Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP DISTRIBUSI DALAM ISLAM

Mata Kuliah :
Al Islam Kemuhammadiyahan 4

Dosen Pengampu :
Drs. Hamron, M. Si

Disusun Oleh:
Kelas Akuntansi Paralel

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai system hidup (way of life) dan merupakan agama yang universal sebab
memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek ekonomi, sosial, politik dan
budaya. Seiring dengan maju pesatnya kajian tentang ekonomi islam dengan menggunakan
pendekatan filsafat dan sebagainya mendorong kepada terbentuknya suatu ilmu ekonomi
berbasis keislaman yang terfokus untuk mempelajari masalah-
masalah.ekonomi.rakyat.yang.dilhami.oleh.nilai-nilai.Islam.
Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah bidang distribusi.
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam system ekonomi Islam
maupun kapitalis sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan
aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek social dan politik sehingga menjadi perhatian bagi
aliran pemikir ekonomi Islam dan konvensional sampai saat,ini.
Pada saat ini realita yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam
pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di negara maju maupun di negara-negara
berkembang yang memepergunakan system kapitalis sebagai system ekonomi negaranya,
sehingga menciptakan kemiskinan dimana-mana. Menanggapi kenyataan tersebut islam
sebagai agama yang universal diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan
sekaligus menjadi sistem perekonomian suatu negara.
Dari permasalahan di atas kami ingin membahas tentang distribusi dalam makalah ini dengan
di lihat dalam perspektif islam dengan melalui hadits-hadit rasullulah sebagai
pendukung,oleh karena itu kami sepakat memberikan judul makalah ini yaitu:”Distribusi
Dalam Perspektif Islam”.sehingga nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis menyimpulkan beberapa rumusan masalah, di
antaranya yaitu:
1. Apakah Pengertian Distribusi?
2. Apakah Tujuan Distribusi?
3. Apakah Nilai yang ada dalam Distribusi Ekonomi Islam?
4. Bagaimanakah Mekanisme dalam Distribusi?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Distribusi
Distribusi adalah suatu proses pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada faktor-
faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.distribusi pendapatan merupakan
permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan
antara ahli ekonomi karena tidaksamanya persepsi distribusi antara perekonomian
kapitalis,sosialis yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi yang adil dan merata
terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat.untuk itu islam datang
memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan.
Pendapatan diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari
penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi (1989), pendapatan (income),
secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari
penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan
pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu.
Sementara kekayaan (wealth) diartikan oleh Winardi (1989) sebagai segala sesuatu yang
berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti khusus seperti
kekayaan nasional. Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan sebagai obyek-obyek material,
yang ekstern bagi manusia yang bersifat : berguna, dapat dicapai dan langka. Kebanyakan
ahli ekonomi tidak menggolongkan dalam istilah kekayaan hak milik atas harta kekayaan,
misalnya saham, obligasi, surat hipotik karena dokumen-dokumen tersebut dianggap sebagai
bukti hak milik atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri.
Distribusi di tinjau dari segi kebahasaan berarti proses penyimpanan dan penyaluran produk
kepada pelanggan, diantaranya sering kali melalui perantara. (Collins, 1994 : 162) Definisi
yang dikemukakan Collins di atas, memiliki pemahaman yang sempit apabila dikaitkan
dengan topik kajian di bahas. Hal ini disebabkan karena definisi tersebut cenderung
mengarah pada prilaku ekonomi yang bersifat individual. Namun dari definisi di atas dapat di
tarik suatu pemahaman, di mana dalam distribusi terdapat sebuah proses pendapatan dan
pengeluaran dari sumber daya yang dimiliki oleh negara (mencakup prinsip take and give).
Adapun prinsip utama dalam konsep distribusi menurut pandangan Islam ialah peningkatan
dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga
kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara
golongan tertentu saja. (Rahman, 1995 : 93)
Selain itu, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa posisi distribusi dalam aktifitas
ekonomi suatu pemerintahan amatlah penting, hal ini dikarenakan distribusi itu sendiri
menjadi tujuan dari kebijakan fiskal dalam suatu pemerintahan (selain fungsi alokasi).
Adapun distribusi, seringkali diaplikasikan dalam bentuk pungutan pajak (baik pajak yang
bersifat individu maupun pajak perusahaan). Akan tetapi masyarakat juga dapat
melaksanakan swadaya melalui pelembagaan ZIS, di mana dalam hal ini pemerintah tidak
terlibat langsung dalam mobilisasi pengelolaan pendapatan ZIS yang diterima. (Karim, 1992 :
89-90)
Sementara Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi distribusi itu sebagai suatu transfer
dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui Pasar) atau
dengan cara lain, seperti warisan, shadaqah, wakaf dan zakat. (Zarqa, 1995 : 181)
Dari definisi yang dikemukakan oleh Anas Zarqa di atas, dapat diketahui bahwa pada
dasarnya ketika kita berbicara tentang aktifitas ekonomi di bidang distribusi, maka kita akan
berbicara pula tentang konsep ekonomi yang ditawarkan oleh Islam. Hal ini lebih melihat
pada bagaimana Islam mengenalkan konsep pemerataan pembagian hasil kekayaan negara
melalui distribusi tersebut, yang tentunya pendapatan negara tidak terlepas dari konsep-
konsep Islam, seperti zakat, wakaf, warisan dan lain sebagainya.

