Anda di halaman 1dari 19

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia
Dosen Mila Badriyah, S.E., M.M

oleh:
Kelompok 7

Alvia Nur Azizah NIM 1209230015


Amanda Julianti NIM 1209230017
Amil Fardilah Salam NIM 1209230020
Ana Peti Gunawan NIM 1209230023
Anneu Puspita Dewi NIM 1209230029
Alyasa Darusaslam NIM 1209230276

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan rahmatnya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul” Pemutusan
Hubungan Kerja”ini. Tidak lupa pula kami kami ucapkan kepada junjungan kami nabi
Muhammad Saw. Yang telah memberikan pelajaran kepada kita semua sebagai umat Islam.
Kepada dosen pembimbing kami ucapkan banyak terimakasih atas bimbingannya
sehingga kami dapat belajar Manajemen Sumber Daya Manusia di Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung dengan baik.
Dan terimakasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung
kami dalam menyelesaikan tugas ini sehingga dapat akhir yang cukup memuaskan.
Inilah usaha keras kami, kami harap dapat bemanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi kami
khususnya. Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Semoga bermanfaat. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Bandung, 12 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ............................................................... 3
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja .................................... 3
C. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja .............................................................. 9
D. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja ............................................................... 10
E. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Akibat PHK ..................... 11
F. Pengaturan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja ................................................ 13
BAB III ........................................................................................................................ 15
PENUTUP .................................................................................................................. 15
A. Simpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran.................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu mejadi hal yang sulit baik bagi
pengusaha maupun pekerja/buruh. Pengusaha menganggap terjadinya PHK
merupakan hal yang wajar di dalam kegiatan perusahaan. Bagi pekerja/buruh,
terjadinya PHK berdampak sangat luas bagi kehidupanya tidak hanya bagi dirinya
pribadi namun juga keluarganya. PHK jelas akan menyebabkan seorang
pekerja/buruh kehilangan mata pencahariannya. Demikian juga pada waktu
pekerja tersebut berhenti atau adanya pemutusan hubungan kerja dengan
perusahaan, perusahaan mengeluarkan dana untuk pensiun atau pesangon atau
tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian, sekaligus memprogramkan
kembali penarikan pekerja baru yang sama halnya seperti dahulu harus
mengeluarkan dana untuk kompensasi dan pengembangan pekerja. 1
PHK merupakan bagian dari suatu hubungan kerja yang awalnya
merupakan hubungan hukum dalam lingkup hukum privat karena hanya
menyangkut hubungan hukum perorangan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha. Dalam perkembangannya, PHK ternyata membutuhkan campur tangan
pemerintah karena menyangkut kepentingan.
Pengaturan mengenai PHK membutuhkan campur tangan pemerintah
karena pemerintahlah yang memiliki fungsi untuk menetapkan kebijakan,
melakukanpengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terutama ketentuan PHK.
Dan ketentuan pemutusan hubungan kerja secara khusus juga telah diatur
dalam pasal 150-170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja dengan berakhirnya waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kerja serta alasan-alasan yang telah ditentukan di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tidak akan pernah
menyebabkan permasalahan perselisihan terhadap kedua belah pihak dalam sistem
kerja. Karena tenaga kerja telah mengetahui dan menyetujui dari awal saat perjanjian
kerja tersebut dibuat.Sehingga tenaga kerja telah menerima dan mengantisipasi

1
FX Djumialdji, Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT Sinar Grafika, Edisi Revisi 2005), hal 44.

1
dirinya untuk menjalani pemutusan hubungan kerja tersebut. Beda halnya pemutusan
hubungan kerja yang dilaksanakan secara sepihak, pasti akan menyebabkan perselisihan
dan permasalahan hukum, karena dengan dilakukannya pemutusan
hubungan kerja sepihak tenaga kerjalah dapat yang menanggung kerugian dengan
hilangnya pekerjaan dan sumber penghasilan, yang diakibatkan oleh kebijakan
pengusaha yang semena-mena. 2

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pemutusan Hubungan Kerja?


