Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pemikiran Ekonomi
Syariah
Dosen Irdan Nurdiyansyah, S.E., M.E
Oleh:
Kelompok 13
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga kami bisa
menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Distribusi
Pendapaan Dalam Islam” ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pemikiran Ekonomi Syariah.
Terima kasih kami haturkan kepada Bapak Irdan Nurdiyansyah, S.E., M.E.
yang senantiasa membimbing kami di dalam kelas dan penyusunan makalah
ini. Tanpa adanya bimbingan dari beliau, kami kiranya tidak akan mampu
menyelesaikannya.
Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat makalah
yang lebih sempurna lagi. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala
pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Distribusi pendapatan sangatlah penting untuk diperhatikan dalam kehidupan
ekonomi masyarakat, sehingga suatu ekonomi dapat dialokasikan secara efisien
oleh individu.1 Efisiensi alokasi dan pendistribusian pendapatan dalam system
ekonomi kapitalis memberikan dampak ketidakadilan serta ketimpangan
pendapatan pada masyarakat, sehingga dapat menimbulkan konflik dan
menciptakan kemiskinan yang permanen bagi masyarakat. Namun, dalam
mencapai kesejahteraan masyarakat secara kasat mata memang seperti tidak
adanya campur tangan pemerintah.2 Pertanyaan yang muncul kemudian adalah
bagaimana suatu individu dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien,
ketika individu telah mencapai titik kepuasan maksimal yang dapat bermanfaat
bagi diri sendiri dan juga orang lain. Islam telah mengatur norma-norma tentang
efisiensi alokasi dan distribusi pendapatan. Norma-norma inilah yang
membedakan dengan konsep konvensional. Dalam islam, konsep kepemilikan
adalah suatu yang sah namun kepemilikan kekayaan oleh individu sebagian
adalah milik orang lain, bahwa kemaslahatan bukan hanya dirasakan oleh
sebagian individu saja, melainkan harus memberikan kemaslahatan bagi orang
lain yang juga harus diutamakan, sehingga keselamatan dunia dan akhirat akan
dapat dicapai.3 Artinya bahwa suatu individu dapat megalokasikan maupun
mendistribusikan sumberdaya yang dimilki bukan hanya untuk dapat
memenuhi kepentingan sendiri, namun harus juga memikirkan kepentignan
orang lain.
Alokasi distribusi pendapatan yang efisien dan yang tidak keluar dari koridor
syariah telah diatur dalam Islam. Karena ketidakseimbangan distribusi
kekayaan akan mengakibatkan konflik dalam bermasyarakat, bahkan
kemiskinan yang berkepanjangan. Pada dasarnya kemiskinan 1 sendiri dapat
dapat diatasi dengan cara yang sistematis. Penerapan konsep moral dan juga
kedisiplinan dalam islam sebagai faktor penting dalam membimbing setiap
individu ke dalam sistem ekonomi. Hal ni bertujuan untuk mencegah terjadinya
ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan sosial yang menjadi penyebab
terpecahnya kerukunan umat islam itu sendiri. Islam telah mengatur secara jelas
dan terperinci mengenai masalah tersebut.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Distribusi Pendapatan Dalam Islam?
2. Bagaimana Konsep Distribusi Pendapatan Dalam Islam?
3. Bagaimana Regulasi Distribusi Pendapatan Dalam Islam?
4. Bagaimana Model Implementasi Distribusi Pendapatan Dalam Islam?
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk Menjelaskan Bagaimana Pengertian Distribusi Pendapatan Dalam
