produsen ke
konsumen agar konsumen mudah untuk mendapatkanya.
3. Tercapainya pemerataan produksi.
4. Menjaga kesinambungan produksi. Produsen atau perusahaan membuat barang dengan
tujuan dijual untuk memperoleh keuntungan. Dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan
untuk melakukan proses produksi kembali sehingga kelangsungan hidup perusahaan tetap
terjamin.
5. Memperbesar dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
6. Meningkatnya nilai guna barang atau jasa
MACAM-MACAM DISTRIBUSI
Distribusi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Distribusi langsung (jangka panjang) Sistem distribusi atau kegiatan menyalurkan barang
yang tidak menggunakan saluran distribusi. Jadi, produsen langsung berhubungan dengan
pembeli atau konsumen. Contohnya: Penyaluran hasil pertanian oleh petani ke pasar
langsung.
2. Distribusi semi langsung Penyampaian barang dari produsen kepada konsumen melalui
perantara tetapi perantara masih milik produsen sendiri. Menjual barang hasil produksinya
melalui toko milik produsen sendiri.
3. Distribusi tidak langsung Kegiatan menyalurkan barang dan jasa melalui pihak-pihak lain
atau badan perantara seperti agen, makelar, toko atau pedagang eceran.
. MEKANISME DISTRIBUSI
Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah) untuk semua
pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan pokok merupakan
persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan distribusi tersebut harus ada
pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi seluruh kebutuhan pokok pribadi,
serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pelengkapnya.
Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, Islam melalui sistem ekonomi Islam
menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan
distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi Islam secara garis besar
dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme ekonomi dan
mekanisme nonekonomi
Konsepsi Ekonomi Islam Tentang Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan sebagai kunci pokok dalam setiap sistem ekonomi, apakah Islam,
kapitalis, sosialis maupun komunis, merupakan tolok ukur apakah sistem ekonomi tersebut
efektif atau tidak dalam hal mensejahterakan rakyat. Dalam istilah konvensional, distribusi
barang/ pendapatan merupakan dalam sistem ekonomi.5
Dalam prespektif ekonomi Islam, Distribusi pendapatan harus memperhatikan dua hal
pokok yakni keseimbangan ekonomi dalam masyarakat dan larangan penimbunan harta.
1. Keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
Ekonomi Islam Memandang bahwa keseimbangan harta dalam masyarakat, urgensinya
teramatlah besar. Dalam hal ini, produksi barangbarang yang terdapat dalam masyarakat
haruslah terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Sirkulasi harta dalam masyarakat
hendaknya tidak terjadi pada sekelompok orang saja.
Dalam Al-Qur'an Allah swt menyatakan :
“Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang –orang kaya saja diantara kamu”.
(QS. Al-Hasyr : 7)6
5
Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonom: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Makro
dan Mikro, Cet.II, h. 10
6
QS. Al-Hasyr (59) : 7
Sirkulasi harta yang hanya terjadi pada sekelompok orang saja, akan melahirkan
kesejangan dalam masyarakat. Yang kaya makin kaya, sedangkan yang miskin makin tergilas
dalam roda-roda perekonomian sebagai konsekwensi logis atas ketidak tersediaannya modal
(harta). Oleh sebab itu, interaksi sosial dalam ranah ekonomi haruslah senantiasa di dasarkan
pada prinsip keadilan.
Keberadaan keadilan dalam masyarakat mengkondisikan bahwa setiap individu
mempunyai peluang dan hak yang sama dalam memanfaatkan alamseisinya. Alat-alat
produksi hendaknya tidak tersentral pada sekelompok orang saja. Pemerataan ekonomi dan
kesejahteraan umat merupakan visi ekonomi Islam.7
Kekayaan haruslah beredar secara merata dan adil dalam seluruh elemen masyarakat,
layaknya darah yang beredar dalam jasad manusia. Stabilitas perekonomian sangatlah
ditentukan oleh konstruksi keadilan dalam produksi dan distribusi harta. Oleh sebab itu,
kesejahteraan umat sangatlah bergantung pada mekanisme distribusi harta yang merata dan
adil. 8
Salah satu akibat ketidak seimbangan harta dalam masyarakat adalah timbulnya
kemiskinan dan kesenjangan sosial. Kemiskinan dalam pandangan Islam adalah sebuah
bahaya yang teramat menakutkan. Kemiskinan yang melanda masyarakat akan
mengakibatkan dampak yang besar. Dampak tersebut bisa berimbas pada keyakinan (akidah),
akhlak maupun interaksi individu dalam masyarakat. Selain itu, kemiskinan juga berakibat
pada pemikiran, keluarga, kebudayaan dan umat.9
Kemiskinan merupakan ancaman yang serius terhadap bangunan akidah seseorang.
Kelaparan dan kesengsaraan yang di alami seseorang bisa berakibat pada tumbuhnya
keraguaan di hati seseorang terhadap kebijakan Allah swt mengenai pembagian rizki. Pada
akhirnya, dengan tumbuhnya keraguan manusia atas kebijakan Allah dalam pembagian rizki
akan berujung pada tercerabutnya akar keimanan seseorang. Oleh sebab itu, kemiskinan
haruslah dihilangkan dan hal itu merupakan tanggung jawab kita bersama selaku umat Islam.
Dalam Al-Qur'an Allah swt menyatakan :
Artinya :”…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya”. (QS. Al-Maidah : 2)
Di sisi lain, golongan masyarakat yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, maka negara haruslah bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan golongan
masyarakat tersebut. Sebab, dalam konsepsi Islam negara adalah pelayan bagi rakyatnya.
7
M. Umar Chapra, Etika Ekonomi Politik: Sebuah Bunga Rampai, Ainur R. Sophian (Editor),
(Surabaya : Risalah Gusti,1997), h.87
8
M. Umar Chapra, “Economic Development in Muslim Countries:,” in Contribution of Islamic Thought
to Modern Economics (Vol. 2), 2019, h.145
9
Yusuf Qhardawi, Kiat Islam Mengentasakan Kemiskinan, Alih Bahasa Syafril Halim, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995),h. 23

3. Keutamaan Distribusi dalam Perilaku Ekonomi

Anda mungkin juga menyukai