2. Apa faktor yang menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja?
3. Apa saja jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja?
4. Apa prosedur Pemutusan Hubungan Kerja?
5. Apa Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Akibat PHK?
6. Apa Pengaturan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Pemutusan Hubungan Kerja


2. Untuk mengetahui faktor Pemutusan Hubungan Kerja
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
4. Untuk mengetahui prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
5. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Akibat
PHK
6. Untuk mengetahui Pengaturan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja

2
Ferryansah Cahyo Subagyo, “Jurnal Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Yang Mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan”, diakses pada hari jumat, tanggal 10 Juli 2020, pukul 10.00 WIB

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Artinya harus adanya hal/alasan tertentu yang mendasari
pengakhiran hubungan kerja ini. Seorang karyawan dapat diberhentikan dari pekerjaan
atas kehendaknya sendiri atau mengikuti keputusan yang telah dibuat oleh atasannya.
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat
(25), PHK artinya yaitu "Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha". 3
Menurut Tulus pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan
karyawan ke masyarakat. Sedangkan menurut Hasibuan pemutusan hubungan kerja
adalah pemberhentian seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan).
Pemutusan hubungan kerja pada hakikatnya merupakan suatu pengakhiran sumber
nafkah bagi pekerja/buruh dan keluarganya yang dilakukan oleh pengusaha.
Pada bab XII pasal 152 UU ketenagakerjaan disebutkan bahwa permohonan
pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan dengan cara melakukan permohonan tertulis
yang disertai dengan alasan dan dasar kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial menerima
dan memberikan penetapan terhadap permohonan tersebut.

B. Faktor penyebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja


1. PHK Oleh Pengusaha
Pengusaha berhak untuk melakukan PHK terhadap pekerja apabila
berbagai upaya pencegahan dan pembinaan telah dilakukan.Untuk melakukan
PHK juga harus melalui prosedur dan disertai alasan-alasan yang kuat. PHK yang
dilakukan pengusaha disebabkan oleh banyak faktor yaitu sebagai berikut
:4

3
Danang Sunyoto, Juklak PHK, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,2014, hlm 110
4
Libertus Jehani, Hak – Hak Pekerja Bila di PHK, Visimedia, Jakarta, 2006, hlm 29-30

3
PHK Karena Pelanggaran/Kesalahan Berat Undang-undang membatasi pelanggaran
atau kesalahan berat yang dapat dijadikan alasan PHK. Yang termasuk dalam
kesalahan berat adalah untuk kondisi berikut:
a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan atau uang
milik perusahaan.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan
c. Mabuk, minum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja
e. Menyerang/menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha di lingkungan kerja
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan
h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja
i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara.
j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana penjara lima tahun atau lebih.(Pasal 158 ayat 1)

2. PHK Karena Pekerja Dijerat Pidana


Pengusaha juga dapat melakukan PHK terhadap pekerja yang setelah
enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena yang
bersangkutan dalam proses perkara pidana. Namun, ada syarat yang harus
dipenuhi untuk PHK dengan alasan tersebut. Adapun syarat - syaratnya adalah :5
a. Bila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa enam
bulan, dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja bersangkutan.

5
Ibid, hlm 30-31

4
b. Bila pengadilan memutuskan perkara sebelum enam bulan dan pekerja
bersangkutan dinyatakan bersalah maka pengusaha dapat melakukan
PHK kepada pekerja bersangkutan tanpa harus mendapatkan
penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial. Hak pekerja yang ter-
PHK karena dijerat pidana tersebut mendapat uang penghargaan masa
kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai ketentuan.
(Pasal 160(7) UUKK).

3. PHK Karena Pekerja Ditahan Aparat Berwajib


Kemungkinan PHK lain disebabkan karena pekerja sedang ditahan oleh
pihak berwajib. Pekerja yang sedang ditahan pihak berwajib bukan atas
pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib
memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya yaitu
istri, anak/orang tua yang sah menjadi tanggungan pekerja berdasarkan perjanjian
kerja, PP atau PKB. Besarnya kewajiban yang harus diberikan pengusaha kepada
keluarga pekerja, tergantung pada jumlah anggota keluarga yang ditanggung
pekerja bersangkutan.

4. PHK Karena Mangkir


Perusahaan juga dapat melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawan
bila terbukti telah mangkir selama lima hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah, dan telah mendapat
teguran dari perusahaan sebanyak dua kali.