Islam
2. Untuk Menjelaskan Bagaimana Konsep Distribusi Pendapatan Dalam
Islam
3. Untuk Menjelaskan Bagaimana Regulasi Distribusi Pendapatan Dalam
Islam
4. Untuk Menjelaskan Bagaimana Model Implementasi Distribusi
Pendapatan Dalam Islam
1 Yuke Rahmawati, “Refleksi Sistem Distribusi Syariah pada Lembaga Zakat” Al-Iqtishad: Vo l. I I I,
No. 1, Januari (2011), 94-111
2 Risna Nurhaida Hafn, “Efisiensi Alokasi Dan Distribusi Pendapatan Dalam Ekonomi Islam” Vol. I.
Kasus Terhadap Pola DIstribusi LAZ” I-Financee Vol. 2. No. 2 Desember (2016), 31-32
C. Manfaat Masalah
Berdasarkan makalah yang sudah penulis tulis, besar harapan penulis semoga
makalah ini bermanfaat bagi banyak pihak. Manfaat yang didapatkan bagi
mahasiswa, sebagai wujud dalam pelaksaan tugas dan menambah wawasan
tentang gambaran umum distribusi pendapatan dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
Distribusi pendapatan dalam Islam merupakan penyaluran harta yang ada, baik
dimiliki oleh pribadi atau umum (publik) kepada pihak yang berhak menerima
yang ditunjukan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat sesuai dengan
syariat. Fokus dari distribusi pendapatan dalam Islam adalah proses
pendistribusiannya. Secara sederhana bisa digambarkan, kewajiban
menyisihkan sebagian harta bagi pihak surplus (berkecukupan) diyakini
sebagai kompensasi atas kekayaannya dan di sisi lain merupakan insentif
(perangsang) untuk kekayaan pihak defisit (berkekurangan)5.
Pada dasarnya Islam memiliki dua sistem distribusi, yaitu: distribusi secara
komersial dan mengikuti mekanisme pasar serta sistem yang bertumpu pada
aspek keadilan social masyarakat.
1. Sistem distribusi yang berlangsung melalui proses ekonomi (Me-kanisme
Pasar)
Yakni mekanisme yang dihasilkan dari proses tukar-menu-kar dari para
pemilik barang dan jasa. Mekanisme ini diterangkan dalam firman Allah
Swt:
اض ِم ْنكُ ْم َ ٰ ٰٓياَيُّهَا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَأْكُلُ ْٰٓوا اَ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم ِبا ْلبَاطِ ِل ا َّ َِٰٓل اَنْ تَك ُْونَ تِج
ٍ َارةً عَنْ ت ََر
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. “Qs. Al-Nisa’4:24”.
2. Distribusi yang lebih bernuansa sosial kemasyarakatan (Mekanisme Non
Pasar)
Yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari tran-saksi pertukaran
barang dan jasa. Mekanisme itu berupa aliran barang dan jasa dari satu
pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Bentuk-bentuk
mekanisme non pasar ini antara lain:
a. Zakat Infak dan Shadaqah
b. Warisan
c. Wakaf
Tidak hanya individu, Mekasnisme non pasar bisa dilakukan oleh Negara.
Negara bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam istilah fiqh,
kebijakan itu dikenal dengan iqthâ’. Dengan demikian, Islam tidak
menjadikan mekanisme pasar sebagai satu-satunya mekanisme dalam
distribusi kekayaan. Dengan adanya dua mekanisme inilah Islam menjamin
terpenuhinya kebutuhan primer setiap warganya.
Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul,
kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang
yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-
orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.
Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang
berasal dari penduduk kota-kota. (Al-Hasyr: 7)
Yaitu kota-kota yang telah ditaklukkan, maka hukumnya sama dengan harta
benda orang-orang Bani Nadir. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman
selanjutnya:
{ِين َ ِلرسُو ِل َو ِلذِي ا ْلقُ ْربَى َوا ْليَتَا َمى َوا ْل َم
ِ ساك ِ َّ ِ َ
َّ }لِلَف َول
maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Hasyr: 7), hingga akhir
ayat. juga akhir ayat yang sesudahnya, itulah pengalokasian dana harta fai. 6
5 Mustafa Edwin Nasution, et al.,eds., Pengenalan Ekonomi Islam, (Jakarta, Kencana, 2006) h. 121
6 Ash Shadr, Muhammad Baqir. Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta: Zahra, 2008
7 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Terj, Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta,1995, 63
8 Taqiyuddin. Nabani 1999. An-Nidlam al-Iqtishadi fi al-Islam (Membangun Sistem Ekonomi Altematif: Perspektif
Salah satu ajaran penting dalam Islam adalah adanya tuntunan agar manusia
berupaya menjalani hidup secara seimbang, memperhatikan kesejahteraan
hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Sebagai prasyarat
kesejahteraan hidup di dunia adalah bagaimana sumber-sumber daya ekonomi
dapat dimanfaatkan secara maksimal dan benar dalam kerangka Islam. Di sini,
al-Qur’an turut memberikan landasan bagi perekonomian umat manusia.
Dorongan al-Qur’an pada sektor distribusi telah dijelaskan pula secara eksplisit.
Ayat-ayat distribusi seperti QS. al-Anfal (8): 1, QS. al-Hasyr (59): 7, QS. al-
Hadid (57): 7 dan QS. at-Taubah (9): 60 mengandung nilai larangan keras
penumpukan harta benda atau barang kebutuhan pokok pada segelintir orang
saja. Pendistribusian harta yang tidak adil dan merata akan membuat orang
yang kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin miskin. Dengan demikian,
pola distribusi harus mendahulukan aspek prioritas berdasarkan need
assessment. Nampaknya, hal-hal inilah yang melatarbelakangi munculnya
konsep pemikiran tentang keadilan distributif dalam ekonomi Islam. Kenyataan
bahwa teori-teori ekonomi yang telah ada tidak mampu mewujudkan ekonomi
global yang berkeadilan dan berkeadaban. Justru yang terjadi adalah dikotomi
antara kepentingan individu, masyarakat dan negara serta hubungan antar
negara. Di samping itu, teori ekonomi yang ada tidak mampu menyelesaikan
masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan serta tidak mampu pula
menyelaraskan hubungan antar regional di suatu negara, antara negara-negara
di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang
dan negara-negara terbelakang (Amalia, 2008: 1).
Akan tetapi, manakala selamanya tidak ada keberanian keluar dari mindset yang
sehari-hari mewarnai kehidupannya, maka juga tidak akan diperoleh jawaban
tatkala menghadapi perubahan kehidupan yang semakin cepat seperti yang
terjadi sekarang ini. Akibatnya, hingga persoalan mencari relevansi Islam
dengan kegiatan proyek saja dianggap sulit. Bahkan yang lebih fatal lagi, sikap
itu memunculkan anggapan bahwa, Islam tidak ada kaitannya dengan kehidupan
modern. Padahal Islam disebut bersifat universal, dan oleh karena itu, selalu
memiliki relevansi dengan zaman apapun.
Nilai-nilai tersebut, sudah barang tentu, akan sangat relevan dengan berbagai
kegiatan atau proyek apapun. Kegiatan proyek yang dikenal sebagai bersifat
modern, seharusnya dijalankan dengan niat yang bersih, yakni dijadikan bagian
dari pengabdiannya kepada Tuhan. Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu
tergantung pada niatnya. Bisa saja suatu pekerjaan tampak baik, tetapi manakala
niat mengerjaannya buruk, maka akan memperoleh hasil yang buruk pula.
Sebaliknya, siapapun tidak boleh melakukan pekerjaan buruk diniati untuk
memperoleh kebaikan.
Akhirnya, melihat dari aspek niat itu saja, yang harus dilakukan dengan tepat,
maka sebenarnya semua kegiatan akan selalu ada relevansinya dengan Islam.
Artinya, Islam harus dihadirkan di dalam semua jenis kegiatan sehari-hari. Islam
tidak hanya menjawab persoalan ritual dan atau melihat sesuatu dari aspek
fiqhnya, melainkan akan menjawab perbagai persoalan luas secara tidak terbatas
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari oleh siapapun, di manapun, dan
kapanpun. Maka, sebuah proyek disebut telah dikerjakan secara Islami
manakala diawali dengan niat yang tepat, dikerjakan dengan jujur, sabar, ikhlas,
istiqomah, memilih pendekatan atau cara terbaik, hingga akhirnya pekerjaan itu
disebut sebagai sebuah amal shaleh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan distribusi yang ditawarkan ekonomi Islam dengan tidak berpihak
hanya pada salah satu agen ekonomi, dan diperkuat dengan prinsip-prinsip yang
jelas memberikan arahan bahwa keadilan ekonomi harus ditegakkan. Namun
menciptakan keadilan ekonomi akan sulit terwujud jika tidak melibatkan peran
institusi yang ada seperti halnya pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu,
peran kedua instrumen tersebut sangat dibutuhkan, karena kebijakan distribusi
akan teraplikasikan dengan baik ketika kedua institusi yang ada berkerja.
B. Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat kami buat, kami sebagai manusia masih
banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, Penulis berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan tentang Distribusi Pendapatan
Dalam Islam khususnya dari pengertian Distribusi Pendapatan Dalam Islam,
prinsip Distribusi Pendapatan Dalam Islam, regulasi Distribusi Pendapatan
Dalam Islam dan model pengelolaannya Distribusi Pendapatan Dalam Islam.
Kami sangat berharap teman-teman terutama dari dosen pembimbing mata
kuliah untuk memberi saran yang membangun untuk kelompok kami
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shadr, Muhammad Baqir. Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta: Zahra, 2008)
Rahman, Afxalur. 1995. Economic Doctrines of Islam (Doktrin Ekonomi Islam II), terj.
Soeroyo dan Nastangin, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf)
https://www.uin-malang.ac.id/r/140801/implementasi-nilai-islam-dalam-kehidupan-
sehari-hari.html