B. Tujuan Distribusi
Semua pribadi dalam masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan yang layak. Atas
dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai berikut:
1. Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat agar tetap
sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta menjaga
eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu memikul tanggung jawab
perekonomian negara.
3. Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta mengawasi
pemanfaatan hak milik umum maupun negara.
4. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan Allah agar tercapai
maslahah bagi seluruh masyarakat.

C. Nilai Yang Ada Dalam Distribusi Ekonomi Islam


Dalam menjalankan disrtibusi ada beberapa nilai yang ada diantaranya:
1. Akidah
Akidah mempunyai peran yang penting dalam kehidupan manusia. Ia mempunyai dampak
yang kuat dalam cara berpikir seseorang. Akidah begitu kuat pengaruhnya sehingga dapat
mengendalikan manusia agar mau mengikuti ajaran yang diembannya.

2. Moral
Moral berasal dari kata moralis. Disini moralitas menunjuk kepada perilaku manusia itu
sendiri. Hukum yang berlaku pada moralitas berbeda dengan hukum formal. Pada hukum
formal memberi sanksi jika melanggar. Akan tetapi hukum moral tidak tetapi menembus
kedalam sehingga melihat hal yang bersifat niatnya saja. Misalnya dalam kasus orang yang
bersedekah, hukum moral memandang niat dari sedekah ini. Jika niatnya baik demi menolong
orang yang lemah maka sedekah ini baik dan berarti pula sama persis dengan nilai moral.
Tapi jika niatnya jelek hanya untuk riya’ (show belaka) maka sedekah demikian dianggap
salah dan divonis sebagai tindakan yang tidak berakhlakul karimah.

3. Hukum Syariah
Dengan adanya hukum syariah agar dalam menjalankan kegiatan ekonomi ada batasannya
yaitu sesuai dengan jalan Al-Quran dan sunnah.

4. Keadilan
Keadilan merupakan nilai yang paling asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan
memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para rasul-Nya (QS 57:25). Dengan
berbagai muatan adil tersebut secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan dimata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak
hidup secara layak, hak menikmati pembangunan. Berdasarkan muatan makna adil yang ada
dalam Al-Quran, maka hal ini bisa diturunkan menjadi berbagai nilai turunan yaitu:
a) Persamaan Kompensasi
Persamaan kompensasi adalah pengertian adil yang paling umum yaitu seseorang harus
memberikan kompensasi yang sepadan kepada pihak lain sesuai dengan pengorbanan yang
telah dilakukan . Komponen yang ada dalam kompensasi tersebut antara lain: upah dan
ongkos.
b) Persamaan Hukum
Persamaan hukum disini memberikan makna bahwa setiap orang harus diperlakukan sama
didepan hukum. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap seseorang didepan hukum atas dasar
apapun juga. Dalam transaksi ekonomi tidak ada alasan untuk melebihkan hak suatu
golongan atas golongan yang lain karena kondisi yang berbeda. Kesejahteraan dan hasil
pembangunan harus didistribusikan kepada orang dan tidak mengumpul pada kelompok
tertentu.
c) Proporsional
Adil tidak selalu diartikan sebagai kesamaan hak, namun hak ini disesuaikan dengan ukuran
setiap individu atau proporsinal, baik dari sisi kebutuhan, kemampuan, pengorbanan,
tanggung jawab ataupun kontribusi yang telah diberikan seseorang. Suatu distribusi yang adil
tidak selalu harus merata, namun tetap memperhatikan ukuran dari masing-masing individu
yang ada, mereka yang ukurannya besar perlu memperoleh besar dan yang kecil memperoleh
jumlah yang kecil pula.