5. PHK Karena Pekerja Melakukan Pelanggaran Disiplin


Pengusaha dapat pula melakukan PHK terhadap pekerja yang melakukan
pelanggaran disiplin.Namun pekerja bersangkutan berhak mendapat uang
pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak.

6. PHK Karena Perusahaan Jatuh Pailit


Bila perusahaan pailit maka pengusaha dapat menjadikan hal tersebut
sebagai alasan untuk mem-PHK pekerja dengan syarat setiap pekerja yang di-

5
PHK diberikan pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan
uang penggantian hak.6

7. PHK Karena Perusahaan Tutup, Karena Merugi atau Karena Alasan Force
Majeure.
Overmacht sering juga disebut force majeure yang lazim diterjemahkan
dengan keadaan memaksa dan ada pula yang menyebutnya keadaan kahar. 7
Overmacht menjadi landasan hukum yang “memaafkan” kesalahan
seorang debitur. Peristiwa overmacht “mencegah” debitur menanggung akibat dan
risiko perjanjian. Itulah sebabnya overmacht merupakan penyimpangan dari asas
umum. Menurut asas umum: setiap kelalaian dan keingkaran mengakibatkan
sipelaku wajib mengganti kerugian serta memikul segala resiko akibat kelalaian
dan keingkaran. Akan tetapi jika pelaksanaan pemenuhan perjanjian yang
menimbulkan kerugian terjadi karena overmacht; debitur di bebaskan
menanggung kerugian yang terjadi. 8

8. PHK Karena Perubahan Status, Penggabungan, Peleburan, atau Perubahan


Kepemilikan Dan Pekerja Tidak Bersedia Melanjutkan Hubungan Kerja.
Bila terjadi perubahan status perusahaan dengan alasan-alasan tersebut,
maka pekerja berhak untuk mengakhiri hubungan kerja dan hal tersebut bukan
dianggap sebagai pengunduran diri biasa. Dan karena itu pengusaha wajib
memberikan uang pesangon sebesar satu ketentuan, uang penghargaan masa kerja
satu kali ketentuan dan uang penggantian hak.9

9. PHK Karena Perusahaan Tutup atau Pengurangan Tenaga Kerja (Efisiensi)


Bukan Karena Merugi atau Alasan Memaksa.
Apabila setelah perubahan status tersebut ternyata pengusaha justru tidak
mau melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja sebelum perusahaan berubah
status maka PHK semacam ini disamakan dengan PHK karena
perampingan.Untuk itu pengusaha wajib memberikan uang pesangon dua kali

6
Ibid, Hlm 32
7
H.Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit PT. Alumni, Bandung,
2010, Hlm 232
8
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, Hlm 82
9
Libertus Jehani, loc.cit

6
ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang
penggantian hak.

10. PHK Karena Pekerja Sakit atau Cacat Akibat Kecelakan Kerja Melebihi 12
Bulan.
Apabila pengusaha mem-PHK pekerja yang sakit atau cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat bekerja melebihi 12 bulan, maka ia berhak
mendapat uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dua
kali ketentuan dan uang penggantian hak.

11. PHK Oleh Pekerja


Dalam praktek sesungguhnya bukan hanya pengusaha yang dapat
mengakhiri hubungan kerja tetapi pekerja pun diberi hak untuk mengakhiri
hubungan kerja.Dari segi kompensasi, PHK yang dilakukan pekerja dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu PHK dengan mendapat kompensasi dan
PHK tanpa kompensasi.

12. PHK Karena Pengusaha Melakukan Kesalahan Kepada Pekerja


Pengusaha wajib memberikan pesangon dua kali ketentuan, uang
penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak kepada
pekerja yang melakukan PHK apabila permohonan PHK tersebut dikabulkan
oleh Pengadilan Hubungan Industrial. 10

13. PHK Karena Pekerja Mengundurkan Diri


Kepada pekerja yang mengundurkan diri dapat memperoleh kompensasi
PHK berupa uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Untuk
mendapatkan hak tersebut maka pekerja bersangkutan wajib menyampaikan
permohonan PHK secara tertulis kepada pengusaha satu bulan sebelum ia
mengundurkan diri. 11

10
Ibid,hlm 33
11
Ibid, hlm 34

7
14. PHK Bukan Atas Kehendak Pengusaha dan Pekerja
a. PHK Karena Pekerja Meninggal Dunia
Jika seseorang pekerja meninggal dunia, hubungan kerja putus dengan
sendirinya dan ahli waris berhak mendapat uang kompensasi berupa uang
pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak (pasal 166 UUKK.
b. PHK Karena Pekerja Memasuki Masa Pensiun
PHK dapat terjadi juga karena pekerja memasuki masa pensiun.Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan:
a) Apabila pekerja bersangkutan memasuki masa pensiun dan pengusaha
telah mengikut- sertakan pekerja tersebut pada program pensiun yang
iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja tidak berhak
mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, tetapi tetap
berhak mendapatkan uang penggantian hak sesuai ketentuan.
b) PHK terhadap pekerja karena memasuki usia pensiun dan pengusaha
telah mengikut-sertaan pekerja dalam program pensiun yang iurannya
dibayar oleh pengusaha dan pekerja, maka yang diperhitungkan dengan
uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh
pengusaha kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja, PP atau PKB
(Pasal 167 ayat (3) UUK)
c) PHK terhadap pekerja karena memasuki usia pensiun dan pengusaha
tidak mengikut-sertakan pekerja yang mengalami PHK karena usia
pensiun pada program pensiun, pengusaha wajib memberikan kepada
pekerja uang pesangon sebesar dua kali ketentuan, uang penghargaan
20 masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan (Pasal 167 ayat (5) dan 6) UUK)
c. PHK Karena Berakhirnya Kontrak
PHK yang terjadi karena berakhirnya kontrak untuk perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT) maka pekerja tidak berhak mendapat uang pesangon,
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.Begitupun PHK

8
terhadap pekerja PKWTT dalam masa percobaaan tidak berhak mendapat
uang kompensasi PHK. 12

C. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja


Dalam teori Hukum Perburuhan dikenal adanya 4 (empat) jenis pemutusan hubungan
kerja (PHK), yaitu sebagai berikut :
1. Pemutusan Hubungan Kerja demi Hukum
Jenis PHK yang pertama ini adalah pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan oleh pelaku usaha karena berakhirnya jangka waktu perjanjian (kontrak
kerja) yang dibuat antara pelaku usaha dengan pekerja.
Meskipun pemutusan hubungan kerja itu terjadi dengan sendirinya namun apabila
para pihak setuju untuk memperpanjang kontrak di kemudian hari, maka
ketentuan tersebut dapat diikuti dan hubungan kerja dapat kembali terjadi.
2. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Buruh/Pekerja
PHK jenis ini juga dikenal sebagai pemutusan hubungan kerja sukarela atau
yang diprakarsai karyawan (voluntary turnover) itu sendiri.
Jadi, pekerja/buruh berhak untuk meminta diputuskan hubungan kerja dengan
pihak pelaku usaha. Karena memang pada prinsipnya pekerja tidak boleh
dipaksakan untuk terus-menerus bekerja apabila dirinya sendiri tidak
menghendakinya.
3. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 158 ayat (1) UndangUndang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pengusaha dapat memutusakan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan bbera.
Alasan lain yang biasanya dilakukan oleh pelaku usaha mem-PHK karyawannya
adalah karena keadaan memaksa untuk melakukan efisiensi, sehingga sumber
dayanya perlu dilakukan pengurangan.
4. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan
Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan artinya pelaku usaha dapat
memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh melalui pengadilan negeri
dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan-berat karena melanggar

12
Ibid, hlm 34-35

9
hukum yang berlaku. Pelaku usaha melayangkannya ke pengadilan negeri, bukan
ke pengadilan hubungan industrial.

Selain jenis-jensi PHK di atas, terdapat juga 4 macam kategori PHK yang biasanya
dilakukan oleh suatu perusahaan, yaitu :
a. Termination, yaitu PHK yang dapat dilakukan oleh perusahaan karena telah
berakhirnya sebuah kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh;
b. Dismissal, yaitu terjadinya PHK yang disebabkan oleh adanya tindakan fatal dari
pekerja/buruh yang dapat berupa tidak disiplinnya pekerja/buruh atau
pekerja/buruh melanggar kontrak kerja yang ada;
c. Redundancy, yaitu PHK yang dilakukan oleh perusahaan dikarenakan akibat dari
adanya perkembangan teknologi ataupun mulai mengubah segala bentuk kegiatan
manual kedalam bentuk digital (digitalisasi) yang tentunya hal tersebut
mengakibatkan pengurangan karyawan.
d. Retrenchment, yaitu PHK yang dilekukan oleh perusahaan karena adanya
pengaruh keuangan atau ekonomi yang tidak stabil pada sebuah perusahaan
seperti perusahaan mengalami kerugian secara berturut-turut atau bahkantingkat
penjualan atau keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan tersebut mengalami
penurunan yang drastis.

D. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan perundang-


undangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah, dan dilakukan dengan cara sebaik-
baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai karyawan. Dengan demikian,
hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap terjalin dengan baik. Akan
tetapi pada kenyataanya sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan, karena konflik
yang tidak dapat diatasi lagi, yang seharusnya pemecatan karyawan harus berdasar
kepada peraturan dan perundang-undangan karena setiap karyawan mendapat
perlindungan hukum sesuai dengan statusnya. Dikemukakan ada 8 (delapan) alasan
dalam pemutusan hubungan kerja yaitu, karena undang-undang, keinginan perusahaan,
keinginan karyawan, pensiun, kontrak kerja berakhir, kesehatan karyawan, meninggal
dunia, dan perusahaan dilikuidasi .13 Keinginan perusahan dapat menyebabkan seseorang

13
Imam soepomo. Op cit. hlm 174

10
harus diberhentikan dari perusahaan, baik secara terhormat, atau dipecat. Permohonan
izin PHK dapat diberikan dalam hal buruh melakukan suatu pelanggaran/ kesalahan
besar, antara lain:
a. Pada saat perjanjian kerja diadakan memberikan keterangan palsu atau dipalsukan.
b. Melakukan tindakan kejahatan.
c. Penganiayaan, menghina secara kasar atau mengancam pengusaha, keluarga
pengusaha atau teman kerja.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan yaitu:
a. Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
b. Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan
atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
c. Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada
pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih dahulu kepada
Dinas terkait atau berwenang.
d. bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan
peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas
kehendak karyawan diatur atas sesuai dengan paraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.

E. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja Akibat PHK


Terjadinya pemutusan hubungan kerja maka dimulailah juga masa sulit bagi pekerja
dan keluarganya. Oleh karena itu untuk membantu atau setidak-tidaknya mengurangi
beban pekerja yang di PHK, undang-undang mengharuskan atau mewajibkan pengusaha
untuk memberikan uang pesangon,uang penghargaan, dan uang penggantian hak.
Alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak
atau tidak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.
Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur
dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak
perusahaan dapat bertanggung jawab dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
1. Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri.
2. Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya
hubungan kerja.
3. Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.

11
4. Pekerja melakukan kesalahan berat
5. Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
6. Perusahaan bangkrut/perusahaan mengalami kerugian.
7. Pekerja mangkir terus menerus.
8. Pekerja meninggal dunia.
9. Pekerja melakukan pelanggaran.
10. Perubahan status, penggabungan,pelemburan atau perubahan kepemilikan.
11. Pemutusan Hubungan Kerja karena Alasan Efisiensi14

a. Perhitungan Uang Pesangon Apabila Terjadi PHK:


Uang pesangon adalah uang yang diberikan kepada buruh atau pegawai pada
waktu terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh pihak majikan/ perusahaan yang
didasarkan atas lamanya masa kerja yang telah ditempuh oleh buruh/ perusahaan
yang bersangkutan dan besar imbalan per jam 8. Perhitungan uang pesangon yang
ditetapkan berdasarkan pasal 156 ayat 2 Undang – Undang no. 13 tahun 2003
adalah :
 Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
 Masa kerja 1 - 2 tahun, 2 bulan upah.
 Masa kerja 2 - 3 tahun, 3 bulan upah.
 Masa kerja 3 - 4 tahun, 4 bulan upah.
 Masa kerja 4 - 5 tahun, 5 bulan upah.
 Masa kerja 5 - 6 tahun, 6 bulan upah.
 Masa kerja 6 - 7 tahun, 7 bulan upah.
 Masa kerja 7 – 8 tahun, 8 bulan upah.
 Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

b. Perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK:


Perhitungan uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3 Undang – Undang no.
13 tahun 2003 sebagai berikut :
 Masa kerja 3 - 6 tahun 2 bulan upah.
 Masa kerja 6 - 9 tahun 3 bulan upah.
 Masa kerja 9 - 12 tahun 4 bulan upah.

14
Imam soepomo. op cit. hlm 137

12
 Masa kerja 12 - 15 tahun 5 bulan upah.
 Masa kerja 15 - 18 tahun 6 bulan upah.
 Masa kerja 18 - 21 tahun 7 bulan upah.
 Masa kerja 21 - 24 tahun 8 bulan upah.
 Masa kerja 24 tahun lebih 10 bulan upah.

c. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja apabila terjadi
PHK :
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal 156 UU
No.13/2003 :
 Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
 Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
 Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari
uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat.
 Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
Komponen yang digunakan dalam perhitungan uang pesangon dan uang
penghargaan: Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang
seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :

 upah pokok
 segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada
pekerja dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang
diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu
harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih
antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.

F. Pengaturan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja


Pengaturan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 150 Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja
dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan

13
usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan
atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-
usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan
orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
PHK Menurut UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial dan Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Sebelum terbitnya UU Nomor 2 Tahun 2004, telah terbit 2 UU
yang cukup penting bagi kehidupan ketenagakerjaan di Indonesia, yaitu UU No.21
Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan UU No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Penyelesaian sengketa perburuhan melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Undang-Undang No.12 Tahun
1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak 21 sesuai
dan tidak sesuai dan tidak efektif lagi untuk mencegah serta menanggulangi kasus-
kasus pemutusan hubungan kerja, belum mewujudkan penyelesaian perselisihan
secara cepat, tepat, adil, dan murah. 15

15
Mashudi, Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial, CV.Jakad Publishing,Surabaya, 2019,Hlm 30

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan harus
sesuai dengan undang- undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang
mennyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan dalam beberapa proses yaitu
mengadakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan, bila menemui jalan buntu
maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan untuk memutuskan perkara. Bagi
karyawan yang bermasalah melakukan pelanggaran berat, langsung diserahkan kepada
pihak kepolisian tanpa meminta ijin kepada pihak yang berwenang. Dan untuk karyawan
yang akan pensiun dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula karyawan
yang mengundurkan diri diatur sesuai dengan peraturan perusahaan dan perundang-
undangan
Sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga kerja yang telah diPHK dimana
dalam undang- undang mengharuskan atau mewajibkan perusahaan untuk
memberikan uang pesangon,uang penghargaan, dan uang penggantian hak. Dan
Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur
dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

B. Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan yaitu perlindungan terhadap tenaga kerja
selama ini belum maksimal yang bisa dilakukan oleh pemerintah namun kita
mengapresiasi adanya aturan-aturan hukum yang bisa melindungi kepentingan para
pekerja. Kita berharap kedepannya peraturan perundang-undangan yang dibuat semakin
sempurna sehingga kesejahteraan dan perlindungan kepada para pekerja/buruh lebi dapat
terpenuhi. Dan hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada
pihak-pihak yang merasa dirugikan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Danang Sunyoto, Juklak PHK, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,2014, hlm 110

Ferryansah Cahyo Subagyo, “Jurnal Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Yang
Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan”, diakses pada hari jumat, tanggal 10 Juli 2020, pukul 10.00
WIB

FX Djumialdji, Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT Sinar Grafika, Edisi Revisi 2005), hal

H.Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit PT. Alumni,
Bandung, 2010, Hlm 232

Libertus Jehani, Hak – Hak Pekerja Bila di PHK, Visimedia, Jakarta, 2006, hlm 29-30

M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, Hlm 82

Mashudi, Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial, CV.Jakad Publishing,Surabaya,


2019,Hlm 30

https://www.pengadaanbarang.co.id/2020/11/pemutusan-hubungan-kerja-phk.html?m=1

https://bahasan.id/penyebab-perusahaan-dapat-melakukan-pemutusan-hubungan-kerja

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemutusan_hubungan_kerja

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/jaminan-kerja-1/pemutusan-hubungan-kerja

https://media.neliti.com/media/publications/146819-ID-none.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai