KEPERCAYAAN
Disusun oleh
Kelompok 4:
Jasvandi Pandia (19050)
Nurul Izzah Harahap (19050)
Talitha Raliza Purba (19050)
Zikrina Rizka Amelia Harahap (190501129)
EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
BAB 7
JARINGAN
Jaringan, dalam bahasa Inggris “network”, berasal dari dua kata yaitu net dan work.
Net berarti jaring dan work berarti kerja. Maka jika digabung kedua kata tersebut menjadi
jaring dan kerja, dimengerti sebagai kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul
yang saling terikat seperti halnya jaring. Berdasarkan cara pemikiran tersebut, menurut
Lawang (2004:50-51), jaringan dimengerti sebagai ikatan antar simpul (orang ataukelompok)
yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan
kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.
Sedangkan sosial, seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, dimengerti sebagai
sesuatu yang dikaitkan atau dihubungkan dengan orang lain atau menunjuk pada makna
subyektif yang mempertimbangkan perilaku atau tinda kan orang lain yang berkaitan dengan
pemaknaan tersebut. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa studi jaringan sosial
melihat hubungan antarindividu yang memiliki makna subyektif yang berhubungan atau
dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan. Simpul dilihat melalui aktor individu di
dalam jaringan, sedangkan ikatan merupa kan hubungan antar para aktor tersebut.
Menurut Damsar (2011) tingkat jaringan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu
jaringan mikro, jaringan makro, dan jaringan meso.
1. Jaringan Mikro
Dalam hidupnya manusia (individu) selalu ingin melakukan interaksi sosial dengan individu
lainnya. Interaksi antar individu tersebut menjalin suatu hubungan sosial. Hubungan sosial
selalu berjalan terus menerus antar individu menghasilkan suatau jaringan sosial diantara
mereka. Jaringan sosial antar individu atau antar pribadi dikenal sebagai jaringan (sosial)
mikro merupakan bentuk jaringan yang selalu ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari.
2. Jaringan Meso
Dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, pada umumnya, orang melakukan dalam suatu
konteks sosial, biasanya dalam satu kelompok. Hubungan yang dibangun para aktor dan atau
didalam kelompok sehingga terbentuk suatu ikatan maka dapat disebut sebagai jaringan
sosial pada tingkat meso.
3. Jaringan Makro
Jaringan makro merupakan ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpul simpul dari
beberapa kelompok . Dengan kata lain, jaringan makro terajut dari ikatan antara dua
kelompok atau lebih. Kelompok dalam konteks ini bisa dalam bentuk organisasi, institusi,
bahkan bisa pula negara.
Granovetter melihat bahwa ikatan yang lemah juga penting dalam kehidupan
kita. ikatan lemah antara dua individu misalnya, dapat membantu sebagai jembatan
antara dua kelompok yang kuat ikatan internalnya. Tanpa adanya ikatan yang lemah
seperti itu, kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total. seorang individu
tanpa ikatan yang lemah akan menemukan dirinya dalam keadaan terisolasi dalam
sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan informasi tentang
apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam masyarakat yang lebih luas.
Ikatan jaringan sosial ikut pula membantu penyebaran ide ide dan
kebijaksanaan. Ide tentang harga suatu produk seperti harga suatu jenis elektronik di
Pasar Glodok Jakarta atau sebungkus nasi padang, tidak mungkin bisa tersebar jika
tidak ada komunikasi di antara pedagang yang memiliki ikatan jaringan sosial pada
titik jaringan sosial antar pedagang tidak hanya terbentuk secara vertikal, yaitu antara
para pedagang retil dengan pedagang distributor, tetapi juga secara horizontal, yaitu
antara sesama pedagang sejenis, misalnya sesama pedagang retil elektronik. Baik
jaringan sosial vertikal dan horizontal saling berkomunikasi tentang perkembangan
harga dari satu waktu ke waktu yang lain secara terus-menerus. Pada jaringan sosial
vertikal, biasanya pihak yang posisinya lebih tinggi memberikan informasi kepada
pihak yang menjadi kliennya. sedangkan pada jaringan horizontal informasi masih
bersifat timbal balik yaitu saling memberi informasi terbaru tentang sesuatu, termasuk
harga.