D. Mekanisme Distribusi
Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah) untuk semua
pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan pokok merupakan
persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan distribusi tersebut harus ada
pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi seluruh kebutuhan pokok pribadi,
serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pelengkapnya.
Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem ekonomi islam
menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan
distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi islam secara garis besar
dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme ekonomi dan
mekanisme nonekonomi.

1. Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan mengandalkan kegiatan ekonomi
agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme ini dijalankan dengan cara membuat berbagai
ketentuan dan mekanisme ekonomi yang berkaitan dengan distribusi kekayaan. Dalam
menjalankan distribusi kekayaan, maka mekanisme ekonomi yang ditempuh pada sistem
ekonomi islam diantaranya manusia yang seadil-adilnya dengan cara berikut:
a) Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab hak milik
(asbabu al-tamalluk ) dalam hak milik pribadi (al-milkiyah al-fardiyah).
Dalam islam telah ditetapkan sebab-sebab utama seseorang dapat memiliki harta yang
berkaitan dengan hak milik pribadi. Hak milik pribadi adalah hukum syara’ yang berlaku bagi
zat ataupun manfaat (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk
memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi – baik karena barangnya
diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa) ataupun karena dikonsumsi untuk
dihabiskan zatnya seperti dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap orang bisa memiliki
kekayaan yang ada di bumi. Dalam hal ini islam mengikatkan kemerdekaan seseorang dalam
menggunakan hak milik pribadinya dengan ikatan-ikatan yang menjamin tidak adanya
bahaya terhadap orang lain atau mengganggu kemaslahatan umum. Menimbulkan bahaya
adalah penganiayaan, sedang penganiayaan itu dilarang oleh nash Alquran.
Salah satu upaya yang lazim dilakuakan manusia untuk memperoleh harta kekayaan adalah
dengan bekerja. Islam menetapkan adanya “bekerja” bagi seluruh masyarakat. Maka dari tiu “
bekerja” menurut islam adalah sebab pokok yang mendasar untuk memungkinkan manusia
dapat memiliki harta kekayaan.
Az-Zein mengatakan bahwa dengan memahami hukum-hukum syara’ yang menetapkan
bahwa bentuk pekerjaan tersebut tampak jelas, bahwa bentuk-bentuk pekerjaan yang
diisyaratkan, sekaligus dapat dijadikan sebab hak milik harta adalah pekerjaan-pekerjaan
sebagi berikut:
1) Bekerja disektor jasa (ijarah);
2) Bekerja sebagai broker/makelar;
3) Bekerja sebagai pengelola (mudharib) pada perseroan (syarikah) mudlarabah;
4) Bekerja mengairi lahan pertanian (musaqat);
5) Menghidupan tanah mati;
6) Menggali kandungan bumi.

b) Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan hak


milik (tanmiyatu al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
Pengembangan hak milik (tanmiyatu al-milkiyah) adalah mekanisme yang digunakan
seseorang untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut. Karena islam mengemukakan
dan mengatur serta menjelaskan satu mekanisme untuk mengembalikan hak milik. Maka
pengembangan hak milik tersebut harus terikat dengan hukum-hukm tertentu yang telah
dibuat syara’ dan tidak boleh dilanggar ketentuan-ketentuan syara’ tersebut.
Kalau kita amati berbagai macam bentuk harta kekayaan yang ada dalam kehidupan, maka
dapat kita kelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Harta berupa tanah; 2) Harta yang
diperoleh melalui pertukaran dengan barang (jual-beli); 3) Harta yang diperoleh dengan cara
mengubah bentuk dari satu bentuk kebentuk yang berbeda. Dalam hal transaksi jual beli
maupun produksi ada bebrapa saluran distribusi yang ada didalmnya yaitu:
1. Produsen ------------------------------------------------------ konsumen
2. Produsen ----------------------------- pedagang eceran ---- konsumen
3. Produsen ---------------- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
4. Produsen ---- Agen ---- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
Dari sinilah kita ketahui teknik yang digunakan oleh orang-orang mengembangkan untuk
harta kekayaan yang kesemuanya ditujukan dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.

c) Laranagn menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang
ditimbun tidak akan berfungsi ekonominya. Pada gilirannya akan menghambat
distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
Dijelaskan Al Badri bahwa islam mengharamkan menimbun harta benda walaupun telah
dikeluarkan zakatnya, dan mewajiban pembelanjaan terhadap harta tersebut, agar ia beredar
ditengah-tengah masyarakat sehingga dapat diambil manfaatnya. Penggunaan harta benda
dapat dilakukkan dengan mengerjakan sendiri ataupun bekerja sama dengan orang lain dalam
suatu pekerjaan yang tidak diharamkan. Ada banyak hal larangan dalam Alquran diantarnya,
yaitu melarang usaha penimbunan harta, baik emas maupun perak karena keduanya
merupakan standar mata uang. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ayat tersebut muncul adanya penimbunan uang, bukan
adanya akibat saving uang. Sebab saving tersebut tidak akan menghentikan roda
perekonomian. Sebaliknya penimbunanlah yang justru menghentikannya.
Perbedaan antara penimbunan dengan saving adalah, bahwa kalau penimbunan berarti
mengumpulkan uang satu dengan uang yang lain tanpa ada kebutuhan, dimana penimbunan
tersebut akan menarik uang dari pasar. Sementara saving adalah menyimpan uang karena
adanya kebutuhan, semisal mengumpulkan uang untuk membangun rumah, untuk menikah,
memperbaiki bisnis ataupun untuk keperluan yang lain.

d) Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagai
kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
Islam menganjurkan agar harta benda beredar diseluruh anggota masyarakat, dan tidak
beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok lain tidak mendapat kesempatan. Caranya
adalah dengan menggalakkan kegiatan investasi dan pembangunan infrasturktur. Untuk
merealisasikan hal ini maka negara menjadi fasilisator antara orang kaya yang tidak
mempunyai waktu dan berkesempatan untuk mengerjakan dan mengembangkan hartanya
dengan pengelola yang professional yang modalnya kecil atau tidak ada. Mereka
dipertemukan dalam perseroan.
Selain itu negara dapat juga memberikan pinjaman modal usaha. Dan pinjaman tidak
dikenakan bunga ribawi . Bahkan kepada orang-orang tertentu dapat juga diberikan modal
usaha secara cuma-cuma sebagai hadiah agar tidak terbebani oleh pengembalian pinjaman
tersebut.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan menyediakan berbagai fasilitas seperti jalan raya ,
pelabuhan, pasar dan lain sebagainya.

e) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagi penipuan yang dapat mendistorasi pasar.
Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk-produk yang merupakan jenis hak milik
pribadi (private property). Sebab dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat
menentukan harga jual produk tidak sesuai dengan pasarnya, sehingga dapat merugikan
kebanyakan orang dimuka umum. Bahkan negara tidak diperbolehkan turut terlibat dalam
penetapan harga jual suatu produk yang ada dipasar, sebab hal ini akan menyebabkan
terjadinya perubahan harga pasar. Islam mengharamkan penetapan harga secara mutlak.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang mengatakan:
“Bahwa ada seseorang laki-laki datang lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah tetapkan harga ini .’
Beliau menjawab: ‘(Tidak) justru, biar saja.’ Kemudian beliau didatangi laki-laki yang lain
lalu mengatakan : ‘Wahai Rasulullah, tetapkan harga ini’ Belaiu menjawab . (Tidak) tetapi
Allah-lah yang berhak menurunkan dan menaikkannya. Pematokan harga secara sepintas
tampaknya baik dan bisa memberi kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan. Akan tetapi,
dengan pengamatan yang lebih mendalam pematokan harga tersebut akan berdampak
munculnya pasar-pasar gelap. Dalam kondisi paceklik akan mendorong kaum kaya untuk
berlomba-lomba memborong barang kemudian menjual dipasar gelap dengan harga yang bisa
mereka kendalikan sendiri. Akibatnya harga barang akan semakin membumbung naik tanpa
bisa dikendalikan lagi. Hal itu menyebabkan yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin
akan terus tercekik.
Akan tetapi berbeda dengan berbagai produk yang termasuk milik umum islam
memperbolehkan adanya monopoli oleh negara. Namun monopoli oleh negara bukan berarti
negara dapat menerapkan harga sebebas-bebasnya demi mengejar keuntungan semata.
Namun negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut dengan harga
serendah-rendahnya.
Masalah lain yang dilarang oleh islam adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang
dilakukan oleh pedagang perantara, sehingga para produsen terpaksa menjual produknya
dengan harga sangat murah, padahal harga yang ada dipasar tidak serendah yang mereka
peroleh dari pedagang perantara. Abdullah Ibn Umar r.a meriwayatkan berkata:
“Kami pernah menyambut orang-orang yang datang membawa hasil panen dari luar kota lalu
kami membelinya dari mereka. Rasulullah Saw melarang kami membelinya sampai hasil
panen tersebut di bawa ke pasar”

f) Larangan kegiatan judi, riba, korupsi pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
Judi dan riba merupakan penyebab utama uang hanya akan bertemu dengan uang (bukan
dengan barang dan jasa) dan beredar diantara orang kaya saja karena islam melarang serta
mengharamkan akktivitas tersebut. Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”Berkitan dengan
riba Allah Swt berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. Dari penggalan ayat Al-Quran
tersebut dapat dilihat bahwa riba mempunyai banyak bahaya dintaranya:
1. Menumbuhkan egoisme individu
2. Merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi
3. Merusak tatanan ekonomi
Sementara korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa mengakibatkan harta hanya
beredar diantara orang-orang yang sudah berkecukupan. Hal ini merupakan penyebab
rusaknya sistem distribusi kekayaan. Berkaitan dengan suap menyuap Rasululullah bersabda:
“Allah Swt melaknat penyuap, penerima suap dan menjadi perantara suap menyuap” (HR
Ahmad)
Seorang pejabat yang menduduki suatu jabatan khusus dilarang menerima hadiah dari pihak
manapun. Hal demikian tidak boleh seorang pegawai atau pejabat yang sedang mengerjakan
tugasnya menerima komisi.sementara dia telah mendapatkan gaji dari pekerjaannya.

g) Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma ) hasil dari barang-
barang dari SDA milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil
hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Dengan disiplinnya pengelolaan dan pemanfaatan harta-harta yang menjadi milik umum,
maka hasilnya dapat didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara cuma-cuma atau
dengan harga yang murah. Dan jika terjadi kenaikan harga harus megikuti kenaikan
pendapatan rata-rata penduduk. Dalam islam adanya tingkat harga yang wajar atau adil bukan
sebuah keringanan melainkan hak fundmental yang dijamin hukum negara.

2. Mekanisme Non-Ekonomi
Didukung oleh sebab-sebab tertentu yang bersifat alamiah, misalnya keadaan alam yang
tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadi musibah bencana alam, dimungkinkan
terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan kepada orang-orang
yang memilki faktor-faktor tersebut. Dengan ekonomi biasa, maka distribusi kekayaan tidak
akan berjalan dengan baik karena orang-orang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah
tadi tidak dapat mengikuti aturan kegiatan ekonomi secara normal sebagimana orang lain.
Bila dibiarkan maka orang-orang itu tergolong tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam
dan sebagainya) makin terpuruk secara ekonomi. Oleh karena itu agar tercapai keseimbangan
dan kesetaraan ekonomi maka dapat dilakukan hal-hal berikut:
a) Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan
Pemberian harta negara tersebut dengan maksud agar dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup rakyat atau agar rakyat dapat memanfaatkan pemilikan secara merata. Pemenuhan
kebutuhan tersebut dapat diberikan secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan
memberi berbagai sarana fasilitas sehingga pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup
mereka.
Mengenai berbagai pemenuhan kebutuhan hidup contohnya negara memberi sesuatu kepada
pribadi atau masyarakat yang mampu mngerjakan lahan, maka negara akan memberikan
lahan yang menjadi milik negara kepada pribadi yang tidak mempunyai lahan tersebut atau
negara memberikan harta kepada pribadi yang mempunyai lahan tetapi tidak mempunyai
modal untu menegelolanya.
b) Zakat
Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik adalah bentuk lain
dari mekanisme nonekonomi dalam hal distribusi zakat. Zakat adalah ibadah yang dapat
dilaksanakan oleh para muzakki. Dalam hal ini, negara wajib memaksa siapapun yang
termasuk muzakki untuk membayar zakatnya.
Dari harta zakat tersebut kemudian dibagikan kepada golongan tertentu , yakni delapan asnaf
seperti yang telah disebutkan dalam Alquran. Allah berfirman:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.Jadi zakat merupakan ibadah yang berperan dan berdampak ekonomi , yakni
berperan sebagi instrument distribusi kekayaan diantara manusia.

c) Warisan
Ketika mati orang meninggal itu tidak lagi memiliki hak apa-apa atas badan dan hartanya.
Sekalipun harta tersebut milik si mayit, tetapi ketika mati ia tidak berhak memberikan kepada
siapa saja sesuka dia. Wasiat menyangkut harta kepada selain ahli waris hanya diperbolehkan
paling banyak sepertiga bagian saja. Dengan cara ini akan berlangsung peredaran harta milik
mayit kepada ahli warisnya. Dan ahli waris bisa mendapatkan harta tanpa melalui ekonomi
biasa.
Pribadi ahli waris dapat memperoleh harta dengan mendapatkan warisan. Dalil yang
menunjukkan hal ini adalah nash al-quran yang penunjukannya secara qathiy. Waris
mempunyai hukum-hukum tertentu yang sifatnya tauqify yakni suatu ketentuan hukum yang
bersifat dari Allah Swt. Hukum waris juga tidak disertai illat (sebab ditetapkan hukum)
apapun. Nash-nash Alquran telah menjelaskan hukum-hukum waris dalam bentuk rinci: Allah
Swt telah menyatakan dalam firmannya:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak
itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.d.
Shadaqah
Dalam distribusi non ekonomi kita juga mengenal distribusi pendapatan yang berada dalam
konteks rumah tangga. Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga tidak lepas dari
terminologi shadaqah. Pengertian shadaqah disini bukan berarti sedekah dalam pengertian
bahasa Indonesia. Karena shadaqah dalam kontek terminologi Alquran dapat dipahami dalam
dua aspek, yaitu shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga
yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapat berbasis kewajiban. Untuk kategori ini
bisa berarti kewajiban personal seseorang sebagai muslim, seperti warisan dan bisa juga
berarti keawajiban seorang muslim dengan muslim yang lain. Kedua: shadaqah nafilah
(sunnah) yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan
instrument distribusi pendapatan berbasis amal karikatif, sedekah. Sedekah tersebut antara
lain yaitu:
Pertama : Shadaqah wajibah (wajib dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
1) Nafaqah: Kewajiban tanpa syarat dengan menyediakan kebutuhan yang diberikan kepada
pihak atau orang-orang yang menjadi tanggungannya. Nafkah tersebut ditujukan untuk enam
kelompok: diri sendiri, istri, saudara, pembantu wanita, budak dan hewan peliharaan.
2) Udhiyah: Kurban binatang ternak pada saat hari raya idul adha dan hari tasyirik
3) Musaadah: Bantuan kepada orang lain yang sedang terkena musibah, tanpa ada pamrih
apapun.
4) Jiwar: Bantuan yang diberikan kepada tetangga, hal ini dianjurkan oleh nabi seperti
diungkapkan dalam hadis berikut “ barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka hormatilah tetanggamu.”
5) Diyafah: kegiatan memberikan jamuan kepada tamu yang datang.
Kedua: Shadaqah Nafilah (sunnah dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
1) Infaq: Sedekah yang diberikan kepada orang lain jika kondisi keuangan rumah tangganya
sudah berda diatas nisab. Jadi seseorang muslim tidak dituntut untuk mendistribusikan
hartanya untuk infaq sebelum memenuhi kewajiban membayar zakat.
2) Aqiqah: Kegiatan pemotongan kambing untuk anak yang dimikinya (dilahirkannya), satu
ekor untuk anak perempauan dan dua ekor untuk anak laki-laki.
3) Wakaf: Menahan suatu benda untuk diambil manfaatnya untuk kepentingan umum sesuai
dengan ajaran islam.
4) Wasiat : Pendistribusian harta kepada orang lain setelah pemilik harta tersebut meninggal,
makksimal 1/3 harta yang ditinggalkan (warisan)
Melalui kegiatan yang sangat dianjurkan ini, akan terjadi peredaran atau distribusi kekayaan
diantara manusia melalui mekanisme non ekonomi.
e. Ganti rugi terhadap kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang lain
Distribusi harta dapat juga terjadi karena adanya ganti rugi (kompensasi) dari kemudharatan
yang menimpa seseorang. Seseorang bisa mendapatkan harta tanpa harus mengeluarkan
curahan harta tenaga karena dia mendapat ganti rugi sebagai akibat kemudaharatan yang
dilakukan orang lain kepadanya. Kegiatan tersebut antara lain:
1) Kafarat: Tebusan terhadap dosa yang dilakukan oleh orang muslim, semisal melakukan
hubungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan. Salah satu pilihan hukuman adalah
memberikan makan fakir miskin sebanyak 60 orang.
2) Dam/diyat: tebusan atas tidak dilakukannya suatu syarat dalam pelaksanaan ibadah, seperti
tidak melakukan puasa tiga hari pada saat melaksanakan ibadah haji. Tarifnya setara dengan
seekor kambing.
3) Nudzur: perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan sebagian harta yang
dimilikinya untuk mendapatkan ridha Allah Swt atas keberhasilan pencapaian sesuatu yang
menjadi keinginannya. Sipelaku dapat menentukan sendiri.

d) Barang Temuan
Salah satu bentuk distribusi harta secara nonekonomi adalah penguasaan seseorang atas harta
temuan sehingga apabila ada seseorang telah menemukan suatu barang dijalan atau disuatu
tempat umum, maka harus diteliti terlebih dahulu: apabila barang tersebut memungkinkan
untuk disimpan dan diumumkkan. Misalnya emas, perak, permata dan pakaian, maka barang
tersebut harus disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya. Jika selama dalam
pengumuman ada pemiliknya yang datang maka harta tersebut harus diserahkan. Akan tetapi
jika tidak ada yang datang atau tidak ada yang dapat membuktikan bahwa harta tersebut
memang miliknya maka harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan dan harus
dikeluarkan khums (1/5) dari harta tersebut sebagai zakatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distribusi adalah suatu proses pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada faktor-
faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.distribusi pendapatan merupakan
permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan
antara ahli ekonomi karena tidaksamanya persepsi distribusi antara perekonomian
kapitalis,sosialis yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi yang adil dan merata
terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat.untuk itu islam datang
memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan. Semua pribadi dalam
masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan yang layak. Atas dasar dapat kita lihat
beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai berikut:
1. Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat agar tetap
sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta menjaga
eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu memikul tanggung jawab
perekonomian negara.
3. Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta mengawasi
pemanfaatan hak milik umum maupun negara.
4. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan Allah agar tercapai
maslahah bagi seluruh masyarakat.
Dalam menjalankan disrtibusi ada beberapa nilai yang ada diantaranya: Akidah, Moral,
Hukum Syariah, dan Keadilan.
Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem ekonomi islam
menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan
distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi islam secara garis besar
dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme ekonomi dan
mekanisme nonekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hanif, Rifkky dkk. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Kurnia
An-Nabahan ,M Faruq.Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: UII Press Yoyakarta,2002
Chapra, M Umar dkk. Etika Ekonomi Politik.Surabaya: Risalah Gusti,1997
Ilmi, Makhalul.Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah. Yogyakarta: UII Press
Yoyakarta,2002
Haider Naqvi, Syed Nawab.Menggagas Ilmu Ekonomi Islam.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2003
Nasutin, Mustafa Edwin dkk.Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada
media Group,2006
Nawawi, Ismail.Ekonomi Islam. Surabaya: Cv. Putra Media Nusantara,2009
Pusat Pengkajian dan Pengambangan ekonomi (P3EI).Ekonomi Islam.Jakarta: PT.Raja
Grafindo,2008
Rahardjo, M Dawam..Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Pt.tiara Wacana1990
Sholahuddin, Muhammad.Asas-Asas Ekonomi Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo. 2007
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi Dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara,1991
http:sescipb.co.cc/index.php?
option=comconten&view=article&id=53:distribusipendapatan&catid=39:makro&itemid=54
http://p3ei.blogdetik.com/distribusi-pendapatan/
http://dansite.wordpress.com/2009/03/25/pengertian-distribusi/
http://kanal3.wordpress.com/2010/05/20/%E2%80%9Cstudy-hadits-ekonomibagaimanakah-
konsep-distribusi-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai