Anda di halaman 1dari 21

RESUME MATERI TENTANG JARINGAN DAN

KEPERCAYAAN

Disusun oleh
Kelompok 4:
Jasvandi Pandia (19050)
Nurul Izzah Harahap (19050)
Talitha Raliza Purba (19050)
Zikrina Rizka Amelia Harahap (190501129)

EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
BAB 7
JARINGAN

Jaringan, dalam bahasa Inggris “network”, berasal dari dua kata yaitu net dan work.
Net berarti jaring dan work berarti kerja. Maka jika digabung kedua kata tersebut menjadi
jaring dan kerja, dimengerti sebagai kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul
yang saling terikat seperti halnya jaring. Berdasarkan cara pemikiran tersebut, menurut
Lawang (2004:50-51), jaringan dimengerti sebagai ikatan antar simpul (orang ataukelompok)
yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan
kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.
Sedangkan sosial, seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, dimengerti sebagai
sesuatu yang dikaitkan atau dihubungkan dengan orang lain atau menunjuk pada makna
subyektif yang mempertimbangkan perilaku atau tinda kan orang lain yang berkaitan dengan
pemaknaan tersebut. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa studi jaringan sosial
melihat hubungan antarindividu yang memiliki makna subyektif yang berhubungan atau
dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan. Simpul dilihat melalui aktor individu di
dalam jaringan, sedangkan ikatan merupa kan hubungan antar para aktor tersebut.
Menurut Damsar (2011) tingkat jaringan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu
jaringan mikro, jaringan makro, dan jaringan meso.

1. Jaringan Mikro

Dalam hidupnya manusia (individu) selalu ingin melakukan interaksi sosial dengan individu
lainnya. Interaksi antar individu tersebut menjalin suatu hubungan sosial. Hubungan sosial
selalu berjalan terus menerus antar individu menghasilkan suatau jaringan sosial diantara
mereka. Jaringan sosial antar individu atau antar pribadi dikenal sebagai jaringan (sosial)
mikro merupakan bentuk jaringan yang selalu ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari.

2. Jaringan Meso

Dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, pada umumnya, orang melakukan dalam suatu
konteks sosial, biasanya dalam satu kelompok. Hubungan yang dibangun para aktor dan atau
didalam kelompok sehingga terbentuk suatu ikatan maka dapat disebut sebagai jaringan
sosial pada tingkat meso.

3. Jaringan Makro
Jaringan makro merupakan ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpul simpul dari
beberapa kelompok . Dengan kata lain, jaringan makro terajut dari ikatan antara dua
kelompok atau lebih. Kelompok dalam konteks ini bisa dalam bentuk organisasi, institusi,
bahkan bisa pula negara.

Berdasarkan literatur yang berkembang, Powell dan Smith-Doerr (1994) mengajukan


dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami jaringan sosial, yaitu pendekatan
analisis atau abstrak dan pendekatan preskriptif atau studi kasus. Menurut Kanter, pendekatan
analisis atau abstrak terhadap jaringan sosial menekankan analisis abstrak pada pola informal
dalam organisasi, pada dasarnya area ini memiliki kerangka pemikiran yaitu hubungan
informal sebagai pusat kehidupan politik organisasi-organisasi; organisasi formal pada
dasarnya adalah hubungan yang berkelanjutan antara orang-orang, dan hubungan organisasi
dibangun atas dasar campuran yang rumit dari otoritas, persahabatan dan loyalitas.
Sedangkan pendekatan preskriptif memandang jaringan sosial sebagai pengaturan logika atau
sebagai suatu cara menggerakkan hubungan-hubungan di antara para aktor ekonomi. Dengan
demikian ia dipandang sebagai perekat yang me nyatukan individu-individu secara bersama
ke dalam suatu sistem yang padu (Powell, 1990:Piore dan Saibel, 1984 Sabel, 1989, 1991).
Baik pendekatan analisis maupun pendekatan preskriptif mempunyai keterbatasan. Keadaan
tersebut menyebabkan kedua pendekatan tersebut tidak mampu melihat keselu ruhan struktur
atau bentuk dan isi jaringan sosial secara mendalam. Pada pendekatan studi kasus misalnya,
jaringan sosial memokuskan perhatian kepada sejarah “sukses” dan oleh karena itu
mengabaikan kemungkinan lain, seperti susunan institusional atau organisasional dari
jaringan sosial yang mungkin menciptakan perbedaan hasil ekonomi yang diharapkan, yang
biasanya tidak dipertimbangkan oleh tipe penelitian seperti ini. Sebaliknya, pendekatan yang
berorientasi abstrak sering terlalu sedikit memberi perhatian pada substansi, lebih
menekankan pada struktur (ukuran) dibandingkan isi dari ikatan suatu jaringan sosial.
Pendekatan ini biasanya menekankan pada “sebab utama dari struktur pada suatu hubungan
di antara para aktor daripada sifat-sifat aktor”, dan oleh karena itu memperlakukan posisi dari
jaringan sosial sebagai kekhasan (Powell dan Smith-Doerr, 1994:371). Persamaan antara
pendekatan analisis dan pendekatan preskriptif didasarkan atas kerangka kerja konseptual
dari keterlekatan, resiprositas, dan koneksi juga dari pemakaian bahasa dan model tindakan.

D. Bidang Penelitian Jaringan Sosial


1. Jaringan Informal dari Akses dan Kesempatan

Pada bidang ini penelitian yang dilakukan difokuskan pada penggunaan


jaringan sosial dalam pekerjaan (mencari kerja dan migrasi) ; mobilitas (informasi dan
akses terhadap modal ; dan difusi (penyebaran praktek budaya dan organisasi.
Jaringan sosial memainkan peran penting dalam alokasi pekerjaan dalam pasar tenaga
kerja. Sebagai pengganti pengaruh dari tawaran dan permintaan, lembah dan kuatnya
ikatan dari suatu jaringan sosial menentukan perolehan pekerjaan.

Penelitian yang dilakukan Granovetter (1973;1974;1983) memperlihatkan


bahwa suatu ikatan, apapun bentuknya baik lemah atau kuat dapat memberikan
kemudahan dalam menjalankan kehidupan. Suatu ikatan Jaringan yang kuat
memberikan basis motivasi yang lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat
untuk saling memberikan bantuan misalnya memudahkan seseorang untuk
mengetahui ketersediaan suatu pekerjaan. Ikatan kuat dicirikan sebagai waktu dan
emosi intensif dengan keintiman dan perilaku resiprokal. Ikatan ini ditemui pada
hubungan dari pertemanan akrab atau keanggotaan suatu keluarga. Sedangkan ikatan
lemah ditandai dengan waktu dan emosi yang kurang intensif, yang ditemui dalam
hubungan dari suatu perkenalan seperti teman kelas atau teman biasa.

Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari, orang membedakan antara


persahabatan dan pertemanan. Persahabatan menunjuk pada suatu hubungan antara
dua orang atau lebih yang dicirikan dengan akrab, intens, dan resiprokal. Sedangkan
pertemanan memperlihatkan suatu hubungan yang bersifat biasa, parsial, dan
pragmatis. Perbedaan karakteristik tersebut mengakibatkan perlakuan satu sama lain
dalam kaitannya dengan akses terhadap informasi tentang pekerjaan dan pemberian
rekomendasi yang terkait dengan pekerjaan. Dalam hubungan persahabatan orang
yang terlibat di dalam hanya dapat memperoleh informasi dan rekomendasi yang
cepat dan mendukung dibandingkan dengan orang yang terlibat hanya sebatas teman
biasa saja.

Granovetter melihat bahwa ikatan yang lemah juga penting dalam kehidupan
kita. ikatan lemah antara dua individu misalnya, dapat membantu sebagai jembatan
antara dua kelompok yang kuat ikatan internalnya. Tanpa adanya ikatan yang lemah
seperti itu, kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total. seorang individu
tanpa ikatan yang lemah akan menemukan dirinya dalam keadaan terisolasi dalam
sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan informasi tentang
apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam masyarakat yang lebih luas.

Jaringan sosial juga memainkan peran penting dalam berimigrasi dan


kewiraswastaan imigran. jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang
mengikat para migran, migran peneruka, dan non-migran melalui ikatan kekerabatan,
persahabatan dan komunitas asal yang sama. Keputusan untuk bermigrasi, kemana
berimigrasi, dan bagaimana menguasai daerah baru sangat dipengaruhi oleh jaringan
etnik kekerabatan, dan persahabatan di mana mereka terlibat. Sekali jaringan ada di
suatu tempat, ia akan menciptakan arus migrasi yang berkesinambungan (Powell dan
Smith-Doerr, 1994:374). Selain itu, kebanyakan wiraswasta yang terjadi pada
komunitas migran dimudahkan oleh jaringan dari ikatan dalam saling tolong-
menolong, sirkulasi modal dan bantuan dalam hubungan dengan birokrasi. contohnya
jaringan sosial merantau orang Minangkabau, melibatkan tidak hanya keluarga luas
tetapi juga terkait kepada jaringan sekampun, senagari, seluhak, bahkan seminang
(Naim, 1973; Kato,1982). Dalam penelitian Nursyirwan Effendi (2005: 59 – 60)
menyebutkan bahwa beberapa kasus perantau Minangkabau di kota Jambi dan
Pekanbaru menunjukkan bagaimana perantau menggunakan jaringan sekampung
dalam melakukan aktivitas migrasi dan kewiraswastaan. Seorang perantau asal
Minangkabau yang sekarang seorang pemilik warung makan di Jambi menjelaskan
bahwa ia sewaktu sampai di Jambi langsung perusahaan dengan modal pinjaman dari
orang sekampung yang sudah lama tinggal di Jambi.

Jaringan sosial memudahkan mobilitas sumber daya untuk mempertahankan


seseorang memegang suatu jabatan atau membangun usaha bisnis, membutuhkan
suatu kemampuan untuk menggerakkan sumber daya dalam bentuk informasi dan
finansial. kemampuan seseorang dalam menggerakkan sumber daya tersebut
diperkuat oleh jaringan sosial yang dimilikinya. Sebagai contoh ada seorang
karyawan handal dan berprestasi meminta berhenti kemudian manajer bisa saja
meyakinkan karyawan tersebut untuk pindah karena jaringan yang telah mereka
bentuk. Sebaliknya seorang manajer bisa menarik karyawan handal dan berprestasi
tersebut untuk pindah ke perusahaan baru dimana dia sedang membina karir baru.
Kemampuan seperti ini menunjukkan Bagaimana jaringan sosial mampu
menggerakkan sumber daya manusia dalam hal ini karyawan untuk melakukan
mobilitas atau bertahan. Sedangkan, bila dikaitkan kepada para pebisnis yang ingin
mengembangkan usaha mereka di daerah yang sama sekali baru bagi pebisnis tersebut
salah satu strategi yang dapat dilakukan ialah Mereka dapat menemukan jaringan
sosial yang mungkin mereka miliki misalnya menolong suripto bisnis ke bisnis daerah
bersangkutan yang berlatar belakang suku bangsa, daerah, alumni, atau agama yang
sama dengan diri mereka.

Jaringan komunikasi memainkan peranan penting dalam penyebaran model,


struktur, praktek, dan budaya bisnis. Tiga cara untuk transmisi ide dan pengetahuan
yaitu, melalui jaringan profesi atau jaringan perdagangan, melalui pola hubungan
antar organisasi yang mana perusahaan dan individu terlibat (jaringan sumber), dan
melalui tindakan seseorang yang berwibawa. Sebagai contoh untuk jaringan profesi
adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai jaringan profesi para dokter memiliki
etika profesi. Bagaimana seorang dokter memainkan peranan profesinya dituntun oleh
etika tersebut. Pemahaman bagaimana praktek dokter dilakukan dan konsekuensi
pembayarannya dikonstruksi oleh dan dalam jaringan hubungan para dokter demikian
pula tentang budaya bisnis dokter juga dikonstruksi bersama dalam jaringan profesi
dokter. contoh lainnya adalah para pedagang. Mereka memang bersaing dalam
merebut pembeli, namun mereka bekerja sama dalam beberapa hal misalnya dalam
penetapan harga. Itu bisa dilakukan karena para pedagang memiliki jaringan. Untuk
itu tidak heran jika harga suatu jenis elektronik relatif sama antara satu tokoh dengan
tokoh lain di Pasar Glodok Jakarta atau harga sebungkus nasi padang di antara
berbagai rumah makan padang rata-rata sama dan hal itu bisa terjadi karena para
pedagang memiliki komunikasi melalui jaringan yang mereka miliki.

Ikatan jaringan sosial ikut pula membantu penyebaran ide ide dan
kebijaksanaan. Ide tentang harga suatu produk seperti harga suatu jenis elektronik di
Pasar Glodok Jakarta atau sebungkus nasi padang, tidak mungkin bisa tersebar jika
tidak ada komunikasi di antara pedagang yang memiliki ikatan jaringan sosial pada
titik jaringan sosial antar pedagang tidak hanya terbentuk secara vertikal, yaitu antara
para pedagang retil dengan pedagang distributor, tetapi juga secara horizontal, yaitu
antara sesama pedagang sejenis, misalnya sesama pedagang retil elektronik. Baik
jaringan sosial vertikal dan horizontal saling berkomunikasi tentang perkembangan
harga dari satu waktu ke waktu yang lain secara terus-menerus. Pada jaringan sosial
vertikal, biasanya pihak yang posisinya lebih tinggi memberikan informasi kepada
pihak yang menjadi kliennya. sedangkan pada jaringan horizontal informasi masih
bersifat timbal balik yaitu saling memberi informasi terbaru tentang sesuatu, termasuk
harga.

Demikian pula tentang suatu kebijakan akan tersebar melalui ikatan jaringan
sosial sebagai contoh jika ada seorang pelanggan yang tidak bisa lagi dipercaya untuk
diberi hutang karena telah beberapa kali mangkir untuk mencicil hutang yang telah
dijanjikan pelanggan itu sendiri, maka sang pedagang akan memberhentikan
pemberian hutang pada masa selanjutnya. Transaksi terjadi dalam bentuk ada uang
ada barang. kebijakan pedagang tersebut ternyata tidak berhenti sampai disitu. Di
antara sesama pedagang saling berkomunikasi satu sama lain. sehingga permasalahan
yang dimiliki seorang pedagang juga dapat disebarkan dan dimiliki bersama dengan
pedagang lainnya. sehingga jika seseorang dikeluarkan dari daftar tersebut maka
pelanggan tersebut juga tidak akan bisa memperoleh suatu hutang dari pedagang
lainnya.

2. Jaringan Formal Pengaruh dan Kekuasaan

Dalam memahami jaringan sosial dalam kekuasaan dapat didekati dengan tiga
perspektif, yaitu pertukaran sosial, ketergantungan sumber daya, dan kelas sosial.
Perspektif pertukaran sosial meyakini bahwa meskipun individu datang dan pergi di
atas kekuasaan, namun distribusi kekuasaan dalam posisi - posisi akan tetap sama.
Dalam hal ini yang terpenting bukan individu individu tetapi status yang dihubungkan
dengan posisi mereka, antar keterkaitan dan hubungan-hubungan mereka dalam
mencapai posisi tersebut.

Jaringan sosial dalam kekuasaan formal dalam perspektif pertukaran sosial


memandang individu sebagai makhluk yang rasional. Individu dikatakan rasional
karena dia mempertimbangkan untung dan rugi. Individu akan mempertimbangkan
keuntungan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkannya (cost benefit ratio).
Oleh karena itu, makin tinggi ganjaran (reward) yang diperoleh terhadap suatu
kepatuhan pada atasan makin besar kemungkinan suatu tingkah laku akan diulang.
Sebaliknya, makin tinggi biaya atau ancaman hukuman (punishment) yang akan
diperoleh bila menyimpang dari perintah atasan maka makin kecil kemungkinan
tingkah laku yang serupa akan diulang. Dengan demikian, jaringan sosial dibentuk
dan dipertahankan atas prinsip rasionalitas untung-rugi. Oleh karena itu, ganjaran
(reward) dan hukuman (punishment) merupakan penggerak dalam jaringan hubungan
sosial dalam suatu pertukaran sosial antara atasan dan bawahan.

Perspektif ketergantungan sumber daya biasanya membahas tentang posisi


suatu perusahaan dalam suatu jaringan pada. Organisasi - organisasi melekat secara
khas dalam jaringan ganda, sering jaringan - jaringan tersebut tumpang tindih antara
satu dengan yang lainnya, seperti jaringan sumber daya jaringan informasi jaringan
para penasihat dan seterusnya. Jadi posisi suatu perusahaan mempunyai derajat
sentralistis dalam suatu jaringan. Posisi juga dapat dipandang dalam kerangka
otonomi dan kendala. Prinsip dasar dari perspektif ini adalah bahwa organisasi
beroperasi dalam suatu lingkungan yang tidak dapat diramalkan dan bergejolak dan
oleh karena itu mereka memerlukan sumberdaya melampaui apa yang mereka dapat
dilakukan secara internal dan tanggap terhadap pengurangan ketidakpastian. Oleh
karena itu pula, organisasi mencari cara untuk mendapatkkan suatu sumber daya yang
stabil yang mengalir dari organisasi lain dan oleh karena itu menghindari
ketidakpastian. Kemampuan suatu perusahaan melakukan hal tersebut
mengembangkannya kepada sentralitas dari posisi yang dimiliki dalam satu jaringan.

Perspektif kelas sosial dalam analisis jaringan sosial berlandaskan suatu


argumentasi bahwa hubungan ekonomi, politik, dan sosial di antara kelompok elit
menciptakan suatu kekuasaan elit yang padu (Mills,1959). Dalam perspektif kelas
sosial, individu dipandang sebagai aktor utama dan organisasi sebagai sarana mereka.
Untuk mengabadikan status dan kendali yang mereka miliki, jaringan yang terikat
erat dengan pemimpin perusahaan, dan kunci pembuat keputusan dan kelompok sosial
elit, melalui hubungan dengan organisasi seperti klub sosial eksklusif dan dibentuk
universitas elit.

3. Organisasi sebagai Jaringan Sosial dari Perjanjian


Kita selalu hidup dalam suatu kelompok. Di rumah, kita memiliki keluarga. Di
tempat kerja, kita bernaung di bawah perusahaan atau kantor. Di lingkungan, kita
mempunyai kelompok sebaya (peer group). Semua kelompok itu terorganisir dengan
kata lain setiap kelompok memiliki ciri organisasi baik secara formal maupun secara
informal. Setiap organisasi memiliki suatu mekanisme yang mengatur hubungan
orang-orang yang ada di dalamnya termasuk jaringan yang terbentuk karena adanya
hubungan sosial. Jaringan organisasi dapat dianalisis atas dasar organisasi formal dan
organisasi informal. Menurut Dalton (1959:219) formal berarti sesuatu yang
direncanakan dan disetujui sedangkan informal berarti ikatan - ikatan yang spontan
dan tiba - tiba di antara anggota -anggota yang dituntun oleh perasaan - perasaan dan
kepentingan pribadi yang tidak dapat dipertahankan oleh kegiatan formal. Baik
organisasi formal atau organisasi informal tidak dapat terlepas dari hubungan.
semantara organisasi formal, biasanya mempunyai struktur hirarkis, dihubungkan
secara mendalam dengan jaringan yang lebih luas, sedangkan jaringan informal dapat
tidak memihak dan menembus batas struktur yang hirarkis.

Melalui jaringan dengan organisasi dan sebagai bagian dari proses


reorganisasi yang lebih luas, secara vertikal organisasi yang terintegrasi
merampingkan hirearki perusahaan. Gerakan ini merupakan bagian dari proses
pelapisan jaringan perusahaan global baru atas dasar hierarki produksi internasional
lama. Jaringan memberikan suatu cara atau perusahaan besar untuk mengamankan
taruhannya dalam menghadapi ketidakpastian dan hambatan pasar. Desentralisasi
produksi tidak memerlukan suatu desentralisasi dan sentralisasi kekuasaan.

Sebagai logika ganda dari jaringan sosial organisasi terlibat dalam suatu
pencampuran yang rumit dari kerjasama, kompetisi kekuasaan (yang mendorong
untuk konstruksi dan rekonstruksi) dari perusahaan ke dalam jaringan yang kompleks
dari perjanjian. Jaringan organisasi dalam kolaborasi akan meningkatkan belajar dari
pengalaman. Pada waktu yang sama kegiatan kolaboratif tampak lebih bebas dan kaya
melalui jaringan komunikasi dan pertukaran saluran informasi menciptakan
persekutuan saingan dan jaringan paralel dalam satu bentuk kompetisi baru yang
alirannya menjamin posisi baru, reputasi dan penciptaan identitas perusahaan.

4. Jaringan Sosial dari Produksi


Powell dan Smith-Doerr (1994) mengajukan empat tipe jaringan produksi
secara bersama yaitu regional, penelitian dan pengembangan, kelompok bisnis,
analisis strategis dan produksi bersama. Tipe regional merupakan jaringan sosial dari
produksi yang berdasarkan atas lokasi. Jaringan produksi digerakkan oleh kelenturan
dan spesialisasi dari suatu proses produksi. Sedangkan basis kepercayaan diletakkan
atas dasar norma - norma pertukaran, kekerabatan, dan lokasi. Contohnya penelitian
yang dilakukan oleh Lazerson (1990) memperlihatkan bahwa jaringan produksi secara
bersama yang terjadi di Italia didasarkan atas pengelompokan produk yang dihasilkan:
pakaian rajutan di Modena; sepeda, sepatu, dan sepeda motor di Bologna;
pengalengan makanan di Parma; dan peralatan medis di Capri. Setiap perusahaan
mempunyai spesialisasi tertentu dalam suatu proses jaringan produksi, semuanya
dilakukan atas dasar kesepakatan sub-kontrak dan kerjasama. Monitoring dimudahkan
oleh ikatan sosial dan kontak yang konstan.
Tipe penelitian dan pengembangan merupakan jaringan sosial dari produksi
yang berlandaskan atas kerjasama ilmiah. Tipe ini digerakkan oleh inovasi dan belajar
tentang ide baru. Sedangkan basis kepercayaan pada komunitas ilmiah, intelektual dan
teknologi. Berdasarkan dari penelitian Powell (1993) hubungan dari para anggota
asosiasi ilmiah atau industri sering berlangsung diluar hubungan komersial. Dalam
kerjasama penelitian, kehadiran seseorang dalam komunitas teknolog akan
membentuk reputasinya dalam praktek bisnis.
Jaringan sosial dari produksi yang bertipe kelompok bisnis digerakkan oleh
ikatan antar organisasi yang horizontal dan relatif egaliter berkombinasi dengan
hubungan vertikal yang lebih hirarkis dengan landasan otoritas dan kebijakan. Basis
kepercayaan didasarkan pada identitas kelompok bisnis. lingkungan kelompok bisnis
lebih jelas dibandingkan tipe - tipe dari jaringan produksi lainnya. Mereka dipandang
sebagai suatu komunitas. Sebagai contoh dari tipe ini penelitian dari Van Kooij
(1990) memperlihatkan bahwa perusahaan induk membolehkan perusahaan yang
lebih mudah beroperasi sepanjang di bawah naungan proteksinya, bertujuan untuk
meningkatkan reputasi perusahaan muda, mendorong kemampuan mereka bagi
peningkatan kualitas tenaga kerja dan peningkatan usaha bisnis mereka. Jaringan
sosial dari produksi yang bertipe kelompok bisnis digerakkan oleh ikatan antar
organisasi yang horizontal dan relatif egaliter berkombinasi dengan hubungan vertikal
yang lebih hirarkis dengan landasan otoritas dan kebijakan. Basis kepercayaan
didasarkan pada identitas kelompok bisnis. lingkungan kelompok bisnis lebih jelas
dibandingkan tipe - tipe dari jaringan produksi lainnya. Mereka dipandang sebagai
suatu komunitas. Sebagai contoh dari tipe ini penelitian dari Van Kooij (1990)
memperlihatkan bahwa perusahaan induk membolehkan perusahaan yang lebih
mudah beroperasi sepanjang di bawah naungan proteksinya, bertujuan untuk
meningkatkan reputasi perusahaan muda, mendorong kemampuan mereka bagi
peningkatan kualitas tenaga kerja dan peningkatan usaha bisnis mereka. Aliansi
strategis dan produksi bersama merupakan jaringan produksi yang lebih bersifat
formal. Tipe ini dicirikan sebagai anggota terdiri dari kelompok bisnis yang berbeda,
mempunyai landasan normatif bersama, dan kerabat - kerabat kerja. Jaringan strategis
ini dilakukan karena mereka merasa jika bersama akan lebih menjadi kompetitif
dibandingkan melakukannya sendiri. Oleh sebab itu, basis kepercayaan diletakkan
pada saling ketergantungan dan perhitungan. Contoh jaringan ini adalah joint venture
dan sub- kontraktor.

BAB 8
KEPERCAYAAN
A. Pengertian Kepercayaan

Kepercayaan (trust) merupakan pondasi dari suatu hubungan. Suatu hubungan


antara dua pihak atau lebih akan terjadi apabila masing-masing saling mempercayai.
Kepercayaan ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain, melainkan harus
dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan. Di dunia ekonomi, kepercayaan telah
dipertimbangkan sebagai katalis dalam berbagai transaksi antara penjual dan pembeli
agar kepuasan konsumen dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Dalam
terminologi sosiologi, konsep kepercayaan dikenal dengan Trust. Kepercayaan
bermakna percaya atas beberapa kualitas atau atribut sesuatu atau seseorang, atau
kebenaran suatu pernyataan. Kemudian Torsvik menyatakan bahwa kepercayaan
merupakan kecenderungan perilaku tertentu yang dapat mengurangi risiko. Pendapat
lain dikemukakan oleh Lawang (Damsar, 2011:186) bahwa kepercayaan adalah
hubungan antara dua belah pihak atau lebih yang mengandung harapan yang
menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.
Definisi kepercayaan (trust) dijelaskan sebagai “Confidence in” yang berarti yakin
pada dan “Reliance on” yang bermakna percaya atas beberapa kualitas atau atribut
sesuatu atau seseorang, atau kebenaran suatu pernyataan.

Para teoritisi memberi batasan pada konsep kepercayaan Torsvik (2000:458)


menyebutkan kepercayaan merupakan ”kecendrungan perilaku tertentu yang
mengurangi resiko dari perilakunya”. Konsep kepercayaan yang dikaitkan dengan
resiko juga dikemukakan oleh Luhmann(1979:1988), suatu istilah yang hanya muncul
pasa zaman modern. Pengertian kepercayaan yang di kaitkan dengan resiko dikritik
oleh beberapa teoritisi, salah satu diantaranya adalah Giddens(2005) menurutnya
kepercayaan pada dasarnya terikat, bukan kepada resiko, namun kepada berbagai
kemungkinan. Jadi batasan kepercayaan menurut Giddens(2005:45) didefinisikan
sebagai keyakinan akan reabilitas seseorang atau system, terkait dengan berbagai hasil
atau peristiwa, dimana keyakinan itu mengekpresikan sebuah iman (faith) terhadap
integritas atau cinta kaasih orang lain, atau terhadap ketepatan prinsip abstrak
(pengetahuan teknis).

Defnisi kepercayaan yang tidak dikaitkan dengan resiko juga dikemukakan oleh
Zucker(1986). Zucker member batasan kepercayaan sebagai “seperangkat harapan
yang dimiliki bersama-sama oleh semua yang berada dalam pertukaran “. Defenisi
Zucker dekat dengan batasan yang diberikan oleh Lawang. Menurut Lawang
(2004:36) kepercayaan merupakan “hubungan antara dua pihak atau lebih yang
mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak
melalui interaksi sosial”. Selanjutnya Lawang menyimpulkan inti konsep kepercayaan
sebagai berikut: (i) Hubungan sosial antara dua atau lebih. Termasuk dalam hubungan
ini adalah institusi, yang dalam pengertian ini diwakili oleh orang. (ii) Harapan yang
akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasi tidak akan merugikan
salah satu atau kedua belah pihak . (iii) Interaksi yang memungkinkan hubungan dan
harapan itu terwujud.

Dari semua defenisi diatas ,lebih cocok menggunakan batasan yang diberikan oleh
Giddens. Selain menyangkut fenomena dan peristiwa kepercayaan, juga memiliki
irisan dengan beberapa pendapat teoritisi lain seperti Zucker dan Lawang .

A. Kepercayaan dan Risiko

Giddens secara tegas tidak setuju mengaitkan antara defenisi kepercayaan dengan
resiko. Namun Giddens tidak menutup mata mengatakan bahwa antara kepercayaan
dan resiko saling mengisi. Menurut Giddens, kepercayaan biasanya berfungsi untuk
mereduksi atau meminimalisasi bahaya yang berasal dari aktivitas tertentu. Ada
beberapa situasi menurut Giddens, di mana pola risiko diinstitusionalisasikan di
dalam kerangka kerja kepercayaan di sekitarnya, seperti investasi di pasar modal atau
olahraga fisik ekstrim. Disini skill (keterampilan) dan kesempatan merupakan faktor
pembatas risiko, namun secara normal risiko diperhitungkan secara sadar. Pada semua
setting kepercayaan, risiko yang dapat diterima berada di bawah “pengetahuan
induktif yang lemah,” dan secara implisit selalu ada keseimbangan antara
kepercayaan dengan kalkulasi risiko dalam hal ini. Yang terlihat sebagai risiko yang
“dapat diterima” –minimalisasi bahaya-bervariasi pada konteks yang berlainan,
namun biasanya ia menempati posisi sentral dalam menjalin kepercayaan.

C. Lingkungan Kepercayaan

Setiap kepercayaan memiliki suatu lingkungan. Giddens (2005) menemukan dua


setteing yang berbeda bagi tumbuh kembang nya suatu lingkungan kepercayaan, yaitu
masyarakat modern dan pramodern.

1. Mayarakat Pramodern

Dalam masyarkat pramodern ,menurut Giddens ada 4 lingkungan yang menumbuh


kembangkan kepercayaan,yaitu hubungan kekerabatan, komunitas masyarakat local,
kosmologi religious, dan tradisi.

a. Hubungan kekerabatan

Pada masyarakat pra modern hubungan kekerabatan meruakan konteks lingkungan


yang dapat mmenjadi asal muasal tumbuh kembangnya suatu kepercayaan. Hubungan
kekerabatan menyediaakan suatu mata rantai hubungan social yang dapat diandalkan
yang secara prinsip umum dilakukan, membentuk media pengorganisasian relasi
kepercayaan. Misalnya dalam masyarakat minangkabau seperti yang telah di bahas
pada bab sebelumnya ,memperlihatkan bahwa jaringan hubungan social berawal dari
hubungan samande, seperut,senenek,seninik,sekaum,dan sesuku telah menjadi perkat
hubungan sesamama satu kerabat dan sebagao jaembatan utuk menghibungi dengan
kelompok terutama ke;ompok luar. Hubungan kekerabatan minangkabau yang
menjadi perekat dan jembatan relsional tersebut, pada gilirannya, menerbitkan bibit
kepercayaan. Baik antara sesama kerabat maupun dengan kelompok luar.
Berkembang atau tidaknya suatu bibit kepercayaan tergantung bagaiman actor beserta
jaringanya.

b. Komunitas masyarakat local

Komunitas masyarakat lokal memberikan lingkungan yang baik bagi tumbuh


kembangnyya kepercayaan di masyarakat pramodern. Dalam perspektif giddens,
komunitas masyarakat local tidak di kaitkan dengan romantisme budaya, tetapi lebih
kepada arti penting dari relasi local tersebut,yang diatur dalam konteks tempat,dimana
tempat belum di transformasi oleh relasi ruang-waktu yang berjarak. Olek karenanya,
giddens melihat komunitas local sebagai sebagai nilai suatu milieu yang bersahabat.
Kembali ke contoh masrakat minangkaabau,selain jaringan kekerabatan matrilineal
juga jaringan komunitas local yang dapat menjadi konteks bagi tumbuh kembangnya
kepercayan. Jaringan sedusun,sejorong,senagari,seluhak dan seminagkabau
merupakan jaringan komunitaas terkecil sampai terbesar pada masyarakat
minangkabau.

c. Kosmologi religious

Merupakan bentuk kepercayaan dan praktik ritual yang menyediakan interpretasi


providential atas kehidupan social dan kehidupan pribadi, dan bagi dunia alam yang
merepresentasikan lingkungan yang aman bagi pemeluknya (giddens,2005:136).
Dalam agama islam,misalnya menyediakan lingkungan dalam interpretasi moral dan
praktik dan praktik bagaimana seseorang harus menjaga kepercayaan yang di
embankan kepadanya. Banyak tuntutan agama,baik dalam al quran maupun dalam
hadist,memberikan ininterpretasi dan praktik moral bagi seorang muslim untuk
memegang teguh kepercayaan.

d. Tradisi

Tradisi juga dapat menjadi lingkungan bagi kepercayaan masyarakat. Tradisi


merupakan sarana untuk mengaitkan masa kini dengan masa depan, berorientasi pada
waktu dan msa lalu yang dapat berulang. Tradisi adalah rutinitas . namun dia adalah
rutinitas yang penuh makna secara intrinsik, ketimbang hanya sekedar prilaku kosong
yang hanya berorientasi pada kebiasaan semata. Makna aktivitas rutin berada di dalam
penghormatan atau pemujaaan yang melekat dalam tradisi dan dalam kaitan antara
tradisi dan ritual. Dalam masyarakat minagkabau, melanjutkan contoh
sebelumnya,memiliki tradisi bagaimana kaepercayaan merupakan satu halyang
penting dalam kehidupan. Tuntunan adat menyebutkan bahwa menjaga
kepercayaan,menghindari dusta/berbohong ,memegang amanah dan sejenisnya
merupakan suatu bentuk ketinggian budi dan akhlak mulia.

2. Masyarakat Modern
Dalam masyarakat modern terdapat tiga lingkungan yang dapat menimbulkan
kepecayaan yaitu :

a. System abstrak
Merupakan lingkungan utama bagi tumbuh kembangnya kepercayaanbagi
masyarakat modern. System abstrak adalah mekanisme institusional yang
mencabut hubungan-hubungan sosial dari konteks lokal danperubahan hubungan-
hubungan tersebut menuju rentang ruang dan waktu yang tidak terbatas melalui
“alat simbolis” (symbolic token) dan “system ahli” (expert system).alat simbolis
adalah sarana pertukaran yang dapat diedarkan terlepas dari siapa atau kelompok
mana yang memegangnya padawaktu dan tempat tertentu. uang,
misalnya,merupakan alat simbolis yang dapat melakukan penjarakan waktu dan
ruang.uang adalah cara penundaan,yang menyediakan sarana untuk
menghubungkan kredit dan pinjaman dalam situasi dimana pertukaran produkk
dengan segera,mustahilterjadi.oleh karenanya,uang menyediakan proses transaksi
yang berlangsung antar agen yang secara lebar terpisah oleh
jarakdanwaktu.sedangkan system ahli adalah system kecakapan teknis atau
keahlian profesional yang mengatur wilayah luas pada lingkungan material
dimana kita hidup saat ini.praktik social dalam kehidupan masyarakat modern
banyak terkait dengan system keahlian. Misalnya pada saat masuk rumah kita
percaya rumah tidak akan roboh menimpa kita karena kita percaya pada potensi
arsitek yang membanagun rumah, meski kita tahu bahwa pada prinsipnya stuktur
bangunan bisa rutuh.
b. Relasi personal
Dalam masyarakat modern menjadi lingkungan bagi tumbuh kambangnya
kepercayaan. Pada masa pra-modern, karakter persahabatan terkait dengan
komonitas lokal dan kekerabatan. Dalam situasi seperti ini, perkawanan sering
dilembagakan dan dilihat sebagai sarana untuk menciptakan eliansi yang kurang
lebih berjangka panjang dengan orang lain dalam melawan kelompok lainyang
berpotensi menyimpan rasa benci yang ada di luar sana.
c. Orientasi masa depan
Orientasi masa depan berupa pemikiran kontrafaktual sebagai bentuk keterkaitan
masa lalu dan masa kini dapat menjadi lingkungan kepercayaan pada masyarakat
modern.
Modernitas memiliki empat diminsi institusional, yaitu:

a. kapitalisme, memiliki kemampuan untuk melakukan akumulasi capital dalam


konteks kerja dan pasar yang kompetitif. Kapitalisme menimbulkan polaritas
ekonomi dan komodifikasi hidup. Keadaan ini menimbulkan pemikiran
kontrafaktual tentang masa depan yaitu membangun system pasca kelangkaan
agar pertumbuhan ekonomi tidak roboh, yang digerakkan oleh gerakan buruh.
b. Industrialisme, menghasilkan kerusakan lingkungan hidup. Situasi ini
menimbulkan pemikiran kontrafaktual tentang masa depan yaitu,humanisasi
teknologi agar kerusakan atau bencana ekologis dapat dihindari, yang dimotori
oleh gerakan lingkungan (gerakan hijau).
c. Sementara pengawasan Negara bangsa menciptakan control informasi dan
supervise social. Negara bangsa dilihat memiliki kecendrungan untuk tumbuh
kembangnya kekuasaan totaliter. Pemikiran kontrafaktual tentang masa depan
yang muncul karena fenomena seperti ini adalah pertisipasi demokrasi yang
berlapis agar hak asasi manusia dan demokrasi di junjung tinggi,yang digerakkan
oleh gerakan pro demokrasi.
d. Militerisme mampu melakukan konttrol atas sarana kekerasan dalam konteks
industrialisasi perang.

D. Bentuk Kepercayaan

Bentuk kepercayaan bisa dilihat dari kemunculan kepercayaan tersebut. Dari


kemunculannya, kepercayaaan dapat dibagi atas :

a. Kepercayaan askriptif, yaitu kepercayaan yang muncul dari hubunga yang


diperoleh berdasarkan atas ciri-ciri yang melekat antar pribadi seperti latar
belakang, kekerabatan, etnis, dan keturunan yang dimiliki.
b. Kepercayaan prosesual, yaitu kepercayaan yang muncul melalui interaksi social
yang dibangun oleh para actor yang terlibat. Misalnya dalam bisnis, kepercayaan
dapat di ukur dari jumlah kredit atau pinjaman yang yang bisa diperoleh
seseorang. Jumlah pinjaman yang diperoleh tergantung pada prosesual dari
interaksi yang telah dan sedang berlangsung.

Menurut sako (1992) melihat kepercayaan dalam konteks bsnis, yaiu adda 3 bentuk
kepercayaan:
1. Kepercayaan kompetensi, yaitu kepercayaan yang menunjuk pada keyakinan
bahwa mitra dagang akan memperlihatkan kewajiban mereka berdasarkan
kemampuan dan keterampilan yang diakui mereka miliki.
2. Kepercayaan kontraktual, yaitu mencakup suatu keyakinan bahwa orang atau
pihak yang terlibat pada suatu perjanjian tertulis akan menepati janji yang telah di
ikrarkan bersama dan tentang suatu transaksi.
3. Kepercayaan niat baik, yaitu menunjukan pada harapan bersama pihak yang
terlibat memiliki komitmen terbuka satu sama lainnya untuk melakukan sustu
yang baik bagi keuntungan bersama.

KESIMPULAN

Nama: Jasvandi Pandia


Nim : 190501118
Secara sederhana, jaringan sosial merupakan hubungan antar individu yang
memiliki makna subyektif yang berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu
sebagai simpul dan ikatan. Simpul dilihat melalui aktor individu di dalam
jaringan, sedangkan ikatan merupa kan hubungan antar para aktor tersebut.
Jaringan sosial dibagi menjadi tiga, yaitu mikro, makro dan meso. Pendekatan
jaringan sosial, baik analisis maupun preskriptif memilki keterkaitan dan memiliki
keunggulan dan kelemahannya masng masing. Pada masing-masing jenis
pendekatan pun terdapat bidang penelitian yang cocok pada salah satu pendekatan
yang ada, seperti jaringan informal terhadap akses dan kesempatan serta jaringan
formal dari pengaruh dan kekuasaan yang condong ke pendekatan preskriptif, juga
organisasi sebagai jaringan perjanjian serta jaringan sosial dalam produksi yang
condong ke pendekatan analisis.

Kepercayaan merupakan harapan, tempat kita yakin bahwa ia dapat memenuhi


harapan dan eskpetasi kita terhadapnya. Kepercayaan yang dimiliki orang pada
jaman dahulu berbeda dengan jaman sekarang dimana pada jaman dahulu sering
dikaitkan dengan mitos-mitos atau hal-hal yang berbau mistis, berbeda dengan
jaman modern dimanqa orang tak lagi percaya pada hal-hal tersebut, memandang
hal-hal yang nyata dan dapat dibuktikan kebenaran dan keasliannya.

Nama: Nurul Izzah Harahap


Nim: 190501117
Menurut Damsar, Jaringan sosial merupakan hubungan yang tercipta antar
individu dalam suatu kelompok dalam lingkungan sosial. Dalam melakukan
penelitian tentang jaringan sosial, terdapat empat bidang penelitian, yaitu :
1. Jaringan Informal Dari Akses Dan Kesempatan
Pada Bidang ini penelitian yang telah dilakukan difokuskan pada penggunaan
jaringan sosial dalam pekerjaan (mencari kerja dan migrasi) : mobilisasi
(informasi dan akses terhadap modal) ; dan difusi (penyebaran praktek budaya dan
organisasional).
2. Jaringan Formal Pengaruh Dan Kekuasaan
Bagian ini menggunakan pendekatan analitis untuk menjelaskan kekuasaan aktor-
aktor ekonomi. (Mintz dan Scwartz, 1985 ;Burt,1992; Mizruchi,1992).
3. Organisasi sebagai jaringan sosial dari perjanjian
Analisis jaringan organisasi didasarkan atas organisasi formal dan organisasi
informal.
4. Jaringan Sosial dari Produksi
Seperti juga jaringan lain, pada jaringan sosial dari produksi memandang penting
arti dari suatu kepercayaan (trust). Misalnya dalam suatu proses monitoring
kegiatan produksi maka akan lebih mudah dan lebih alami serta sangat efektif
apabila dilakukan oleh teman sejawat dibandingkan atasan.

Kepercayaan menurut Giddens merupakan keyakinan akan reliabilitas seseorang


atau sistem, terkait dengan berbagai hasil atau peristiwa, di mana keyakinan itu
mengekspresikan suatu iman (faith) terhadap integritas atau cinta kasih orang lain,
atau terhadap ketepatan prinsip abstrak (pengetahuan teknis). Kepercayaan dan
risiko saling mengisi. Kepercayaan biasanya berfungsi untuk mereduksi atau
meminimalisasi bahaya yang berasal dari aktivitas tertentu. Lingkungan
kepercayaan itu terbagi dua: lingkungan kepercayaan masyarakat pra-modern dan
modern. Dalam perilaku ekonomi telah melekat konsep kepercayaan (trust).
Pendekatan aktor yang lebih tersosialisasi memandang bahwa kepercayaan
merupakan moralitas umum dalam perilaku ekonomi. Oleh karena itu semua
tindakan actor haruslah merujuk, tunduk dan patuh secara otomatis terhadap
moralitas tersebut. Dalam hal itu menjunjung tinggi nilai-nilai kepercayaan.
Kepercayaan tidak muncul dengan seketika, tetapi terbit dari proses hubungan
antar pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi
secara bersama. Kepercayaan bukanlah barang baku (tidak berubah), tetapi
sebaliknya, ia terus menerus ditafsirkan dan dinilai oleh para aktor yang terlibat
dalam hubungan perilaku ekonomi.

Nama: Talitha Raliza Purba


Nim:
Terdapat beberapa pengertian kepercayaan menurut para ahli, diantaranya:
1. Torsvik mengatakan bahwa kepercayaan merupakan kecencderungan perilaku
tertentu yang dapat mengurangi risiko yang muncul dari perilakunya.
2. Giddens mengatakan bahwa kepercayaan merupakan keyakinan akan
reliabilitas seseorang atau ssitem, terkait dengan berbagai hasil atau peristiwa, di
mana keyakinan itu mengekspresikan suatu iman (faith) terhadap integritas atau
cinta kasih orang lain, atau terhadap ketepatan prinsip abstrak (pengetahuan
teknis).
3. Zucker mengatakan bahwa kepercayaan merupakan seperangkat harapan yang
dimiliki bersama-sama oleh semua yang berada dalam pertukaran.
4. Lawang mengatakan bahwa kepercayaan merupakan hubungan antara dua belah
pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntugkan salah satu pihak
atau kedua belah pihak melalui interkasi sosial.
Dari ke empat pengertian kepercayaan dari para tokoh, pengertian Giddens lah
yang paling cocok dipakai karena selain mencakup berbagai fenomena dan
peristiwa, kepercayaan juga memiliki irisan dengan beberapa pendapat teoritisi
lain seperti Zucker dan Lawang.
Dari beberapa definisi kepercayaan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa kepercayaan merupakan suatu tindakan penerimaan terhadap suatu atau
seseorang/kelompok, dalam hal ini orang yang memiliki kepercayaan
menganggap positif setiap apa yang dipercayainya.

Nama: Zikrina Rizka Amelia Harahap


Nim: 190501129
Jaringan sosial menurut Granovetter dan Swedberg adalah suatu rangkaian
hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama antara individu-individu
atau kelompok-kelompok. Jaringan sosial adalah sebagai suatu pengelompokan
yang terdiri atas sejumlah orang, paling sedikit terdiri atas tiga orang yang
masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan masing-masing dihubungkan
antara satu dengan yang lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada,
sehingga melalui hubungan sosial tersebut mereka dapat dikelompokkan sebagai
suatu kesatuan sosial.
Secara sederhana, jaringan sosial sebenarnya merupakan salah satu bentuk strategi
dan tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun masyarakat dalam
menghadapi lingkungan pekerjaannya yang tidak menentu atau diliputi oleh
berbagai keterbatasan- keterbatasan yang dimiliki.
Menurut Mitchell J.Clyde ada dua konsep yang harus dipahami dalam jaringan
sosial antara lain : jaringan sosial sebagai suatu konsep metaporik dan Jaringan
sosial sebagai suatu konsep analitis.
Dari pernyataan para ahli itu akhirnya dapat memperlihatkan bahwa jaringan
sosial itu dapat digunakan untuk menginterpretasikan tingkah laku individu dalam
berbagai keadaan sosial. Mitchell J Clyde mengungkapkan ada dua karakterisktik
penting dari jaringan sosial : Karakteristik Morphologi, Karakteristik ini dilihat
dari aspek struktural tingkah laku sosial individu yang ada dalam jaringan dan
Karakteristik interaksional, Dilihat dari tingkah laku individu, dari proses interaksi
yang terjadi antara satu individu dengan individu lain.

Di dunia ekonomi, kepercayaan telah dipertimbangkan sebagai katalis dalam


berbagai transaksi antara penjual dan pembeli agar kepuasan konsumen dapat
terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Dalam terminologi sosiologi, konsep
kepercayaan dikenal dengan Trust. Kepercayaan bermakna percaya atas beberapa
kualitas atau atribut sesuatu atau seseorang, atau kebenaran suatu pernyataan.
Dalam perkembangannya Konsep kepercayaan sendiri sudah berubah dari zaman
pra-modern ke zaman modern. Seperti kata “persahabatan” sering kali menjadi
bentuk penyatuan kembali, namun tidak secara langsung terlibat dalam system
abstrak itu sendiri, yang secara eksplisit mengalami ketergantungan atas ikatan
personal. Lawan dari kata “kawan” di zaman modern bukan lagi “musuh” atau
“orang asing” namun “kenalan”,” kolega”, atau “seseorang yang tidak saya
kenal”. Bersamaan dengan transisi ini, martabat digeser oleh kesetiaan yang tidak
memiliki dukungan lain kecuali kasih sayang personal, dan kejujuran digantikan
oleh autentisitas.

Anda mungkin juga menyukai