Demikian pula tentang suatu kebijakan akan tersebar melalui ikatan jaringan
sosial sebagai contoh jika ada seorang pelanggan yang tidak bisa lagi dipercaya untuk
diberi hutang karena telah beberapa kali mangkir untuk mencicil hutang yang telah
dijanjikan pelanggan itu sendiri, maka sang pedagang akan memberhentikan
pemberian hutang pada masa selanjutnya. Transaksi terjadi dalam bentuk ada uang
ada barang. kebijakan pedagang tersebut ternyata tidak berhenti sampai disitu. Di
antara sesama pedagang saling berkomunikasi satu sama lain. sehingga permasalahan
yang dimiliki seorang pedagang juga dapat disebarkan dan dimiliki bersama dengan
pedagang lainnya. sehingga jika seseorang dikeluarkan dari daftar tersebut maka
pelanggan tersebut juga tidak akan bisa memperoleh suatu hutang dari pedagang
lainnya.
Dalam memahami jaringan sosial dalam kekuasaan dapat didekati dengan tiga
perspektif, yaitu pertukaran sosial, ketergantungan sumber daya, dan kelas sosial.
Perspektif pertukaran sosial meyakini bahwa meskipun individu datang dan pergi di
atas kekuasaan, namun distribusi kekuasaan dalam posisi - posisi akan tetap sama.
Dalam hal ini yang terpenting bukan individu individu tetapi status yang dihubungkan
dengan posisi mereka, antar keterkaitan dan hubungan-hubungan mereka dalam
mencapai posisi tersebut.
Sebagai logika ganda dari jaringan sosial organisasi terlibat dalam suatu
pencampuran yang rumit dari kerjasama, kompetisi kekuasaan (yang mendorong
untuk konstruksi dan rekonstruksi) dari perusahaan ke dalam jaringan yang kompleks
dari perjanjian. Jaringan organisasi dalam kolaborasi akan meningkatkan belajar dari
pengalaman. Pada waktu yang sama kegiatan kolaboratif tampak lebih bebas dan kaya
melalui jaringan komunikasi dan pertukaran saluran informasi menciptakan
persekutuan saingan dan jaringan paralel dalam satu bentuk kompetisi baru yang
alirannya menjamin posisi baru, reputasi dan penciptaan identitas perusahaan.
BAB 8
KEPERCAYAAN
A. Pengertian Kepercayaan
Defnisi kepercayaan yang tidak dikaitkan dengan resiko juga dikemukakan oleh
Zucker(1986). Zucker member batasan kepercayaan sebagai “seperangkat harapan
yang dimiliki bersama-sama oleh semua yang berada dalam pertukaran “. Defenisi
Zucker dekat dengan batasan yang diberikan oleh Lawang. Menurut Lawang
(2004:36) kepercayaan merupakan “hubungan antara dua pihak atau lebih yang
mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak
melalui interaksi sosial”. Selanjutnya Lawang menyimpulkan inti konsep kepercayaan
sebagai berikut: (i) Hubungan sosial antara dua atau lebih. Termasuk dalam hubungan
ini adalah institusi, yang dalam pengertian ini diwakili oleh orang. (ii) Harapan yang
akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasi tidak akan merugikan
salah satu atau kedua belah pihak . (iii) Interaksi yang memungkinkan hubungan dan
harapan itu terwujud.
Dari semua defenisi diatas ,lebih cocok menggunakan batasan yang diberikan oleh
Giddens. Selain menyangkut fenomena dan peristiwa kepercayaan, juga memiliki
irisan dengan beberapa pendapat teoritisi lain seperti Zucker dan Lawang .
Giddens secara tegas tidak setuju mengaitkan antara defenisi kepercayaan dengan
resiko. Namun Giddens tidak menutup mata mengatakan bahwa antara kepercayaan
dan resiko saling mengisi. Menurut Giddens, kepercayaan biasanya berfungsi untuk
mereduksi atau meminimalisasi bahaya yang berasal dari aktivitas tertentu. Ada
beberapa situasi menurut Giddens, di mana pola risiko diinstitusionalisasikan di
dalam kerangka kerja kepercayaan di sekitarnya, seperti investasi di pasar modal atau
olahraga fisik ekstrim. Disini skill (keterampilan) dan kesempatan merupakan faktor
pembatas risiko, namun secara normal risiko diperhitungkan secara sadar. Pada semua
setting kepercayaan, risiko yang dapat diterima berada di bawah “pengetahuan
induktif yang lemah,” dan secara implisit selalu ada keseimbangan antara
kepercayaan dengan kalkulasi risiko dalam hal ini. Yang terlihat sebagai risiko yang
“dapat diterima” –minimalisasi bahaya-bervariasi pada konteks yang berlainan,
namun biasanya ia menempati posisi sentral dalam menjalin kepercayaan.
C. Lingkungan Kepercayaan
1. Mayarakat Pramodern
a. Hubungan kekerabatan
c. Kosmologi religious
d. Tradisi
2. Masyarakat Modern
Dalam masyarakat modern terdapat tiga lingkungan yang dapat menimbulkan
kepecayaan yaitu :
a. System abstrak
Merupakan lingkungan utama bagi tumbuh kembangnya kepercayaanbagi
masyarakat modern. System abstrak adalah mekanisme institusional yang
mencabut hubungan-hubungan sosial dari konteks lokal danperubahan hubungan-
hubungan tersebut menuju rentang ruang dan waktu yang tidak terbatas melalui
“alat simbolis” (symbolic token) dan “system ahli” (expert system).alat simbolis
adalah sarana pertukaran yang dapat diedarkan terlepas dari siapa atau kelompok
mana yang memegangnya padawaktu dan tempat tertentu. uang,
misalnya,merupakan alat simbolis yang dapat melakukan penjarakan waktu dan
ruang.uang adalah cara penundaan,yang menyediakan sarana untuk
menghubungkan kredit dan pinjaman dalam situasi dimana pertukaran produkk
dengan segera,mustahilterjadi.oleh karenanya,uang menyediakan proses transaksi
yang berlangsung antar agen yang secara lebar terpisah oleh
jarakdanwaktu.sedangkan system ahli adalah system kecakapan teknis atau
keahlian profesional yang mengatur wilayah luas pada lingkungan material
dimana kita hidup saat ini.praktik social dalam kehidupan masyarakat modern
banyak terkait dengan system keahlian. Misalnya pada saat masuk rumah kita
percaya rumah tidak akan roboh menimpa kita karena kita percaya pada potensi
arsitek yang membanagun rumah, meski kita tahu bahwa pada prinsipnya stuktur
bangunan bisa rutuh.
b. Relasi personal
Dalam masyarakat modern menjadi lingkungan bagi tumbuh kambangnya
kepercayaan. Pada masa pra-modern, karakter persahabatan terkait dengan
komonitas lokal dan kekerabatan. Dalam situasi seperti ini, perkawanan sering
dilembagakan dan dilihat sebagai sarana untuk menciptakan eliansi yang kurang
lebih berjangka panjang dengan orang lain dalam melawan kelompok lainyang
berpotensi menyimpan rasa benci yang ada di luar sana.
c. Orientasi masa depan
Orientasi masa depan berupa pemikiran kontrafaktual sebagai bentuk keterkaitan
masa lalu dan masa kini dapat menjadi lingkungan kepercayaan pada masyarakat
modern.
Modernitas memiliki empat diminsi institusional, yaitu:
D. Bentuk Kepercayaan
Menurut sako (1992) melihat kepercayaan dalam konteks bsnis, yaiu adda 3 bentuk
kepercayaan:
1. Kepercayaan kompetensi, yaitu kepercayaan yang menunjuk pada keyakinan
bahwa mitra dagang akan memperlihatkan kewajiban mereka berdasarkan
kemampuan dan keterampilan yang diakui mereka miliki.
2. Kepercayaan kontraktual, yaitu mencakup suatu keyakinan bahwa orang atau
pihak yang terlibat pada suatu perjanjian tertulis akan menepati janji yang telah di
ikrarkan bersama dan tentang suatu transaksi.
3. Kepercayaan niat baik, yaitu menunjukan pada harapan bersama pihak yang
terlibat memiliki komitmen terbuka satu sama lainnya untuk melakukan sustu
yang baik bagi keuntungan bersama.
KESIMPULAN